Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam
hubungan interpersonal. Ansietas sedang adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut.
Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang
parah tidak sejalan dengan kehidupan.
Perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan respon
otonom (sumber terkadang tidak sepesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasan yang waswas untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan sinyal peringatan akan adanya bahaya dan
memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk menghadapi.
Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala
somatis yang menandakan suatu kegiatan berlebih dari susunan autonomic (Kaplan dan Saddock,
2005). Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena
dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Spielberger (1966) dalam Slameto (2003 : 185) membedakan kecemasan atas dua bagian;
kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk
merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Dan kecemasan
sebagai suatu keadaan (State Anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara
pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati secara
sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya sistem saraf otonom. Sebagai suatu keadaan,
kecemasan biasanya berhubungan dengan situasi-situasi lingkungan yang khusus, misalnya
situasi tes.
Kecemasan/anxiety dan kegelisahan/restlessness merupakan salah satu masalah yang banyak
mendapat perhatian dan penelitian para sufi maupun para ahli psikologi. Cemas dan gelisah
adalah bentuk ketakutan diri terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi. Perasaan cemas biasanya
muncul manakala seseorang berada dalam suatu keadaan yang ia duga akan merugikan dan
mengancam diri, jabatan karier atau usaha bisnis nya, di mana ia merasa tidak berdaya
menghadapinya. Sebenarnya apa yang dicemaskan itu belum tentu terjadi. Rasa cemas itu pada
dasarnya adalah ketakutan yang kita bangun sendiri yang kemudian melahirkan prilaku gelisah.
Duduk tak tenang, berdiri rasa mengambang, tidur seperti di awang-awang, makanan dan
minuman terasa hambar.
Ansietas berbeda dengan takut. Takut adalah penilaian intelektual dari stimulus yang
mengancam dan obyeknya jelas. Individu tersebut dapat menggambarkan sumber dari rasa takut.

Ansietas dapat merupakan suatu sumber kekuatan dan energinya dapat menghasilkan suatu
tindakan yang destruktif atau konstruktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons emosi
tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai
berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
penderitaan yang jelas bagi pasien.
2.2 Rentang respon ansietas
Rentang respon individu terhadap ansietas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif
seperti terlihat pada gambar :
Respon adaptif - Respon Maladaptif
___________________________________________________________________
antisipasi

ringan

sedang

berat

panik

Tingkat ansietas
Beberapa teori membagi ansietas kedalam emapt tingkat sesuai dengan rentang respon ansietas
yaitu :
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini
lapang persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan waspada. Pada tingkat ini individu
terdorong untuk belajar dan akan menghasilkan pertumbuhan dan ktreativitas.
1. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan
pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain. Memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatau yang lebih terarah.
1. Ansietas berat
Pada ansietas berat, lapang persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung memikirkan
hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan
membutuhkan banyak pengarahan. Ansietas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatau yang terinci spesifik dan tidak dapat
berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.

1. Ansietas panik
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat melakukan apaapa lagi walaupun sudah diberi pengarahan. Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan
teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Karena panik
melibatkan disorganisasi keperibadian. Dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan
jika berlangsung lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
Tabel Respon Fisiologis sesuai Tingkat Ansietas
Ada empat tingkat ansietas (peplau, 1952): ringan, sedang, berat, dan panic. Pada masing-masing
tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif, dan respon emosional
ketika berupaya menghadapi ansietas.

Tingkat Respon Ansietas


Tingkat Ansietas
Ringan (1+)

Respon fisik
Ketegangan otot ringan,

Respon Kognitif
Lapang persepsi luas,

Sedang (2+)

sadar akan lingkungan,

Terlihat
diri,

Berat (3+)

Rileks atau sedikit gelisah,

Panik (4+)

Penuh perhatian,

tenang,

Respon Emosional
Perilaku otomatis

percaya Sedikit tidak sabar


Aktivitas menyendiri

Perasaan gagal sedikit,


Terstimulasi
Waspada
dan
memerhatikan banyak hal, Tenang

Rajin.

Mempertimbangkan
informasi,

Ketegangan otot sedang

Tidak nyaman

Tanda-tanda vital meningkat


Pupil
dilatasi
berkeringat

Mudah tersinggung

Tingkat
mulai optimal.

pembelajaran
Kepercayaan diri goyah

Lapang persepsi menurun. Tidak sabar


Sering
mondar
memukulkan tangan

mandir,
Tidak perhatian
selektif

secara Gembira

Suara berubah bergetar, nada


Sangat cemas
Focus terhadap stimulus
suara tinggi
meningkat
Agitasi
Kewaspadaan dan ketegangan

meningkat

Rentang perhatian menurun Takut

Sering berkemih, sakit kepala, Penyelesaian


masalah Bingung
pola tidur berubah, nyeri menurun
punggung.
Merasa tidak adekuat
Pembelajaran
terjadi
Ketegangan otot berat
dengan memfokuskan.
Menarik diri
Hiperventilasi

Lapang persepsi terbatas

Kontak mata buruk

Proses
pecah

Pengeluaran
meningkat

berfikir

Menyangkal

terpecah Ingin bebas

keringat

Merasa terbebas
Sulit berpikir
Merasa tidak
masalah tidak percaya

mampu,

Bicara cepat, nada suara tinggi Penyelesaian


buruk
Tindakan tanpa tujuan dan
Lepas kendali
serampangan
Tidak
mampu
mempertimbangkan
Mengamuk, putus asa
Rahang
menegang, informasi
menggertakan gigi
Marah, sangat takut
Hanya
memperhatikan
Kebutuhan
ruang
gerak ancaman
Mengaharapkan
hasil
meningkat
yang buruk
Preokupasi dengan pikiran
sendiri
Mondar-mandir, berteriak
Kaget, takut
Meremas tangan, gemetar.

