Anda di halaman 1dari 28

SISTEM IMUN PADA

SATWA AKUATIK

MARTIN PEDRO KRISENDA RESMAN


1709511053
KELAS B
LATAR BELAKANG

➢ Sistem imun pada satwa akuatik penting untuk dipelajari karena


• Masalah penyakit meningkat seiiring dengan meningkatnya upaya budidaya intensif & expansif
satwa akuatik
• Masalah terbesar: kepekaan akibat melemahnya resistensi pada kondisi budidaya intensif
➢ Respon imun adalah satu set komponen seluler & humoral untuk mempertahankan tubuh
dari substansi asing
• Respon imun bawaan dan dapatan
➢ Sistem imun melakukan scanning rutin untuk mengidentifikasi adanya substansi
(natural/sintetis atau mikroorganisme) yang dianggap asing.
SISTEM TANGGAP KEBAL

➢ Terdiri dari sistem imun spesifik dan non spesifik


➢ Respon imun non spesifik
• cell-mediated immunity (Sel-T)
• Humoral antibody system (Sel-B)
➢ Keduanya bekerja dengan mengidentifikasi Ag (protein asing atau glycoproteins)
RANGKAIAN RESPON IMUN YANG SPESIFIK

• (1-2) Makrofag memakan Ag, mendigesti & mempertontonkan bagian dari agen asingpada permukaannya
(Ag).Ag lainnya tetap bekerja menginfeksi sel-sel inang.
• (3) Fragmen antigenik memberi signal pd sel Thyg mengenal partikel Ag & berikatan dengan makrofag
via reseptor Ag.Th unik untuk setiap Ag.
• (4) Ikatan ini merangsang produksi substansi kimia (IL-1& TNF oleh makrofag; IL-2 &IFN-yoleh Th).
Semua substansi ini memfasilitasi komunikasi inter-selule
• (5) IL-2 menginstruksikan sel Th & sel Tk bermultiplikasi. Sel Thyang berproliferasi ini akan
membebaskan substansi yang menyebabkan sel B memperbanyak diri & memproduksi Ab.
Sementara itu, beberapa sel penginfeksi sudah dimakan oleh makrofag, namun yang lainnya lolos &
menginfeksi sel lain dari inang
• (6-7) Sel Tk mulai melubangi permukaan sel inang. Ab dibebaskan oleh sel B berikatan dengan Ag
di permukaan agen asing yg lolos dari makrofag(Ag-Ab complex).Ini membuat makrofag & limfosit
pembunuh lainnya lebih mudah menghancurkan entitas ini. Ikatan Ab-Ag memberikan signal
keluarnya komponen darah, komplemen, untuk “menusuk” membran virus (mati).
• (8) Ketika infeksi terkontrol, sel T jenis lain muncul: sel Ts, memberitahu sel B, sel Th & sel Tk
untuk “berhenti”. Kebanyakan sel imun mati, namun sebagian kecil yang bertahan akan menjadi sel
memory yang akan berespon dengan lebih cepat jika invader yang sama menyerang kembali.
RESPON IMUN PADA IKAN

