Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR 1

ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DAN PORTUGIS


DOSEN PEMBIMBING MK : IR. PILIPUS JERAMAN, MT.

OLEH

 GREGORIO FALO ( 221 13 044 )


 NATALINA E. DE CARVALHO ( 221 13 048)
 OCTAVIANUS SANTI ( 221 13 021)

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS KATHOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG
2015
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Perkembangan kehidupan arsitektur dunia sangat dipengaruhi oleh peradaban-peradaban


serta kebudayaan yang berlangsung dari masa ke masa. Seolah menjadi sebuah ciri khas,
peninggalan arsitektur yang berada di masing-masing daerah di dunia memiliki sejumlah
perbedaan dan persamaan bergantung pada adat istiadat atau kebiasaan, kepercayaaan,
ideologi, bahkan lingkungan fisik yang situasional di tiap masanya.
Ditinjau dari sejarah perkembangan arsitektur dunia, perjalanan peradaban umat
manusia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan bangunan-bangunan
peninggalan masa lampau yang sangat fenomenal, impresif, dan kolosal. Hal ini dikarenakan
banyak seniman dan cendikiawan yang memiliki inisiatif dan gagasan brilian, serta sense of
beauty yang tinggi lahir pada kehidupan masa lampau.
Kemegahan dan keindahan bangunan-bangunan ini sebenarnya merupakan ungkapan
rasa syukur terhadap pencipta akan alam raya serta kejayaan dan kehormatan yang diperoleh,
sehingga bangunan umumnya yang ada pada masa ini berupa kuil ataupun tempat
persembahayangan yang dibangun dan ditata dengan sangat ekspresif dan nilai seni yang
tinggi sebagai sebuah bangunan yang sakral dan mempesona. Selain itu produk arsitektur
yang dihasilkan umumnya saling memiliki kemiripan pada karakteristik bentuk, tampilan,
maupun strukturnya. Hal ini dikarenakan sejumlah faktor terkait seperti kolonialisasi ataupun
ekspedisi perdagangan yang dilakukan manusia masa lampau, di mana terjadi sebuah
pembawaan tren budaya, khususnya menyangkut tren arsitektur yang secara tidak langsung
ditularkan dan menjadi bagian dalam kehidupan arsitektur di daerah lain. Hal ini dibuktikan
dengan perkembangan arsitektur kolonialisme yang umumnya dapat diklasifikasikan
berdasarkan persebaran peradaban manusia masa lampau menurut letak geografisnya;
diantaranya perkembangan arsitektur kolonial belanda dan arsitektur kolonial portugis
Sejarah perjalanan kehidupan arsitektur dunia yang telah diuraikan secara umum di
atas seolah menjadi sebuah gambaran atas tingginya rasio berpikir insan-insan seni masa
lampau dari berbagai etnis dan peradaban yang berbeda dalam mengekspresikan gelora jiwa
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

atas arti sebuah keindahan yang agung dalam sebuah bentuk dan tatanan yang indah yakni
ARSITEKTUR. Untuk itu dalam makalah ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai
perjalanan kehidupan arsitektur dunia itu sendiri yakni arsitektur kolonial belanda da
arsitektur kolonial portugis berdasarkan KARAKTERISTIK ARSITEKTUR-nya masing-
masing.

1.2.PERMASALAHAN

Adapun permasalahan yang dapat diangkat dalam penulisan makalah ini, adalah
menyangkut ada atau tidaknya konsistensi serta perkembangan tren selanjutnya arsitektur
kolonial belanda maupun arsitektur kolonial portugis dalam kehidupan modern sekarang ini.

1.3.RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penulisan makalah ini yaitu menyangkut
Bagaimanakah karakteristik-karakteristik arsitektur yang ada pada tiap perkembangan
arsitekturnya, baik pada arsitektur kolonial belanda maupun arsitektur kolonial portugis yang
ditinjau dari segi bentuk dan tampilan, struktur dan konstruksi, ragam hias, material, konsep
perancangan, peninggalan-peninggalan arsitektur hingga perkembangannya sampai saat ini.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

1.4.TUJUAN DAN SASARAN

 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai berkaitan dengan penulisan makalah ini, yaitu
pengetahuan berupa informasi yang terperinci mengenai karakteristik-karakteristik apa
sajakah yang ada pada tiap era perkembangan arsitektur, baik pada arsitektur kolonial
belanda maupun arsitektur kolonial portugis yang ditinjau dari segi bentuk dan tampilan,
struktur dan konstruksi, ragam hias, material, konsep perancangan, peninggalan-
peninggalan arsitektur hingga perkembangannya sampai saat ini.

 Sasaran

Sasaran dari penulisan makalah ini, adalah untuk mewujudkan rangkuman


informasi-informasi mengenai karakteristik-karakteristik arsitektur, baik pada arsitektur
kolonial belanda maupun arsitektur kolonial portugis, ditinjau dari segi bentuk dan
tampilan, struktur dan konstruksi, ragam hias, material, konsep perancangan,
peninggalan-peninggalan arsitektur hingga perkembangannya sampai saat ini.

1.5.METODOLOGO PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan
metode kepustakaan yang dilakukan dengan pengumpulan data-data primer dari sejumlah
referensi yang ada mengenai karakteristik- karakteristik arsitektur, baik pada arsitektur
kolonial belanda maupun arsitektur kolonial portugis, ditinjau dari segi bentuk dan tampilan,
struktur dan konstruksi, ragam hias, material, konsep perancangan, peninggalan-peninggalan
arsitektur hingga perkembangannya sampai saat in.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

1.6.SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang, permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, metodologi
penulisan, dan sistematika penilisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS


Menguraikan tentang pengertian dari judul makalah itu sendiri

BAB III ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA


Menguraikan mengenai gambaran umum tentang karakteristik arsitektur kolonial belanda di
Indonesia yang ditinjau dari segi bentuk dan tampilan, struktur dan konstruksi, ragam hias,
material, konsep perancangan, peninggalan-peninggalan arsitektur hingga perkembangannya
sampai saat ini.

BAB IV ARSITEKTUR KOLONIAL PORTUGIS DI TIMOR LESTE


Menguraikan gambaran umum tentang ersitektur kolonial portugis mengenai bentuk bangunan,
wajah/ fasade, serta karakteristik dalam arsitektur kolonial porugis itu sendiri.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Pengertian Arsitektur

Arsitek berasal dari Latin architectus, dan dari bahasa Yunani: architekton (master
pembangun), archi ( ketua ) + tekton ( pembangun, tukang kayu )

Dalam kamus bahasa Indonesia: arsitek /arsiték/ n 1 perencana dan ahli


bangunan; 2 ki pencipta (suatu negara paham dsb) arsitektur /arsitéktur/ n 1 seni dan
ilmu merancang serta membuat bangunan; 2 metode dan gaya rancangan suatu
konstruksi arsitektur /arsitéktur/ n seni dan ilmu merancang dan membuat konstruksi
bangunan; metode dan gaya rancangan suatu konstruksi bangunan.

Pengertian Kolonial

Kolonial berasala dari kata koloni yang dalam bahasa inggris colony dalam arti kata,
kumpulan, sekelompok yang berhubungan atau berkenaan dengan sifat-sifat jajahan:

Istilah kolonialisme bermaksud memaksakan satu bentuk pemerintahan atas sebuah


wilayah atau negeri lain (tanah jajahan) atau satu usaha untuk mendapatkan sebuah
wilayah baik melalui paksaan atau dengan cara damai. Usaha untuk mendapatkan
wilayah biasanya melalui penaklukan.

pribadi dan kumpulan atau kelompok yang wujud. Ahli sosial juga melihat kepada
psikologi terhadap citra yang difikirkan serta perlakuan yang terbentuk akibat dari
interaksi ransangan elemen-elemen dalam alam lingkungan yang dibangun (Ruslan,
1989).
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

BAB III
ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA`

3.1. GAMBARAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DI


INDONESIA

Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia sendiri diistilahkan sebagai arsitektur Indies, yg


merupakan percampuran dari gaya arsitektur modern eropa yg dibawa Belanda. Sebutan
Indies berasal dari istilah Nederlandsch Indies atau Hindia Belanda dalam bahasa
Indonesia. Itulah nama suatu daerah jajahan
Pemerintah Belanda di indonesia, dan karena itu
sering disebut juga Nederlandsch Oost
Indie.Menurut Pigeaud, orang Belanda pertama kali
datang ke Indonesia pada tahun 1619. Mereka
semula berdagang tetapi kemudian memonopoli
lewat VOC dan akhirnya menjadi penguasa sampai
datangnya Jepang pada tahun 1942. Kehadiran
orang-orang Belanda selama tiga (3) abad di
Indonesia tentu memberi pengaruh pada segala
macam aspek kehidupan. Perubahan antara lain juga
melanda seni bangunan atau arsitektur.

Menurut Lombard pada mulanya bangunan


dari orang-orang Belanda di Indonesia
khususnya di Jawa, bertolak dari arsitektur
kolonial yang disesuaikan dengan kondisi
tropis dan lingkungan budaya. Sebutannya
landhuiz, yaitu hasil perkembangan rumah
tradisional Hindu-Jawa yang diubah dengan
penggunaan teknik, material batu, besi, dan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

genteng atau seng. Arsitek landhuizen yang terkenal saat itu antara lain Wolff
Schoemaker, DW Berrety, dan Cardeel.

