Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ANSIETAS

Disusun oleh :

Ariq Dhia Faisal R.

1501460029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES MALANG

D4 KEPERAWATAN MALANG

TAHUN 2018
1. Definisi

Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas sedang adalah respon
emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk
bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
Perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan
respon otonom (sumber terkadang tidak sepesifik atau tidak diketahui oleh individu),
perasan yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan sinyal peringatan akan
adanya bahaya dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk
menghadapi.
Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatis yang menandakan suatu kegiatan berlebih dari susunan autonomic
(Kaplan dan Saddock, 2005). Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan
kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan
tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI,
1990).
Kecemasan/anxiety dan kegelisahan/restlessness merupakan salah satu masalah
yang banyak mendapat perhatian dan penelitian para sufi maupun para ahli psikologi.
Cemas dan gelisah adalah bentuk ketakutan diri terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi.
Perasaan cemas biasanya muncul manakala seseorang berada dalam suatu keadaan yang
ia duga akan merugikan dan mengancam diri, jabatan karier atau usaha bisnis nya, di
mana ia merasa tidak berdaya menghadapinya. Sebenarnya apa yang dicemaskan itu
belum tentu terjadi. Rasa cemas itu pada dasarnya adalah ketakutan yang kita bangun
sendiri yang kemudian melahirkan prilaku gelisah. Duduk tak tenang, berdiri rasa
mengambang, tidur seperti di awang-awang, makanan dan minuman terasa hambar.
Ansietas berbeda dengan takut. Takut adalah penilaian intelektual dari stimulus
yang mengancam dan obyeknya jelas. Individu tersebut dapat menggambarkan sumber
dari rasa takut. Ansietas dapat merupakan suatu sumber kekuatan dan energinya dapat
menghasilkan suatu tindakan yang destruktif atau konstruktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons
emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan
berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna
dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

2. Rentang Respon Ansietas

Rentang respon individu terhadap ansietas berfluktuasi antara respon adaptif dan
maladaptif seperti terlihat pada gambar :
Respon adaptif ———————————————————— Respon Maladaptif
___________________________________________________________________
antisipasi ringan sedang berat panik

 Tingkat ansietas
Beberapa teori membagi ansietas kedalam emapt tingkat sesuai dengan rentang respon
ansietas yaitu :
a. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan sehari-hari. Pada
tingkat ini lapang persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan waspada.
Pada tingkat ini individu terdorong untuk belajar dan akan menghasilkan
pertumbuhan dan ktreativitas.
b. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih
memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatau yang lebih terarah.
c. Ansietas berat
Pada ansietas berat, lapang persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak
mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan. Ansietas berat
sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatau yang terinci spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal
lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
d. Ansietas panik
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat
melakukan apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan. Berhubungan dengan
terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena
mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Karena panik melibatkan
disorganisasi keperibadian. Dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak
sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung lama, dapat terjadi kelelahan yang
sangat bahkan kematian.

3. Etiologi

Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stress yang mengandung komponen


fisiologik dan psikologik. Perasaan takut atau tidak tenang yang sumbernya tidak
dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara phisikis atau
psykhologik (seperti harga diri, gambaran diri, atau identitas diri). Selain itu, penyebab
dari Ansietas yaitu dari faktor neurobiologik dan fisiologik.
 Faktor Neurobiologik
Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem
saraf otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan
lebih besar tingkatannya dari orang lain. Abnormalitas regulasi substansi kimia otak
seperti Serotonin dan GABA (gama-aminobutyric acid) berperan dalam perkembangan
cemas. Amygdala sebagai pusat komunikasi antara bagian otak yang memproses input
sensori dan bagian otak yang yang menginterpretasikan input (amygdala
mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan kemudian
menimbulkan perasaan cemas atau takut). Amygdala berperan dalam phobia,
mengkoordinasikan rasa takut, memori, dan emosi, dan semua respon fisik terhadap
situasi yang penuh dengan stresor. Locus Ceruleus, adalah satu area otak yang
mengawali respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan
pada beberapa individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah mengalami
cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom
disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang mengancam dan
berperan dalam pengkodean informasi ke dalam memori. Striatum, berperan dalam
kontrol motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Penyakit
fisik Exposure Of Substance paparan bahaya atau trauma fisik dan psikologis.
 Faktor Psikologik
– Marah
– Harga diri rendah
– Pemalu pada masa kanak-kanak
– Orang tua yang pemarah
– Terlalu banyak kritik
– Ketidak nyamanan dengan Agresi
– Seksual Abuse
– Mengalami peristiwa yang menakutkan
 Faktor Kognitif
Cemas sebagai manisfestasi dari penyimpangan berpikir dan membuat
persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang secara berlebihan terhadap
suatu bahaya.
Cemas itu timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau konflik.
Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri, itu
akan menimbulkan respons dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon
tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-
organ seperti lambung, jantung, pembuluh daerah maupun alat-alat gerak. Karena
bentuk respon yanmg demikian, penderita biasanya tidak menyadari hal itu sebagai
hubungan sebab akibat.