➢ Ikan adalah vertebrata paling primitif, namun punya sistem imun yang baik utk proteksi, kecuali
pada jenis ikan yang hidup di air dingin: akibat rendahnya bacterial generation time pada
temperatur dingin
➢ Semua patogen ikan mengandung Ag : partikel virus, bakteria, jamur, toksin & parasit
➢ Respon imun pada ikan meliputi:
• Ekspansi sel untuk tanggap kebal
• Ekspresi sel & molekul (misalnya Ab)
• Koordinasi respon oleh substansi regulator
RESPON IKAN PASCA TERINFEKSI PATOGEN
1. Imunitas Bawaan (Innate Immunity)
• Semua komponen yang ada di tubuh ikan sebelum terpapar patogen
• Sebagai pertahanan tubuh pertama ;aksinya lebih cepat dibanding sistem yang bekerja secara
spesifik.
• Meliputi: kulit (barier fisik), complement, enzymesanti mikrobial, IL, sel radang (mis. granulosit,
monosit, makrofag) & sel NK.
2. Imunitas Dapatan
• Reseptor sistem imunnya bertanggung –jawab untuk mendeteksi patogen & ditemukan di
membran sel limfosit T (TCR -T cell receptor) &limfosit -B (BCR -B cell receptor, atau
membrane immunoglobulin) atau sebagai antibodi (Ab) bebas jika didalam serum.
• Sistem imun ini berkembang karena adanya antigen (Ag).
• Ag tubuh dikenal & diproses APC dipresentasikan pd limfosit T rekognisi
sekresi sitokin AB, limfosit sitotoksik, makrofag dll Mati
3. Sel pertahanan ikan bertulang diproduksi oleh jaringan limfoid. Semua berasal (prekursor)
dari sel pluripotent. Produksi sel-sel pertahanan limfoid dikenal sebagai hematopoiesis
➢ Thymus
Secara umum diduga terbentuk 24 jam pasca fertilisasi. Berfungsi sebagai tempat
pembentukan dan pendewasaan limfosit T
➢ Ginjal
Organ penting untuk hematopoiesis& imunitas (sumsum tulang pada mamalia)
• (f): formasi & maturasi sel-sel darah merah & putih.
• (f) haemopoietic terjadi pada bagian anterior & posterior ginjal
• (f) produksi sel pertahanan, diferensiasi & maturasi lekosit, seperti limfosit B, monosit,
makrofag &granulosit terjadi pada bagian anterior
➢ Limpa
• Organ ini penuh dengan limfosit & makrofag; kebanyakan makrofag di bagian “pusat” yang
bertanggung-jawab untuk fagositosis, yang pada akhirnya menjadi immune memory
➢ GALT
• Memproduksi mukus mengandung komponen pertahanan seperti lysozyme, complement, &
Ig yang berperan sebagai barier pertama terhadap patogen.
• Jaringan limfoid ini ada di hampir semua area mukosa sebagai “markas” makrofag, limfosit,
mast cells& granulosit.
• Sel-sel ini akan menangkap Ag, memprosesnya, dan merangsang immune memory.

➢ Hati
• (f) produksi senyawa humoral seperti protein sistem komplemen, proteinprotein fase akut
respon radang.
4. Mucus dan Kulit (barier fisik)
• Barier alami & memiliki molekul dengan aksi imun: Lysozyme, Complement, Ab natural & Ig
KOMPONEN HUMORAL BAWAAN/IMUNITAS
ALAMI/RESISTENSI TERHADAP PENYAKIT

• Tanggap kebal humoral bawaan berfungsi melalui beberapa komponen terlarut dalam cairan
tubuh, sedangkan sistem humoral spesifik beraksi hanya melalui Ab.
• Komponen humoral bawaan meningkat setelah paparan patogen (bakteria, virus,parasit& jamur),
trauma, nekrosis,bahan kimia, heat shock, sel-sel tumor.
Komponen
• Complement memiliki aktivitas lytic, kemotaksis, pro-radang & fungsi opsonisasi.
• Representasi fagosit yang penting adalah netrofil & makrofag
• Antiprotease adalah protein darah yang beraksi melawan protein proteolitik mikroorganisme.
• Lectina dalah protein pada telur, mukus & darah yang merangsang aglutinasi (karena berafinitas
tinggi pada karbohidrat dinding sel pathogen
• Lysins (ada di mukus) adalah peptida yang menyerang membran patogen.
• Lysozyme diproduksi oleh lekosit (terutama monosit & netrofil), ditemukan pada mukus, telur,
darah & jaringan, bekerja pada peptidoglycan dinding sel patogen.
• Protein C-reactive ditemukan di darah, telur & mukus.Protein ini mengenali & terhubung
dengan phosphorylcolin, suatu komponen yang biasanya ditemukan pada dinding bakteri, jamur,
dan parasit
➢ Pemeriksaan parameter hematologi bisa digunakan sebagai indikator kondisi fisik dan adanya
penyakit pada ikan
• Trombosit memiliki kapasitas fagositosis & fungsi koagulasi
• Monosit berkapasitas fagosit & sitotoksik
• Netrofil (PMNs) ditemukan pada darah, sel limfoid, rongga peritoneal fagoitosis partikel asing &
produksi anion superoxide (senyawa bakterial)
• Eosinofil disebarkan oleh jaringan ikat (di GIT, insang dan aliran darah), & mengalami degranulasi
pada infestasi parasite
• Limfosit T & B adalah sel-sel imun adaptif
• Netrofil & makrofag menghancurkan mikroorganisme via fagositosis dengan enzim hidrolitik &
ROS (reactive oxygen species
FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESISTENSI
TERHADAP PENYAKIT & TANGGAP KEBAL PADA IKAN
UMUM SPESIFIK
Genetik individu berbeda dalam konteks resistensi
bawaan & imunitas dapatan
Lingkungan Temperatur, musim, photoperiod
Stress Kualitas air, polusi, densitas, handling
&transport, siklus breeding
Nutrisi Kualitas & kuantitas pakan, kandungan
nutrisi,penggunaan imunostimulan, faktor
anti-nutrisi dalam pakan
Inang Umur, species ataustrains, individual
Patogen Tingkat paparan, jenis (parasit, bakterial,
viral), virulensi
FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TANGGAP KEBAL
• Temperatur
• Umur
• Imunisasi pasif : Vaksinasi
• Masa Waktu Imunitas Pasif
PENGGUNAAN IMMUNOSTIMULANTS& PREBIOTICS