Dalam membuat peraturan tentang bangunan gedung perkantoran dan rumah kedinasan
Pemerintah Belanda memakai istilah Indische Huizen atau Indo Europeesche Bouwkunst.
Hal ini mungkin dikarenakan bentuk bangunan yang tidak lagi murni bergaya Eropa,
tetapi sudah bercampur dengan rumah adat Indonesia.

Penggunaan kata Indis untuk gaya bangunan seiring dengan semakin populernya istilah
Indis pada berbagai macam institusi seperti Partai Indische Bond atau Indische
Veeneging. Arsitektur Indis merupakan asimilasi atau campuran dari unsur-unsur budaya
Barat terutama Belanda dengan budaya Indonesia khususnya dari Jawa.

Dari segi politis, pengertian arsitektur Indis juga dimaksud untuk membedakan dengan
bangunan tradisional yang lebih dahulu telah eksis, bahkan oleh Pemerintah Belanda
bentuk bangunan Indis dikukuhkan sebagai gaya yang harus ditaati, sebagai simbol
kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu.

Sebelum kedatangan Belanda, sebenarnya sudah banyak bangsa-bangsa lain yang lebih
dahulu datang ke Indonesia antara lain dari Cina, India, Vietnam, Arab, dan Portugis,
yang memberi pengaruh pada budaya asli. Karena itu, dalam bangunan Indis juga
terkandung berbagai macam unsur budaya tersebut. Faktor-faktor lain yang ikut
berintegrasi dalam proses perancangan antara lain faktor lingkungan, iklim atau cuaca,
tersedia material, teknik pembuatan, kondisi sosial politik, ekonomi, kesenian, dan
agama.

3.1.1. KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DI


INDONESIA
Karakteristik arsitektur kolonial belanda di indonesia dapat dilihat dari segi
periodisasi perkembanga arsitekturnya baik dapat kita tinjau dari berbbagai
elemen-elemen yang di pakai pada arsitektur kolonial belanda di indonesia.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

3.1.2. BENTUK DAN TAMPILAN PADA ARSITEKTUR KOLONIAL


BELANDA DI INDONESIA

Menurut Denys Lombard, sejarah terbentuknya budaya Indis karena didorong


oleh kekuasaan Hindia Belanda yang berkehendak menjalankan pemerintahan
dengan menyesuaikan diri pada kondisi budaya masyarakat di wilayah
kolonialnya.

Dengan datangnya perubahan zaman dan hapusnya kolonialisme, maka berakhirlah pula
kejayaan budaya feodal termasuk perkembangan arsitektur Indis. Dalam periode
kemerdekaan, bangsa Indonesia menganggap arsitektur Indis sebagai monumen dan
simbol budaya priayi yang tidak bisa lagi dipertahankan dan dijadikan kebanggaan, maka
kehancurannya tidak perlu diratapi.

Arsitektur Indis mencapai puncaknya pada akhir abad ke- 19. Seiring dengan
perkembangan kota yang modern, lambat laun gaya Indis ditinggalkan dan berubah
menjadi bangunan-bangunan baru (nieuwe bouwen) yang bergaya art-deco sebagai gaya
internasional.

3.2. PERKEMBANGAN ARSITEKTUR INDIS

Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia dibagi menjadi 4 periode


(Hadinoto dalam Sukawi, 2009), yaitu:

1. Abad 16 – Tahun 1800an

Indonesia masih disebut sebagai Netherland


Indische di bawah kekuasaan VOC.Bangunan
perkotaan orang Belanda pada periode ini masih
bergaya Eropa dengan bentuknya cenderung
panjang dan sempit, atap curam, dan dinding depan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

bertingkat bergaya Belanda di ujung teras. Bangunan ini tidak memiliki orientasi
bentuk yang jelas, atau tidak beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat.

2. Tahun 1850 – Tahun 1900

Terbentuk gaya arsitektural The Dutch Colonial Villa. Gaya ini merupakan gaya
arsitektur Neo-Klasik yang melanda Eropa (terutama Perancis) yang diterjemahkan
secara bebas, menghasilkan gaya Hindia Belanda bercitra kolonial disesuaikan
dengan lingkungan lokal, iklim, dan material yang tersedia pada masa itu, yang
kemudian dikenal sebagai Indische Architectuur, atau rumah Landhuis, yang
merupakan tipe rumah tinggal di seluruh Hindia Belanda pada masa itu. Tipe rumah
ini memiliki karakter sebagai berikut:

Bentuk denah.

 Denah simetri penuh;

 Tembok tebal;

 Langit-langit tinggi;

 Terdapat central room yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan
belakang;

 Kamar tidur disebelah kanan-kiri central room; dan

 Dapur, kamar mandi, gudang dan fasilitas servis diletakkan di bagian belakang,
terpisah dari rumah induk.

 Di ujung depan beranda terdapat barisan kolom dengan order ionic,Doric dan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Corinthian.

 Terdapat kebun yang cukup luas di depan, samping


dan di belakang rumah

 Menggunakan atap perisai.

 Terdpat gevel

Gambar 1 Ciri khas pada rumah tinggal kolonial abad ke-19


(1850-1900) dapat dlihat pada gambar di Samping ini

Sumber: Redraw, Handinoto, 2007

3. Tahun 1900 – Tahun1915

Kaum liberal Belanda pada masa antara tahun 1900 mendesak politik etis
diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu permukiman orang Belanda di Indonesia
tumbuh dengan cepat. Indische Architectuur terdesak, digantikan dengan standar
arsitektur modern yang berorientasi ke Belanda.Elemen-elemen arsitektur yang
biasanya terdapat dinegeri belanda pun masih banyak kelihatan disini misalnya
unsure tower serta detail bangunan lainya.

Pada awal abad-20,merupakan awal gaya arsitektur modern.

Cirri-ciri arsitekturnya sbb:

 Bentuk denah masih simetri penuh


 Kebun di halaman depan diperkecil
 Detail-detail arsitekturnya disesuaikan
 Kolom-kolomnya diganti dengan degan pipa-pipa besi
 Bentuk atap disesuaikan dengan keadan iklim tropis lembap di Indonesia
 Seng gelombang dipakai sebagai penutup atap
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Sasalah satu benda berharga


yang ditinggalkan oleh
penjajah di Indonesia adalah
bangunan merupakan salah
satu denah arsitektur kolonial
belanda dengan kreasi
berlima.

 Bentuk dinding
Dinding pada arsitektur kolonial belanda tidak di fungsikan sebagai
elemen struktur melainkan hanya sebagai elemen partisi.

 Bentuk Atap
 Jenis atap pada arsitektur ini bermacam-macam, Pada umunya
bangunan arsitektur kolonial belanda di indonesia mempunyai ciri atap
yang bersusun dengan ventilasi atap(dormer)
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

 Tetapi jenis atap yang sering di jumpai saat ini adalah


- atap datar yang terbuat dari beton cor
- atap miring berbentuk perisai
- atap pelana

 Warna pada bangunan colonial Belanda


o Warna putith
Salah satu benda berharga yang
ditinggalkan oleh penjajah di Indonesia
adalah bangunan berarsitektur indah.

Banyak bangunan monumental yang dibangun pada


masa penjajahan kolonial Belanda. Karena arsitektur
mereka sudah jauh lebih maju dari Indonesia maka
mereka pun membangun banyak bangunan indah yang
memberi inspirasi bagi masyarakat, khususnya kaum
intelektual.
Namun, sayangnya tidak semua orang mau melestarikan peninggalan berharga itu.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak bangunan yang rusak dan terabaikan. Hanya
tinggal beberapa bangunan yang dapat “diselamatkan”. Salah satunya adalah museum
yang sangat terkenal di Jakarta, yaitu Museum Jakarta (dulu dikenal dengan nama
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Museum Fatahillah). Bangunan ini terletak di jantung kota Batavia, yang sekarang lebih
dikenal dengan daerah Kota.

1. Tahun 1914 – Tahun1940

Pada awal abad 20, arsitek-arsitek Belanda memunculkan pendekatan untuk


rancangan arsitektur di Hindia Belanda. Aliran baru ini semula masih memegang unsur-
unsur dasar bentuk klasik, memasukkan unsur-unsur yang terutama dirancang untuk
mengantisipasi matahari dan hujan lebat tropis. Selain unsur-unsur arsitektur tropis, juga
memasukkan unsur-unsur tradisional Indonesia sehingga menjadi konsep yang eklektis.

Meskipun gaya arsitektur yang ditunjukkan masih banyak dipengaruhi gaya


arsitektur Belanda, tapi pada umumnya bentuk arsitektur bangunan sudah beradaptasi
dengan iklim setempat. Hal ini dapat terlihat dari bentuk denah dengan menempatkan
galery keliling bangunan dengan maksud supaya sinar matahari langsung dan tampias
air hujan tidak langsung masuk jendela atau pintu. Adanya atap susun dengan ventilasi
atap yang baik serta overstek yang cukup panjang untuk pembayangan tembok.

