OLEH
KELOMPOK 13 :
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN
OLEH
KELOMPOK 15 :
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
seminar asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien
Cholesistitis di Ruang 17 RSUD Saiful Anwar Malang” sebagai salah satu syarat
tugas akhir Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah Profesi di Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang Program Studi Profesi Ners Jurusan Keperawatan
Malang.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat diatasi. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Pembimbing Akademik Program Studi Profesi Ners Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang yang telah membimbing kami.
2. Perseptor Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar Malang yang telah
membimbing kami.
3. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuannya dalam
menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, sehingga kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini.
Kelompok 13
DAFTAR ISI
Sampul Luar
Sampul Dalam
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................
1.3 Tujuan .............................................................................................................
1.4 Manfaat ...........................................................................................................
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................
4.2 Saran ...............................................................................................................
BAB V Review Jurnal
5.1 Jurnal Ilmiah ...................................................................................................
5.2 Review Jurnal .................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan dalam rangka
peningkatan pengetahuan berkaitan dengan gangguan Integritas Kulit.
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ( Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017) Penyebab dari gangguan integritas kulit adalah perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi ( kelebihan atau kekurangan ), penurunan mobilitas, suhu
lingkungan yang ekstrem, kelembaban, proses penuaan, neuro perifer, perubahan
hormonal, perubahan pigmentasi, kurang terpapar informasi mengenai upaya/
melindungi integritas jaringan.
2.1.2 Etiologi
Faktor eksternal:
Faktor Internal:
1. Agens cedera kimiawi
1. Gangguan volume cairan
2. Ekskresi
3. Kelembapan 2. Nutrisi tidak adekuat
4. Hipertermia 3. Faktor psikogenik
5. Hipotermia
6. Lembap
7. Tekanan pada tonjolan tulang
8. Sekresi
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15%
BB. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan
dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Atmadja; 3:
1987).
Menurut Evelin Pearce (1999, hal 239-241), Kulit dibagi menjadi dua lapisan
yaitu Epidermis dan Dermis.
1. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang
tersusun atas dua lapisan tampak : selapis lapisan tanduk dan selapis zona
germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas tiga lapisan sel yang
membentuk epidermis yaitu :
a. Stratum Korneum: Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terusmenerus dilepaskan
b. Stratum Lusidum: Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya
c. Statum granulosum: Selapis sel yang jelas tampak berisi intidan juga
granulosum.
Zona Germinalis : Terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapis sel
epitel yang berbentuk tegas yaitu
a. Sel berduri: Sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan yang
lainnya.
b. Sel basal: Sel ini terus memproduksi sel epidermis baru.
2. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang
elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan kolagen dan serat elastis
menyokong epidermis. Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di
dalam dermis. Pelengkap Kulit : rambut, kuku, dan kelenjar sebaseus
Kulit mempunyai fungsi (Wikipedia, 2010) yaitu :
1. Perlindungan
Lapisan epidermis atau lapisan terkematu merupakan lapisan perlindungan
daripada kemasukan bakteria, ini merupakan perlindungan tahap pertama.
Lapisan berkematu yang senantiasa gugur, menyebabkan bakteria sukar
membiak dan bertapak tetap pada kulit.
2. Mencegah
Dehidrasi Lapisan berkematu mencegah kehilangan air ke persekitaran. Lapisan
ini amat berkesan untuk mencegah kehilangan air
3. Rangsangan luar
Lapisan kulit atau lapisan dermis yang mempunyai banyak reseptor,
membolehkan kulit peka terhadap perubahan persekitaran. Reseptor-reseptor ini
boleh mengesan berbagai rangsang seperti tekanan, suhu, sentuhan dan
sebagainya
4. Menyimpan lemak
Lapisan paling bawah kulit merupakan lapisan lemak subkulitan. Lapisan ini
merupakan lapisan yang kaya dengan lemak.
5. Sintesis vitamin D
Apabila lapisan kulit ini terpapar kepada sinaran ultraungu, sinaran ultraungu ini
akan diserap oleh kulit dan bertindak ke atas prekursor, seterusnya
menukarkannya kepada vitamin D
6. Pengaturan suhu
Ini adalah proses homeostasis
1. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu,zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (R. Sjamsuhidajatdan Wim De Jong,
2004). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
b. Respon stress simpatis
c. Pendarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Jenis- jenis Luka
Menurut Aziz Alimul (2008) berdasarkan sifat kejadian, Luka dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Intendonal Traumas (luka disengaja)
Luka terjadi karena proses terapi seperti operasi atau radiasi.
b. Luka terjadi karena kesalahan seperti fraktur karena kecelakaan lalu lintas (luka
tidak disengaja) Luka tidak disengaja dapat berupa:
Luka tertutup: Jika kulit tidak robek atau disebut juga denganluka memar
yang terjadi.