• Immunostimulants ini akan meningkatkan sistem imun dengan cara meningkatkan produksi seluler &
humoral
• Immunostimulants β-glucan, suatu rantai poliglukosa linearyang dihasilkan dari ragi, jamur &
miseliumnyatelah terbukti memiliki fungsi modulasi imun dengan kapasitas anti-tumor, anti-
mikrobial, anti-viral & anti-parasit.
• Misalnya:
• Kimia sintetis (levamisole, FK-565 –diisolasi dari biakan Streptomyces olivaceogriseus),
• Substansi biologis (derivatif bakteria, polisakarida, ekstrak hewan & tumbuhan),
• Faktor nutrisi (vitamin C & E),
• Hormon(prolactin & GH)
• Sitokin(polipeptida & glikoprotein)
MATERI JURNAL

SISTEM PERTAHANAN TUBUH IKAN : RESPON PERTAHANAN ADAPTIF, MAJOR


HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX (MHC), RESEPTOR SEL T, SITOKIN
TERIMAKASIH
SISTEM PERTAHANAN TUBUH IKAN : RESPON PERTAHANAN ADAPTIF,
MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX (MHC), RESEPTOR SEL T,
SITOKIN

Ery Gusman

Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perairan


FPIK Universitas Borneo Tarakan (UBT) Kampus Pantai Amal Gedung E,
Jl. Amal Lama No.1,Po. Box. 170 Tarakan KAL-TIM.
HP.081346652700 / E-mail : ery_goodguy@yahoo.com

ABSTRACT

Teleostei Fish, as members of other vertebrates have a body defense system when
the body is infected by foreign agents from both types of bacteria, viruses,
parasites, and fungi. Fish has two defense systems that was natural defense system
(innate immunity) and the adaptive defense system (adaptive immunity). Major
Histo Compatibility (MHC) is a group or complex of genes that play a role in
recognition and signaling between immune cells. T cell receptor (TCR) is an
antigen that presented by MHC molecules, both MHC class I or class II MHC, to T
cells and then bound by a receptor located on the surface of T cells Cytokines are
soluble protein mediators (sometimes bound in the cell membrane ) which bind to
receptors on cells target and trigger, regulate, or inhibit cellular functions.
Detailed knowledge about the molecular expression of immune cells in fish can be
used as a basic reference for designing the construction of peptide-based vaccines
that are immunogenic and specifically identify a variety of viruses and bacteria
that often infects fish.

