Pengantar
Arsitektur
IDENTITAS DAN
REPRESENTASI
Fakultas Program Studi Modul ke Kode MK Disusun Oleh
07
Fakultas Teknik Sipil Teknik Arsitektur W121700001 Rr. Diana Ayudya, ST, MT
Dan Perencanaan
Abstract Kompetensi
Identitas dan representasi dalam Mahasiswa mampu memahami
arsitektur menjadi hal dasar yang tentang identitas dan representasi
wajib untuk dipelajari dalam dalam arsitektur serta bagaimana
mengembangkan arsitektur penerapannya dalam desain.
IDENTITAS
Ketika suatu kelompok manusia telah memiliki pengalaman yang sama dan cara yang sama
dalam merepresentasi atau memproduksi makna terhadap sesuatu, maka mereka akan
memiliki pandangan dan visi yang sama alam melihat hal, benda, objek, kejadian, atau
manusia lain. Telah diketahui bahwa representasi merupakan proses dimana sesorang
menggunakan bahasa untuk memproduksi manka. Manusia tidak hanya memberi makna
pada objek, benda mati, atau kejadian (events) yang terjadi disekitarnya, namun juga memberi
makna pada manusia lain.
Dengan memberi makna kepada sesuatu berarti kita telah memberikan eksistensi kepada
orang tersebut. Oleh karena itu, proses representasi sangat erat kaitannya dengan identitas,
karena seseorang mendapatkan identitas ketika eksistensinya dimaknai oleh lain.
PENGERTIAN IDENTITAS
Identities area relational dan contingent. They upon what they are defined against,
and this may change overtime or be understood differently in different places.
Suatu ciri ciri atau tanda-tanda yang melekat pada diri seorang individu yang menjadi
ciri khasnya. Identitas sering dihubungkan dengan atribut yang disematkan kepada
individu yang sebenarnya memiliki sifat majemuk.
Refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan
proses sosialisasi. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri dan persepsi
orang lain terhadap diri (Stella Ting Toomey)
Pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan
dan sikap (Gardiner W. Harry dan Kosmitzki Corinne)
PRINSIP-PRINSIP IDENTITAS
Prinsip ini merupakan perasaan “at home” dalam kota yang bersangkutan, yaitu rasa
memliki atau rootedness sebagaimana digambarkan dalam berbagai literature.
Seseorang terikat kepada suatu tempat melalui suatu proses yang mencerminkan
perilaku mereka, pengalaman kognitif dan emosional dalam lingkungan sosial dan
fisik.
3. Perception of familiarity
4. Komitmen.
Dalam konteks psikologi sosial, Breakwell (1986,1992, 1993) mengembangkan “model proses
identitas” Model dari Breakwell mengemukakan empat prinsip identitas, yaitu :
1. Self-esteem
2. Self-efficacy
3. Distinctiveness
4. Continuity
Dalam konteks tersebut dapat digambarkan lingkungan memainkan peran dalam dinamika
identitas; bahwa keempat prinsip tersebut berhubungan dengan tempat (place); dan bahwa
prinsip-prinsip yang berbeda nampaknya diperlakukan berbeda pula oleh setiap individu.
Self-esteem didefinisikan sebagai suatu evaluasi diri atau kelompok yang positif dengan mana
seseorang mengidentifikasikan diri. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan
bahwa evaluasi personal terhadap lingkungan lokal dan evaluasi positif terhadap lingkungan
tersebut oleh orang lain menghasilkan kebanggan, dan oleh karenanya memberikan
kontribusi terhadap self-esteem. Devine-Wright & Lyons (1997) dan Lalli (1992) menunjukkan
pentingnya hidup atau bertempat tinggal di tempat-tempat bersejarah dalam membentuk self-
esteem. Self-efficacy didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk berfungsi secara
tepat dalamlingkungan fisik dan situasi sosial tertentu yang dihubungkan dengan kebutuhan
manusia untukmengendalikan lingkungan (Belk, 1992)
IDENTITAS ARSITEKTUR
Dari pengertian Identitas secara umum, dapat kita simpulkan bahwa Identitas Arsitektur
adalah:
• Suatu tanda khusus atau kekhasan yang melekat pada desain sebuah bangunan
sehingga memiliki atribut tertentu yang menerus.
• Cerminan diri seorang perancang yang umumnya berasal dari jati diri, budaya,
maupun etnis setempat yang selanjutnya akan membentuk persepsi orang lain
terhadap bangunan rancangannya
• Pendefinisian sebuah bangunan sebagai rancangan yang memiliki ciri khas tertentu
yang berbeda dengan bangunan lain yang sejenis
- Elemen objek
- Elemen karakter
- Gaya
- Metode
REPRESENTASI
Menurut KBBI dan Kusuma (2014), representasi merupakan sebuah kata benda yang
menunjukkan perbuatan dari sesuatu hal (yang dalam hal ini berupa objek arsitektural) yang
mewakili keberadaan suatu hal lainnya (yang dalam hal ini adalah seseorang atau
sekelompok masyarakat di mana objek arsitektur tersebut berada). Dari pengertian tersebut,
dapat dipahami bahwa terdapat dua kegiatan penting dalam sebuah praktek representasi,
yaitu kegiatan mewakili dan kegiatan (merasa) terwakili.