4. Faktor Predisposisi

Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah :


 Teori Psikoanalitik
Menurut frued dalam Vedebeck, (2008), ansietas alamiah seseorang sebagai
stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya manusia
untuk mengendalikan kesadaran terhadap ansietas. Misalnya, jika seseorang memiliki
pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan ansietas, ia merepresikan
pikiran dan perasaan tersebut. Represi adalah proses penyimpanan impuls yang tidak
tepat kedalam bawah sadar sehingga impuls tersebut tidak dapat diingat kembali.
Karena perilaku memiliki makna, gejala-gejala ansietas menandakan represi yang tidak
lengkap. Individu yang mengalami gangguan ansietas diyakini menggunakan secara
berlebihan salah satu atau pola tertentu dari beberapa mekanisme pertahanan, yang
menempatkan individu tersebut pada salah satu tahap perkembangan psikoseksual
freud.
Ada 2 tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan sekunder :
1) Kecemasan Primer
Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulasi tiba-tiba dan
trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak
tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer
adalah keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.
2) Kecemasan Sekunder
Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, frued melihat ada 2 jenis kecemasan lain
akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Frued
menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan
superego berada pada kondisi bahaya.

Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi


antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya. (Stuart & Sundeen, 1998).
 Teori Interpersonal
Menurut Vedebeck (2008) berpendapat bahwa ansietas timbul dari masalah-
masalah dalam hubungan interpersonal. Pemberi keperawatan dapat
mengkomunikasikan ansietas kepada bayi atau anak melalui caranya mengasuh yang
tidak adekuat, gugup ketika menggendong atau memegang anak, dan pesan yang
berubah.
Cara mengkomunikasikan ansietas dari individu yang satu kepada individu yang
lain disebut empati. Ansietas yang ditunjukkan oleh bayi atau anak dapat
mengakibatkan disfungsi, misalnya kegagalan untuk mencapai tugas perkembangan
yang sesuai dengan usia. Pada individu dewasa, ansietas muncul dari kebutuhan
individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok
budayanya. Semakin tinggi ansietas, semakin rendah kemampuan untuk
mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula kesempatan
untuk terjadi gangguan ansietas.
Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami
perkembangan ansietas yang berat. (Stuart & Sundeen, 1998).
 Teori Perilaku
Ahli teori perilaku memandang ansietas sebagai suatu yang dipelajari melalui
pengalaman individu. Sebaliknya, perilaku dapat diubah atau dibuang melalui
pengalaman baru. Ahli teori perilaku percaya bahwa individu dapat memodifikasi
perilaku maladaptif tanpa memahami penyebab perilaku tersebut. Mereka menyatakan
bahwa perilaku yang mengganggu, yang berkembang dan mengganggu kehidupan
individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui pengalaman berulang yang dipandu
oleh seoarang ahli terapi terlatih. (Vedebeck, 2008).
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat
berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan
misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah. Perilaku
merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami.
 Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan selalu
ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen.(Susilawati,
2005).
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan
antara gangguan ansietas dengan depresi.(Stuart & Sundeen, 1998:).
 Teori Biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor tersebut
berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan
aktivitas neurotransmiter gamma amino butyric acid(GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron dibagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. Bila
GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor GABA pada
membran post-sinaps akan membuka saluran/pintu reseptor sehingga terjadi
perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat
aktivitas sel. Penghambatan asam aminobutirik-gamma neroreulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan
ansietas, sebagai mana halnya dengan endorfin.
Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering mengalami kecemasan
mempunyai masalah dengan proses neurotransmiter ini. Mekanisme koping juga dapat
terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi, menurunnya suplai darah,
perubahan hormon dan sebab fisik lainnya. Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas
dan perasaan cemas.(Susilawati, 2005)

5. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi ansietas dapat diklasifikasikan dalam dua jenis :


a. Ancaman terhadap integritas biologik
Merupakan ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan akan
makanan, minuman, dan perumahan. Hal ini merupakan faktor umum penyebab
ansietas.
b. Ancaman terhadap rasa aman
Hal ini sulit digolongkan karena manusia unik. Ancaman keamanan diri meliputi ; (1)
tidak tercapainya harapan, (2) tidak terpenuhinya kebutuhan akan status, (3) rasa
bersalah atau pertentangan antara keyakinan diri dan prilaku, (4) tidak mampu untuk
mendapatkan penghargaan dari orang lain.

6. Patofisiologi

Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem saraf
otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan lebih
besar tingkatannya dari orang lain. Abnormalitas regulasi substansi kimia otak seperti
Serotonin dan GABA (gamaaminobutyricacid) berperan dalam perkembangan cemas.
Amygdala sebagai pusat komunikasi antara bagian otak yang memproses input sensori
dan bagian otak yang menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan
informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan
cemas atau takut) . Amygdala berperan dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut,
memori, dan emosi, dan semua respon fisik terhadap situasi yang penuh dengan stresor
Locus Ceruleus, adalah satu area otak yang mengawali respon terhadap suatu bahaya dan
mungkin respon tersebut berlebihan pada beberapa individu sehingga menyebabkan
seseoranng mudah mengalami cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom
disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang mengancam dan
berperan dalam pengkodean informasi ke dalam memori Striatum, berperan dalam
kontrol motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive).

7. Manifestasi Klinik

Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan
terbagi dalam beberapa fase, yaitu :

 Fase 1
Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan
diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh
merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan
nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan
kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk
berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan
menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari
kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan
mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985).
 Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot,
gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol
emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat
bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi
tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi
kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya
gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat
pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia
berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa
berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
 Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja
berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-
gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya
dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam
tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase
tiga ini dapat terlihat gejala seperti. intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan
kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir,
gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian
(Asdie, 1988).