Luka terbuka: Jika kulit atau jaringan dibawahnya robek dan kelihatan
seperti luka abrasio (Luka akibat gesekan), Luka Puncture (Luka akibat
tusukan), hautration (Luka akibat alat perawatan luka).
Menurut Delaune dan Ladner (2002) menurut kontaminasi terhadap luka, luka
dibagi menjadi
1. Luka bersih (clean wounds), yaitu luka tak terinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan dan infeksi pada system pernapasan, pencernaan, genital dan
urinary tidak terjadi
2. Luka bersih terkontaminasi (clean contamined wounds) merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontol, kontaminasi tidak selalu terjadi.
3. Luka terkontaminasi (contamined wounds), termasuk luka terbuka.fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptic
atau kontaminasi dari saluran cerna
4. Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds) yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
Menurut R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2004) berdasarkan kedalaman dan
luasnya, luka dibagi menjadi:
1. Stadium I: Luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II: Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis
3. Stadium III: Luka full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya
4. Stadium IV: Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/ kerusakanyang luas.
Menurut DeLauner dan Ladner (2002), berdasarkan waktu penyembuhan luka, luka
dibagi menjadi:
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses
peradangan” dengan ditandai bengkak, kemerahan, nyeri, panas dan kerusakan
fungsional. Proses penyembuhan mencakup beberapa fase,
Menurut (R.Sjamsuhidajatdan Wim de Jong, 2004 hlm: 66-67 ) fase-fase tersebut
adalah:
a. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan dan tubuh
akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan pembuluh ujung
yang putus (retraksi), dan reaksi hemotasis. Hemotasis terjadi karena trombosit yang
keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama jala fibrin yang terbentuk,
membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat
menghasilkan serotonin histamine yang meningkat permeabilitas kapiler sehingga
terjadi eksudasi, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan odem dan pembekakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi
jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat
(kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Aktivitas selular yang terjadi
adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapetesiso) menuju
penyembuhan luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik
yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang
kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri
(fagositosis)
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses
prolifirasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamsi kira-kira akhir
minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum diferensiasi,
menghasilkan ukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan
dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini, serat-serat
dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada
luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil
miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka mencapai 25% jaringan normal.
Nantinya, dalam proses penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah karena
ikatan intramolekul. Pada fase fiblroflasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast,dan
kolagen., membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang
berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epiteltepi yang terdiri dari atas sel
basal terlepas dari dasar dan perpindah mengisi parmukaan luka. Tempatnya
kemudian diisi oleh sel baru yangyang terbentuk dari sel proses mitosis. Proses
migrasi hanya terjadikearah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti
setelah epitel saling menyentuh dan menutup semua permukaan luka. Dengan
tertutupnya permukaan luka, proses fibroflasia dengan pembentukan jaringan
granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pamatangan dalam fase
penyudahan.
c. Fase penyudahan
Fase Penyudahan ini terjadi proses pematangan yang terdiriatas penyerapan kembali
jaringan berlebih, pengerutan sesuai dengangaya gravitasi, dan akhirnya
perumpamaan kembali jaringan yang barudibentuk. Fase ini dapat berlangsung
berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap.
Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal karena proses
penyembuhan. Odem dan sel radang diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan
regangan yang ada. Selama ini dihasilkan jaringan parutyang pucat tipis dan lemas,
serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada
akhir fase ini permukaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80%
kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Permukaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu tahun atau lebih untuk
membentuk jaringan yang normal secara histologi secara bentuk.