Proses dimana sebuah obyek ditangkap oleh indra seseorang, lalu masuk ke akal untuk
diproses yang hasilnya adalah sebuah konsep/ide yang dengan bahasa akan
disampaikan/diungkapkan kembali.
Suatu wujud kata, gambar, sekuen, cerita dan sebagainya yang mewakili ide, emosi, atau
fakta. Representasi bergantung pada tanda dan juga citra yang ada dan dipahami secara
kultural, dalam pelajaran bahasa, pesan dan penandaan yang bermacam-macam ataupun
juga secara sistem tekstual yang sifatnya timbal balik.
Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan ataupun juga proses statis melainkan juga
merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan adanya kemampuan
intelektual dan juga kebutuhan para pengguna tanda yakni manusia sendiri yang terus
mengalami aktivitas gerak dan juga dinamis atau berubah.
Dunia arsitektur memahami bahasa dengan sangat bebas, sebebas konsep komunikasi
diterjemahkan. Dikatakan bebas karena yang diposisikan sebagai bahasa dalam komunikasi
arsitektural tersebut adalah simbol dan makna tertentu yang dihadirkan melalui karya
arsitektur, atau lebih luas lingkungan hidup, sebagai medianya. Dengan demikian, komunikasi
dalam arsitektur dapat dipahami sebagai sebuah proses komunikasi yang berlangsung antara
penghuni (manusia) dengan ruang lingkungannya (Saliya, 2003). Proses komunikasi tersebut
muncul ketika seseorang atau sekelompok orang memberikan respon terhadap kehadiran
sebuah objek (arsitektur). Sedangkan respon tersebut hanya hadir jika seseorang atau
sekelompok orang tersebut merasa terepresentasikan atau tidak terepresentasikan melalui
objek tersebut (Rahman, 2004). Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai representasi dalam
arsitektur.
Dari pengertian Representasi secara umum, dapat kita simpulkan bahwa Representasi
Arsitektur adalah:
Representasi menjadi sebuah cara untuk menjalin komunikasi melalui kegiatan arsitektur.
Untuk menjalin komunikasi yang baik, harus ada pemahaman yang sama antara pengirim dan
penerima pesan – dalam hal ini arsitek dan masyarakat.
Dengan representasi, akan terlihat secara utuh bagaimana proses komunikasi berlangsung
dalam arsitektur lewat praktek representasi yang seringkali dilakukan dalam kegiatan
perancangan.
Jika pesan yang dihadirkan perancang dalam bangunannya dinilai dapat merepresentasikan
masyarakat yang bersangkutan, maka komunikasi arsitektur telah berjalan dengan baik. Hal
ini berarti proses komunikasi arsitektur sangat ditentukan oleh kecocokan antara pesan yang
dibuat oleh arsitek melalui bangunannya dan pesan yang diterima masyarakat dari bangunan
tersebut.
Adanya kemampuan indera manusia yang luar biasa yang memungkinkannya untuk bekerja
secara bolak-balik, menyeberang dari satu indera ke indera lainnya untuk memberikan
informasi yang utuh, memberikan kesempatan bagi manusia untuk dapat berkomunikasi
secara nonverbal.
Salah satu bidang yang diuntungkan dari kemampuan ini adalah arsitektur. Manusia dapat
berkomunikasi dengan lingkungan binaan di sekitar mereka. Berkomunikasi, menurut Saliya
(2003) merupakan sebuah proses yang berlangsung secara bolak-balik (iterasi), antara
pembentukan lambang-lambang
Manusia sebagai secara
dapat berkomunikasi sumbernon(source)
verbal dan penafsirannya pada pihak
dengan
penerima lingkungan
(receiver). binaan
Lebih dilanjut,
sekitarproses
merekaini digambarkan
dengan Arsitektur,sebagai
yaitu proses antara
“pembentukan-sandi” (coding) dan “pembukaan-sandi”
melalui representasi arsitektur (decoding) dengan berbagai muatan
pesan dan berita, melalui suatu “saluran” (channel) yang berlangsung dalam suatu konteks
tertentu.Dengan
Berkomunikasi,
demikian,menurut
maka benar Saliya (2003)
bahwa merupakan(dalam
berkomunikasi sebuaharsitektur)
proses berlangsung
antara arsitek
yangatau perancang
berlangsung (sebagai
secara pembentuk
bolak-balik sandi)
(iterasi), dan pengguna atau masyarakat
antara
sebagai pembuka atau penerima
pembentukan sandi. Sedangkan
lambang-lambang bangunan
sebagai sumber atau lingkungan
(source) dan berperan
sentasi sebagai salurannya.
penafsirannya pada pihak penerima (receiver)
ai
k
UNIKASI CODING
Pembentukan
Sandi
CHANNEL
Dengan muatan pesan dan
DECODING
Pembukaan
Sandi
berita
ktur
ARSITEK /
BANGUNAN / MASYARAKAT /
PERANCANG
LINGKUNGAN PENGGUNA
Proses ini juga dikenal sebagai proses “pembentukan sandi” atau coding (Saliya, 2003).