8. Gangguan-Gangguan Kecemasan

Fobia, panik, gangguan kecemasan menyeluruh, Stress pasca trauma dan gangguan
obsesif-kompulsif merupakan gangguan yang berpusat pada kecemasan. Pada kali ini
akan dibahas mengenai gangguan kecemasan. Gangguan-gangguan kecemasan itu
meliputi:
1. Gangguan Fobia.
Ketakutan terhadap suatu benda atau kejadian atau situasi tertentu yang sedemikian
besarnya sehingga orang akan selalu berusaha menghindarkan diri. Fobia
spesifik ialah rasa takut yang tidak rasional terhadap suatu objek (objek fobia) atau
situasi misalnya serangga atau hewan, ruang kecil, air, elevator atau terbang. Objek
atau situasi tersebut menyebabkan individu mengalami ansietas yang ekstrem atau
menimbulkan respon panik. Ada beberapa kategori fobia spesifik :
 Fobia lingkungan alam : rasa takut terhadap badai, air, ketinggian, atau fenomena
alam lain.
 Fobia injeksi: darah, jarum suntik.
 Fobia situsional : rasa takut berada dalam situasi tertentu.
 Fobia hewan : rasa takut terhadap hewan atau serangga. Rasa takut ini sering
muncul pada masa kanak-kanak dan dapat terus berlanjut sampai dewasa.
 Fobia social : rasa takut yang terus menerus dan tidak rasional dalam berbicara di
depan public atau acara-acara social lain.
2. Gangguan Agorafobia
Agorafobia yaitu ketakutan berada di tempat-tempat terbuka dan ramai. Orang-orang
dengan agoraphobia takut untuk pergi berbelanja di toko-toko yang penuh sesak,
berjalan di jalan ramai, menyebrangi jembatan, naik bus/kereta api, makan dirumah
makan, atau keluar dari rumah.
 Gejala gangguan panic dengan Agorafobia
Klien mengalami tingkat ansietas atau takut tertinggi yang berlangsung 15 samapi
30 menit disertai empat atau lebih gejala gangguan panic, selain itu ada gejala-
gejala berikut :
Takut terhadap tempat atau situasi yang individu yakin bahwa serangan panic atau
perilaku yang memalukan akan terjadi atau terhadap tempat atau situasi yang
diyakini tidak mungkin melarikan diri darinya. Menghindari tempat atau situasi
tersebut, distress yang ekstrem. Individu menyadari bahwa responnya ekstrem.
 Gejala Agorafobia tanpa Gangguan panic
Sangat khawatir akan memperlihatkan perilaku seperti panic ketika berada diluar
rumah atau ketika berada di blok atau kota tempat tinggal, berada bersama orang
lain dilingkungan luar rumah. Menghindari situasi tersebut atau menoleransi
hanya ketika merasa stress dan takut. Individu menyadari bahwa responnya
ekstrem.
3. Ganguan Panik.
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens dan meningkat yang
berlangsung 15 sampai 30 menit, ketika individu mengalami ketakutan emosional
yang besar juga ketidak nyamanan fisiologis.
Gangguan panik mencakup munculnya serangan panic yang berulang dan tidak
terduga. Serangan-serangan panic melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai
dengan simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar-debar; nafas cepat, nafas
tersengal, atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing
tujuh keliling (glas, 2000).
Gejala gangguan panik. Serangan panik berulang adalah episode intermiten tingkat
ansietas atau rasa takut paling tinggi yang berlangsung 15 sampai 30 menit, disertai
empat atau lebih gejala berikut :
 Frekuensi jantung cepat, jantung berdegup keras, atau frekuensi jantung sangat
meningkat.
 Berkeringat.
 Gemetar, menggigil.
 Merasa tidak mampu bernafas.
 Merasa tersedak.
 Nyeri dada.
 Mual atau distress gastrointestinal.
 Pening pusing atau merasa ingin pingsan.
 Merasa segala sesuatu tidak nyata atau merasa terpisah dari diri sendiri
(depersonalisasi).
 Khawatir menjadi gila atau kehilangan kendali.
4. Gangguan Kecemasan Menyeluruh.
Gangguan ini memiliki kriteria diagnosis, diantaranya yaitu:
Kecemasan yang menyeluruh dan menetap, yang ditandai oleh:
 ketegangan motorik
 hiperaktif syaraf otonomik
 rasa khawatir berlebihan tentang hal yang akan datang
 kewaspadaan yang berlebihan
 Suasana perasaan cemas berlangsung selama paling sedikit satu bulan.
 Tidak disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa lainnya.
5. Stress Pasca Trauma.
Gangguan mental ini ditandai dengan kecemasan yang akut dan berulang setelah
pengalaman yang traumatic, yaitu kejadian yang mengancam keselamatan jiwa.
Misalnya pemerkosaan, bencana alam, kecelakaan dan lain-lain. Reaksi penderita
traumatik adalah berupa ketakutan yang hebat,mudah terkejut, tidak berdaya, cemas,
depresi, mati rasa, dan lain-lain. Kejadian-kejadian yang menyebabkan individu
mengingat pada hal yang traumatic adalah:
 Ingat kembali dalam bentuk bayangan.
 Sering bermimpi buruk tentang hal yang traumatik.
 Merasakan seolah-olah kejadian berlangsung kembali.
 Timbul reaksi fisiologis ketika dihadapkan pada hal yan mengingatkan kejadian
traumatik.
 Distress ketika dihadapkan pada hal yang mengingatkan traumatic.
 Akibatnya individu akan berusaha untuk menghindari hal yang berhubungan
dengan trauma serta menunjukkan gejala yang tak mampu berespons atau
menghadapi masalahnya. Gejala yang dilakukan individu biasanya:
 Berusaha menghindari pikiran, percakapan, dan perasaan yang mengingatkan.
 Menghindari aktivitas, tempat, dan orang yang mengingatkan.
 Tidak mampu mengingat hal penting dari kejadian.
 Menurunnya aktivitas secara mencolok.
 Merasa tersisih dari orang lain.
6. Gangguan stress akut
Gangguan stress akut sama dengan gangguan stress pasca trauma, yakni individu
mengalami suatu situasi traumatic, tetapi respon yang muncul bersifat lebih disosiatif.
Individu merasa bahwa peristiwa tersebut tidak nyata, berpikir bahwa ia tidak nyata,
dan melupakan bebrapa aspek peristiwa tersebut melalui amnesia, keterpishan
emosional dan ketidak sadarn yang membingungkan terhadap lingkungan (DSM-IV-
TR, 2000).
7. Gangguan Obsesif-kompulsif.
Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak kedalam pikiran.
Obsesif merupakan pikiran, ide, atau dorongan yang intrusive dan berulang yang
sepertinya berada diluar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Sementara
istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan
untuk melakukan sesuatu. Dan pikiran obsesif sering membawa dampak munculnya
tindakan kompulsi. Kompulsi ialah tingkah laku yang repetitive atau tindakan mental
repetitive yang dirasakan oleh seseorang sebagai suatu keharusan atau dorongan yang
harus dilakukan. Persamaan antara obsesi dan kompulsi adalah sebagai berikut:
 Suatu pikiran atau dorongan kuat mendesak kedalam alam bawah sadar secara
terus menerus.
 Timbul perasaan takut yang hebat dan penderita berusaha untuk menghilangkan
pikiran atau dorongan itu.
 Dirasakan sebagai hal yang asing, tidak disukai, tidak dapat diterima, dan tidak
dapat ditekan.
 Penderita tetap sadar, tetap mengenal wajar dan tidak wajar rasional dan tidak
rasional walaupun obsesi atau kompulsi sangat hebat.
 Pada gangguan jenis obsesif-kompulsif ini individu yang mengalaminya akan
berusaha menghilangkan kecemasannya dengan merangkai pemikiran dan
perbuatan yang dilakukan berulang-ulang. Penderita menyadari bahwa pikiran dan
perbuatannya tersebut tidak dapat diterima nalar dan logika yang sehat, tidak pada
tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat
menghilangkannya dan tidak mengerti mengapa mempunyai dorongan yang
begitu kuat untuk berfikir dan berbuat demikian, apabila tidak melakukannya
maka akan mengalami atau timbul kecemasan yang hebat.
9. Sumber Dan Mekanisme Koping