Keywords : Fish, adaptive immunity, Major Histocompatibility Complex (MHC),


Reseptor Sel T, Sitokin

I. Pendahuluan

Semua organisme hidup, dari bakteri sampai manusia, memiliki strategi


evolusioner untuk melawan infeksi dari parasit. Pada organisme tingkat tinggi,
keragaman dan banyaknya strategi juga ditemukan pada pertahanan dari mikroba
parasitik yang didasarkan secara kolektif sebagai system imun. Sistem imun pada
hewan mamalia terdiri dari dua jenis sistem imun yang saling berkaitan, yaitu sistem
imun alamiah (innate) dan sistem imun adaptif. Kombinasi antara sistem innate dan
adaptif, membuat sistem imun mamalia bisa mengenali dan mengeliminasi invasi
pathogen dengan tingkat keampuhan yang maksimal dengan kerusakan yang minimal,
kombinasi tersebut baik juga untuk memberikan perlindungan dari infeksi ulang oleh
pathogen yang sama. Sistem imum innate dan adaptif menggunakan 2 strategi
fundamental yang berbeda untuk mengenali invasi mikroba khusus. Sistem imun innate
mendeteksi infeksi menggunakan reseptor yang mengkode jumlah terbatas dari patogen,

[54]
dan mengenali struktur unik molekul untuk menggolongkan mikroba penginfeksi.
Sistem imun adaptif menggunakan reseptor secara acak, dan sangat spesifik dengan
spesifikasi yang tampaknya tidak terbatas. Kombinasi dari 2 strategi pengenalan ini
yang membuat sistem imun pada hewan mamalia sangat ampuh (Noah dan Ruslan,
2008).
Ikan teleostei, sebagaimana anggota vertebrata lainnya memiliki sistem
pertahanan tubuh ketika tubuhnya terinfeksi oleh agen asing baik dari jenis bakteri,
virus, parasit, maupun jamur. Ikan memiliki dua sistem pertahanan yaitu sistem
pertahanan alamiah (innate immunity) dan sistem pertahanan adaptif (adaptive
immunity) (Tort et al., 2003). Sistem imun pada ikan teleostei belum selengkap pada
vertebrata tingkat tinggi tetapi jauh lebih berkembang dibandingkan sistem imun
invertebrata. Kemampuan sistem imun non spesifik (innate immunity) terdiri dari
mekanisme pertahanan seluler dan humoral. Pertahanan seluler non spesifik diperankan
oleh monosit/makrofag, neutrophil/granulosit dan sel cytotoxic non spesifik atau sel NK
(natural killer). Sedangkan pertahanan humoral non spesifik melibatkan lectins, enzim
lytic (lisozyme, complement), transferrin, ceruloplasmin, c-reactive protein dan
interferon.
Pada sistem imun adaptive juga terdapat dua mekanisme yaitu respon imun
humoral diperantarai oleh antibodi yang diproduksi oleh sel-sel limfosit B (atau biasa
disebut dengan sel B). Antibodi akan mengenali antigen-antigen mikrobia,
menetralisirnya, dan mengeliminasi mikroba tersebut dengan berbagai mekanisme
efektor. Antibodi bersifat khusus (hanya mengeliminasi target antigen yang
dikenalinya). Tipe antibodi yang berbeda dapat mengaktifkan mekanisme efektor yang
berbeda pula. Adapun imunitas yang adaptif seluler (cell-mediated immunity)
diperantarai oleh sel T (limfosit T) yang berperan dalam melakukan destruksi sel-sel
yang terinfeksi mikroba secara intraseluler (Shoemaker et al, 2001).
Iwama dan Nakanishi (1996) membagi secara garis besar sistem pertahanan
tubuh (imun) pada ikan ada 2 yaitu : sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik.
Masing-masing sistem imun tadi terbagi lagi menjadi sistem imun yaitu selluler dan
humoral, seperti yang digambarkan pada gambar 1.
Sistem Pertahanan Seluler

Sistem Imun Non


Spesifik
Sistem Pertahanan Humoral

Sistem Imun pada Ikan

Sistem Pertahanan Seluler

Sistem Imun Spesifik

Sistem Pertahanan Humoral

Gambar 1. Pengelompokan Sistem Pertahanan Tubuh (Imun) pada Ikan


Menurut Iwama dan Nakanishi (1996) dalam gusman (2010).

