OLEH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
atas arti sebuah keindahan yang agung dalam sebuah bentuk dan tatanan yang indah yakni
ARSITEKTUR. Untuk itu dalam makalah ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai
perjalanan kehidupan arsitektur dunia itu sendiri yakni arsitektur kolonial belanda da
arsitektur kolonial portugis berdasarkan KARAKTERISTIK ARSITEKTUR-nya masing-
masing.
1.2.PERMASALAHAN
Adapun permasalahan yang dapat diangkat dalam penulisan makalah ini, adalah
menyangkut ada atau tidaknya konsistensi serta perkembangan tren selanjutnya arsitektur
kolonial belanda maupun arsitektur kolonial portugis dalam kehidupan modern sekarang ini.
1.3.RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penulisan makalah ini yaitu menyangkut
Bagaimanakah karakteristik-karakteristik arsitektur yang ada pada tiap perkembangan
arsitekturnya, baik pada arsitektur kolonial belanda maupun arsitektur kolonial portugis yang
ditinjau dari segi bentuk dan tampilan, struktur dan konstruksi, ragam hias, material, konsep
perancangan, peninggalan-peninggalan arsitektur hingga perkembangannya sampai saat ini.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai berkaitan dengan penulisan makalah ini, yaitu
pengetahuan berupa informasi yang terperinci mengenai karakteristik-karakteristik apa
sajakah yang ada pada tiap era perkembangan arsitektur, baik pada arsitektur kolonial
belanda maupun arsitektur kolonial portugis yang ditinjau dari segi bentuk dan tampilan,
struktur dan konstruksi, ragam hias, material, konsep perancangan, peninggalan-
peninggalan arsitektur hingga perkembangannya sampai saat ini.
Sasaran
1.5.METODOLOGO PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan
metode kepustakaan yang dilakukan dengan pengumpulan data-data primer dari sejumlah
referensi yang ada mengenai karakteristik- karakteristik arsitektur, baik pada arsitektur
kolonial belanda maupun arsitektur kolonial portugis, ditinjau dari segi bentuk dan tampilan,
struktur dan konstruksi, ragam hias, material, konsep perancangan, peninggalan-peninggalan
arsitektur hingga perkembangannya sampai saat in.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
1.6.SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang, permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, metodologi
penulisan, dan sistematika penilisan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Pengertian Arsitektur
Arsitek berasal dari Latin architectus, dan dari bahasa Yunani: architekton (master
pembangun), archi ( ketua ) + tekton ( pembangun, tukang kayu )
Pengertian Kolonial
Kolonial berasala dari kata koloni yang dalam bahasa inggris colony dalam arti kata,
kumpulan, sekelompok yang berhubungan atau berkenaan dengan sifat-sifat jajahan:
pribadi dan kumpulan atau kelompok yang wujud. Ahli sosial juga melihat kepada
psikologi terhadap citra yang difikirkan serta perlakuan yang terbentuk akibat dari
interaksi ransangan elemen-elemen dalam alam lingkungan yang dibangun (Ruslan,
1989).
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
BAB III
ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA`
genteng atau seng. Arsitek landhuizen yang terkenal saat itu antara lain Wolff
Schoemaker, DW Berrety, dan Cardeel.
Dalam membuat peraturan tentang bangunan gedung perkantoran dan rumah kedinasan
Pemerintah Belanda memakai istilah Indische Huizen atau Indo Europeesche Bouwkunst.
Hal ini mungkin dikarenakan bentuk bangunan yang tidak lagi murni bergaya Eropa,
tetapi sudah bercampur dengan rumah adat Indonesia.
Penggunaan kata Indis untuk gaya bangunan seiring dengan semakin populernya istilah
Indis pada berbagai macam institusi seperti Partai Indische Bond atau Indische
Veeneging. Arsitektur Indis merupakan asimilasi atau campuran dari unsur-unsur budaya
Barat terutama Belanda dengan budaya Indonesia khususnya dari Jawa.
Dari segi politis, pengertian arsitektur Indis juga dimaksud untuk membedakan dengan
bangunan tradisional yang lebih dahulu telah eksis, bahkan oleh Pemerintah Belanda
bentuk bangunan Indis dikukuhkan sebagai gaya yang harus ditaati, sebagai simbol
kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu.