Rahman (2004) menyatakan bahwa arsitektur merupakan simbolisasi dari keadaan
sosiokultural yang dianggap berharga pada masa tertentu dan dimunculkan kembali pada
masa sekarang (Rahman, 2004 dan Antoniades, 1992). Keadaan sosio kultural ini kemudian
diterima dan dipahami oleh arsitek.
Proses penerimaan dan pemahaman kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang
dan keadaan psikologis yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simbol-
simbol yang digunakan oleh seorang perancang sangat bergantung pada latar belakang,
kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Pemilihan simbol tertentu, yang kemudian
diterjemahkan dalam bentuk (desain) bangunan tersebut, berlangsung dalam ruang kreatifitas
arsitek (Antoniade, 1992).
Oleh karena itu, dalam konteks representasi, arsitek berperan sebagai interpreter yang
menerjemahkan makna dan bentuk-bentuk tertentu dari konteks sosial budaya masyarakat
ke dalam bentuk fisik (Durmus, 2012). Makna dan simbol-simbol tertentu yang dipakai oleh
arsitek dalam mendesain tersebut adalah makna dan simbol yang dibaca oleh si arsitek
sebagai sesuatu yang mewakili masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain, unsur-
unsur tersebut dianggap mampu merepresentasikan masyarakat setempat.
Hal ini kemudian melahirkan pertanyaan lanjutan, “Apakah unsur-unsur tersebut dinilai sama
oleh masyarakatnya?” “Apakah mereka merasa terwakili oleh unsur-unsur yang digunakan si
perancang tersebut?”. Untuk itulah, dalam sebuah komunikasi arsitektural, di samping melihat
bagaimana proses perumusan “pesan”, juga dibutuhkan bagaimana proses penerimaan
“pesan” tersebut.
Proses “Ter-representasi-kan”
Penerimaan pesan ditandai dengan munculnya ekspresi atau respon tertentu terhadap pesan
tersebut (Rahman, 2004). Dalam konteks ini, respon terhadap bangunan adalah bentuk
penerimaan (atau penolakan) terhadap upaya representasi yang telah dilakukan oleh
perancang.
Membaca respon berarti membaca persepsi si penerima pesan. Bagaimana pesan yang
dihadirkan melalui bangunan dibuka dan dibaca (decoding) oleh masyarakat (Saliya, 2003).
Wahyudi (2010) menyebutkan bahwa pembacaan representasi dari sebuah bangunan dapat
dilakukan dengan mengkaji pendapat dan persepsi masyarakat yang diwakili oleh bangunan
tersebut (Ibid; Franzia, et. al, 2015). Lebih lanjut, perlu melihat memori dan pengalaman apa
yang diterima masyarakat ketika melihat, menggunakan dan memaknai bangunan tersebut
sebagai bagian dari mereka.
Pengalaman dan memori tersebut dapat hadir dari unsur fisik maupun non fisik yang
dirasakan dari bangunan (Antoniades, 1992). Jika bangunan tersebut mampu memunculkan
memori dan pengalaman masyarakat tentang identitas ataupun karakter mereka, maka hal
tersebut diterjemahkan sebagai bentuk penerimaan. Sebaliknya, jika bangunan tersebut tidak
dianggap mewakili pengalaman ataupun memori mereka, maka respon tersebut menjadi
sebuah bentuk penolakan terhadap upaya representasi yang dilakukan oleh arsitek. Memori
dan pengalaman ini, merupakan sebuah elemen yang sangat melekat dalam diri seseorang.
Oleh karena itu, memori dan pengalaman yang muncul bergantung pada perilaku
psikomotorik dan pengalaman psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini sangat
ditentukan oleh kualitas individu baik yang terkait dengan tingkat keilmuan, kekuasaan,
Oleh karena itu, untuk memperoleh gambaran yang utuh terkait representasi melalui
bangunan tersebut, dibutuhkan studi persepsi dari berbagai lapisan masyarakat yang
menerima efek dari keberadaan bangunan tersebut. Hal ini akan memperlihatkan bagaimana
hubungan antara proses merepresentasi dan proses terepresentasi terjadi dalam sebuah
siklus komunikasi arsitektur.
Representasi merupakan proses dimana sebuah objek ditangkap oleh indera seseorang, lalu
masuk ke akal untuk diproses yang hasilnya adalah sebuah konsep atau ide yang akan
disampaikan atau diungkapkan kembali melalui bahasa. Secara singkat, representasi
merupakan proses pemaknaan kembali sebuah objek/fenomena/realitas yang maknanya
akan tergantung bagaimana seseorang itu mengungkapkannya melalui bahasa. Representasi
juga sangat bergantung dengan bagaimana pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang
melakukan representasi tersebut.