[55]
Lebih lanjut Iwama dan Nakanishi (1996) menyampaikan bahwa sistem imun
nospesifik untuk pertahanan seluler pada ikan diketahui termasuk diantaranya adalah
monosit/makrofag, granulosit, dan sel sitotoksik nospesifik (NCCs). Makrofag dan
granulosit merupakan sel mobil pagositosit yang ditemukan di dalam darah dan
jaringan sekunder limpoid, juga biasanya ditemukan pada kasus inflamasi penting, yang
merupakan respon seluler terhadap invasi mikroba dan atau cedera jaringan yang
mengakibatkan akumulasi lokal pada leukosit dan cairan mukus. Sistem imun
nonspesifik pada pertahanan humoral diantaranya adalah serum, mukus dan telur pada
ikan yang mengandung berbagai macam substansi nonspesifik yang bisa menghambat
pertumbuhan mikroorganisme penginfeksi. Substansi-substansi ini sebagian besar
merupakan protein atau glycoprotein dan sebagian besar dari mereka diyakini memiliki
pendamping atau prekursor di dalam darah dan hemolymph pada invertebrata.
Substansi ini sebenarnya spesifik pada reaksi dengan satu gugus kimia atau konfigurasi,
tetapi disebut nonspesifik karena substansi yang bereaksi sangat umum sekali dan tidak
mempengaruhi pertumbuhan hanya pada satu jenis mikroorganisme saja. Faktor
pertahanan humoral diantaranya adalah lysozyme, komplemen (substansi pelengkap),
interferon, protein C-reaktif, transferrin dan lectin (hemaglutinin).
Respon sistem imun spesifik pada pertahanan seluler merupakan antibodi yang
independent yang dimasukkan secara bersama-sama dan dimediasi oleh sel pertahanan
tubuh (Cell Mediated Immunity). Terminologi ini berasal dari kemampuan untuk
mentransfer respon antigen spesifik dari satu individu ke induvidu lainnya dengan
menggunakan sel hidup. Pada awal tahun 1950an hal ini telah dibuktikan bahwa sel
yang bertanggung jawab untuk sel perantara pertahanan tubuh adalah lymphocytes,
sekarang diidentifikasikan sebagai T Cell (Iwama dan Nakanishi, 1996).

II. Reseptor dalam sistem pertahanan Adaptive

Sistem pertahanan adaptif memiliki tiga macam reseptor yang sangat unik yaitu
MHC (major histocompatibility complex), reseptor pada sel T (T cell receptor, TCR),
dan imunoglobulin (Ig). Ketiga reseptor tersebut termasuk dalam kelompok superfamily
imunoglobulin.
a. Major histocompatibility Complex (MHC)

Mayor Histo Compatibility (MHC) : adalah suatu kelompok atau kompleks gen
yang berperan dalam pengenalan dan pemberian sinyal di antara sel-sel imun.
Berdasarkan rumus bangunnya, Baratawidjaja (1996) membagi molekul MHC menjadi
3 golongan, yaitu :
 molekul MHC kelas I ; yang menetapkan ekspresi atau antigen permukaan kelas
I yaitu yang berupa protein pada membran permukaan semua sel yang memiliki
nukleus dan trombosit. Molekul kelas I mengikat peptida molekul lain yang
diproduksi dalam sel dan membawanya ke permukaan sel, sehingga gabungan
kelas I dan peptida tersebut dapat dikenal oleh sel T CD8 yang sitotoksik.
 Molekul MHC Kelas II ; manetapkan ekspresi atau antigen permukaan sel-sel
tertentu yang dikenal sebagai sel kelas II yang imuno-kompeten seperti sel B,
monosit, macrofag, antigen presenting cells (APC) dan sel T (hanya yang
diaktifkan). Molekul MHC kelas II mengikat molekul peptida yang sudah
diproses sel APC dan dibawa ke permukaan selnya sehingga dapat dikenal oleh