Menurut Aziz Alimul (2008) Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh faktor, yaitu:
a. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah yang
baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
b. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel
membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami
kekurangan kadar haemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan
lebih lama
c. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menurunkan
sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka
d. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit seperti
diabetes melitus dapat memperlambat proses penyembuhan luka
e. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaiakan sel, terutama karena
terdapat kandungan zat gizi di dalamnya. Sebagai contoh, vitamin A diperlukan
untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen ;
vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur
metabolisme protein, karbonhidrat dan lemak ; vitamin C dapat berfungsi sebagai
fibroglas, mencegah timbulnya infeksi dan membentuk kapiler-kapiler darah,
Vitamin K membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan
darah.
f. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stres, memengaruhi proses penyembuhan
luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan, merokok, atau
stress, akan mengalami proses penyembuhan luka yang lebih lama.
Menurut Aziz Alimul (2008), beberapa masalah yang dapat terjadi dalam proses
penyembuhan luka adalah:
a. Pendarahan, ditandai dengan adanya pendarahan disertai perubahan tanda vital
seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan darah,
melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembab.
b. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, panas, rasa nyeri
dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka meneras, serta adanya kenaikan leukosit
c. Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadi
trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam),
takikardia, dan rasa nyeri pada daerah luka
d. Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui luka.
Hal ini dapat terjadi luka tidak segera menyatu dengan baik atau akibat proses
penyembuhan yang lambat.
. 2.2.0 Phatway Integritas Kulit
Tubuh
Trauma Kulit
Combusio
Fase Lanjut
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
Kerusakan jaringan kulit
penyembuhan luka :
1. Vaskularisasi
Memanjang/ tidak sesuai Fase Inflamasi 2. Anemia
3. Usia
4. Penyakit lain
Rubor, Kolor, dan dolor Fase Proliferasi
5. Nutrisi
Fase Maturasi
Gangguan
Integritas Kulit
Pengeluaran histamin bradikanin
Saraf apperen
Karnu dorsalis
medula Spinalis
Hipotalamus
Merangsang nyeri
Nyeri Kronis
1.1 Konsep Asuhan Keperawatan
Dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami
luka, perawat harus siap dihadapkan dengan kondisi luka dengan berbagai
keadaan dan variasinya. Luka dapat terjadi sejak pasien belum masuk ke
rumah sakit atau justru pasien sudah berada di rumah sakit. Apapun kondisi,
penyebab dan variasi luka yang ada, perawat harus melakukan pendekatan
dalam melakukan pengkajian sampai evaluasi penyembuhan luka sistematik.
Perawat harus juga mampu menunjukkan kepekaan terhadap respon nyeri dan
tingkat toleransi pasien selama pengkajian. Standart Precautions harus ditaati
selama melakukan pengkajian luka. Berikut ini adalah kriteria dasar
pengkajian luka menurut DeLaune danLadner (2002).
2.2.1 Pengkajian
1) Identitas
Identitas Pasien meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, No. Reg,
Tgl. MRS, Tgl. Pengkajian, dan Dx Medis
2) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinanadanya
penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan
luka, misalnya penyakit kardiovaskuler, diabetes, gagal ginjal,
immunosuppresi, gastrointestinal, trauma infeksi, dsb. Selain itu
pengkajian mengenai kronologi terjadinya luka misalnya sejak kapan,
bagaimana kejadiannya, ukuran awal kejadiannya dan berbagai gejala
yang dirasakan. Pengkajian riwayat luka juga mencakup faktor-faktor
yang dapat memperberat atau mempercepat proses luka serta
mendokumentasikannya secara lengkap.
a. Kronis : Lama luka, bagaimana pengobatannya, penyakit yang
menyertai
b. Akut: Lama luka, adanya benda asing yang masuk
3) Status kesehatan masa lalu
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tantang adanya
efek langsung maupun tidak langsung terhadap luka, misal riwayat
trauma/kerusakan integritas jaringan.
4) Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak hanya dilakukan terhadap lukanya
sajatetapi juga terhadap kondisi fisik secara umum. (Stotts
danCavanaugh, 1991), berarti kaji juga tanta-tanda vital pasien karena
menurut (Aziz Alimul, 2008) adanya pendarahan disertai perubahan
tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan,
penurunan tekanan darah.
Mengidentifikasikan keadaan fisik luka dalam tiga kategori
utama, yaitu:
1) Vasculer ulcers, yaitu dengan mengevaluasi kulit, kuku,
rambut,warna, capillary refill, temperatur, nadi, edema
extremitas dan hemosiderin
2) Arterial ulcers, ditandai dengan adanya kelemahan atau
hilangnya denyut nadi, kulit, dan hilangnya rambut pada
ekstremitas
3) Neuropathic ulcers dengan menggunakan Wagner scale seperti
pada pengkajian luka tekan (pressure ulcer)
Mengenai pengkajian luka meliputi cara mengkaji,
mendokumentasikan lokasi dan gambaran luka serta area disekitar
luka.