Contoh bangunan kolonial Belanda adalah :

a. Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia disebelah utara alun-alun dibangun tahun
1915).
b. Palace Hotel (sekarang hotel Pelangi terletak di sebelah selatan alun-alun dibangun
tahun 1916).
c. Kantor Pos dan Telegram (sekarang sudah dibongkar terletak di Jalan Basuki
Rahmat dibangun antara tahun 1910-an).
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Menurut Handinoto dalam buku Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial


Belanda 1870-1940, bentuk arsitektur kolonial Belanda di Indonesia sesudah tahun
1900-an merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang di
Belanda yang disesuaikan dengan iklim tropis basah Indonesia. Hasil keseluruhan
dari arsitektur kolonial Belanda di Indonesia adalah suatu bentuk khas.

Kekhasan tersebut terletak pada :


a) Penggunaan Gewel (Gable) pada tampak depan bangunan
Gewel adalah bagian berbentuk segitiga dari bagian akhir dinding atap dengan
penutup atap yang melereng.
b) Penggunaan tower pada bangunan
Tower adalah bangunana berstruktur tinggi, dapat berdiri sendiri maupun menjadi
bagian dari bangunan dengan penerangan dan peralatan internal seperti tangga, dan
atap yang jelas. Di Indonesia biasanya membuat tower yang ujungnya diberi atap
menjadi mode pada arsitektur kolonial Belanda pada awal abad ke-20.
c) Penggunaan dormer pada atap bangunan
Dormer adalah jendela atau bukaan lain yang terletak pada atap yang melereng dan
memiliki atap tersendiri. Bingkai dormer biasanya diletakkan vertikal diatas
gording pada atap utama.

Menurut Yulianto Soemalyo (2002:52), meskipun pengaruh Eropa


mendominasi bangunan-bangunan tersebut khususnya bangunan arsitektur kolonial
Belanda, perlu diperhatikan bahwa aspek iklim tropis selalu dipertimbangkan dalam
desain bangunan Belanda. Hal itu dapat dilihat pada atap dengan sudut kemiringan
yang besar, ventilasi yang baik dan jarak antara lantai dan langit-langit yang tinggi.
Teras depan dan teras belakang yang umum ditemukan pada sebagian besar
bangunan kolonial Belanda memiliki beberapa fungsi: koridor, ruang antara dari
lingkungan luar dengan lingkungan dalam serta isolator panas. Teras ini juga
identik dengan Peringgitan dalam rumah joglo di Jawa.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

ALUN-ALUN KOTA
1. Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia,
dibangun pada tahun 1915).
Terdapat portico pada jalan masuk utama
bangunan
Bentuk bangunan utama simetris
Badan bangunan relatif tinggi
2. Palace Hotel (sekarang Hotel Pelangi, dibangun
antara tahun 1916).
Terdapat balustrade (semacam pagar) pada
atap bangunan
Atap utama memiliki sudut kemiringan tinggi
Bentuk bangunan simetris
Pada awalnya bangunan ini memiliki overstek datar yang mengelilingi sepanjang
fasade bangunan, namun setelah direnovasi memakai konsole miring sebagai
pengganti overstek tersebut
Dulu bangunan ini memiliki 2 buah tower yang berdiri disamping kanan dan kiri
bangunan utama namun sekarang setelah bangunan ini direnovasi, kedua tower
tersebut dihilangkan.
Terdapat koridor/galeri pada fasade depan
Bangunan utama memiliki gevel
Badan bangunan relatif tinggi.
3. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
Sudut kemiringan atap besar, sehingga atap
menjadi sangat tinggi
Terdapat tower pada salah satu sisi
bangunan
Terdapat overstek datar yang berfungsi
untuk menghalangi tempias air hujan pada
jendela-jendela
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Memiliki dormer/jendela pada atap di sisi samping bangunan


Bentuk jendela panjang dan lurus
Memiliki kolom yang menonjol keluar di setiap pertemuan dinding bangunan
Badan bangunan relatif tinggi

4. Gereja GPIB Immanuel


Terdapat tower pada fasade bangunan bagian tengah dengan atap berbentuk
kerucut
Terdapat gevel pada fasade bangunan
Bentuk bangunan simetris
Terdapat balustrade pada bagian badan menara
Kolom-kolom menonjol dan tegas
Atap pada bangunan utama (bukan menara) mempunyai sudut kemiringan yang
besar
Badan bangunan relatif tinggi
Memiliki dormer/jendela pada atap di sisi samping bangunan
Bentuk jendela dan pintu merupakan perulangan dari bentuk lengkung dengan
bingkai jendela lurus dan panjang

5. Gereja Hati Kudus Yesus


Memiliki gevel pada
fasade bangunan
Memiliki 2 buah
tower pada masing-
masing sisi bangunan
Kolom-kolomnya
menonjol dan tegas
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Memiliki dormer/jendela pada atap di sisi samping bangunan


Bentuk jendela dan pintu merupakan perulangan dari bentuk lengkung dengan
bingkai jendela lurus dan panjang
Badan bangunan relatif tinggi

ALUN-ALUN TUGU

1) Balaikota Malang
Atap ada dua jenis, pada bagian
tengah berupa atap limas yang
bertumpuk, sedangkan pada bagian
pinggir berupa atap perisai
Bentuk bangunan simetris
Memiliki kolom yang berbentuk
menonjol dan tegas
Terdapat portico pada jalan masuk
utama bangunan (sekarang direnovasi
dengan penambahan balkon
diatasnya)
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Jendela bentuk persegi yang panjang dan lurus


Badan bangunan relatif tinggi

2) Gedung Kodam V Brawijaya - Resimen induk


Terdapat portico pada jalan masuk utama bangunan
3) Aula Skodam V Brawijaya
Atap memiliki sudut yang tinggi.
Memiliki gevel yang lebar pada fasade bangunan.
Terdapat portico pada jalan masuk utama bangunan.
Terdapat koridor di sekeliling depan dan samping bangunan.
Badan bangunan yang relatif tinggi.

Dari beberapa bangunan di kota Malang khususnya di sekitar alun-alun yang masih
mengunakan gaya arsitektur kolonial Belanda dapat diambil beberapa kesamaan ciri pada
bangunan, antara lain:
Penggunaan portico pada bagian utama bangunan.
Penggunaan portico dimaksudkan sebagai penghubung antara ruang dalam
dengan ruang luar selain sebagai penghalang sinar matahari langsung dan tempias
air hujan.
Gevel datar.
Gevel datar digunakan sebagai ornamen-ornamen bangunan yang merupakan ciri
khas bangunan kolonial. Secara konstruksi gewel berfungsi untuk penganti rangka
atap.
Penggunaan tower.
Tower difungsikan sebagai ornamen dekoratif bangunan.
Sudut kemiringan atap yang besar.
Besarnya sudut kemiringan atap yang besar dipengaruhi oleh iklim dingin yang
ada di daerah Belanda yang dimaksudkan agar salju tidak berada lama diatas atap
bangunan. Tetapi sudut kemiringan yang besar di kota Malang lebih dimanfaatkan
sebagai buffer yang menjaga suhu dalam bangunan.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Kolom yang menonjol pada pertemuan dinding bangunan.


Penggunaan kolom yang menonjol digunakan untuk menimbulkan efek bayangan
pada bangunan selain sebagai elemen dekoratif bangunan kolonial.
Bentuk fasade yang simetris, menyesuaikan dengan gaya bangunan yang ada pada
masa itu yang pada umumnya berbentuk simetris. gaya bangunan asimetris baru
berkembang setelah perang dunia ke-2.

Sebagai kota yang berkembang dari cikal bakal kota kolonial Balanda, Malang
sarat akan bentukan fisik (tata lingkungan, bangunan), yang mempunyai nilai
historis dan arsitektur yang dapat menjadi bukti dari tata kota dan arsitektur
tertentu (masa kolonial). Oleh sebab itu, hendaknya peninggalan arsitektur
kolonial di kota Malang tetap dilestarikan karena selain memiliki nilai historis
yang tinggi juga dapat diangkat sebagai karakter spesifik kawasan kota Malang.

Ciri fasade bangunan kolonial yang dibangun pada tahun 1914-1940 di


sekitar alun-alun Malang

Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di propinsi Jawa Timur yang
telah lama berdiri sejak zaman kolonial Belanda. Pada zamannya, perencanaan
kota Malang sering disebut sebagai salah satu hasil perencanaan kota kolonial
yang terbaik di Hindia Belanda. Kota Malang yang kita huni didesain dengan
konsep arsitektur kolonial, yang karena nilai estetis dan historisnya yang tinggi
patut untuk dipertahankan.

Salah satu sebab mengapa warisan arsitektural dari masa itu yang berupa
bangunan kolonial masih dapat dinikmati oleh masyarakat modern adalah karena
kekhasan bentuk bangunannya. Para arsitek Belanda yang merancang bangunan-
bangunan kolonial di Indonesia pada era 1910-an hingga 1940-an telah berhasil
memadukan arsitektur Eropa, khususnya Belanda, dengan teknologi bangunan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

daerah tropis. Bangunan-bangunan tersebut tetap memiliki gaya Eropa, namun


tetap sesuai untuk dihuni di daerah tropis.