[56]
sel CD4. Presentasi antigen serta rangsangan sel T CD4 merupakan permulaan
respon imun yang juga sebagian ikut menentukan jenis respon yang terjadi.
 Molekul MHC kelas III ; menentukan ekspresi komponen komplemen (C2, C4),
faktor B properdin atau Bf, TNF dan lymphotoxin (LT), yaitu membentuk
sitokin dan molekul lain yang ditentukan MHC. MHC yang menentukan
molekul kelas III ini terletak di dalam kompleks MHC yang menentukan
molekul MHC kelas I dan kelas II.
Abbas dan Lichtman (2005) menjelaskan molekul MHC adalah glikoprotein-
glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang berfungsi untuk mempresentasikan
peptida-peptida kepada sel T. Fungsi utama dari limfosit sel T adalah pertahanan
terhadap mikroba intraseluler dan mengaktifkan sel-sel lain seperti makrofag dan
limfosit B. Oleh karena itu sel T mengharuskan berinteraksi dengan sel-sel lain seperti
sel-sel yang terinfeksi, sel-sel dendrite (sel saraf), makrofag, dan sel B. Limfosit mampu
berinteraksi dengan sel-sel lain karena memiliki reseptor yang disebut reseptor sel T
yang hanya mengenali antigen yang dipaparkan pada sel-sel lain. Hal ini berbeda
dengan sel B dan antibodi yang mampu mengenali antigen terlarut termasuk juga
antigen yang berasosiasi dengan sel. Tugas pemaparan antigen-antigen yang
berasosiasi dengan sel untuk dapat dikenali oleh sel T ditunjukkan dengan protein
khusus yang dikode oleh suatu gen dalam sebuah lokus yang disebut major
histocompatibility complex (MHC). Molekul-molekul MHC kelas I menunjukkan
antigen yang berasal dari sel dalam beberapa virus yang menginfeksi sel intraseluler
kemudian tumbuh di dalam vesikel intraseluler dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan :Virus menginfeksi sel melalui perlekatan pada reseptor


dilanjutkan dengan memasukkan asam nukleatnya ke dalam
sel. Virus mengembangkan diri dengan mensintesis protein-
protein penyusunnya di dalam sitosol. Frgamen-fragmen
protein dari protein virus diikat oleh molekul MHC kelas I di
dalam retikulum endoplasma dalam tubuh virus. Selanjutnya
peptida-peptida tersebut dipresentasikan MHC kelas I di
permukaan sel.

Gambar 2. Molekul-molekul MHC kelas I mempresentasikan antigen yang


berasal dari beberapa virus yang menginfeksi sel intraseluler dan
tumbuh di vesikel intraseluler. (Janeway et al., 2001)

[57]
b. Reseptor sel T (T-cell receptor, TCR)
TCR adalah Antigen-antigen yang dipresentasikan oleh molekul MHC, baik
MHC kelas I maupun MHC kelas II, kepada sel T kemudian diikat oleh sebuah reseptor
yang terletak pada permukaan sel T. TCR terdiri dari dua rantai polipeptida yaitu rantai
α (BM 27.000 Da) dan rantai β (31.000 Da). TCR secara spesifik mengikat 2 protein
yaitu peptide asing (antigen) dan molekul MHC pada permukaan APC. TCR
mengerjakan dua pengikatan ganda menggunakan suatu tempat perlekatan (binding site)
yang disebut dengan V (variable) domain pada rantai β dan rantai α. Seperti pada
antibodi, V domain rantai α dan rantai β pada TCR mengandung tiga CDR
(complementary determining regions) yaitu CDR1, CDR2 dan CDR3. Molekul MHC
mengikat salah satu bagian dari antigen (disebut dengan agretop) sedangkan TCR
mengikat bagian yang lain dari antigen tersebut (disebut dengan epitop)(Madigan et al.,
2003). Adapun Struktur T-cell receptor, TCR dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan : Struktur TCR tersusun atas rantai  dan rantai  yang


diikat oleh ikatan sulfida. TCR memiliki variable (V)
domain yang berfungsi untuk mengikat epitop (antigen
determinan) yang dipresentasikan oleh molekul MHC.

Gambar 3. Struktur T-cell receptor, TCR (Madigan et al., 2003)

c. Sitokin (Cytokine)
Sitokin adalah protein mediator terlarut (kadang terikat dalam membrane sel)
yang mengikat reseptor pada sel target dan memicu, mengatur, atau menghambat
fungsi-fungsi seluler. Kebanyakan sitokin diproduksi dan berperan dalam sel-sel imun,
tetapi ada juga sitokin yang diproduksi oleh sejumlah tipe sel dan berperan pada
berbagai macam sel, sehingga sitokin menampakkan kisaran aktifitas yang sangat luas.
Sitokin dikarakteristikkan dengan sifat redundancy (memiliki peran yang sama antar
satu jenis sitokin dengan jenis sitokin lainnya), memiliki aksi yang sinergis, dan
memiliki sitem pengaturan yang berbalik (regulatory loop) (Cavaillon, 2007).