1) Lokasi
Pengkajian diawali dengan mengamati lokasi misalkan terdapat
sepuluh jahitan di area kuadran kanan bawah.
2) Ukuran
Ukuran luka mengacu pada panjang sejajar dari kepala ke kaki
dan lebar sejajar dengan potongan horizontal badan.
3) Gambaran umum luka
Pengkajian dan dokumentasi gambaran luka meliputi warna, bau,
cairan yang keluar, dari luka serta gambaran area sekitarnya.
Lakukan inspeksi dan palpasi khususnya daerah sekitar luka.
Inspeksi : penampilan luka, kaji tanda penyembuhan luka, adanya
perdarahan, pinggiran luka terikat/melekat bersama, adanya
gejala inflamasi (rubor, kolor, dolor,tumor, functiolesa),
kedalaman luka, luas luka, tempat luka, produksi cairan, bau dan
warna cairan.
Palpasi: kedalaman luka, nyeri, pembengkakan
4) Nyeri
Pengkajian dan dokumentasi nyeri daerah luka meliputi intensitas
nyeri dan perubahan intensitas nyeri dikaitkan dengan perubahan
yang ada pada luka. Luka incisi post operasi biasanya masih
dirasakan sampai hari ke tiga
5) Data Laboratorium
Pemeriksaan kultur drainase luka dikerjakan untuk menentukan
apakah luka mengalami infeksi atau tidak serta untuk mengetahui
organisme penyebab infeksinya. Infeksi dapat diketahui dari
adanya peningkatan jumlah leukosit. Penurunan leukosit
mengindikasikan resiko terhadap infeksi. Pemeriksaan albumin
dilakukan untuk menentukan perkembangan penyembuhan luka.
Pemeriksaan laboraturium: Hb, produksi cairan luka, leukosit,
koagulasi, protein dan glukosa.
Diagnosa Keperawatan:
1 2 3
2.2 Pengkajian
i. Identitas pasien
a. Nama : Ny. R
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 32 tahun
d. Status Kawin : Kawin
e. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : SD
h. Alamat : Kembingan timur, blitar
i. Sumber Biaya : BPJS
ii. Keluhan utama
Klien mengeluh memiliki luka bakar
iii. Riwayat Penyakit sekarang
Ny. R datang dengan keluarga ke IGD RSUD Ngudi Waluyo Wlingi pada
tanggal 22 agustus 2019 jam 11:33 siang dengan keluhan terdapat luka
bakar di daerah kaki, paha, dada dan tangan sebelah kiri. Setelah menjalani
pemeriksaan, didapatkan TTV pasien yaitu TD :138/82 mmHg,
N:108x/menit, RR : 20x/menit, S :36,5°C dan mendapatkan terapi yaitu
INFD RL 20 tpm. Injeksi IV Ketorolac 3x30 mg, Omeprazole 1x40mg dan
dilakukan perawatan luka. Setelah mendapatkan perawatan, di IGD pada
tanggal 23 agustus 2019 pasien masuk ke ruangan rawat inap Bougenville.
iv. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan terdapat luka pada
tubuh akibat tersiram air panas. Klien Tidak mempunyai riwayat alergi
makanan maupun obat.