Sebelum kedatangan Belanda, sebenarnya sudah banyak bangsa-bangsa lain yang lebih
dahulu datang ke Indonesia antara lain dari Cina, India, Vietnam, Arab, dan Portugis,
yang memberi pengaruh pada budaya asli. Karena itu, dalam bangunan Indis juga
terkandung berbagai macam unsur budaya tersebut. Faktor-faktor lain yang ikut
berintegrasi dalam proses perancangan antara lain faktor lingkungan, iklim atau cuaca,
tersedia material, teknik pembuatan, kondisi sosial politik, ekonomi, kesenian, dan
agama.
Dengan datangnya perubahan zaman dan hapusnya kolonialisme, maka berakhirlah pula
kejayaan budaya feodal termasuk perkembangan arsitektur Indis. Dalam periode
kemerdekaan, bangsa Indonesia menganggap arsitektur Indis sebagai monumen dan
simbol budaya priayi yang tidak bisa lagi dipertahankan dan dijadikan kebanggaan, maka
kehancurannya tidak perlu diratapi.
Arsitektur Indis mencapai puncaknya pada akhir abad ke- 19. Seiring dengan
perkembangan kota yang modern, lambat laun gaya Indis ditinggalkan dan berubah
menjadi bangunan-bangunan baru (nieuwe bouwen) yang bergaya art-deco sebagai gaya
internasional.
bertingkat bergaya Belanda di ujung teras. Bangunan ini tidak memiliki orientasi
bentuk yang jelas, atau tidak beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat.
Terbentuk gaya arsitektural The Dutch Colonial Villa. Gaya ini merupakan gaya
arsitektur Neo-Klasik yang melanda Eropa (terutama Perancis) yang diterjemahkan
secara bebas, menghasilkan gaya Hindia Belanda bercitra kolonial disesuaikan
dengan lingkungan lokal, iklim, dan material yang tersedia pada masa itu, yang
kemudian dikenal sebagai Indische Architectuur, atau rumah Landhuis, yang
merupakan tipe rumah tinggal di seluruh Hindia Belanda pada masa itu. Tipe rumah
ini memiliki karakter sebagai berikut:
Bentuk denah.
Tembok tebal;
Langit-langit tinggi;
Terdapat central room yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan
belakang;
Dapur, kamar mandi, gudang dan fasilitas servis diletakkan di bagian belakang,
terpisah dari rumah induk.
Di ujung depan beranda terdapat barisan kolom dengan order ionic,Doric dan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Corinthian.
Terdpat gevel
Kaum liberal Belanda pada masa antara tahun 1900 mendesak politik etis
diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu permukiman orang Belanda di Indonesia
tumbuh dengan cepat. Indische Architectuur terdesak, digantikan dengan standar
arsitektur modern yang berorientasi ke Belanda.Elemen-elemen arsitektur yang
biasanya terdapat dinegeri belanda pun masih banyak kelihatan disini misalnya
unsure tower serta detail bangunan lainya.
Bentuk dinding
Dinding pada arsitektur kolonial belanda tidak di fungsikan sebagai
elemen struktur melainkan hanya sebagai elemen partisi.
Bentuk Atap
Jenis atap pada arsitektur ini bermacam-macam, Pada umunya
bangunan arsitektur kolonial belanda di indonesia mempunyai ciri atap
yang bersusun dengan ventilasi atap(dormer)
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Museum Fatahillah). Bangunan ini terletak di jantung kota Batavia, yang sekarang lebih
dikenal dengan daerah Kota.
a. Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia disebelah utara alun-alun dibangun tahun
1915).
b. Palace Hotel (sekarang hotel Pelangi terletak di sebelah selatan alun-alun dibangun
tahun 1916).
c. Kantor Pos dan Telegram (sekarang sudah dibongkar terletak di Jalan Basuki
Rahmat dibangun antara tahun 1910-an).
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
ALUN-ALUN KOTA
1. Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia,
dibangun pada tahun 1915).
Terdapat portico pada jalan masuk utama
bangunan
Bentuk bangunan utama simetris
Badan bangunan relatif tinggi
2. Palace Hotel (sekarang Hotel Pelangi, dibangun
antara tahun 1916).
Terdapat balustrade (semacam pagar) pada
atap bangunan
Atap utama memiliki sudut kemiringan tinggi
Bentuk bangunan simetris
Pada awalnya bangunan ini memiliki overstek datar yang mengelilingi sepanjang
fasade bangunan, namun setelah direnovasi memakai konsole miring sebagai
pengganti overstek tersebut
Dulu bangunan ini memiliki 2 buah tower yang berdiri disamping kanan dan kiri
bangunan utama namun sekarang setelah bangunan ini direnovasi, kedua tower
tersebut dihilangkan.