Keunikan bangunan inilah yang membedakan bangunan kolonial Belanda


dengan bangunan lainnya. Pada bangunan kolonial, terdapat berbagai ciri-ciri
khusus yang menghubungkan satu bangunan dengan bangunan lainnya, terutama
pada fasade bangunan yang terlihat pertama kali oleh pengunjung.

Kota Malang telah dikuasai Belanda sejak tahun 1767, namun baru
berkembang pesat pada awal abad ke-20. Perkembangan yang pesat dalam
perencanaan perluasan kota Malang sangat dipengaruhi dari berdirinya Gemeente
Malang pada 1 April 1914 dibawah pimpinan walikota pertama, H.I Bussemaker.
Perencana utama perkembangan kota Malang pada masa itu adalah Ir. Herman
Thomas Karsten, dengan memperhatikan aspek kenyamanan view yang
berorientasi pada pemandangan gunung-gunung sekitar kota Malang.

Rencana kota Malang 1920, yang dibuat oleh Ir Thomas Kartsen,


merupakan fenomena baru bagi perencanaan kota-kota di Indonesia, kaidah-
kaidah perencanaan modern telah memberikan warna baru bagi bentuk tata ruang
kota, seperti penggunaan pola boullevard, bentuk-bentuk simetri yang menonjol
dan sangat disukai pada periode renaisance.

Pengembangan kawasan pusat kota dengan banguan bergaya Art deco,


munculnya bangunan sudut seperti di perempatan PLN, dan bangunan kembar di
perempatan Kayutangan serta hadirnya bangunan-bangunan bermenara menandai
era baru arsitektur perkotaan di Malang. Gaya arsitektur Indische Empire yang
muncul sampai akhir abad ke-19 sempat muncul di Malang. Gaya tersebut terlihat
pada gedung asisten residen di dekat alun-alun kota Malang tapi sayang sekali
sekarang sudah dirobohkan, bangunan kolonial yang bergaya arsitektur Indische
Empire di Kota Malang saat ini bisa dikatakan sudah tidak tersisa lagi.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Bentuk dan tata ruang pusat kota yang terbentuk pada masa pemerintahan
Belanda, yang lebih ditujukan bagi kepentingan politis pemerintahan belanda
(mengutamakan masyarakat Belanda), ternyata telah menghasilkan bentukan
morfologi kota yang cenderung meniru bentuk-bentuk arsitektur gaya Eropa
seperti Art Deco, Renaisance, Baroqe dan sebagainya. Dalam konteks historis
sebenarnya keberadaan bangunan peninggalan Belanda merupakan potensi (asset)
yang dapat dikembangkan bagi perkembangan arsitektur kota Malang. Melalui
aturan-aturan produk kolonial, ternyata telah memberikan warna pada bentukan
fisik lingkungan baik gaya arsitektur maupun pola-pola tata ruang yang terbentuk.

Bentuk morfologi kawasan tercermin pada pola tata ruang, bentuk arsitektur
bangunan, serta elemen-elemen fisik kota lainnya pada keseluruhan konteks
perkembangan kota. Perkembangan selanjutnya, kekuatan domain ekonomi,
sebagai akibat cepatnya pertumbuhan ekonomi telah membawa implikasi
perubahan pada karakter dan bentuk morfologi kawasan pusat kota Malang. Disisi
lain, pengendalian perkembangan kawasan pusat kota tidak memperhatikan
konteks kesejarahan pembentukan kota, sehingga seperti halnya kota besar
lainnya, kota Malang-pun mempunyai kecenderungan kehilangan karakter
spesifiknya dan muncul karakter "ketunggalrupaan" arsitektur kota (Eko
Budiardjo, 1982), sehingga kesinambungan kesejarahan kawasan seolah terputus
sebagai akibat pengendalian perkembangan yang kurang memperhatikan aspek
morfologis kawasan.

Menurut Handinoto (1996:68), bangunan kolonial yang terdapat di kota


Malang saat ini merupakan hasil arsitektur kolonial yang dibangun pada masa
sesudah tahun 1920. Gaya arsitektur kolonial modern setelah tahun 1920 di
Hindia Belanda pada waktu itu sering disebut sebagai gaya “Nieuwe Bouwen”
yang disesuaikan dengan iklim dan teknik bangunan di Hindia Belanda pada
waktu itu. Sebagian besar menonjol dengan ciri-ciri seperti: atap datar, gewel
horizontal, volume bangunan yang berbentuk kubus, serta warna cat putih.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Material Dan Bahan Bangunan Pada Banguna Arsitektur Kolonial Belanda Di


Indonesia.

Bahan bangunan pada arsitektur colonial belanda

Bahan material yang digunakan pada bangunan colonial belanda pada masa
itu hingga saat ini masih terasa keberadaannya yaitu dengan pemanfaatan
bahan-bahan alam baik itu didatangkan dari belanda maupun yang ada di
Indonesia saat itu antara lain,

 Batu
 Semen
 Beton
 Kayu
 Keramik natural
 Batu kali
Pada masa penjajahan biasa nya batu bata di kerjakan oleh bangsa yang di
jajah,tetapi sebelum bangasa belanda menjajah indonesia mereka
mendatangkan batu bata langsung dari Negara mereka

Lumpur yang dilapisi dengan plester lumpur yang halus rapih. Dinding
bangunan yang dihiasi dengan bundel kelapa sawit (Borassus aethiopum)
atau di sebut Toron dengan ukuran sekitar 60 cm (2 kaki)

Kemudian di keringkan atau di keraskan dengan cara di bakar atau bisa juga
di jemur sampai mengeras baru di gunakan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

 Batu kali biasanya di pakai pada fondasi bangunan,tetapi pada arsitektur


colonial,batu kali dapat juga di pakai pada dinding bangunan,yang kemudian
di ekspous sehingga menjadi elemen dekoratif pada bangunan kolonial

Batu Bata batu kali


Keramiknatural

Struktur Dan Konstruksi arsitektur kolonial belanda

struktur organisasi ruang

Susunan ruangnya sebagai berikut :

 Denah simetris penuh


 Tembok tebal satu bata
 Langit-langit pada bangunan tinggi
 Terdapat sentral room yang menghubungkan beranda depan dan
beranda belakan
 Kamar tidur berada di kiri dan kanan sentral room
 Runag servis berada dibelakang bangunan terpisah dgn bangunan
utama.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Struktur atap pada arsitektur colonial belanda

 Dibawah ini adalah bentuk rangka atap yang berkembang dari zaman
penjajahan colonial belanda sampai sekarang.
 Rangka atap dgn struktur rangka kuda-kuda.

Rangka atap Rangka kuda – kuda


PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

RAGAM HIAS PADA BANGUNAN KOLONIAL BELANDA


 Ragam hias pada bangunan colonial belanda terdapat Hiasan / ornament Ikal
lurus dari tumbuhan yang bertanduk kambing biasanya dipake pada lubang
angin diatas pintu dan jendela dan Batu alam yg di ekspos pada dinding
bangunan merupakan ragam hias colonial belanda yang memberikan
kesang kokoh laksana benteng pada dinding bangunan colonial belanda

Gbr 1.bentuk Bunga labu gbr 2. Ikal lurus

Gbr3. Mateerial batu yang di ekspos gbr 4. Kaca pantri/bermotif


PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Sedangkan hiasan kemuncak dapat berupa pada arsitektur belanda banyak bermacam
macam antara lain :

a) Penunjuk arah tiupan angin (windwijzer)

Contoh windwijzer

Sumber: Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa


(Abad XVIII – Medio Abad XX)

b) Hiasan puncak atap ( Nok Acreterie ) dan cerobong asap semu

c) Hiasan kemuncak tampak depan (geveltoppen)


PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

1. Tadhah angin

Di Belanda, ragam hias pada tadhah angin memiliki makna simbolik, namun pada
bangunan Indis di Indonesia, ragam hias itu sudah kehilangan maknanya dan
hanya berfungsi sebagai hiasan.

2. Ragam hias pasif dari material logam

Ragam hias yang melengkapi bagian rumah dari


bahan besi, misal untuk pagar serambi (stoep),
penyangga atap emper bagian depan dan belakang
rumah (kerbil), penunjuk arah mata angin, lampu
halaman, lampu dinding, dan kursi kebun.

3. Tubuh Bangunan

Ragam hias yang terdapat pada tubuh bangunan seperti kolom bangunan dan
lubang angin. Ragam hias pada lubang angin dapat berupa ukiran. Sedangkan pada
kolom bangunan menggunakan gaya Doria, Ionia, dan Korinthia yang susunannya
terdiri atas kepala, tubuh, dan kaki tiang.