Genogram :
Keterangan :
: Tinggal Serumah
: Meninggal
: Klien
Mandi
Berpakaian/dandan
Toileting
Mobilitas ditempat
tidur
Berpindah
Berjalan
Naik tangga
Berbelanja
Memasak
Memelihara
Rumah
Kesimpulan : Tn.J memiliki ketergantungan/tidak mampu dalam melakukan
perawatan diri
2. Terapi Medis
a. Cairan dan obat Injeksi
Ketorolac 3x30 IV
Omeprazole 1x40 IV
Ceftriaxon 2x1 IV
Ciprofloxacin
Bioplacenton
Livertran Zalf
ANALISA DATA
Hari/
DATA ETIOLOGI MASALAH
Tgl/Jam
Kamis, Ds: Pasien mengatakan terdapat luka Combusio Gangguan Integritas Kulit
29/8/19 bakar di daerah kaki, paha , dada dan
tangan sebelah kiri
DO: Kerusakan jaringan kulit
() - Ku: cukup, kes: CM, GCS 456
- Terdapat luka bakar
- Terdapat jaringan nekrotik Fase inflamasi,
- Terdapat push
Keadaan luka tangan:
- Granulasi + fase proliferasi
- Epithelisasi +
- Push + fase maturasi
- Nekrotik +
- Luas luka 9%
- Sebagian muncul jaringan Memanjang/ tidak sesuai
baru
Keadaan luka dada
- Epithelisasi Rubor, kolor, dolor
- Nekrosis
- Push +
- Luas luka 9% Gangguan integritas kulit
- Sebagian muncul jaringan
baru
Keadaan luka pada paha
- Epithelisasi
- Granulasi
- Luas luka 9%
- Terdapat pembentukan
jaringan baru
Keadaan luka pada kaki
- Epithelisasi
- Granulasi
- Nekrotik
- Luas luka 9%
- Terdapat pembentukan
jaringan baru
- TD: 130/80 mmHg
- N: 88x/ menit
- RR: 20x/ menit
- S: 37°c
- Nyeri +
- P: luka bakar
- Q: berdenyut
- R: dada, tangan kiri, pada
dan kaki kiri
- S: 5
- T: hilang timbul
- Grimace
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Selasa, Gangguan itegritas kulit Setelah dilakukan asuhan Observasi: 1. Untuk mengetahui keadaan
29/8/19 berhubungan dengan keperawatan selama 3x 1. Observasi keluhan umum pasien
faktor mekanik ( rawat 7 jam diharapkan pasien 2. Untuk mengetahui keadaan
(08.00) luka) integritas kulit dan 2. Observasi keadaan luka luka
jaringan meningkat 3. Lakukan perawatan 3. Agar luka tetap bersih dan
dengan kriteria hasil: luka mempercepat proses
1. Kerusakan jaringan Terapi: penyembuhan
menurun (skala 3) 4. Berikan tehnik 4. Untuk mengalihkan rasa sakit
2. Nyeri, kemerahan, nonfarmakologi untuk 5. Agar pasien dapat beristirahat
nekrosis, pigmentasi mengurangi rasa 6. Untuk menciptakan suasana
menurun (skala 4) nyeri(imajinasi saling percaya
3. Tanda- tanda vital terbimbing) 7. Agar pasien mengetahui hal h
normal 5. Fasilitasi istirahat dan yang harus dijaga kebersihan
TD: 110mmHg- tidur beri ligkungan nya
130mmHg yang nyaman 8. Agar tidak menambah infeksi
N: 60-100X/ menit Edukasi
RR: 16-20 x/ menit 6. Jelaskan tujuan dan
S: 36°-37.5°C prosedur perawatan
luka
7. Berikan edukasi
perawatan diri
8. Eduksikan pasien dan
keluarga untuk
menjaga kebersihan
dan perilaku kesehatan
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari/ Tgl/
No.Dx Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
Shift
P : lanjutkan intervensi
P : lanjutkan intervensi
P : lanjutkan intervensi
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus gangguan integritas kulit pada pasien combusio di
atas pemberian asuhan keperawatan yaitu perawatan integritas kulit
merupakan salah satu bentuk perawatan dini dalam memulihkan pasien
yang mengalami luka/ gangguan integritas kulit. Perawatan luka yang dini
juga dapat mengurangi semua komplikasi yang berhubungan dengan
integritas kulit yaitu resiko infeksi, gangguan rasa nyaman, kemerahan dan
nekrosis menurun. Perawatan luka dini memiliki manfaat kemungkinan
juga memiliki efek psikologis yang penting. Penelitian yang ada
menunjukkan bahwa perawatan dini luka merupakan salah satu faktor
kunci dalam perawatan pasien dengan gangguan integritas kulit.
4.2 Saran
BAB 5
REVIEW JURNAL
ABSTRAK.
Stroke merupakan merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia.