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan


faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang
mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan
kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme
koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal,
memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri
pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik
membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat
dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin
dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan
tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan,
mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses
dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri,
sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak
membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan
makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi
hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
10. Pemeriksaan Penunjang

a. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan fungsi adrenal, peningkatan


glukosa dan menurunnya fungsi paratiroid, tingkat oksigen dan kalsium.
b. Uji psikologis

11. Penatalaksanaan Ansietas

Menurut Hawari, (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti
pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup.
3) Cukup olahraga.
4) Tidak merokok.
5) Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system).
Terapi obat untuk kelainan ansietas : Antiansietas (ansiolitik, tranquilizer minor,
sedatif, hipnotik, antokonvulsans)
c. Terapi somatic

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat
dari kecemasan yang bekerpanjangan.Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.

d. Psikoterapi

1. Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain : Psikoterapi


suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

2. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai


bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.

3. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi)


kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

4. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan


untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
5. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

6. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor


keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan
sebagai faktor pendukung.

e. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan


dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.

Komplikasi : Depresi, Somatoform, Skizofrenia Hibefrenik, dan Skizofrenia Simplek


ASUHAN KEPERAWATAN TEORI ANSIETAS

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Ansietas


I. Identitas Klien
a. Initial : Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita (69%) daripada laki-laki (31%).
b. Umur : toddler-lansia
c. Pekerjaan : yang mempunyai tingkat stressor yang besar (politikus,
d. Pendidikan : orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih rentan
mengalami ansietas

II. Alasan Masuk


Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.

III. Faktor Predisposisi

 Bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan kepada ketakutan yang
berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori
konflik memandang ansietas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang
berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan
ansietas: konflik menimbulkan ansietas, dan ansietas menimbulkan perasaan tidak
berdaya, yang ada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.

 Terjadinya ansietas berhubungan erat dengan hal masalah anak (30%), hubungan antar
manusia (27%), persoalan suami/istri dalam perkawinan (23%) dan masalah dalam
pekerjaan (21%). (Mujaddid, 2001:706)

 Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma tertentu yang buruk


(misalnya, pengalaman berperang, perkosaan, kecelakaan yang serius, penyikasaan
yang buruk perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.

 Kesehatan umum individu dan riwayat ansietas pada keluarga memiliki efek nyata
sebagai predisposisi ansietas.
 Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu serta pengobatan sebelumnya tidak
berhasil.

Masalah Keperawatan:

1. Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan).