Terdapat koridor/galeri pada fasade depan
Bangunan utama memiliki gevel
Badan bangunan relatif tinggi.
3. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
Sudut kemiringan atap besar, sehingga atap
menjadi sangat tinggi
Terdapat tower pada salah satu sisi
bangunan
Terdapat overstek datar yang berfungsi
untuk menghalangi tempias air hujan pada
jendela-jendela
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
ALUN-ALUN TUGU
1) Balaikota Malang
Atap ada dua jenis, pada bagian
tengah berupa atap limas yang
bertumpuk, sedangkan pada bagian
pinggir berupa atap perisai
Bentuk bangunan simetris
Memiliki kolom yang berbentuk
menonjol dan tegas
Terdapat portico pada jalan masuk
utama bangunan (sekarang direnovasi
dengan penambahan balkon
diatasnya)
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Dari beberapa bangunan di kota Malang khususnya di sekitar alun-alun yang masih
mengunakan gaya arsitektur kolonial Belanda dapat diambil beberapa kesamaan ciri pada
bangunan, antara lain:
Penggunaan portico pada bagian utama bangunan.
Penggunaan portico dimaksudkan sebagai penghubung antara ruang dalam
dengan ruang luar selain sebagai penghalang sinar matahari langsung dan tempias
air hujan.
Gevel datar.
Gevel datar digunakan sebagai ornamen-ornamen bangunan yang merupakan ciri
khas bangunan kolonial. Secara konstruksi gewel berfungsi untuk penganti rangka
atap.
Penggunaan tower.
Tower difungsikan sebagai ornamen dekoratif bangunan.
Sudut kemiringan atap yang besar.
Besarnya sudut kemiringan atap yang besar dipengaruhi oleh iklim dingin yang
ada di daerah Belanda yang dimaksudkan agar salju tidak berada lama diatas atap
bangunan. Tetapi sudut kemiringan yang besar di kota Malang lebih dimanfaatkan
sebagai buffer yang menjaga suhu dalam bangunan.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Sebagai kota yang berkembang dari cikal bakal kota kolonial Balanda, Malang
sarat akan bentukan fisik (tata lingkungan, bangunan), yang mempunyai nilai
historis dan arsitektur yang dapat menjadi bukti dari tata kota dan arsitektur
tertentu (masa kolonial). Oleh sebab itu, hendaknya peninggalan arsitektur
kolonial di kota Malang tetap dilestarikan karena selain memiliki nilai historis
yang tinggi juga dapat diangkat sebagai karakter spesifik kawasan kota Malang.
Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di propinsi Jawa Timur yang
telah lama berdiri sejak zaman kolonial Belanda. Pada zamannya, perencanaan
kota Malang sering disebut sebagai salah satu hasil perencanaan kota kolonial
yang terbaik di Hindia Belanda. Kota Malang yang kita huni didesain dengan
konsep arsitektur kolonial, yang karena nilai estetis dan historisnya yang tinggi
patut untuk dipertahankan.
Salah satu sebab mengapa warisan arsitektural dari masa itu yang berupa
bangunan kolonial masih dapat dinikmati oleh masyarakat modern adalah karena
kekhasan bentuk bangunannya. Para arsitek Belanda yang merancang bangunan-
bangunan kolonial di Indonesia pada era 1910-an hingga 1940-an telah berhasil
memadukan arsitektur Eropa, khususnya Belanda, dengan teknologi bangunan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Kota Malang telah dikuasai Belanda sejak tahun 1767, namun baru
berkembang pesat pada awal abad ke-20. Perkembangan yang pesat dalam
perencanaan perluasan kota Malang sangat dipengaruhi dari berdirinya Gemeente
Malang pada 1 April 1914 dibawah pimpinan walikota pertama, H.I Bussemaker.
Perencana utama perkembangan kota Malang pada masa itu adalah Ir. Herman
Thomas Karsten, dengan memperhatikan aspek kenyamanan view yang
berorientasi pada pemandangan gunung-gunung sekitar kota Malang.
Bentuk dan tata ruang pusat kota yang terbentuk pada masa pemerintahan
Belanda, yang lebih ditujukan bagi kepentingan politis pemerintahan belanda
(mengutamakan masyarakat Belanda), ternyata telah menghasilkan bentukan
morfologi kota yang cenderung meniru bentuk-bentuk arsitektur gaya Eropa
seperti Art Deco, Renaisance, Baroqe dan sebagainya. Dalam konteks historis
sebenarnya keberadaan bangunan peninggalan Belanda merupakan potensi (asset)
yang dapat dikembangkan bagi perkembangan arsitektur kota Malang. Melalui
aturan-aturan produk kolonial, ternyata telah memberikan warna pada bentukan
fisik lingkungan baik gaya arsitektur maupun pola-pola tata ruang yang terbentuk.
Bentuk morfologi kawasan tercermin pada pola tata ruang, bentuk arsitektur
bangunan, serta elemen-elemen fisik kota lainnya pada keseluruhan konteks
perkembangan kota. Perkembangan selanjutnya, kekuatan domain ekonomi,
sebagai akibat cepatnya pertumbuhan ekonomi telah membawa implikasi
perubahan pada karakter dan bentuk morfologi kawasan pusat kota Malang. Disisi
lain, pengendalian perkembangan kawasan pusat kota tidak memperhatikan
konteks kesejarahan pembentukan kota, sehingga seperti halnya kota besar
lainnya, kota Malang-pun mempunyai kecenderungan kehilangan karakter
spesifiknya dan muncul karakter "ketunggalrupaan" arsitektur kota (Eko
Budiardjo, 1982), sehingga kesinambungan kesejarahan kawasan seolah terputus
sebagai akibat pengendalian perkembangan yang kurang memperhatikan aspek
morfologis kawasan.
Bahan material yang digunakan pada bangunan colonial belanda pada masa
itu hingga saat ini masih terasa keberadaannya yaitu dengan pemanfaatan
bahan-bahan alam baik itu didatangkan dari belanda maupun yang ada di
Indonesia saat itu antara lain,
Batu
Semen
Beton
Kayu
Keramik natural
Batu kali
Pada masa penjajahan biasa nya batu bata di kerjakan oleh bangsa yang di
jajah,tetapi sebelum bangasa belanda menjajah indonesia mereka
mendatangkan batu bata langsung dari Negara mereka
Lumpur yang dilapisi dengan plester lumpur yang halus rapih. Dinding
bangunan yang dihiasi dengan bundel kelapa sawit (Borassus aethiopum)
atau di sebut Toron dengan ukuran sekitar 60 cm (2 kaki)
Kemudian di keringkan atau di keraskan dengan cara di bakar atau bisa juga
di jemur sampai mengeras baru di gunakan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Dibawah ini adalah bentuk rangka atap yang berkembang dari zaman
penjajahan colonial belanda sampai sekarang.
Rangka atap dgn struktur rangka kuda-kuda.
Sedangkan hiasan kemuncak dapat berupa pada arsitektur belanda banyak bermacam
macam antara lain :
Contoh windwijzer
1. Tadhah angin
Di Belanda, ragam hias pada tadhah angin memiliki makna simbolik, namun pada
bangunan Indis di Indonesia, ragam hias itu sudah kehilangan maknanya dan
hanya berfungsi sebagai hiasan.
3. Tubuh Bangunan
Ragam hias yang terdapat pada tubuh bangunan seperti kolom bangunan dan
lubang angin. Ragam hias pada lubang angin dapat berupa ukiran. Sedangkan pada
kolom bangunan menggunakan gaya Doria, Ionia, dan Korinthia yang susunannya
terdiri atas kepala, tubuh, dan kaki tiang.
Rumah tinggal
Konsep bangunan gaya Belanda merupakan jenis
arsitektur ‘modern’ pada jamannya yang mengetengahkan
bentuk khas Eropa terutama Belanda yang terpengaruh
misalnya oleh arsitektur Art Deco. Jenis arsitekturnya
banyak menggunakan lis profil sebagai permainan
dekorasi pada dinding. Bentuk jendela besar-besar dan
seragam serta bangunan yang terasa ‘dingin’ karena
Rumah ibadah
GEREJA BLENDUK
Berusia lebih dari 200 tahun dan dijadikan "tetenger"
(Landmark) kota Semarang. Terletak di Jalan Let Jend.