Jumlah penduduk penderita stroke di Indonesia sebagian besar berada pada usia
produktif dan berisiko mengalami stroke ulangan dengan permasalahan yang
lebih berat. Stroke berdampak kepada perubahan-perubahan baik biologis pada
tubuh manusia maupun kepada psikis penderita. Permasalahan yang ditimbulkan
oleh stroke tidak hanya dialami penderita tetapi juga oleh keluarga. Penelitian ini
bertujuan menguji metode terpadu biologi- psikologi untuk meningkatkan
kekuatan motorik penderita pasca stroke ulangan yang dapat dilakukan di rumah
penderita oleh keluarga penderita. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
kuasi dengan menggunakan Single Subject Randomized Time Series Design.
Subjek adalah seorang perempuan berusia 64 tahun yang mengalami kelumpuhan
akibat stroke ulangan. Keluarga yang tinggal dengan subjek hanyalah seorang
anak perempuan yang bekerja pada perusahaan swasta. Perlakuan yang diberikan
berupa metode terpadu Biopsikologi dengan memberikan masase pada jalur-jalur
akupunktur dikombinasi dengan mendengarkan, membaca, dan memahami ayat-
ayat Al Quran, serta pengaturuan diet. Penelitian dilakukan selama 2 bulan di
rumah penderita di Bandung. Pelaksanaan dilakukan oleh keluarga yang telah
dilatih oleh peneliti dengan pengamatan setiap 3 hari. Data hasil penelitian
dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif berupa grafik. Hasil penelitian
menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan motorik pada subjek. Penelitian ini
dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian terapi biopsikologi di rumah
pada subjek yang lebih luas.
ABSTRACT
Stroke is the highest disease cause of disability in the world. The number of
people with stroke in Indonesia is mostly at productive age and at risk of
repeated strokes with more severe problems. Stroke affects both biological
changes in the human body and the psychological sufferer. Problems caused by
stroke not only experienced by patients but also by the family. This research
aimed to analyse the integrated method of biology-psychology to improve motor
power post-repeated stroke that can be done in the patient's home by the patient's
family. This research is a quasi-experiment research using Single Subject
Randomized Time Series Design. The subject was a 64-year-old woman who
had paralysis from a repeated stroke. The family living with the subject is just
a girl who works for a private company. The treatment provided in the form of an
integrated method of Biopsychology by providing massage on acupuncture
pathways combined with listening, reading, and understanding Qur’an verses, as
well as dietary dieting. The study was conducted for 2 months at the patient's
home in Bandung. Implementation carried out by families who have been trained
by researchers with observations every 3 days. The data of the research were
analysed using descriptive statistical analysis in the form of graph. The results
showed an increase in motor skills in the subject. This research can be used as a
foundation for the study of home bio psychological therapies on a broader
subject.
Stroke sering berlanjut dengan stress hingga depresi karena faktor mental Hal
ini terjadi pada awal terapi subjek. Kondisi kesepian yang dialami subjek membuat
subjek sering melamun dan bersedih. Membaca Al Fatihah dengan menghayati
maknanya dan dilakukan setiap hari dapat memberikan motivasi dan pemahaman
mengenai pandangan terhadap pegangan hidupnya, dalam hal ini penderita pasca
stroke ulangan. Diharapkan mereka dapat meneguhkan pegangan hidupnya (anchor)
mereka kepada Allah. Ketika sudah membaca Al Fatihah maka mereka dapat
mengembalikan semua hal yang terjadi dalam hidupnya kedalam ketentuan Allah.
Mereka juga tidak lagi merasa berputus asa dan memahami janji dan ketentuan Allah
dari Surat Al Fatihah yang mereka baca. Belzen (dalam Chizanah 2011) menyatakan
bahwa religiusitas berkaitan dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), kegiatan-
kegiatan keagamaan dan keyakinan yang mendasarinya. Religiusitas memberikan
pengaruh positif dalam masa penyembuhan dan rehabilitasi
Ketika subjek sudah memiliki semangat hidup dan stresor kehidupannya telah
dimaknai positif maka akan direspons oleh hipotalamus. Imunitas yang tadinya
terganggu akibat rusaknya keseimbangan sistem endrokin menjadi terkontrol karena
hipotalamus mensekresi realising hormone. Realising hormone ini berfungsi
merangsang sistem endokrin yang dapat mengontrol kerja kelenjar hipofisis (Abbas,
2000). Kelenjar Hipofisis yang dikontrol tersebut akan mengurangi sekresi hormon
ACTH sehingga kelenjar sasaran tidak mensekresi hormon kortisol (Abbas, 2000).
Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC.