Disusun oleh:
NPM : 16030018
GRUP : 3G1
PRODUKSI GARMEN
2018
NOMOR BENANG
B. Teori Dasar
Benang jahit adalah benang yang seimbang antihannya. Umumnya digintir
dan dikerjakan dengan zat pelumas permukaan untuk membantu efisiensi benang
pada saat proses penjahitan mengingat fungsi benang dalam proses penjahitan
memang sangat penting.
Nomor benang atau yarn caunt adalah kehalusan benang yang dinyatakan
dalam satuan berat setiap satuan panjang tertentu ataupun sebaliknya.
D. Langkah Kerja
1. Potong benang sepanjang 100 cm sebanyak 10 kali
2. Timbang masing-masing benang menggunakan neraca
3. Hitung tiap nomor benang yang dibutuhkan Nm, Ne, Tex dan Denier sesuai
rumus masing-masing nomor benang
∑(x − x̅)2
𝑆𝐷 = √
n−1
SD
𝐶𝑉 = × 100%
x̅
b. Perhitungan
100% 100%
𝐶𝑉 = 5,33 % 𝐶𝑉 = 5,36 %
𝐶𝑉 = 5,33 % 𝐶𝑉 = 5,41 %
Nomor Gintir Nm
1 1 1
= +
𝑁𝐺 𝑁1 𝑁1
1 1 1 2
= + =
𝑁𝐺 33,194 33,194 33,194
NG=16,597
F. Diskusi
Setelah melakukan percobaan pengujian nomor benang maka praktikan dapat
mengetahui apa saja yang dapat dipelajari sehingga kesalahan – kesalahan dapat
diperbaiki. Dalam praktikum kali ini kendala didapat pada ketidaktelitian dalam
mengukur panjang benang sehingga ada yang tidak tepat 100 cm dan
mempengaruhi dalam beratnya benang tersebut. Namun, hasil dari praktikum ini
masih sesuai dengan syarat mutu benang jahit yang mana tercantum di SNI 08-
8213:2015.
G. Kesimpulan
Dari percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan didapat kesimpulan :
1. Nm 3. Tex
𝑥 Nomor benang = 33,194 𝑥 Nomor benang = 30,21
SD = 1,77 SD = 1,61
CV = 5,33 % CV = 5,33 %
2. Ne 4. Denier
𝑥 Nomor benang = 19,578 𝑥 Nomor benang = 271,8
SD = 1,06 SD = 14,57
CV = 5,41 % CV = 5,36 %
B. Teori Dasar.
Jumlah twist pada benang dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik benang,
pemakaian benang (apakah untuk lusi, pakan atau rajut) dan juga kenampakan
(appearance). Arah twist pada benang dibenakan atas : arah kanan atau arah Z dan arah
kiri atau S seperti terlihat pada gambar :
Ne1 Td Beban
38 0 – 139 1
38 – 24 140 – 224 2
23 – 11 225 – 529 5
10 – 15 530 – 1129 10
4,7 – 3 1130 – 1799 15
2,9 – 1,9 1800 – 2999 20
1,8 – 1,5 3000 – 4000 30
D. Langkah Kerja.
a. Benang dipasang pada alat, lalu dijepit tepat pada skala nol (0) dan melihat nomor
benang (Nm) kita memakai beban nomor berapa sesuai dengan tabel beban.
b. Pasang beban rangkap untuk membuka benang rangkap kemudian tekan tombol
power pada posisi nol lalu dinaikan keatas kedua tombol untuk benang rangkap
arah 2 lalu tekan start. Setelah itu tuning tombol pengatur kecepatan diputar sesuai
kecepatan yang di inginkan sampai benang rangkap terbuka, lalu benang dipisahkan
menjadi benang tunggal dengan jarum.
c. Percobaan dilakukan 3 kali.
d. Matikan mesin jika sudah selesai digunakan.
E. Data Percobaan dan Perhitungan.
Beban yang digunakan adalah 5 gram.
No Jumlah Putaran Twist per-meter (x-x ̅)² Twist per-inch (x-x ̅)²
1 411 822 16 20,87 0,010
2 416 832 36 21,13 0,025
3 412 824 4 20,92 0,0025
(∑) 1.239 2.478 56 60,92 0,0375
(x ̅) 413 826 20,97
56 0,0375
𝑆𝐷 = √3−1 𝑆𝐷 = √ 3−1
56 0,0375
𝑆𝐷 = √ 2 𝑆𝐷 = √ 2
𝑆𝐷 = 5,29 𝑆𝐷 = 0,13
Koefisien Variasi (CV)
Twist per-meter Twist per-inchi
SD SD
𝐶𝑉 = × 100% 𝐶𝑉 = × 100%
x̅ x̅
5,29 0,13
𝐶𝑉 = × 100% 𝐶𝑉 = 20,97 × 100%
826
𝐶𝑉 = 0,64 % 𝐶𝑉 = 0,61 %
𝛼
TPM =
√𝑇
𝑇𝑤𝑖𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑖𝑛𝑐ℎ
√𝑁𝑒1
=
√𝑇
20,97
4,42
=
5,49
=0,864
TPI = α x √𝑁𝑒1
= 4,74 x 4,42
= 20,95
F. Diskusi.
Dalam praktikum kali ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu yang pertama
adalah pemberhentian putaran pembuka twist. Saat membuka harus hati-hati agar tidak
terlewat. Kecepatan putaran pun tidak boleh terlalu cepat dan tidak boleh terlalu lambat.
Pada saat pembukaan twist dengan menggunakan jarum harus dilakukan dengan hati-
hati agar benang tidak putus tertusuk jarum. Beban yang digunakan harus tepat sesuai
tabel beban yang telah disediakan. Terakhir, praktikan harus selalu melihat jarum
penunjuk untuk ketepatan skala saat melakukan percobaan.
G. Kesimpulan
Dari praktikum ini, dapat diambil kesimpulan :
Rata – rata jumlah putaran adalah 413 dengan rata – rata Twis per-meter (TPM)
yaitu 826 dan Twist per-inchi (TPI) 20,97.
Standar deviasi TPM yaitu 5,29 dan TPI yaitu 0,13.
Koefisien Variasi TPM yaitu 0,64% dan TPI yaitu 0,61%.
Twist Factor yaitu 0,864
Twist Multiplier yaitu 20,95
KEKUATAN TARIK BENANG PER-HELAI
B. Teori Dasar.
Benang jahit sangatlah penting bila dilihat dari kegunaannya diantaranya sbb :
a) Penjahitan (melakukan proses produksi)
b) Pembuatan kain
c) Pembuatan tali
Benang terbagi menjadi dua jenis :
1) Benang single
2) Benang double
Kegunaan benang jahit dalam proses pembuatan garmen harus sangat
diperhatikan, karena dalam proses produksi, bila keadaan benang tidak baik hal itu
dapat menghambat proses produksi sehingga hasil akhirnya tidak akan maksimal.
Hal–hal yang dapat terjadi pada proses penjahitan akibat ketidak stabilan benang
sbb :
a. Kekuatan benang
Kekuatan benang sangat penting dalam melakukan proses penjahitan, karena
ketidak kuatan benang pada proses penjahitan mengakibatkan benang tersebut akan
cepat putus.
b. Ketidak rataan pada benang
Ketidak rataan pada benang dapat menjadikan gumpalan jahitan.
c. Banyak gumpalan pada benang
Pilling bisa menghambat berjalannya benang yang masuk pada jarum sehingga
benang tersebut akan putus yang akan menyebabkan proses produksi lebih lama.
Twist yang tinggi akan menambah mulur benang sebelum putus pada waktu
penarikan.
Kekuatan tarik per helai adalah besarnya gaya yang dibutuhkan untuk
memutuskan satu helai benang contoh uji, yang dinyatakan dalam satuan gram, atau
dengan kata lain kekuatan putus sehelai benang dalam bentuk lurus.
Prinsip Pengujian kekuatan tarik per helai: Sehelai benang dijepit salah satu
ujungnya sedang ujung lainnya diberi beban atau ditarik oleh suatu beban atau gaya.
Besarnya gaya maksimal yang dapat ditahan oleh benang tersebut menunjukkan
kekuatan tarik per-helainya.
Percobaan ke- Kekuatan (g) (x-x ̅)² Mulur (%) (x-x ̅)²
1 960 100 18,6 0,51
2 760 40.000 15,2 7,18
3 1070 10.000 18,4 0,27
4 1040 4.900 18,6 0,51
5 1020 2.500 18,6 0,51
Jumlah (∑) 4.850 57.500 89,4 8,98
Rata-rata (x ̅) 970 17,88
Kekuatan Tarik
∑(x−x̅)2 SD
𝑆𝐷 = √ 𝐶𝑉 = × 100%
n−1 x̅
57.500 119,89
𝑆𝐷 = √ 𝐶𝑉 = × 100%
5−1 970
57.500
𝑆𝐷 = √ 𝐶𝑉 = 12,35 %
4
𝑆𝐷 = 119,89
Mulur
∑(x−x̅)2 SD
𝑆𝐷 = √ 𝐶𝑉 = × 100%
n−1 x̅
8,98 1,498
𝑆𝐷 = √5−1 𝐶𝑉 = 17,88 × 100%
8,98
𝑆𝐷 = √ 𝐶𝑉 = 8,37 %
4
𝑆𝐷 = 1,498
Tenacity
Breaking Length
Kekuatan Tarik Rata − rata (x̅) x Nomor Benang Rata − rata (Nm)
𝐵𝑟𝑒𝑎𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ =
1000
970 x 31,28
𝐵𝑟𝑒𝑎𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = 1000
E. Diskusi.
Dalam percobaan kali ini sangat dibutuhkan ketelitian pada saat pembacaan skala.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat percobaan yaitu diantaranya :
Benang harus terpasang pada tension dengan benar. Jangan terlalu tegang dan
jangan terlalu kendor.
Beban yang digunakan harus sesuai dengan benang yang diuji.
Setiap percobaan jarum harus tepat pada angka nol agar hasil yang didapat
akurat.
F. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan perhitungan didapatkan kesimpulan :
Rata-rata kekuatan benang = 970 gram.
Standar Deviasi kekuatan benang = 119,89
Koefisien Variasi kekuatan benang = 12,35 %
Rata-rata mulur benang = 8,98 % / mm
Standar Deviasi mulur benang = 1,498
Koefisien Variasi mulur benang = 8,37 %
Tenacity = 30,35 g/tex
Breaking Length = 30,35 km
KETEBALAN BENANG (THICKNESS)
B. Teori Dasar
Ketebalan suatu benang akan berpengaruh terhadap nomor benang itu sendiri.
Yaitu ketebalan suatu benang akan berbanding terbalik dengan nomor benangnya.
Semakin tebal benang tersebut, maka semakin keci nomor benang yang dimiliki.
D. Langkah Kerja
1. Benang diambil secara acak tidak tergantung berapa panjangnya
2. Lipat atau tekuk benang tersebut hingga membentuk kumpulan dari 5 benang,
seperti pada gambar berikut ini
∑(x−x̅)2 SD
𝑆𝐷 = √ 𝐶𝑉 = × 100%
n−1 x̅
0,0009 0,008
𝑆𝐷 = √ 15−1 𝐶𝑉 = × 100%
0,19
0,0009
𝑆𝐷 = √ 𝐶𝑉 = 4,21%
14
𝑆𝐷 = 0,008
F. Diskusi
Pada praktikum pengujian ketebalan benang kendalanya terdapat pada saat
melipat atau melilitkan benang di benang yang dapat menyebabkan benang
menggumpal atau menumpuk sehinga data yang didapatkan tidak akurat karena
benang tersebut seharusnya terletak sejajar.
G. Kesimpulan
Setelah dilakukan praktikum, dapat ditarik kesimpulan :
1. Tebal rata-rata = 0,19 mm
2. SD = 0,008
3. CV = 4,21 %
CRINGKLE BENANG
B. Teori Dasar.
Dalam perdagangan besarnya cringkle dari suatu benang tidak terlalu
diperhatikan. Akan tetapi pengujian atau evaluasi terhadap besarnya crinkle dari
suatu benang tetap diperlukan untuk tujuan pengendalian mutu ataupun proses-
proses tekstil lainya.
Terjadinya crinkle disebabkan karena pengaruh adanya twist pada benang.
Apabila twist pada benang besar, maka crinkle yang terjadi pun akan semakin besar.
cringkle terjadi atau terdapat pada benang single, crinkle tidak terdapat pada
benang gintir dikarenakan benang gintir terdiri dari 2 atau lebih benang dimana
twist antara benang yang satu dengan twist benang yang lain saling menetralkan.
Crinkle ini dapat diukur dengan sebuah alat yaitu Crinkle Factor Meter. Alat
ini terdiri dari sebuah papan dengan penghantar-penghantar benang yang dipasang
zig-zag disisi-sisi atas dan bawah papan. Penghantar-penghantar bagian atas
berfungsi sebagai penahan / penjepit benang. Pada bagian tengah papan terdapat
skala-skala untuk mengukur tinggi crinkleyang terjadi.
Pada benang crinkle dapat dihilangkan dengan proses pemanasan benang
atau disebut dengan Heat Set. Dengan proses tersebut benang-benang dikondisikan
dengan panas sehingga benang tidak akan mengalami crinkle lagi.
Seperti yang telah diketahui bahwa adanya crinkle disebabkan oleh adanya
antihan/gintiran yang diberikan kepada benang. Pentingnya peranan twist pada
benang banyak dari sebagian orang telah mengetahui. Demikian pula pengujian
atau pengukuran jumlah twist per inchi pada benang, apakah benang tunggal,
gintir ,cable atau benang dengan konstruksi lain yang dibuat dari serat staple atau
filamen adalah penting.
Jumlah twist pada benang adalah jumlah putaran pada benang tersebut per
unit panjang dari benang dalam keadaan ada twistnya. Bagi pengawas produksi
mesin pintal memang cukup menggunakan jumlah twist per inchi untuk menyetel
mesinnya, tanpa diperhatikan nomer benangnnya. Cara lain menyatakan jumlah
twist adalah dengan besarnya “ twist factor “ atau “ twist multiplier “yang
mungkin telah menggambarkan karakter benang karena twist meskipun tanpa
menyebut nomor benangnya.
Benang gintir yaitu benang yang terdiri dari 2 atau lebih benang tunggal dan
digintir satu sama lainnya.
Tujuan pembuatan benang gintir ialah :
- Untuk menguatkan benang supaya lebih kuat sesuai dengan penggunaannya.
- Mendapatkan sifat-sifat tertentu misalnya , lembut, kaku fleksibel dll.
- Mendapatkan benang dengan diameter yang lebih besar.
- Membuat benang hias.
- Mendapatkan benang yang lebih rata.
Factor-faktor yang mempengaruhi sifat benang gintir adalah :
- Jumlah gintiran .
- Arah gintiran benang tunggalnya.
- Kehalusan serat.
Alat yang digunakan adalah Crinkle Factor Meter dengan prinsip pengujian
melilitkan benang-benang membentuk gunung pada alat crinkle factor meter
kemudian memberikan beban pada bagian lembahatau kakinya sehingga didapat
angka dari crinkle pada benang contoh uji.
D. Langkah Kerja
1. Siapkan benang yang akan diuji,
2. Putar posisi handle pada keadaan free .
3. Lilitkan benang sebanyak 5 gunung dimana untuk gunung ke-1 posisi handle
pada posisi handle crimp 1, dilanjutkan dengan crimp 1 – 5 untuk mengunci
semuanya.
4. Lepaskan benang pada bagian lembah kemudian mengaitkan pemberat.
5. Amati, dan catat angka kringle yang diperoleh benang contoh uji.
6. Lakukan pengujian sebanyak 5 kali.
∑(x−x̅)2 SD
𝑆𝐷 = √ 𝐶𝑉 = × 100%
n−1 x̅
𝑆𝐷 = 0 𝐶𝑉 = 0
F. Diskusi.
Dalam percobaan kali ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
Pada saat melakukan pengujian cringkle, setelah benang bagian bawah
diberikan pemberat maka bisa diamati ada atau tidaknya cringkle pada benang.
Diusahakan untuk tidak memberikan gaya tambahan pada benang seperti
memutarkan pemberat atau menggoyangkan pemberat yang akan
mengakibatkan hasil pengujian cringkle berubah.
Semakin sedikit cringkle maka semakin bagus mutu benang jahitnya.
G. Kesimpulan
Dari percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan,
yaitu :
Cringkle rata-rata = 0
SD = 0
CV = 0
LAMPIRAN CONTOH UJI
DAFTAR PUSTAKA
Hitariat, Susyami. N.M. 2013. Pengujian garmen dan aksesoris. Bandung. Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/23238
http://sisni.bsn.go.id/?/sni_main/sni/index_sniptspt/892