Contoh ragam hias kolom

Sumber: Kebudayaan Indis dan


Gaya Hidup Masyarakat
Pendukungnya di Jawa (Abad
XVIII – Medio Abad XX)
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Konsep Desain Arsitekturkolonial Belanda Di Indonesia

Konsep adalah antitesis dari wawasan-wawasan yang sama sekali belum


dianggap tepat. Suatu konsep harus mengandung kelayakan; yang mungkin
menunjang maksud-maksud daru cita-cita pokok suatu desain, dengan
memperhatikan karakteristik-karakterisitik dan keterbatasab-keterbatasan yang
khas dari tiap bangunan

Berhubungan dengan social budaya

Bangunan colonial belanda juga merupakan bangunan yang tercipta dari


kebudayaan bangsa belanda baik secara murni,maupun yang sudah dipadukan
denga kebudayaan tradisional dan kondisi lingkungan sekitar.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

 Berhubungan dengan iklim


 Secara global wilayah Indonesia termasuk wilayah yang memiliki
iklim tropis.
 Seiring perubahan suhu yang terjadi di indonesia mengakibatkan
arsitektur kolonial di katakana sebagai arsitektur tropis

 Berhubunga dengan religious


 Bangsa belanda datang di indonesia dengan berbagai tujuan,selain
untuk berdagang ,bangsa belanda juga menyebarkan agama di
Indonesia,sehingga mereka membangun rumah-rumah ibadah

BAGAN KONSEP DESAIN BANGUNAN ARSITEKTUR KOLONIAL


BELANDA

Bagan konsep desain di samping ini


menjelaskan bahwa
Mitos (keyakinan ),visual (pandangan )
dan,verbal,kemudian di gabungkan
menjadi satu kamudian di olah dalam
pikiran manusia dengan beberapa
pertimbangan ;pengalaman
visual,intuisi visual (berhayal),ekspresi
visual (mewujudkan hayalan dalam
betuk pra desain kemudian di
kembangkan menjadi sebuah desain
arsitektur dengan bantuan teknologi
dan kondisi social budaya pada tempat
yang di maksudkan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Teknik Dan Konstruksi


 Untuk struktur bangunan colonial belanda sudah mengunakan struktur
beton bertulang.
Bentuk struktur ini dapat di temukan pada bangunan yang beratap
dak beton (atap datar)
 Mereka juga sudah memakai stuktur rangka dari kayu
Bentuk struktur ini dapat kita temukan pada rangka atap yang
memakai kuda-kuda,atau juga dapat di
temukan pada bangunan regel atau yang
sering di kenal dengan sebutan ; rumah
tahan gempa

 penempatan kolom pada bangunan

Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke


pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia
yang memastikan sebuah bangunan
berdiri. Kolom termasuk struktur
utama untuk meneruskan berat
bangunan dan beban lain seperti
beban hidup (manusia dan barang-
barang), serta beban hembusan angin.
Kolom berfungsi sangat penting, agar
bangunan tidak mudah roboh.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DI INDONESIA

Beberapa langgam arsitektur colonial belanda yang mempengaruhi


perkembangan arsitektur colonial belanda di Indonesia

 Langgam new klasik, berkembang pada tahun 1800an


 .perkembangan arsitektur colonial belanda di Indonesia
dari tahun 1900-1920.
 pada masa ini sudah mulai Nampak cirri
khas tersendiri dari arsitektur colonial
belanda di Indonesia yaitu arsitektur
colonial yang sudah bisa menyesuaikan
bentuk bangunannya dengan iklim yang ada
di Indonesia
tahun 1920-1940
 munculnya arsitektur hindia belanda,
namun masih memegan unsure-unsure
klasik sebagai unsure dasar, kemudian
ditambah dengan unsure arsitektur tropis,
setelah itu ditambah lagi dengan arsitektur
tradisional ( asli ) sehingga menjadi konsep
arsitektur campuran ( konteng porer )
 Langgam new gotik berkembang sesudah tahun 1900an.
 Bentuk vernakuler belanda dan penyesuaian terhadap
iklim tropis berkembang sesudah tahun 1900an
 Langgam art deko berkembang sesudah tahun1900an
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Perkembangan arsitektur colonial belanda di Indonesia


berdasarkan bentuk dan langgam-langgam arsitektur lain
yang di anutnya

 Rumah tinggal
Konsep bangunan gaya Belanda merupakan jenis
arsitektur ‘modern’ pada jamannya yang mengetengahkan
bentuk khas Eropa terutama Belanda yang terpengaruh
misalnya oleh arsitektur Art Deco. Jenis arsitekturnya
banyak menggunakan lis profil sebagai permainan
dekorasi pada dinding. Bentuk jendela besar-besar dan
seragam serta bangunan yang terasa ‘dingin’ karena

plafon dan atapnya yang tinggi.

 Rumah ibadah

GEREJA BLENDUK
Berusia lebih dari 200 tahun dan dijadikan "tetenger"
(Landmark) kota Semarang. Terletak di Jalan Let Jend.
Suprapto no.32. Dinamai gereja Blenduk karena
dibagian atas 2 menara dan sebuah kubah besar. Kubah
dalam bahasa Jawa berarti Blenduk. Bangunan ini
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk gereja NEDERLANDSCHE


INDISCHE KERK.
bentuk atap kuba pada bangunan gereja di
samping merupakan langgam arsitektur
romawi kuno sedangkan dua menara yang
berada pada depan bangunan tersebut
merupakan langgam srsitektur gotik
bentuk kolom dengan mahkota segi tiga pada
serambi depan bangunan merupakan
langgam arsitektur yunani kuno Langgam
yang di gunakan masih murni langgam
arsitektur klasik

 Perkantoran

PT.MASSCOMGRAPHY
Terletak di Jl. Merak 11 - 15. Gedung ini
semula dimiliki oleh HET
NOORDEN yaitu surat kabar berbahasa
Belanda. Gedung ini mempunyai nilai
yang tinggi merupakan cikal bakal dunia
pers di Semarang.
Setelah kemerdekaan, gedung ini di
nasionalisasikan oleh Indonesia dan
dipakai oleh Harian Umum SUARA MERDEKA, selama lebih dari 30 tahun.
Saat ini bangunan ini dialih gunakan untuk PT. MASSCOM GRAPHY yang
merupakan perusahaan percetakan surat kabar di Suara Merdeka Group.
Langgam arsitektur yang di anut adalah.langgam arsitektur tradisional jawa,karena
memiliki serambi depan yang luas dengan bukaan pada setiap ruang .
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Bentuk melengkung pada bukaan jendela dan pintu merupakan langgam arsitektur
romawi kuno.
Dua menara yang berada pada depan bangunan juga merupakan penrapan dari
langgam arsitektur gotik tetapi di buat lebih pendek,,sehingga menjadi sebuah
perbedaan antara arsitektur colonial dan arsitektur gotik,maupun dengan arsitektur
yang lainya.

 museum

Museum Nasional Republik Indonesia berada di


kawasan Monumen Nasional (Monas) adalah
salah gedung peninggalan kolonial Belanda.
Pembangunan gedung ini dikerjakan pada tahun
1862 oleh Pemerintahan Hindia Belanda di bawah
Gubernur-Jendral Reinier de Klerk sebagai
kelanjutan terbentuknya perhimpunan Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen
yang bertujuan menelaah riset-riset ilmiah di Hindia Belanda.

Apabila dilihat dari tampak depan bangunan maka orang akan


mengira bahwa bangunan tersebut berada di yunani, karena bentuk
tampilan bangunan ini mirip dengan bangunan yang ada di yunani
Kolom yang berada pada depan bangunan merupakan adalan
kolom arcantus
Bentuk mahkota segi tiga yang berada diatas kolom yang berada di
depan bangunan (Sedimen etablature)semakin memberi kesan
pada bangunan yunani kuno,
Langgam yang di gunakan masih murni langgam arsitektur klasik
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Perkembangan Arsitektur Colonial Di Indonesia Sampai


Dengan Saat Ini
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Kelebihan Dan Kekurangan Dari Arsitektur Colonial Belanda Di


Indonesia

Kelebihan :
rumah bercirikhas colonial sangat ountentik dan tidak bisa di
samakan dengan rumah-rumah model sekarang,karena memliki
nilai sejarah.
Gaya arsitektunya merupakan symbol kemewahan pada zaman
dahulu Yang bisa diasosiasikan juga dengan symbol kemewahan
pada zaman sekarang

Kekurangan :
bangunan bergaya colonial tidak selalu bisa diterima oleh semua
kalangan

Dari penjelasan diatas, dapat dirumuskan bahwa perkembangan arsitektur Indis di Indonesia
berawal dari penguasaan Indonesia oleh VOC. Pada awalnya gaya arsitektur masih
menggunakan gaya tradisional Belanda, namun seiring perjalanan waktu, gaya ini terus
berkembang, mulai dari penyesuaian terhadap iklim tropis, hingga penyesuaian terhadap unsur-
unsur arsitektur tradisional Indonesia.

Arsitek-arsitek Belanda melakukan berbagai pendekatan untuk rancangan arsitektur di Hindia


Belanda. Selain unsur-unsur tropis, juga memasukkan unsur-unsur tradisional Indonesia
(Hadinoto dalam Sukawi, 2009). Dan dalam mempelajari arsitektur tradisional Indonesia,
mereka menekankan agar desain tersebut dapat bersahabat dengan iklim dan kondisi lainnya.
(Sidharta, 1998)
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Disebutkan beberapa inovasi dalam desain menanggapi iklim tropis adalah (Sidharta, 1998) :

1. Membuat beranda terbuka di depan, belakang, atau sekeliling bangunan.

overhang yang lebar untuk melindungi permukaan dinding dan jendela dari sinar
matahari langsung dan hujan.

2. ketinggian plafon 4m dan ventilasi alamiah diatas pintu dan jendela.

3. taman tropis dengan pepohonan yang cukup

Sedangkan penggunaan dari unsur seni tradisional, diterapkan pada ragam hiasnya. Arsitek
Belanda menghargai detail-detail yang penuh ekspresi dan mengagumkan pada seni tradisional
Indonesia sehingga dijadikan ilham sebagai bahan ide untuk membangun arsitektur modern di
Hindia Belanda (Soekiman, 2000).
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

BAB IV
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL PORTUGIS
DI TIMOR LESTE

4.1 GAMBARAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR KOLONIAL PORTUGIS

Sebuah bangunan kolonial portugis dibentuk dari bentukan-bentukan dasar geometri, dan
pada umumnya menampilkan sebuah tingkatan hierarki dan biasanya penyusunan
komposisi yang jelas dan terpusat menurut sistem geometri.

Nix (1953) dalam Pamungkas (2002), bentuk ditentukan oleh adanya hubungan campur
tangan dan kegiatan manusia, dan mengenai penentuan secara langsung maupun tidak
langsung, tergantung kepada apa-apa saja yang di dalam pemberian bentuk ditentukan
secara primer dan kemudian apa yang timbul karena kegiatan primer tersebut. Penentuan
bentuk dapat meningkat lebih jauh, yaitu berasal dari massa, lewat ukuran menuju ke
suatu hal yang ditentukan. Objek menjadi lebih mudah untuk dikenali dan
diidentifikasikan, dapat diuraikan dan memiliki sesuatu yang dapat diukur, diamati, dan
dihitung, baik yang bersifat mendatar, maupun yang bersifat berdiri.

4.1.1.Bentuk bangunan dalam Arsitektur kolonial

Bentuk arsitektur kolonial sesudah tahun 1900-an merupakan bentuk yang spesifik.
Bentuk tersebut merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang
pada jaman yang bersamaan dengan iklim tropis basah. Ada juga beberapa bangunan
arsitektur kolonial yang mengambil elemen-elemen tradisional setempat, yang
kemudian diterapkan ke dalam bentuk arsitekturnya.

Hasil keseluruhan dari arsitektur kolonial tersebut adalah suatu bentuk yang khas yang
berlainan dengan arsitektur modern yang sendirijangka perubahan di dalam alam
lingkungan secara fisik yang memberi setting kepada manusia dengan perubahan yang
dipengaruhi oleh aspek-aspek psikologi, sosial dan lain-lain.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

4.1.2.Wajah/Fasade Bangunan kolonial

Selubung bangunan kolonial portugis merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan ciri dari suatu bentukan kolonial. Ciri bangunan kolonial yang dapat
terlihat dari wajah bangunan kolonial atau selubung bangunan adalah bentuk atap,
ornamen atau ragam hias, dan juga elemen-elemen penyusun wajah bangunan lainnya
seperti bukaan dan dinding bangunan (Suryokusumo 2006). Selubung bangunan
tersebut tentunya mengalami adaptasi dengan iklim, karena faktor tersebut berhubungan
langsung dengan penghawaan dan pencahayaan pada bangunan yang menentukan
kenyamanan penghuni bangunan.

Dalam pandangan Krier (2001), wajah bangunan menyampaikan keadaan budaya saat
bangunan tersebut dibangun, wajah bangunan mengungkap kriteria tatanan dan
penataan, dan berjasa dalam memberikan kemungkinan dan kreativitas dalam
ornamentasi dan dekorasi. Krier (2001) mempertegas pendapatnya, bahwa muka
bangunan merupakan wajah bangunan yang memamerkan keberadaan sebuah bangunan
kepada publik. Muka bangunankolonial dibentuk oleh dimensi, komposisi, serta ragam
hias. Komposisi muka bangunan kolonial mempertimbangkan persyaratan fungsional
pada dasarnya berkaitan dengan kesatuan proporsi yang baik, harmonis, dan selaras,
penyusunan elemen horizontal dan vertikal yang terstruktur, bahan, warna, dan elemen
dekoratif lainnya. Hal lainnya tidak kalah penting untuk mendapatkan perhatian lebih
adalah proporsi bukaan, ketinggian bangunan, prinsip perulangan, keseimbangan
komposisi yang baik, serta tema yang tercakup ke dalam variasi.

Selanjutnya menurut Krier (2001), wajah bangunan juga menceritakan dan


mencerminkan kepribadian penghuni bangunannya, memberikan semacam identits
kolektif sebagai suatu komunitas bagi mereka, dan pada puncaknya merupakan
representasi komunitas tersebut dalam publik. Aspek penting dalam wajah
bangunan kolonial adalah pembuatan semacam pembedaan antara elemen horizontal
dan vertikal, dimana proporsi elemen tersebut harus sesuai terhadap keseluruhannya.
Setelah prinsip penyusunan wajah bangunan kolonial ini, kondisi konstruksi dapat
dibuat terlihat, misalnya artikulasi vertikal pada tiang sebagai penyangga. Penggunaan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

elemen-elemen naratif seperti balok jendela untuk mempertegas independensi jendela,


teritisan yang menghasilkan bayangan, bahan-bahan yang menonjolkan massa juga
dapat digunakan (Krier,2001). Pendapat Lippsmeier (1980:74-90) mempertegas lagi
mengenai elemen wajah bangunan dari sebuah bangunan yang sekaligus merupakan
komponen-komponen yang mempengaruhi wajah bangunan adalah: 1. Atap; 2. Dinding;
dan 3. Lantai.

Elemen-elemen pendukung wajah bangunan menurut Krier (2001), antara lain adalah
sebagai berikut:

 Pintu, pintu memainkan peranan penting dan sangat menentukan dalam


menghasilkan arah dan makna yang tepat pada suatu ruang. Ukuran umum
pintu yang biasa digunakan adalah perbandingan proporsi 1:2 atau 1:3. ukuran
pintu selalu memiliki makna yang berbeda, misalnya pintu berukuran pendek,
digunakan sebagai entrance ke dalam ruangan yang lebih privat. Skala manusia
tidak selalu menjadi patokan untuk menentukan ukuran sebuah pintu.
Contohnya pada sebuah bangunan monumental, biasanya ukuran dari pintu dan
bukaan lainnya disesuaikan dengan proporsi kawasan sekitarnya. Posisi pintu
ditentukan oleh fungsi ruangan atau bangunan, bahkan pada batasan-batasan
fungsional yang rumit, yang memiliki keharmonisan geometris dengan ruang
tersebut. Proporsi tinggi pintu dan ambang datar pintu terhadap bidang-bidang
sisa pada sisi-sisi lubang pintu adalah hal yang penting untuk diperhatikan.
Sebagai suatu aturan, pengaplikasian sistem proporsi yang menentukan denah
lantai dasar dan tinggi sebuah bangunan, juga terhadap elemen-elemen pintu
dan jendela. Alternatif lainnya adalah dengan membuat relung-relung pada
dinding atau konsentrasi suatu kelompok bukaan seperti pintu dan jendela;

 Jendela, jendela dapat membuat orang yang berada di luar bangunan dapat
membayangkan keindahan ruangan-ruangan dibaliknya, begitu pula
sebaliknya. Albert (tt) dalam Krier (2001), mengungkapkannya sebagai
berikut: “...dari sisi manapun kita memasukkan cahaya, kita wajib membuat
bukaan untuknya, yang selalu memberikan kita pandangan ke langit yang
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

bebas, dan puncak bukaan tersebut tidak boleh terlalu rendah, karena kita
harus melihat cahaya dengan mata kita, dan bukanlah dengan tumit kita:
selain ketidaknyamanannya, yaitu jika seseorang berada di antara sesuatu dan
jendela, cahaya akan terperangkap, dan seluruh bagian dari sisa ruangan
akan gelap...” Pada beberapa masa, valuasi dan makna dari tingkat-tingkat
tertentu diaplikasikan pada rancangan jendelanya. Susunan pada bangunan-
bangunan ini mewakili kondisi-kondisi sosial, karena masing-masing tingkat
dihuni oleh anggota dari kelas sosial yang berbeda.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan jendela pada wajah


bangunan, antara lain adalah sebagai berikut: - Proporsi geometris wajah
bangunan; - Penataan komposisi, yaitu dengan pembuatan zona wajah
bangunan yang terencana; - Memperhatikan keharmonisan proporsi geometri; -
Jendela memberikan distribusi pada wajah bangunan, oleh karena itu, salah
satu efek atau elemen tertentu tidak dapat dihilangkan atau bahkan
dihilangkan; dan- Jendela dapat bergabung dalam kelompok-kelompok kecil
atau membagi wajah bangunan dengan elemen-elemen yang hampir terpisah
dan membentuk simbol atau makna tertentu.

 Dinding, keberadaan jendela memang menjadi salah satu unsur penting dalam
pembentukan wajah bangunan bangunan, akan tetapi dinding juga memiliki
peranan yang tidak kalah pentingnya dengan jendela, dalam pembentukan
wajah bangunan. Penataan dinding juga dapat diperlakukan sebagai bagian dari
seni pahat sebuah bangunan, bagian khusus dari bangunan dapat ditonjolkan
dengan pengolahan dinding yang unik, yang bisa didapatkan dari pemilihan
bahan, ataupun cara finishing dari dinding itu sendiri, seperti warna cat, tekstur,
dan juga tekniknya. Permainan kedalaman dinding juga dapat digunakan
sebagai alat untuk menonjolkan wajah bangunan.

 Atap, jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering dijumpai saat ini
adalah atap datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk perisai
ataupun pelana. Secara umum, atap adalah ruang yang tidak jelas, yang paling
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

sering dikorbankan untuk tujuan eksploitasi volume bangunan. Atap


merupakan mahkota bagi bangunan yang disangga oleh kaki dan tubuh
bangunan, bukti dan fungsinya sebagai perwujudan kebanggaan dan martabat
dari bangunan itu sendiri.

Secara visual, atap merupakan sebuah akhiran dari wajah bangunan, yang
seringkali disisipi dengan loteng, sehingga atap bergerak mundur dari
pandangan mata manusia. Perlunya bagian ini diperlakukan dari segi fungsi dan
bentuk, berasal dari kenyataan bangunan memiliki bagian bawah (alas) yang
menyuarakan hubungan dengan bumi, dan bagian atas yang memberitahu batas
bangunan berakhir dalam konteks vertikal.

 Sun Shading/Luifel, wajah bangunan kolonial portugis memerlukan perlindungan


dari cuaca dan iklim, oleh karena itu perlu adanya penggunaan ornamen atau
bentukan-bentukan yang dapat melindungi wajah bangunan dari kedua faktor
tersebut. Ornamen tersebut dapat berupa sun shading yang biasanya diletakkan di
bagian atas wajah dan bukaan-bukaan yang ada pada wajah bangunan. Sun
shading juga dapat menimbulkan efek berupa bayangan pada wajah bangunan
yang dapat menjadikan wajah bangunan terlihat lebih indah.

Elemen lainnya yang dapat digunakan sebagai pendukung wajah bangunan


kolonial portugis adalah:

 Gable/gevel, berada pada bagian tampak bangunan, kolonial portugis berbentuk


segitiga yang mengikuti bentukan atap. Bisa juga diartikan sebagai bagian wajah
bangunan yang berbentuk segitiga yang terletak pada dinding samping di bawah
condongan atap.

 Tower/Menara, variasi bentuknya beragam, mulai dari bulat, kotak atau segi
empat ramping, segi enam, atau bentuk-bentuk geometris lainnya, dan ada juga
yang dipadukan dengan gevel depan.

 Dormer/Cerobong asap semu, berfungsi untuk penghawaan dan pencahayaan.


Di tempat asalnya, portugis,dormer biasanya menjulang tinggi dan digunakan
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

sebagai ruang atau cerobong asap untuk perapian. Biasanya diwujudkan dalam
bentuk hiasan batu yang diberi ornamen berbentuk bunga atau sulur-suluran.

 Tympannon/Tadah angin, merupakan lambang masa prakristen yang


diwujudkan dalam bentuk pohon hayat, kepala kuda, atau roda matahari.
Lambang masa kristen diwujudkan pada penggunaan bentukan-bentukan salib dan
hati.

 Ballustrade, ballustrade adalah pagar yang biasanya terbuat dari beton cor yang
digunakan sebagai pagar pembatas balkon, atau dek bangunan

 Bouvenlicht/Lubang ventilasi, bouvenlicht adalah bukaan pada bagian wajah


bangunan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan kenyamanan
termal. Bouvenlicht tidak tergantung dari keadaan cuaca, berkaitan fungsinya
dengan kesehatan, akan tetapi apabila dikaitkan dengan kenyamanan termal,
maka bouvenlichtsangat bergantung pada kondisi cuaca. Bouvenlicht berfungsi
untuk mengalirkan udara dari luar ke dalam bangunan, dan sebaliknya, oleh
karena itu, ukuran dari bouvenlicht harus disesuaikan dengan kondisi cuaca.
Dalam penggunaannya, dapat diusahakan agar bouvenlicht terhindar dari sinar
matahari secara langsung.

 Windwijzer (Penunjuk angin), merupakan ornamen yang diletakkan di atas nok


atap. Ornamen ini berfungsi sebagai penunjuk arah angin.

 Nok Acroterie (Hiasan puncak atap), terletak di bagian puncak atap. Ornamen
ini dulunya dipakai pada rumah-rumah petani di portugis, dan terbuat dari daun
alang-alang. Di Timor Leste, ornamen ini dibuat dari bahan beton atau semen

 Geveltoppen (Hiasan kemuncak atap depan); - Voorschot, berbentuk segitiga


dan terletak di bagian depan rumah. Biasanya dihias dengan papan kayu yang
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

dipasang vertikal, dan memiliki makna simbolik; -Oelebord/oelenbret, berupa


papan kayu berukir, digambarkan sebagai dua angsa yang bertolak belakang yang
bermakna pembawa sinar terang atau pemilik wilayah. Selain angsa, pada
bangunan indis seringkali simbol angsa digantikan bentuk pohon kalpa; dan -
Makelaar, papan kayu berukir yang ditempel secara vertikal, dan diwujudkan
seperti pohon palem atau manusia.

 Ragam hias pada tubuh bangunan, biasanya berupa:- Hiasan/ornamen ikal


sulur tumbuhan yang berujung tanduk kambing; - Hiasan pada lubang angin
diatas pintu dan jendela; dan – Kolom, ada tiga jenis kolom yang terkenal pada
bangunan kolonial, yaitu kolom doric, ionic, dan cornithian. Kolom-kolom ini
banyak ditemukan pada bangunan kolonial klasik dengan gaya Yunani atau
Romawi. Kolom biasanya diekspose sedemikian rupa, terutama pada bagian
serambi bangunan kolonial.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diringkas bahwa bangunan kolonial dapat


dinyatakan terdiri dari elemen-elemen bentuk yang tercipta dari wujud di antara
ruang di dalam sebuah bangunan, baik ruang dalam maupun ruang luar yang
dirancang secara sengaja.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

4.2.KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL PORTUGIS

Ada pun Beberapa karakteristik tipologi arsitektur colonial portugis yang mempunyai
persamaan dengan arsitektur colonial belada yang pada umunya :

 Atap

Atap, jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering


dijumpai saat ini adalah atap datar yang terbuat dari beton cor
dan atap miring berbentuk perisai ataupun pelana. Secara
umum, atap adalah ruang yang tidak jelas, yang paling sering
dikorbankan untuk tujuan eksploitasi volume bangunan. Atap
merupakan mahkota bagi bangunan yang disangga oleh kaki
dan tubuh bangunan, bukti dan fungsinya sebagai perwujudan
kebanggaan dan martabat dari bangunan itu sendiri.

 Dinding

Dinding bangunan menghasilkan sebuah tembok depan yang


cukup lebar sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
tampak depan bangunan, diperkuat dengan ornament-ornamen
garis mengikuti bentuk bangunan. Maupun ornament dari
batu alam yang sengaja untuk memperindah fasade agar
mudah untuk titik tangkap.

pada umumnya ketinggian bangunan disesuaikan dengan fungsi bangunan, sehingga


ketinggian bias sampai 3-5 meter untuk bangunan berlatai 1-3
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

 Teras.

Kehadiran teras disini terasa sebagai sebuah komposisi


yang ditempatkan pada bagian depan dan sampan
yang saling menyambun sebagai penyeimbang kesan
keseluruhan. Pada umumnya teras merupakan bagian
yang berdiri sendiri dan kalaupun menyatu dengan
bangunannya tidak merusak bidang miring yang
timbul, karena sosoknya hanya sebagai tempelan yang
disesuaikan dengan komposisi elemen lainnya..

Beranda ini yang menandai pintu masuk ke dalam bangunan yang dihadirkan sebagai sebuah
portico, yaitu bangunan beratap di depan pintu masuk. Pada umumnya atap baranda satu atap
dengan banunan utama

Atap datar juga di gunakan untuk teras / beranda, sebagian atap datar menjadi pilihan utama
bagi beranda. Atap datar inilah yang memberikan artikulasi untuk membedakannya dengan
bangunan utama yang beratap pelana. Beberapa fungsi yang diwadahi di dalam beranda ini
adalah sebagai penegas pintu masuk ke dalam bangunan, sebagai tempat penerima dan sebagai
ruang peneduh dan penyejuk bagi ruangan di dalamnya.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

 Ragam hias pada tubuh bangunan

Elemen dekoratif pada muka bangunan bergaya


Arsitektur colonial umunya kubahan pada fasade berupa
ornamen-ornamen. Ornamen ini cukup penting sebagai
daya tarik penampilan dan ungkapan keterikatan gaya
ornament yunan. Ragam hias yang digunakan
kebanyakan ciptaan Arsitek dengan pola garis linier
vertikal dan horizontal, dikombinasikan dengan garis
meliuk dan motif-motif alam seperti buah, sulur-sulur tanaman, gelombang laut dan sebagainya.
Penempatannya kebanyakan pada bidang dinding atau menempel pada salah satu elemen, pada
kolom bangunan .

 Karawang atau rooster

Karawang atau rooster merupakan salah satu elemen yang


memberikan dalih penyesuaian terhadap tropis. Fungsinya
tidak sekedar untuk pergantian udara, namun lebih dari itu
sebagai media untuk mengekspresikan estetika baru.
Bentuknya bermacam-macam dari segilima, segilima,
segitiga, segi empat lingkaran sampai trapesium tak
beraturan. Namun kebanyakan menggunakan karawang bundar. Biasa ditempatkan pada dinding
yang pentagona

 Kolom,

ada tiga jenis kolom yang terkenal pada bangunan


kolonial, yaitu kolom doric, ionic, dan cornithian.
Kolom-kolom ini banyak ditemukan pada bangunan
kolonial klasik dengan gaya Yunani atau Romawi.
Kolom biasanya diekspose sedemikian rupa, terutama
pada bagian serambi bangunan kolonial.
Diposkan 28th January 2012 oleh Dar-loi
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Setelah mempelajari perkembangan Arsitektur kolonial belanda di Indonesia dan
arsitektur kolonial portugis di Timor Leste, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai
berikut :
1. Arsitektur Kolonial Belanda dan atsitektur kolonial portugis berpatokan (berpedoman)
pada Arsitektur Yunani dan Romawi sebagai arsitektur sumber
2. Arsitektur kolonial belanda dan arsitektur kolonial portugis menggunakan struktur batu
dan berfungsi sebagai dinding pemikul (Bearing Wall).
3. Perkembangan Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dan arsitektur kolonial portugis
di Timor Leste turut mempengaruhi produk Arsitektur di Indonesia maupun di Timor
Leste juga, seperti bangunan-bangunan Masjid, Gereja, dan bangunan-bangunan
peninggalan lainnya yang menggunakan elemen Gabel, Domer, dan Menara(tower)
sebagai ciri khas Arsitektur Kolonial Belanda, dan hiasan/ornamen ikal sulur tumbuhan
yang berujung tanduk kambing; - Hiasan pada lubang angin diatas pintu dan jendela; dan
– Kolom, ada tiga jenis kolom yang terkenal pada bangunan kolonial, yaitu
kolom doric, ionic, dan cornithian yang merupakan ciri khas dari arsitektur kolonial
portugis.

5.2 SARAN
Arsitektur kolonial belanda dan atsitektur kolonial portugis mempunyai ciri dan
kekhahasan tersendiri, hal ini dapat dilihat dari ciri fisik dan non fisiknya. Ciri fisik meliputi
denah, struktur dan kontruksi, bahkan elemen-elemen terpaut didalamnya. Begitu pula aspek
nonfisiknya, yakni meliputi budaya, kepercayaan, suku/ etnis, status social dan gender
individu / seseorang. Semuanya ini dapat dilihat secara umum.
Hal-hal seperti diatas telah dibahas satu–persatu. Ada baiknya dari materi mata kuliah ini
dapat diterapkan atau diambil sebagiannya yang dianggap perlu. Dimana dapat membantu
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

atau mempermudah dalam hal desain arsitektur. Adajuga yang perlu ditinjau lebih lanjut lagi,
yaitu:
1. Spesifikasi pembahasan arsitektur kolonial belanda dan arsitektur kolonial portugis,
tidak hanya diluar (Negara luar) tetapi bila ada di Negara atau daerah sendiri, perlu
dibahas atau dicari tahu lebih dalam lagi.
2. Pembahasan materi, tidak hanya didalam studi literature saja, tetapi bila ada
kemungkinan atau kesempatan, diusahakan melalui studi kasus atau mancari atau
menemukan contoh atau bukti arsitektur kolonial belanda dan arsitektur kolonial
portugis yang ada di daerah sendiri. Misalnya arsitektur kolonial belanda dan
arsitektur kolonial portugis banyak contoh atau bukti arsitektur tersebut berada di
daerah NTT (Nusa tenggara timur) dan Timor Leste, misalnya bangunan gereja atau
rumah tinggal.
3. Bagi para Arsitek, diharapkan untuk mempelajari karakter dari masing-masing
Arsitektur Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dan Arsitektur kolonial Portugis
di TimorLeste, agar dapat menjadi arahan desain(design guidelines) yang memadai
dalam praktek berarsitektur.
4. Pengumpulan data tentang materi kuliah sebaiknya, beban yang diberikan bukan
untuk kelompok, melainkan perindividu, dimana didalam kelompok tersebut semua
orang/individu memperoleh pengetahuan yang sama dari materi tersebut.
5. Ada baiknya dalam mengkaji data tentang materi yang dibahas, tidak banyak
menceritakan tentang sejarah, melainkan hal-hal yang terkait dengan konsep
arsitektural.

Dari saran diatas diharapkan kedepanya dari masalah-masalah yang timbul, dapat dibahas
atau dicari jalan keluarnya. Sehingga dapatpula menemukan hal-hal yang baru, atau yang
belum pernah dibahas. Sehingga tidak terjadi pengulangan kembali dari materi yang sama.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

DAFTAR PUSTAKA

Akihary, H. 1990. Architecture & Stedebouw in Indonesie 1870/1970. Amsterdam: De Walburg


Pers

Amiuza, C. 2006. Tipologi Rumah Tinggal Administratur P.G. Kebon Agung di Kabupaten
Malang. Jurnal RUAS. IV (1): 1-22.

Anisa. 2006. Tipologi Fasad Rumah Kolonial Belanda di Kota Lama Kudus/ Kudus Kulon’.
Jurnal NALARs. 5 (2):161-174.

Hadipradianto, T. 2004. Studi Penataan Fasade Bangunan Pertokoan di Kawasan Pusat


Perdagangan. Jurnal RUAS. 2 (2):

Handinoto & Soehargo. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang.
Yogyakarta: Penerbit ANDI dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Kristen Petra Surabaya

Karizstia, A. D. 2008. Tipologi Fasade Rumah Tinggal Kolonial Belanda di Kayu Tangan,
Malang. Malang: Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Krier, R. 2001. Architectural Compotition. London: Academy Edition

Kusmiati, Artini. 2004. “Dimensi Estetika pada Karya Arsitektur & Desain”. Jakarta: Djembatan

Lippsmeier, G. 1980. Bangunan Tropis (Edisi ke-2). Jakarta: Erlangga

Loekito, J. 1994. Studi Tentang Tipologi Tampak Rumah Tinggal di Kampung Surabaya pada
Periode Sebelum Tahun 1942. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan. Surabaya:
Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra,

Mangunwijaya, Y. B.1992.Wastu Citra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Nix, T. 1958. Stedebouw in Indonesie en de Stedebouwkundige Vormgeving, Nix, Bandung.

Pamungkas, S. T. & Tjahjono, Rusdi. (2002). Tipologi-tipologi-Morfologi Arsitektur Kolonial


Bealanda di Komples PG. Kebon Agung Malang. Malang: Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya

Rapoport, A. (1969) House, Form, and Culture. New Jersey: Prentice-Hall

Soekiman, D. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakt Pendukungnya di Jawa
(Abad XVIII-Medio Abad XX). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Sukada, B. 1997. Memahami Arsitektur Tradisional dengan Pendekatan Tipologi, dalam Jati
Diri Arsitektur Indonesia. Disunting oleh Eko Budihardjo. Bandung: P.T. Alumni.

Sulistijowati. 1991. Tipologi Arsitektur Pada Rumah Kolonial Surabaya (Studi Kasus:
Perumahan Plampitan dan sekitarnya). Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.
Surabaya: Fakultas Teknik dan Perencanaan ITS.

Sumalyo, Yulianto. 2003. Arsitektur Klasik Eropa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tjahjono, R. (1992). Studi Karakteristik Arsitektural Pada Hunian Masyarakat Berbahasa


Madura di Malang Selatan (Studi Kasus: Desa Ganjaran, Gondanglegi). Laporan
Penelitian. Malang: Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya.

Tutuko, Pindo. (2003). Ciri Khas Arsitektur Rumah Tinggal Belanda (Studi Kasus: Rumah
Tinggal di Pasuruan), Jurnal Arsitektur Mintakat. 2 (1):

Widagdo. (2005). Desain dan Kebudayaan. Bandung: Penerbit ITB

Wiyatiningsih. 2000. Kajian Karakteristik Arsitektural Bangunan Peninggalan Masa Kolonial


Belanda di bintaran Yogya. Thesis. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Teknik
Arsitektur UGM.

Referensi:
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940.
Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi. Yogyakarta: Andi Offset
Sumalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Handinoto dan Hartono, Samuel. “The Amsterdam School” dan Perkembangan Arsitektur
Kolonial di Hindia Belanda Antara 1915-1940. e-jurnal Ilmiah Petra Surabaya

Diposkan 23rd March 2012 oleh jalan-jalan arsitektur

Diposkan 28th January 2012 oleh Dar-loi

( http;//id.wikipedia.org/wiki/bangunan )

(http//.id.wikipedia.org/wiki/Eropa )

Diposkan oleh DARLOI di 12.57 Tidak ada komentar:


PEKEMBANGAN
ARSITEKUR KOLONIAL
ARSITEKTUR 1

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest
Link ke posting ini
Reaksi:
Lokasi: Timor Leste
Beranda
Langganan: Entri (Atom)

Diposkan oleh Juned.maros di 10.19


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

 http://www.dephan.go.id
 http://www.rekrutmen.jakarta.go.id

Anda mungkin juga menyukai