2. Risiko bunuh diri

IV. Pemeriksaan Fisik


1. Tanda vital
2. Ukur : TB dan BB: normal (tergantung pada klien)
3. Keluhan Fisik : refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kaku,
gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat, kaki goyah.
Masalah Keperawatan: Ansietas sedang/berat/panik

V. Psikososial
a. Konsep diri:
 Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat
berlebihan.
 Identitas: gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada seseorang
yang bekerja dengan sressor yang berat.
 Peran: menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat.
 Ideal diri: berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan ke arah lokus
eksternal dari keyakinan kontrol.
 Harga diri: klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang tidak rasional
terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
Masalah Keperawatan : 1. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah
2. Isolasi sosial: menarik diri
b. Hubungan Sosial:
 Orang yang berarti: keluarga
 Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan dalam kegiaran
kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga /
kelompok / masyarakat.
 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +
Masalah keperawatan: Kerusakan interaksi sosial
c. Spiritual
 Nilai dan keyakinan
 Kegiatan ibadah

VI. Status Mental


1. Penampilan : pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya
penampilannya tidak rapi.
2. Pembicaraan : bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras.
3. Aktivitas motorik : lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor.
– Subyektif : Klien mengatakan susah tidur, Klien menyatakankan resah, Klien
mengatakan banyak pikiran

– Obyektif : Penurunan produktifitas, Kewaspadaan dan menatap, Kontak mata


buruk, Gelisah, Pandangan sekilas, Pergerakan yang tidak bermakna (jalan
menyeret, geraktangan dan kaki), Ekspresi yang mendalam terhadap perubahan
hidup

4. Alam perasaan: sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.

5. Afek: labil

– Subyektif : Klien menyatakan rasa penyesalan, Klien mengatakan takut pada


sesuatu, Klien bengatakan tidak mempu melakukan sesuatu.

– Obyektif : Iritabel, Kesedihan yang mendalam, Ketakutan, Gugup, Mudah


tersinggung, Nyeri hebat, persisten bertambah. Rasa tidak menentu, Kewaspadaan
meningkat, Fokus pada diri sendiri, Perasaan tidak mampu, Distress, Khawatir,
Cemas
6. Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan mudah curiga,
kontak mata kurang.

7. Persepsi: berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu


menyelesaikan masalah

Masalah Keperawatan: Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran,


penglihatan, pengecap, peraba, penghidu)

8. Proses pikir: persevarsi

Masalah Keperawatan : Gangguan proses pikir

9. Isi pikir: obsesi, phobia dan depersonalisasi

10. Tingkat kesadaran: bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat dan
orang (ansietas berat)

11. Memori: pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif Disorder) akan
terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat jangka
pendek.

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung: tidak mampu berkonsentrasi.

13. Kemampuan penilaian: gangguan kemampuan penilaian ringan

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makanan, keamanan, tempat


tinggal, dan perawatan.

2. Kegiatan hidup sehari-hari: kurang mandiri tergantung tingkat ansietas


 Perawatan diri

 Nutrisi

 Tidur

Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri

3. Kemampuan klien dalam:

 mengantisipasi kebutuhan sendiri

 membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri

 mengatur penggunaan obat

4. Klien memiliki sistem pendukung (keluarga, terapis, teman, kelompok sosial)

5. Klien dapat menikmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan atau hobi

VIII. Mekanisme Koping: adaptif ( ansietas ringan ) dan maladaptif (ansietas sedang, berat dan
panik).

Masalah Keperawatan: Mekanisme koping tidak efektif

IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan

 Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan dalam kegiaran kelompok
atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga/ kelompok/
masyarakat.

 Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan dengan tingkat stressor yang


tinggi akan memicu timbulnya ansietas.
 Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal dalam menempuh
pendidikan, tidak ada biaya untuk melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya.

 Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak tercapai.

 Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat tinggalnya karena bencana


alam, pengusuran dan kebakaran.

 Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan finansial dalam mencukupi


kebutuhannya sehari-hari dan keluarganya.

X. Pengetahuan Kurang Tentang

Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping, obat-obatan,


dan masalah lain tentang ansietas

XI. Aspek medic

Diagnosa Medik:

1. Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua atau lebih hal
yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu
istirahat dengan tenang (inability to relax)

2. Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:

Ketegangan Motorik:

1. Kedutan otot atau rasa gemetar

2. Otot tegang/kaku/pegel linu


3. Tidak bisa diam

4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik:

1. Nafas pendek/ terasa berat

2. Jantung berdebar-debar

3. Telapak tangan basah dingin

4. Mulut kering

5. Kepala pusing/rasa melayang

6. Mual, mencret, perut tidak enak

7. Muka panas/ badan menggigil

8. Buang air kecil lebih sering

9. Sukar menelan/rasa tersumbat

Terapi Medik:

1. Benzodiazepine: Diazepam 5. Bromazepam Oxazolam

2. Chlordiazepoxide 6. Clorazepate

3. Lorazepam 7. Alprazolam
4. Clobazam 8. Razepam

Non-Benzodiazepine : Sulpiride, Buspirone, Hydroxizine.