Suprapto no.32. Dinamai gereja Blenduk karena
dibagian atas 2 menara dan sebuah kubah besar. Kubah
dalam bahasa Jawa berarti Blenduk. Bangunan ini
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Perkantoran
PT.MASSCOMGRAPHY
Terletak di Jl. Merak 11 - 15. Gedung ini
semula dimiliki oleh HET
NOORDEN yaitu surat kabar berbahasa
Belanda. Gedung ini mempunyai nilai
yang tinggi merupakan cikal bakal dunia
pers di Semarang.
Setelah kemerdekaan, gedung ini di
nasionalisasikan oleh Indonesia dan
dipakai oleh Harian Umum SUARA MERDEKA, selama lebih dari 30 tahun.
Saat ini bangunan ini dialih gunakan untuk PT. MASSCOM GRAPHY yang
merupakan perusahaan percetakan surat kabar di Suara Merdeka Group.
Langgam arsitektur yang di anut adalah.langgam arsitektur tradisional jawa,karena
memiliki serambi depan yang luas dengan bukaan pada setiap ruang .
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Bentuk melengkung pada bukaan jendela dan pintu merupakan langgam arsitektur
romawi kuno.
Dua menara yang berada pada depan bangunan juga merupakan penrapan dari
langgam arsitektur gotik tetapi di buat lebih pendek,,sehingga menjadi sebuah
perbedaan antara arsitektur colonial dan arsitektur gotik,maupun dengan arsitektur
yang lainya.
museum
Kelebihan :
rumah bercirikhas colonial sangat ountentik dan tidak bisa di
samakan dengan rumah-rumah model sekarang,karena memliki
nilai sejarah.
Gaya arsitektunya merupakan symbol kemewahan pada zaman
dahulu Yang bisa diasosiasikan juga dengan symbol kemewahan
pada zaman sekarang
Kekurangan :
bangunan bergaya colonial tidak selalu bisa diterima oleh semua
kalangan
Dari penjelasan diatas, dapat dirumuskan bahwa perkembangan arsitektur Indis di Indonesia
berawal dari penguasaan Indonesia oleh VOC. Pada awalnya gaya arsitektur masih
menggunakan gaya tradisional Belanda, namun seiring perjalanan waktu, gaya ini terus
berkembang, mulai dari penyesuaian terhadap iklim tropis, hingga penyesuaian terhadap unsur-
unsur arsitektur tradisional Indonesia.
Disebutkan beberapa inovasi dalam desain menanggapi iklim tropis adalah (Sidharta, 1998) :
overhang yang lebar untuk melindungi permukaan dinding dan jendela dari sinar
matahari langsung dan hujan.
Sedangkan penggunaan dari unsur seni tradisional, diterapkan pada ragam hiasnya. Arsitek
Belanda menghargai detail-detail yang penuh ekspresi dan mengagumkan pada seni tradisional
Indonesia sehingga dijadikan ilham sebagai bahan ide untuk membangun arsitektur modern di
Hindia Belanda (Soekiman, 2000).
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
BAB IV
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL PORTUGIS
DI TIMOR LESTE
Sebuah bangunan kolonial portugis dibentuk dari bentukan-bentukan dasar geometri, dan
pada umumnya menampilkan sebuah tingkatan hierarki dan biasanya penyusunan
komposisi yang jelas dan terpusat menurut sistem geometri.
Nix (1953) dalam Pamungkas (2002), bentuk ditentukan oleh adanya hubungan campur
tangan dan kegiatan manusia, dan mengenai penentuan secara langsung maupun tidak
langsung, tergantung kepada apa-apa saja yang di dalam pemberian bentuk ditentukan
secara primer dan kemudian apa yang timbul karena kegiatan primer tersebut. Penentuan
bentuk dapat meningkat lebih jauh, yaitu berasal dari massa, lewat ukuran menuju ke
suatu hal yang ditentukan. Objek menjadi lebih mudah untuk dikenali dan
diidentifikasikan, dapat diuraikan dan memiliki sesuatu yang dapat diukur, diamati, dan
dihitung, baik yang bersifat mendatar, maupun yang bersifat berdiri.
Bentuk arsitektur kolonial sesudah tahun 1900-an merupakan bentuk yang spesifik.
Bentuk tersebut merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang
pada jaman yang bersamaan dengan iklim tropis basah. Ada juga beberapa bangunan
arsitektur kolonial yang mengambil elemen-elemen tradisional setempat, yang
kemudian diterapkan ke dalam bentuk arsitekturnya.