Egosentri

Flight, fight atau freeze Persepsi sangat sempit


ketegangan otot sangat berat.
Pikiran
tidak
logis,
terganggu
Agitasi motorik kasar
Pupil dilatasi

Kepribadian kacau

Tanda-tanda vital meningkat Tidak dapat menyelesaikan


masalah.
kemudian menurun.
Tidak dapat tidur

Focus pada pikiran sendiri.

Hormone
stress
dan Tidak rasional.
neurotransmitter berkurang.
Sulit memahami stimulus

lelah

Wajah menyeringai,
menganga.

mulut eksternal.
Halusinasi, waham, ilusi
mungkin terjadi.

2.3 Etiologi
Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stress yang mengandung komponen fisiologik dan
psikologik. Perasaan takut atau tidak tenang yang sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi
ketika seseorang merasa terancam baik secara phisikis atau psykhologik (seperti harga diri,
gambaran diri, atau identitas diri). Selain itu, penyebab dari Ansietas yaitu dari faktor
Neurobiologik dan fisiologik.
1. Faktor Neurobiologik
Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem saraf otonom atau
nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan lebih besar tingkatannya dari
orang lain. Abnormalitas regulasi substansi kimia otak seperti Serotonin dan GABA (gamaaminobutyric acid) berperan dalam perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat komunikasi
antara bagian otak yang memproses input sensori dan bagian otak yang yang
menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk
sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas atau takut). Amygdala berperan
dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut, memori, dan emosi, dan semua respon fisik
terhadap situasi yang penuh dengan stresor. Locus Ceruleus, adalah satu area otak yang
mengawali respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan pada beberapa
individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah mengalami cemas (khususnya PTSD
{Post traumatic sindrom disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang
mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke dalam memori. Striatum, berperan
dalam kontrol motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Penyakit
fisik Exposure Of Substance paparan bahaya atau trauma fisik dan psikologis.
1. Faktor Psikologik

Marah

Harga diri rendah

Pemalu pada masa kanak-kanak

Orang tua yang pemarah

Terlalu banyak kritik

Ketidak nyamanan dengan Agresi

Seksual Abuse

Mengalami peristiwa yang menakutkan


1. Faktor Kognitif

Cemas
sebagai
manisfestasi
dari
penyimpangan
membuat persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang secara
suatu bahaya.

berpikir
dan
berlebihan terhadap

Cemas itu timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsa
ngan
berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri, itu akan menimbulkan
respons dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat pelepasan hormon
tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-organ seperti lambung, jantung, pembuluh
daerah maupun alat-alat gerak. Karena bentuk respon yanmg demikian, penderita biasanya tidak
menyadari hal itu sebagai hubungan sebab akibat.
2.4 Faktor predisposisi
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah :
1. Teori Psikoanalitik
Menurut frued dalam Vedebeck, (2008), ansietas alamiah seseorang sebagai stimulus untuk
perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya manusia untuk mengendalikan
kesadaran terhadap ansietas. Misalnya, jika seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak
tepat sehingga meningkatkan ansietas, ia merepresikan pikiran dan perasaan tersebut. Represi
adalah proses penyimpanan impuls yang tidak tepat kedalam bawah sadar sehingga impuls
tersebut tidak dapat diingat kembali. Karena perilaku memiliki makna, gejala-gejala ansietas
menandakan represi yang tidak lengkap. Individu yang mengalami gangguan ansietas diyakini
menggunakan secara berlebihan salah satu atau pola tertentu dari beberapa mekanisme
pertahanan, yang menempatkan individu tersebut pada salah satu tahap perkembangan
psikoseksual freud.
Ada 2 tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan sekunder :
1)

Kecemasan Primer

Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulasi tiba-tiba dan trauma pada saat
persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat
kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer adalah keadaan ketegangan atau dorongan
yang diakibatkan oleh faktor eksternal.
2)

Kecemasan Sekunder

Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, frued melihat ada 2 jenis kecemasan lain akibat
konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Frued menjelaskan bila
terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan superego berada pada kondisi
bahaya.
Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma
budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang
bertentangan, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. (Stuart &
Sundeen, 1998).
1. Teori Interpersonal
Menurut Vedebeck,(2008) berpendapat bahwa ansietas timbul dari masalah-masalah dalam
hubungan interpersonal. Pemberi keperawatan dapat mengkomunikasikan ansietas kepada bayi
atau anak melalui caranya mengasuh yang tidak adekuat, gugup ketika menggendong atau
memegang anak, dan pesan yang berubah.
Cara mengkomunikasikan ansietas dari individu yang satu kepada individu yang lain disebut
empati. Ansietas yang ditunjukkan oleh bayi atau anak dapat mengakibatkan disfungsi, misalnya
kegagalan untuk mencapai tugas perkembangan yang sesuai dengan usia. Pada individu dewasa,
ansietas muncul dari kebutuhan individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma dan
nilai kelompok budayanya. Semakin tinggi ansietas, semakin rendah kemampuan untuk
mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula kesempatan untuk
terjadi gangguan ansietas.
Menurut Sulivan dalam Sulistiawati, (2005),mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat
ketidak mampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan
bisa dirasakan bila individu mempunyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali
ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya, bayi berespon seolah-olah ia
dan ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang
timbul akibat tindakan sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau tidak setuju dengan
perilaku itu.
Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berarti atau kehilangan dapat menyebabkan
kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa berikutnya muncul pada saat
individu mempersepsikan bahwa ia akan kehilangan orang yang dicintainya. Harga diri
seseoarang merupakan faktor penting yang berhubungan dengan kecemasan .Orang yang
mempunyai predisposisi mengalami kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai
opini negatif terhadap dirinya atau meragukan kemampuannya.(Susilawati, 2005).
Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan
trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan

harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat. (Stuart &
Sundeen, 1998).
1. Teori Perilaku
Ahli teori perilaku memandang ansietas sebagai suatu yang dipelajari melalui pengalaman
individu. Sebaliknya, perilaku dapat diubah atau dibuang melalui pengalaman baru. Ahli teori
perilaku percaya bahwa individu dapat memodifikasi perilaku maladaptif tanpa memahami
penyebab perilaku tersebut. Mereka menyatakan bahwa perilaku yang mengganggu, yang
berkembang dan mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui
pengalaman berulang yang dipandu oleh seoarang ahli terapi terlatih. (Vedebeck, 2008).
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat berbagai hal yang
mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan misalnya memperoleh
pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah. Perilaku merupakan hasil belajar dari
pengalaman yang pernah dialami.
Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain
menganggap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam
approach dan untuk menghindari kepedihan avoidance. Pakar tentang pembelajaran
meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan
yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. (Stuart &
Sundeen, 1998. Susilawati 2005).
1. Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan selalu ada pada tiaptiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen.(Susilawati, 2005).
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui
dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan
ansietas dengan depresi.(Stuart & Sundeen, 1998:).
1. Teori Biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor tersebut berfungsi membantu
regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas neurotransmiter gamma
amino butyric acid(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron dibagian otak yang bertanggung
jawab menghasilkan kecemasan. Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan
reseptor GABA pada membran post-sinaps akan membuka saluran/pintu reseptor sehingga
terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat
aktivitas sel. Penghambatan asam aminobutirik-gamma neroreulator (GABA) juga mungkin
memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas, sebagai mana
halnya dengan endorfin.

Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering mengalami kecemasan mempunyai masalah
dengan proses neurotransmiter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh
toksik, defisiensi nutrisi, menurunnya suplai darah, perubahan hormon dan sebab fisik
lainnya. Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.(Susilawati, 2005)
2.5 Faktor presipitasi
Faktor presipitasi ansietas dapat diklasifikasikan dalam dua jenis :
1. Ancaman terhadap integritas biologik
Merupakan ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan akan makanan,
minuman, dan perumahan. Hal ini merupakan faktor umum penyebab ansietas.
1. Ancaman terhadap rasa aman
Hal ini sulit digolongkan karena manusia unik. Ancaman keamanan diri meliputi ; (1) tidak
tercapainya harapan, (2) tidak terpenuhinya kebutuhan akan status, (3) rasa bersalah atau
pertentangan antara keyakinan diri dan prilaku, (4) tidak mampu untuk mendapatkan
penghargaan dari orang lain.
2.6 Proses Terjadinya/ patofisiologi
Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem saraf otonom atau
nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan lebih besar tingkatannya dari
orang lain. Abnormalitas regulasi substansi kimia otak seperti Serotonin dan GABA
(gamaaminobutyricacid) berperan dalam perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat
komunikasi antara bagian otak yang memproses input sensori dan bagian otak
yang menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk
sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas atau takut) . Amygdala berperan
dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut, memori, dan emosi, dan semua respon fisik
terhadap situasi yang penuh dengan stresor Locus Ceruleus, adalah satu area otak
yang mengawali respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut
berlebihanpada beberapa individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah mengalami
cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom disorder}). Hippocampus bertanggung
jawab terhadap stimuli yang mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke dalam
memori Striatum, berperan dalam kontrol motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive
Compulsive).
2.7 Gejala Kecemasan/ manifestasi klinik
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi
dalam beberapa fase, yaitu :
Fase 1

Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk
fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak
sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan
kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk
berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri
dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis
akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan
(Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf
yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang
ada secara benar (Asdie, 1988).
Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur
dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi
diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang
beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah
diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan
tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat
pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri
saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut,
penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat
pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada
fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat
kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti. intoleransi dengan
rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah
mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan
kepribadian (Asdie, 1988).
2.8 Gangguan-gangguan Kecemasan
Fobia, panik, gangguan kecemasan menyeluruh, Stress pasca trauma dan gangguan obsesifkompulsif merupakan gangguan yang berpusat pada kecemasan. Pada kali ini akan dibahas
mengenai gangguan kecemasan. Gangguan-gangguan kecemasan itu meliputi:
1. Gangguan Fobia.
Kata fobia berasal dari kata Yunani phobos, berarti takut. Takut adalah perasaan cemas dan
agitasi sebagai respon terhadap suatu ancaman.

Gangguan Fobia adalah ketakutan terhadap suatu benda atau kejadian atau situasi tertentu yang
sedemikian besarnya sehingga orang akan selalu berusaha menghindarkan diri. Fobia spesifik
ialah rasa takut yang tidak rasional terhadap suatu objek (objek fobia) atau situasi misalnya
serangga atau hewan, ruang kecil, air, elevator atau terbang. Objek atau situasi tersebut
menyebabkan individu mengalami ansietas yang ekstrem atau menimbulkan respon panik.
Ada beberapa kategori fobia spesifik :

Fobia lingkungan alam : rasa takut terhadap badai, air, ketinggian, atau fenomena alam
lain.

Fobia injeksi: darah, jarum suntik.

Fobia situsional : rasa takut berada dalam situasi tertentu.

Fobia hewan : rasa takut terhadap hewan atau serangga. Rasa takut ini sering muncul
pada masa kanak-kanak dan dapat terus berlanjut sampai dewasa.

Tipe lain fobia spesifik, misalnya rasa takut tersesat ketika mengemudi jika tidak dapat
berbelok kekanan ( bukan ke kiri) untuk mencapai tujuan.

Gejala fobia spesifik :

Rasa takut yang tidak rasional terhadap suatu objek, misalnya hewan, lingkugan (air,
badai, ketinggian), prosedur medis invasive, atau situasi (jembatan, terowongan, ruang
kecil, elevator, terbang).

Respon ansietas yang cepat 3+ sampai respon panic 4+ terhadap objek yang ditakuti.

Klien mengetahui respon ekstrem dan beerlebihan terhadap suatu situasi.

Melakukan upaya menghindari objek fobia.

Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja, atau aktivitas hidup


lainnya.

Fobia social
suatu kategori fobia yang berbeda, individu menjadi sangat cemas sampai panic atau tidak
mampu ketika menghadapi situasi yang melibatkan banyak orang, misalnya menghadiri acara
social ssendirian, berinteraksi dengan lawan jenis atau orang yang belum dikenal dan
menyampaikan keluhan (DSM-IV-TR, 2000).
Gejala fobia social :

Rasa takut yang terus menerus dan tidak rasional dalam berbicara di depan public atau
acara-acara social lain.

Rasa takut merendahkan diri sendiri di depan teman sebaya atau dalam situasi ketika
klien merasa orang lain akan menilai perilaku atau martabatnya.

Respon ansietas berat sampai panic (3+ sampai 4+) ketika menghadapi situasi social yang
ditakuti.

Klien memahami bahwa rasa takutnya ekstrem dan berlebihan.

Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja, atau aktivitas hidup


lainnya.

1. Gangguan Agorafobia
Agorafobia berasal dari bahasa Yunani yang berarti takut kepada pasar yang sugestif untuk
ketakutan berada di tempat-tempat terbuka dan ramai. Orang-orang dengan agoraphobia takut
untuk pergi berbelanja di took-toko yang penuh sesak; berjalan di jalan ramai; menyebrangi
jembatan; naik bus, kereta api, atau mobil; makan dirumah makan; atau keluar dari rumah.
v Gejala gangguan panic dengan Agorafobia
Klien mengalami tingkat ansietas atau takut tertinggi yang berlangsung 15 samapi 30 menit
disertai empat atau lebih gejala gangguan panic, selain itu ada gejala-gejala berikut :

Takut terhadap tempat atau situasi yang individu yakin bahwa serangan panic atau
perilaku yang memalukan akan terjadi atau terhadap tempat atau situasi yang diyakini
tidak mungkin melarikan diri darinya.

Menghindari tempat atau situasi tersebut, distress yang ekstrem.

Individu menyadari bahwa responnya ekstrem.

v Gejala Agorafobia tanpa Gangguan panic

Sangat khawatir akan memperlihatkan perilaku seperti panic ketika berada diluar rumah
atau ketika berada di blok atau kota tempat tinggal, berada bersama orang lain
dilingkungan luar rumah.
o Menghindari situasi tersebut atau menoleransi hanya ketika merasa stress dan
takut.
o Individu menyadari bahwa responnya ekstrem.

1.

Ganguan Panik.

Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens dan meningkat yang
berlangsung 15 sampai 30 menit, ketika individu mengalami ketakutan emosional yang besar
juga ketidak nyamanan fisiologis.
Gangguan panik mencakup munculnya serangan panic yang berulang dan tidak terduga.
Serangan-serangan panic melibatkan reaksi kecemasan yang intens disertai dengan simtomsimtom fisik seperti jantung berdebar-debar; nafas cepat, nafas tersengal, atau kesulitan bernafas,
berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing tujuh keliling (glas, 2000).
v Gejala gangguan panik
Serangan panic berulang adalah episode intermiten tingkat ansietas atau rasa takut paling tinggi
yang berlangsung 15 sampai 30 menit, disertai empat atau lebih gejala berikut :

Frekuensi jantung cepat, jantung berdegup keras, atau frekuensi jantung sangat
meningkat.

Berkeringat.

Gemetar, menggigil.

Merasa tidak mampu bernafas

Merasa tersedak

Nyeri dada

Mual atau distress gastrointestinal

Pening pusing atau merasa ingin pingsan

Merasa segala sesuatu tidak nyata atau merasa terpisah dari diri sendiri (depersonalisasi)

Khawatir menjadi gila atau kehilanagn kendali

Takut akan segera menignggal

Kesemutan

Hot flash, kedinginan sampai menggigil

Khawatir akan berulangnya serangan panic dengan menghindari tempat atau orang yang
membuat serangan panic muncul.

Kriteria dari penderita panik adalah apabila dalam tiga minggu terdapat sekurang-kurangnya tiga
kali serangan panik dan individu tersebut tidak dalam keadaan kerja fisik yang berat, atau dalam
situasi yang mengancam kehidupan. Para pengidap gangguan ini biasanya akan mengkonsumsi
minuman yang beralkohol, menelan obat-obatan, dan secara sadar selalu menghindari situasai
yang kiranya akan menimbulkan penyakitnya ini sebagai usaha untuk menenangkan diri.
4. Gangguan Kecemasan Menyeluruh.
Gangguan ini memiliki kriteria diagnosis, diantaranya yaitu:
-Kecemasan yang menyeluruh dan menetap, yang ditandai oleh:

ketegangan motorik

hiperaktif syaraf otonomik

rasa khawatir berlebihan tentang hal yang akan datang

kewaspadaan yang berlebihan

Suasana perasaan cemas berlangsung selama paling sedikit satu bulan.

Tidak disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa lainnya.

Menurut aliran Psikoanalitik penyebab dari gangguan kecemasan menyeluruh ini adalah konflik
antara id dan ego yang tidak disadari, sementara menurut teori belajar disebabkan karena
kondisioning klasik dari rangsangan luar, dan menurut kognitif-behavioral lebih memfokuskan
pada kontrol dan ketidakberdayaan.
5. Stress Pasca Trauma.
Gangguan mental ini ditandai dengan kecemasan yang akut dan berulang setelah pengalaman
yang traumatic, yaitu kejadian yang mengancam keselamatan jiwa. Misalnya pemerkosaan,
bencana alam, kecelakaan dan lain-lain.
Reaksi penderita traumatik adalah berupa ketakutan yang hebat,mudah terkejut, tidak berdaya,
cemas, depresi, mati rasa, dan lain-lain. Kejadian-kejadian yang menyebabkan individu
mengingat pada hal yang traumatic adalah:

Ingat kembali dalam bentuk bayangan.

Sering bermimpi buruk tentang hal yang traumatik.

Merasakan seolah-olah kejadian berlangsung kembali.

Timbul reaksi fisiologis ketika dihadapkan pada hal yan mengingatkan kejadian
traumatik.

Distress ketika dihadapkan pada hal yang mengingatkan traumatic.

Akibatnya individu akan berusaha untuk menghindari hal yang berhubungan dengan trauma serta
menunjukkan gejala yang tak mampu berespons atau menghadapi masalahnya. Gejala yang
dilakukan individu biasanya:

Berusaha menghindari pikiran, percakapan, dan perasaan yang mengingatkan.

Menghindari aktivitas, tempat, dan orang yang mengingatkan.

Tidak mampu mengingat hal penting dari kejadian.

Menurunnya aktivitas secra mencolok.

Merasa tersisish dari orang lain.

Emosinya terbatas.

Memandang masa depan suram.

Selama mengalami stress pascatrauma individu akan mengalami gejala-gejala seperti sulit tidur,
sulit konsentrasi, sering terkejut dan lain-lain. Namun tidak semua korban kejadian traumatik
mengalami stress pasca trauma. Treatment yang diberikan pada penderita stress pasca trauma
adalah melalui terapi kelompok, maka dengan cara ini diharapkan penderita mendapatkan
support dari teman-temannya.
6. Gangguan stress akut
Gangguan stress akut sama dengan gangguan stress pasca trauma, yakni individu mengalami
suatu situasi traumatic, tetapi respon yang muncul bersifat lebih disosiatif. Individu merasa
bahwa peristiwa tersebut tidak nyata, berpikir bahwa ia tidak nyata, dan melupakan bebrapa
aspek peristiwa tersebut melalui amnesia, keterpishan emosional dan ketidak sadarn yang
membingungkan terhadap lingkungan (DSM-IV-TR, 2000).
7. Gangguan Obsesif-kompulsif.
Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak kedalam pikiran.
Obsesif merupakan pikiran, ide, atau dorongan yang intrusive dan berulang yang sepertinya
berada diluar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya.

Sementara istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan
untuk melakukan sesuatu. Dan pikiran obsesif sering membawa dampak munculnya tindakan
kompulsi. Kompulsi ialah tingkah laku yang repetitive atau tindakan mental repetitive yang
dirasakan oleh seseorang sebagai suatu keharusan atau dorongan yang harus dilakukan.
Persamaan antara obsesi dan kompulsi adalah sebagai berikut:

Suatu pikiran atau dorongan kuat mendesak kedalam alam bawah sadar secara terus
menerus.

Timbul perasaan takut yang hebat dan penderita berusaha untuk menghilangkan pikiran
atau dorongan itu.

Dirasakan sebagai hal yang asing, tidak disukai, tidak dapat diterima, dan tidak dapat
ditekan.

Penderita tetap sadar, tetap mengenal wajar dan tidak wajar rasional dan tidak rasional
walaupun obsesi atau kompulsi sangat hebat.

Penderita merasakan suatu kebutuhan yang besar atau melawan obsesi atau kompulsi.

Pada gangguan jenis obsesif-kompulsif ini individu yang mengalaminya akan berusaha
menghilangkan kecemasannya dengan merangkai pemikiran dan perbuatan yang dilakukan
berulang-ulang. Penderita menyadari bahwa pikiran dan perbuatannya tersebut tidak dapat
diterima nalar dan logika yang sehat, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan,
tetapi ia tidak dapat menghilangkannya dan tidak mengerti mengapa mempunyai dorongan yang
begitu kuat untuk berfikir dan berbuat demikian, apabila tidak melakukannya maka akan
mengalami atau timbul kecemasan yang hebat.
2.9 Kategori Gangguan Ansietas
Gangguan Kecemasan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder)
Gangguan Kecemasan
Definisi
Serangan Panik
Suatu periode yang mempunyai cirri tersendiri, rasa kekuatiran,
ketakutan atau terror yang besar, muncul tiba-tiba, sering
berhubungan dengan perasaan akan datangnya malapetaka.
Agorafobia
Gangguan panic tanpa agoraphobia Kecemasan mengenai, atau penghindaran dari tempat atau situasi
yang dirasa sulit dighindari (atau memalukan), atau saat tidak
Agoraphobia
tanpa
riwayatterdapatnya bantuan pada saat mengalami serangan panic atau
gejala yang menyerupai panic.
gangguan panic
Fobia spesifik

Dikarakteristik oleh serangan panic yang tidak diduga yang


terjadi berulang dan agorafobia.

Fobia social
Dicirikan oleh adanya agoraphobia dan gejala yang menyerupai

panic, tanpa serangan panic yang tidak diduga.


Dicirikan oleh kecemassan yang signifikan secra klinis, yang
dipicu oleh pengenalan terhadap objek atau situasi spesifik yang
menyebabkan takut, sering menimbulkan perilaku menghindar.
Dicirikan oleh kecemasan yang signifikan secara klinis, yang
dipicu oleh pengenalan terhadap jenis situasi social atau
penampilan social; sering menimbulkan perilaku menghindar.
Dicirikan oleh obsesi yang menyebabkan kecemasan atau distress
yang khas dan /atau kompulsi (yang dilakukan untuk menetralkan
kecemasan)
Dicirikan oleh pengalaman yang berulang tentang suatu kejadian
yang sangat traumatic, diiringi oleh gejala peningkatan
rangasangan dan dengan penghindaran stimulus yang dikaitkan
dengan trauma.
Dicirikan oleh gejala yang sama dengan gangguan stress
pascatraumatic yang terjadi segraa, menyusul kejadian yang sangat
traumatic.
Gangguan obsesif-kompulsif

Dicirikan oleh mengalami kecemasan dan kekhawatiran yang


berlebihan dan terus menerus selama minimal 6 bulan.

Gangguan stress pascatraumatik.


Gangguan stress akut

Dicirikan oleh gejala kecemasan yang menonjol, yang diduga


merupakan konsekuensi fisiologik langsung dari kondisi medis
umum.

Gangguan kecemasan umum


Gangguan
kecemasan
kondisi medikasi umum.
Gangguan
kecemasan
penggunaan zat.
Gangguan
spesifik.

kecemasan

Dicirikan oleh gejala kecemasan yang menonjol, yang diduga


karenamerupakan konsekuensi fisiologis langsung dari penyalahgunaan
obat-obatan, medikassi, atau pajanan terhadap toksin.
karenaMeliputi memberikan kode pada gangguan yang disertai
kecemasan yang menonjol atau fobia penghindaraan yang tidak
memenuhi criteria untuk setiap gangguan kecemasan spesifik (atau
tidakgejala kecemasan mengenai terdapatnya informasi yang tidak
adekuat atau kontradiksi)

2.10 Sumber dan Mekanisme Koping


Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama
yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami

kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan


mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya
digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga,
mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak
energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1.
Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai
dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress
dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan
memenuhi kebutuhan.
a.

Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan


kebutuhan.

b.
Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan
seseorang dari sumber stress.
c.
Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan,
mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2.
Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses
dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga
disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk
mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu
apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a.

Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.

b.
Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian.
c.

Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.

d.

Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan

2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan fungsi adrenal, peningkatan
glukosa dan menurunnya fungsi paratiroid, tingkat oksigen dan kalsium.
2. Uji psikologis
2.12 Penatalaksanaan Ansietas

Menurut Hawari, (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan
suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik
atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
a.

Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

1)

Makan makan yang bergizi dan seimbang

2)

Tidur yang cukup.

3)

Cukup olahraga.

4)

Tidak merokok.

5)

Tidak meminum minuman keras.

b.

Terapi psikofarmaka.

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan
saraf pusat otak (limbic system).
TERAPI OBAT UNTUK KELAINAN ANSIETAS
KLASIFIKASI
Antiansietas (ansiolitik, tranquilizer minor, sedatif, hipnotik, antokonvulsans)
MEKANISME KERJA
Depresi sistem saraf pusat (SSP)
Pengecualian: Buspirone (BuSpar) tidak menekan SSP. Walaupun mekanisme kerja yang
sebenarnya tidak diketahui, obat ini diyakini menghasilkan efek yang diharapkan melalui
interaksi dengan serotonin, dopamin, dan reseptor-reseptor neurotransmiter lainnya.
INIDIKASI
Digunakan dalam mengontrol kelainan ansietas, kelainan somatoform, kelainan disosiatif,
kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomonia dan ansietas.
KONTRAINDIKASI
Hipersensitivitas, glaukoma sudut-sempit. Juga dihindari penggunaan bersama dengan depresan
SSP lainnya, pada pasien-pasien koma atau mereka yang mengalami nyeri yang tidsk terkontrol
dan selama kehamilan an masa menyusui.

KELOMPOK YANG UMUM DIGUNAKAN


Kelas Kimia
Antihistamin

Nama Generik (dagang)


Dosis Sehari
Difenhiramin
(benadryl), 25-200 mg
hidroksizin (vistaril; atarax)
100-400 mg

Barbiturat

Amobarbital (Amytal)

Benzodiazepin

Metatiazanon
Propanediol
Lain-lain

30-480 mg

Aprobarbital (alurate)

40-160 mg

Butabarbital (butisol)

45-120 mg

Pentobarbital (nembutal)

20-200 mg

Fenobarbital (luminal)

16-320 mg

Sekobarbital (sekonal)

30-300 mg

Talbutal (lotusate)

60-180 mg

Alprazolam (xanax)

0,75-4 mg

Klordiazepoksida (librium)

15-100 mg

Klorazepat (tranxene)

15-60 mg

Diazepam (valium)

5-40 mg

Flurazepam (dalmane)

15-30 mg

Halazepam (paxipam)

60-160 mg

Lorazepam (ativan)

2-9 mg

Oxazepam (serax)

30-120 mg

Temazepam (restoril)

15-30 mg

Triazolam (halcion)

0,25-0,5 mg

Klormezanon (trancopal)
100-800 mg
Meprobamat (equanil; Miltown) 200-2400 mg
Buspiron (BuSpar)
15-60 mg

Kloral hidrat (noctec)

500-1000 mg

Doksepin (adapin;sinequan)

30-300 mg

Etklorninol (placidyl)

400-1000 mg

Etinamat (valmid)

500-1000 mg

Glutetimid (doriden)

250-1000 mg

Metiprilon (noludar)

200-400 mg

EFEK SAMPING OBAT


1. Mengantuk, kacau mental, letargi.
2. Toleransi: ketergantungan fisik dan psikologis
3. Memperkuat efek-efek depresan lain
4. Dapat memunculkan gejala pada individu tertekan
5. Hipotensi ortostatik
6. Kegembiraan paradoksial
7. Mulut kering
8. Mual/muntah
9. Diskrasias darah
10. Awitan lambat
c.

Terapi somatic

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari
kecemasan yang bekerpanjangan.Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu
dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
d.