XII. Daftar Masalah Keperawatan


1. Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan).
2. Risiko bunuh diri
3. Ansietas sedang/berat/panic
4. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah
5. Isolasi sosial: menarik diri
6. Kerusakan interaksi sosial
7. Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba,
penghidu)
8. Gangguan proses pikir
9. Defisit perawatan diri
10. Mekanisme koping tidak efektif

XIII. Diagnosa keperawatan

a. Anxietas berhubungan dengan Koping individu tidak efektif

b. Anxietas berhubungan dengan Tidak efektifnya koping keluarga

c. Resiko gangguan pesepsi sensorik dan audiotori : Halusinasi berhubungan dengan


Ansietas.

d. Resiko gangguan isi fikir : Waham berhubungan dengan Anxietas

XIV. Rencana keperawatan


Diagnosa Perencanaan

Tujuan (Umum dan


Keperawatan Khusus) Intervensi

1. jadilah pendengar yang hangat dan responsive

TUM : 2. beri waktu yang cukup pada klien untuk berespon

TUK 1 3. beri dukungan pada klien untuk mengekspresikan


perasaannya
Klien dapat menjalin dan 4. identifikasi pola prilaku klien atau pendekatan ya
membina hubungan saling dapat menimbulkan perasaan negatif
Berhubungan dengan percaya 5. bersama klien mengenali perilaku dan respon
ansietas sedang sehingga cepat belajar dan berkembang

1. bantu klien untuk mengidentifikasi dan menguraik


perasaannya
2. hubungkan perilaku dan perasaannya
3. validasi kesimpulan dan asumsi terhadap klien
4. gunakan pertanyaan terbuka untuk mengalihkan d
TUK 2 topik yang mengancam ke hal yang berkaitan dengan
Klien dapat mengenal konflik
ansietasnya 5. gunakan konsultasi

1. bantu klien mernjelaskan situasi dan interaksi yan


dapat segera menimbulkan ansietas
TUK 3 2. bersama klien meninjau kembali penilaian klien
Klien dapat memperluas terhadap stressor yang dirasakan mengancam dan
kesadarannya terhadap menimbulkan konflik
perkembangan ansietas 3. kaitkan pengalaman yang baru terjadi dengan
pengalaman masa lalu yang relevan

TUK 4
1. gali cara klien mengurangi ansietas di masa lalu
2. tunjukkan akibat mal adaptif dan destruktif dari
respons koping yang digunakan
3. dorong klien untuk menggunakan respons koping
adaptif yang dimilikinya
4. bantu klien untuk menyusun kembali tujuan hidup
memodifikasi tujuan, menggunakan sumber dan
menggunakan koping yang baru
5. latih klien dengan menggunakan ansietas sedang
6. beri aktivitas fisik untuk menyalurkan energinya
Klien dapat menggunakan 7. libatkan pihak yang berkepentingan sebagai sumb
mekanisme koping yang dan dukungan sosial dalam membantu klien mengguna
adaptif koping adaptif yang baru

TUK 5 1. ajarkan klien teknik relaksasi untuk meningkatkan


Klien dapat menggunakan kontrol dan rasa percaya diri
teknik relaksasi 2. dorong klien untuk menggunakan relaksasi dalam
menurunkan tingkat ansietas
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., !998. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa : Yasmin
Asih. Editor Monica Aster, Jakarta : EGC.

Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta :
EGC

Townsend, M. C., 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.
Edisi 3. Alih Bahas Novi Helena. Rditor Monica Ester, Jakarta : EGC.

Rasmun, 2001, Kepwrawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.


Edisi Pertama, Jakarta : CV, Sagung Seto.

Struart, G.W., S undeen, S.J., 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3, Jakarta
Read more: http://aneka-wacana.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-jiwa-
dengan-ansietas.html#ixzz2Z6K0IAyk

Anda mungkin juga menyukai