Hasil keseluruhan dari arsitektur kolonial tersebut adalah suatu bentuk yang khas yang
berlainan dengan arsitektur modern yang sendirijangka perubahan di dalam alam
lingkungan secara fisik yang memberi setting kepada manusia dengan perubahan yang
dipengaruhi oleh aspek-aspek psikologi, sosial dan lain-lain.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Selubung bangunan kolonial portugis merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan ciri dari suatu bentukan kolonial. Ciri bangunan kolonial yang dapat
terlihat dari wajah bangunan kolonial atau selubung bangunan adalah bentuk atap,
ornamen atau ragam hias, dan juga elemen-elemen penyusun wajah bangunan lainnya
seperti bukaan dan dinding bangunan (Suryokusumo 2006). Selubung bangunan
tersebut tentunya mengalami adaptasi dengan iklim, karena faktor tersebut berhubungan
langsung dengan penghawaan dan pencahayaan pada bangunan yang menentukan
kenyamanan penghuni bangunan.
Dalam pandangan Krier (2001), wajah bangunan menyampaikan keadaan budaya saat
bangunan tersebut dibangun, wajah bangunan mengungkap kriteria tatanan dan
penataan, dan berjasa dalam memberikan kemungkinan dan kreativitas dalam
ornamentasi dan dekorasi. Krier (2001) mempertegas pendapatnya, bahwa muka
bangunan merupakan wajah bangunan yang memamerkan keberadaan sebuah bangunan
kepada publik. Muka bangunankolonial dibentuk oleh dimensi, komposisi, serta ragam
hias. Komposisi muka bangunan kolonial mempertimbangkan persyaratan fungsional
pada dasarnya berkaitan dengan kesatuan proporsi yang baik, harmonis, dan selaras,
penyusunan elemen horizontal dan vertikal yang terstruktur, bahan, warna, dan elemen
dekoratif lainnya. Hal lainnya tidak kalah penting untuk mendapatkan perhatian lebih
adalah proporsi bukaan, ketinggian bangunan, prinsip perulangan, keseimbangan
komposisi yang baik, serta tema yang tercakup ke dalam variasi.
Elemen-elemen pendukung wajah bangunan menurut Krier (2001), antara lain adalah
sebagai berikut:
Jendela, jendela dapat membuat orang yang berada di luar bangunan dapat
membayangkan keindahan ruangan-ruangan dibaliknya, begitu pula
sebaliknya. Albert (tt) dalam Krier (2001), mengungkapkannya sebagai
berikut: “...dari sisi manapun kita memasukkan cahaya, kita wajib membuat
bukaan untuknya, yang selalu memberikan kita pandangan ke langit yang
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
bebas, dan puncak bukaan tersebut tidak boleh terlalu rendah, karena kita
harus melihat cahaya dengan mata kita, dan bukanlah dengan tumit kita:
selain ketidaknyamanannya, yaitu jika seseorang berada di antara sesuatu dan
jendela, cahaya akan terperangkap, dan seluruh bagian dari sisa ruangan
akan gelap...” Pada beberapa masa, valuasi dan makna dari tingkat-tingkat
tertentu diaplikasikan pada rancangan jendelanya. Susunan pada bangunan-
bangunan ini mewakili kondisi-kondisi sosial, karena masing-masing tingkat
dihuni oleh anggota dari kelas sosial yang berbeda.
Dinding, keberadaan jendela memang menjadi salah satu unsur penting dalam
pembentukan wajah bangunan bangunan, akan tetapi dinding juga memiliki
peranan yang tidak kalah pentingnya dengan jendela, dalam pembentukan
wajah bangunan. Penataan dinding juga dapat diperlakukan sebagai bagian dari
seni pahat sebuah bangunan, bagian khusus dari bangunan dapat ditonjolkan
dengan pengolahan dinding yang unik, yang bisa didapatkan dari pemilihan
bahan, ataupun cara finishing dari dinding itu sendiri, seperti warna cat, tekstur,
dan juga tekniknya. Permainan kedalaman dinding juga dapat digunakan
sebagai alat untuk menonjolkan wajah bangunan.
Atap, jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering dijumpai saat ini
adalah atap datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk perisai
ataupun pelana. Secara umum, atap adalah ruang yang tidak jelas, yang paling
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Secara visual, atap merupakan sebuah akhiran dari wajah bangunan, yang
seringkali disisipi dengan loteng, sehingga atap bergerak mundur dari
pandangan mata manusia. Perlunya bagian ini diperlakukan dari segi fungsi dan
bentuk, berasal dari kenyataan bangunan memiliki bagian bawah (alas) yang
menyuarakan hubungan dengan bumi, dan bagian atas yang memberitahu batas
bangunan berakhir dalam konteks vertikal.
Tower/Menara, variasi bentuknya beragam, mulai dari bulat, kotak atau segi
empat ramping, segi enam, atau bentuk-bentuk geometris lainnya, dan ada juga
yang dipadukan dengan gevel depan.
sebagai ruang atau cerobong asap untuk perapian. Biasanya diwujudkan dalam
bentuk hiasan batu yang diberi ornamen berbentuk bunga atau sulur-suluran.
Ballustrade, ballustrade adalah pagar yang biasanya terbuat dari beton cor yang
digunakan sebagai pagar pembatas balkon, atau dek bangunan
Nok Acroterie (Hiasan puncak atap), terletak di bagian puncak atap. Ornamen
ini dulunya dipakai pada rumah-rumah petani di portugis, dan terbuat dari daun
alang-alang. Di Timor Leste, ornamen ini dibuat dari bahan beton atau semen
Ada pun Beberapa karakteristik tipologi arsitektur colonial portugis yang mempunyai
persamaan dengan arsitektur colonial belada yang pada umunya :
Atap
Dinding
Teras.
Beranda ini yang menandai pintu masuk ke dalam bangunan yang dihadirkan sebagai sebuah
portico, yaitu bangunan beratap di depan pintu masuk. Pada umumnya atap baranda satu atap
dengan banunan utama
Atap datar juga di gunakan untuk teras / beranda, sebagian atap datar menjadi pilihan utama
bagi beranda. Atap datar inilah yang memberikan artikulasi untuk membedakannya dengan
bangunan utama yang beratap pelana. Beberapa fungsi yang diwadahi di dalam beranda ini
adalah sebagai penegas pintu masuk ke dalam bangunan, sebagai tempat penerima dan sebagai
ruang peneduh dan penyejuk bagi ruangan di dalamnya.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Kolom,
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Setelah mempelajari perkembangan Arsitektur kolonial belanda di Indonesia dan
arsitektur kolonial portugis di Timor Leste, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai
berikut :
1. Arsitektur Kolonial Belanda dan atsitektur kolonial portugis berpatokan (berpedoman)
pada Arsitektur Yunani dan Romawi sebagai arsitektur sumber
2. Arsitektur kolonial belanda dan arsitektur kolonial portugis menggunakan struktur batu
dan berfungsi sebagai dinding pemikul (Bearing Wall).
3. Perkembangan Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dan arsitektur kolonial portugis
di Timor Leste turut mempengaruhi produk Arsitektur di Indonesia maupun di Timor
Leste juga, seperti bangunan-bangunan Masjid, Gereja, dan bangunan-bangunan
peninggalan lainnya yang menggunakan elemen Gabel, Domer, dan Menara(tower)
sebagai ciri khas Arsitektur Kolonial Belanda, dan hiasan/ornamen ikal sulur tumbuhan
yang berujung tanduk kambing; - Hiasan pada lubang angin diatas pintu dan jendela; dan
– Kolom, ada tiga jenis kolom yang terkenal pada bangunan kolonial, yaitu
kolom doric, ionic, dan cornithian yang merupakan ciri khas dari arsitektur kolonial
portugis.
5.2 SARAN
Arsitektur kolonial belanda dan atsitektur kolonial portugis mempunyai ciri dan
kekhahasan tersendiri, hal ini dapat dilihat dari ciri fisik dan non fisiknya. Ciri fisik meliputi
denah, struktur dan kontruksi, bahkan elemen-elemen terpaut didalamnya. Begitu pula aspek
nonfisiknya, yakni meliputi budaya, kepercayaan, suku/ etnis, status social dan gender
individu / seseorang. Semuanya ini dapat dilihat secara umum.
Hal-hal seperti diatas telah dibahas satu–persatu. Ada baiknya dari materi mata kuliah ini
dapat diterapkan atau diambil sebagiannya yang dianggap perlu. Dimana dapat membantu
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
atau mempermudah dalam hal desain arsitektur. Adajuga yang perlu ditinjau lebih lanjut lagi,
yaitu:
1. Spesifikasi pembahasan arsitektur kolonial belanda dan arsitektur kolonial portugis,
tidak hanya diluar (Negara luar) tetapi bila ada di Negara atau daerah sendiri, perlu
dibahas atau dicari tahu lebih dalam lagi.
2. Pembahasan materi, tidak hanya didalam studi literature saja, tetapi bila ada
kemungkinan atau kesempatan, diusahakan melalui studi kasus atau mancari atau
menemukan contoh atau bukti arsitektur kolonial belanda dan arsitektur kolonial
portugis yang ada di daerah sendiri. Misalnya arsitektur kolonial belanda dan
arsitektur kolonial portugis banyak contoh atau bukti arsitektur tersebut berada di
daerah NTT (Nusa tenggara timur) dan Timor Leste, misalnya bangunan gereja atau
rumah tinggal.
3. Bagi para Arsitek, diharapkan untuk mempelajari karakter dari masing-masing
Arsitektur Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dan Arsitektur kolonial Portugis
di TimorLeste, agar dapat menjadi arahan desain(design guidelines) yang memadai
dalam praktek berarsitektur.
4. Pengumpulan data tentang materi kuliah sebaiknya, beban yang diberikan bukan
untuk kelompok, melainkan perindividu, dimana didalam kelompok tersebut semua
orang/individu memperoleh pengetahuan yang sama dari materi tersebut.
5. Ada baiknya dalam mengkaji data tentang materi yang dibahas, tidak banyak
menceritakan tentang sejarah, melainkan hal-hal yang terkait dengan konsep
arsitektural.
Dari saran diatas diharapkan kedepanya dari masalah-masalah yang timbul, dapat dibahas
atau dicari jalan keluarnya. Sehingga dapatpula menemukan hal-hal yang baru, atau yang
belum pernah dibahas. Sehingga tidak terjadi pengulangan kembali dari materi yang sama.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
DAFTAR PUSTAKA
Amiuza, C. 2006. Tipologi Rumah Tinggal Administratur P.G. Kebon Agung di Kabupaten
Malang. Jurnal RUAS. IV (1): 1-22.
Anisa. 2006. Tipologi Fasad Rumah Kolonial Belanda di Kota Lama Kudus/ Kudus Kulon’.
Jurnal NALARs. 5 (2):161-174.
Handinoto & Soehargo. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang.
Yogyakarta: Penerbit ANDI dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Kristen Petra Surabaya
Karizstia, A. D. 2008. Tipologi Fasade Rumah Tinggal Kolonial Belanda di Kayu Tangan,
Malang. Malang: Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Kusmiati, Artini. 2004. “Dimensi Estetika pada Karya Arsitektur & Desain”. Jakarta: Djembatan
Loekito, J. 1994. Studi Tentang Tipologi Tampak Rumah Tinggal di Kampung Surabaya pada
Periode Sebelum Tahun 1942. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan. Surabaya:
Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra,
Soekiman, D. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakt Pendukungnya di Jawa
(Abad XVIII-Medio Abad XX). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
Sukada, B. 1997. Memahami Arsitektur Tradisional dengan Pendekatan Tipologi, dalam Jati
Diri Arsitektur Indonesia. Disunting oleh Eko Budihardjo. Bandung: P.T. Alumni.
Sulistijowati. 1991. Tipologi Arsitektur Pada Rumah Kolonial Surabaya (Studi Kasus:
Perumahan Plampitan dan sekitarnya). Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.
Surabaya: Fakultas Teknik dan Perencanaan ITS.
Sumalyo, Yulianto. 2003. Arsitektur Klasik Eropa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tutuko, Pindo. (2003). Ciri Khas Arsitektur Rumah Tinggal Belanda (Studi Kasus: Rumah
Tinggal di Pasuruan), Jurnal Arsitektur Mintakat. 2 (1):
Referensi:
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940.
Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi. Yogyakarta: Andi Offset
Sumalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Handinoto dan Hartono, Samuel. “The Amsterdam School” dan Perkembangan Arsitektur
Kolonial di Hindia Belanda Antara 1915-1940. e-jurnal Ilmiah Petra Surabaya
( http;//id.wikipedia.org/wiki/bangunan )
(http//.id.wikipedia.org/wiki/Eropa )
http://www.dephan.go.id
http://www.rekrutmen.jakarta.go.id