Psikoterapi

1)
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain : Psikoterapi suportif,
untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak
merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
2)
Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
3)
Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4)
Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk
berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
5)
Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan
yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial
sehingga mengalami kecemasan.
6)
Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga
tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.
e.

Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya
tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
KOMPLIKASI
1. Depresi
2. Somatoform
3. Skizofrenia Hibefrenik
4. Skizofrenia Simplek
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI ANSIETAS
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Ansietas
I.Identitas Klien
a. Initial

: Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita (69%) daripada laki-laki (31%).

b. Umur

: toddler-lansia

c. Pekerjaan

: yang mempunyai tingkat stressor yang besar (politikus,

d. Pendidikan
mengalami ansietas

: orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih rentan

II. Alasan Masuk


Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.
III. Faktor Predisposisi
v Bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan kepada ketakutan yang berlebihan lebih
sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang ansietas
sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya
hubungan timbal balik antara konflik dan ansietas: konflik menimbulkan ansietas, dan ansietas
menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang ada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
v Terjadinya ansietas berhubungan erat dengan hal masalah anak (30%), hubungan antar
manusia (27%), persoalan suami/istri dalam perkawinan (23%) dan masalah dalam pekerjaan
(21%). (Mujaddid, 2001:706)
v Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma tertentu yang buruk (misalnya,
pengalaman berperang, perkosaan, kecelakaan yang serius, penyikasaan yang buruk perpisahan
dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah
terutama rentan mengalami ansietas yang berat.
v Kesehatan umum individu dan riwayat ansietas pada keluarga memiliki efek nyata sebagai
predisposisi ansietas.
v Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu serta pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
Masalah Keperawatan:
1. Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan).
2.

Risiko bunuh diri

IV. Pemeriksaan Fisik


1. Tanda vital:
TD : meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan.
N : menurun

S : normal (36C- 37,5C ) , ada juga yang mengalami hipotermi tergantung respon individu
dalam menangania ansietasnya
P

: pernafasan , nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa tercekik terengah- engah
2. Ukur

: TB dan BB: normal (tergantung pada klien)

1. Keluhan Fisik : refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kaku, gelisah,
wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat, kaki goyah.
Masalah Keperawatan: Ansietas sedang/berat/panik
V. Psikososial:
a. Konsep diri:
v Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat berlebihan.
v Identitas: gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada seseorang yang
bekerja dengan sressor yang berat.
v Peran: menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat.
v Ideal diri: berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan ke arah lokus eksternal
dari keyakinan kontrol.
v Harga diri: klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang tidak rasional terhadap
objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
Masalah Keperawatan: 1. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah
2. Isolasi sosial: menarik diri
b. Hubungan Sosial:

Orang yang berarti: keluarga

Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan dalam kegiaran


kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok
/ masyarakat.

Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +

Masalah keperawatan: Kerusakan interaksi sosial


c. Spiritual:

Nilai dan keyakinan

Kegiatan ibadah

VI. Status Mental:


1. Penampilan: pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya
penampilannya tidak rapi.
2. Pembicaraan: bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras.
3. Aktivitas motorik:

lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor.

Subyektif : Klien mengatakan susah tidur, Klien menyatakankan resah, Klien


mengatakan banyak pikiran

Obyektif : Penurunan produktifitas, Kewaspadaan dan menatap, Kontak mata buruk,


Gelisah, Pandangan sekilas, Pergerakan yang tidak bermakna (jalan menyeret, geraktangan dan
kaki), Ekspresi yang mendalam terhadap perubahan hidup
4. Alam perasaan: sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.
5. Afek: labil

Subyektif : Klien menyatakan rasa penyesalan, Klien mengatakan takut pada sesuatu,
Klien bengatakan tidak mempu melakukan sesuatu

Obyektif : Iritabel, Kesedihan yang mendalam, Ketakutan, Gugup, Mudah tersinggung,


Nyeri hebat, persisten bertambah. Rasa tidak menentu, Kewaspadaan meningkat, Fokus pada diri
sendiri, Perasaan tidak mampu, Distress, Khawatir, Cemas
6. Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan mudah curiga,
kontak mata kurang.
7. Persepsi: berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan
masalah.
Masalah Keperawatan: Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran, penglihatan,
pengecap, peraba, penghidu)
8. Proses pikir: persevarsi
Masalah Keperawatan : Gangguan proses pikir
9. Isi pikir: obsesi, phobia dan depersonalisasi

10. Tingkat kesadaran: bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat dan orang
(ansietas berat)
11. Memori: pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif Disorder) akan terjadi
gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung: tidak mampu berkonsentrasi
13. Kemampuan penilaian: gangguan kemampuan penilaian ringan
1. Subyektif

Klien menyatakan bingung

Klien sering mengatak lupa

Klien sering menanyakan pertanyaan yang sama


1. Obyektif

Bloking

Keasikan

Merenung

Kerusakan perhatian

Penurunan lapang persepsi

Ketakutan terhadap hal yang tidak jelas

Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain

Sulit berkonsentrasi

Penurunan kemampuan belajar, menyelasaikan masalah

Gejala kewaspadaan fisiologis


1. Daya titik diri: menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain/ lingkungan
yang menyebabkan kondisi saat ini.

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makanan, keamanan, tempat


tinggal, dan perawatan.
2. Kegiatan hidup sehari-hari: kurang mandiri tergantung tingkat ansietas

Perawatan diri

Nutrisi

Tidur

Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri


3. Kemampuan klien dalam:

mengantisipasi kebutuhan sendiri

membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri

mengatur penggunaan obat

4. Klien memiliki sistem pendukung (keluarga, terapis, teman, kelompok sosial)


5. Klien dapat menikmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan atau hobi
VIII. Mekanisme Koping: adaptif ( ansietas ringan ) dan maladaptif (ansietas sedang, berat dan
panik).
Masalah Keperawatan: Mekanisme koping tidak efektif
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan dalam kegiaran kelompok
atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga/ kelompok/
masyarakat.

Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan dengan tingkat stressor yang


tinggi akan memicu timbulnya ansietas.

Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal dalam menempuh pendidikan,
tidak ada biaya untuk melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya.

Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak tercapai.

Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat tinggalnya karena bencana alam,
pengusuran dan kebakaran.

Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan finansial dalam mencukupi


kebutuhannya sehari-hari dan keluarganya.

Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan

X. Pengetahuan Kurang Tentang


Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping, obat-obatan, dan
masalah lain tentang ansietas
XI. Aspek medik
Diagnosa Medik:
1.

2.

Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua atau lebih hal
yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu
istirahat dengan tenang (inability to relax)
Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:

Ketegangan Motorik:
1. Kedutan otot atau rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegel linu
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik:
1. Nafas pendek/ terasa berat
2. Jantung berdebar-debar
3. Telapak tangan basah dingin
4. Mulut kering
5. Kepala pusing/rasa melayang
6. Mual, mencret, perut tidak enak

7. Muka panas/ badan menggigil


8. Buang air kecil lebih sering
9. Sukar menelan/rasa tersumbat
Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang
1. Perasaan jadi peka/ mudah ngilu
2. Mudah terkejut/kaget
3. Sulit konsentrasi pikiran
4. Sukar tidur
5. Mudah tersinggung
3.

Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan


kemampuan bekerja, hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin.

Terapi Medik:
Benzodiazepine: Diazepam, Chlordiazepoxide, Lorazepam, Clobazam, Bromazepam Oxazolam,
Clorazepate, Alprazolam, Razepam.
Non-Benzodiazepine : Sulpiride, Buspirone, Hydroxizine.
XII. Daftar Masalah Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan).
2. Risiko bunuh diri
3. Ansietas sedang/berat/panic
4. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah
5. Isolasi sosial: menarik diri
6. Kerusakan interaksi sosial
7. Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba,
penghidu)
8. Gangguan proses pikir

9. Defisit perawatan diri


10. Mekanisme koping tidak efektif
Pohon masalah
2. Diagnosa keperawatan
a. Anxietas berhubungan dengan Koping individu tidak efektif
b. Anxietas berhubungan dengan Tidak efektifnya koping keluarga
c. Resiko gangguan pesepsi sensorik dan audiotori : Halusinasi berhubungan dengan Ansietas.
d. Resiko gangguan isi fikir : Waham berhubungan dengan Anxietas
3.Rencana keperawatan
Diagnosa

Perencanaan

Keperawatan

Tujuan (Umum dan Khusus)

Berhubungan
ansietas sedang

Intervensi

denganTUM :

1.
jadilah pendengar yang hangat dan
responsif

TUK 1
2.
beri waktu yang cukup pada klien
Klien dapat menjalin danuntuk berespon
membina hubungan saling
percaya
3.
beri dukungan pada klien untuk
mengekspresikan perasaannya
4.
identifikasi pola prilaku klien atau
pendekatan yang dapat menimbulkan
perasaan negatif
5.
bersama klien mengenali perilaku
dan respon sehingga cepat belajar dan
berkembang
TUK 2
Klien
dapat
ansietasnya

1.
bantu klien untuk mengidentifikasi
dan menguraikan perasaannya
mengenal
2.

hubungkan

perilaku

dan

perasaannya
3.
validasi kesimpulan dan asumsi
terhadap klien
4.
gunakan pertanyaan terbuka untuk
mengalihkan dari topik yang mengancam
ke hal yang berkaitan dengan konflik
5.

gunakan konsultasi

TUK 3

1.
bantu klien mernjelaskan situasi dan
interaksi yang dapat segera menimbulkan
Klien
dapat
memperluasansietas
kesadarannya
terhadap
perkembangan ansietas
2.
bersama klien meninjau kembali
penilaian klien terhadap stressor yang
dirasakan mengancam dan menimbulkan
konflik
3.
kaitkan pengalaman yang baru
terjadi dengan pengalaman masa lalu yang
relevan
TUK 4

1.
gali cara klien mengurangi ansietas
di masa lalu

Klien dapat menggunakan


mekanisme
koping
yang2.
tunjukkan akibat mal adaptif dan
adaptif
destruktif dari respons koping yang
digunakan
3.
dorong klien untuk menggunakan
respons koping adaptif yang dimilikinya
4.
bantu klien untuk menyusun kembali
tujuan hidup, memodifikasi tujuan,
menggunakan sumber dan menggunakan
koping yang baru
5.
latih klien dengan menggunakan
ansietas sedang
6.
beri
aktivitas
menyalurkan energinya

fisik

untuk

7.
libatkan pihak yang berkepentingan
sebagai sumber dan dukungan sosial dalam
membantu klien menggunakan koping
adaptif yang baru
TUK 5
Klien dapat menggunakan
teknik relaksasi

1. ajarkan klien teknik relaksasi untuk


meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri
2. dorong klien untuk menggunakan
relaksasi
dalam
menurunkan
tingkat ansietas

3.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., !998. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa : Yasmin Asih.
Editor Monica Aster, Jakarta : EGC.
Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta :
EGC
,2000. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta : EGC.
Townsend, M. C., 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3.
Alih Bahas Novi Helena. Rditor Monica Ester, Jakarta : EGC.
Rasmun, 2001, Kepwrawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Edisi
Pertama, Jakarta : CV, Sagung Seto.
Struart, G.W., S undeen, S.J., 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3, Jakarta
Read
more:
http://aneka-wacana.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-jiwa-denganansietas.html#ixzz2Z6K0IAyk
http://tiya-darmawan.blogspot.com/2012/12/ansietas.html

Anda mungkin juga menyukai