[58]
Interaksi antara cell pada sistem imun tidak hanya diperantai oleh kontak dari sel
ke sel akan tetapi juga melalui pelepasan faktor-faktor terlarut (sitokin). Sitokin
berperan mengatur atau memperbaiki sistem imun, dan cakupannya biasanya dibatasi
oleh sel di sekitar pertengahan pada sel penghasil sitokin. Ikan memproduksi sejumlah
sitokin untuk menyusun kegiatan pada respon imun. Sebagian besar respon imun pada
ikan telah teridentifikasi dalam kajian biologis berdasarkan kesamaan fungsional
mereka terhadap aktivitas sitokin hewan mamalia. Beberapa respon imun telah
dideteksi melalui reaktivitas silang dengan sitokin mamalia. Sebagai contoh Tumor
necrosis factor (TNF) α, merupakan turunan makrofag sitokin dengan tingkat homology
asam amino tinggi diantara spesies dan spesifitas spesies kecil (hardie et al., 1994).
Pendekatan Reaksi berantai polymerase (PCR) menggunakan Genomic DNA yang
berasal garis sel flatfish (Paralichthys olivaceus) telah memberikan sekuen untuk IL-2
(Tamai et al., 1992). Selanjutnya Tamai et al. (1993) juga mengkloning cDNA sitokin
dan mengidentifikasikan sekuen protein antiviral interferon pada Flatfish.

III. Pembahasan

Pengetahuan yang detail mengenai molekul-molekul yang terkait dengan sistem


imun juga dapat digunakan untuk aplikasi selanjutnya yang lebih jauh dan lebih
mendalam dalam budidaya perikanan antara lain untuk pengembangan 1) Biomarker,
yaitu penemuan tentang gen-gen tertentu yang terkait dengan sifat biologi dari suatu
mahluk hidup misalnya gen-gen yang terkait dengan agen antimikrobia, faktor-faktor
yang merespon terhadap stress akut, dan berbagai macam sitokin selama penyebaran
infeksi pathogen, 2) Vaksin atau Adjuvant, misalnya penemuan IL-1β yang dapat
menginduksi berbagai macam sitokin, antigen permukaan sel, dan gen signal transduksi,
yang menunjukkan bahwa IL-1β merupakan adjuvant vaksin yang potensial, 3). ikan
transgenik, misalnya penemuan promoter TNF (tumor necrosis factor) yang dapat
digunakan untuk mengekspresikan gen-gen asing pada Japanese flounder (Paralichthys
olivaeeus) (Aoki et al., 2008).
Penelitian detil mengetahui molekul-molekul sel imun yang berperan dalam
respon pertahanan pada tubuh ikan ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti
diantaranya adalah, yanuhar (2008, 2009, 2010) yang meneliti tentang Pengembangan
Vaksin Berbasis Peptida yang Terekspresi pada Reseptor Ikan Kerapu Tikus yang
Mengenali Antigen Sebagai Transgenik Antibodi dalam Upaya Penyiapan Bibit Unggul.
Kemudian oleh Setyawan (2009) yang meneliti tentang Ekspresi Interleukin 6 (IL-6),
CD4 dan CD8 pada Organ Spesifik Ikan Kerapu Tikus (cromileptes altivelis) terhadap
infeksi vibrio spp. dan VNN (viral nervous necrosis). Dan juga Gusman (2010) telah
melakukan penelitian mengenai molekul sel imun pada ikan yang berjudul Ekspresi
Molekul Sel Interferon γ dan NF-kB pada Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)
yang Dipapar Protein Imunogenik Virus Vnn (Viral Nervous Necrosis). Dari beberapa
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa data yang valid tentang karkateristik
molekul-molekul yang berperan dalam sistem imun serta keterkaitan antar molekul
dalam sistem imun dapat memberikan informasi kepada kita bagaimana kita mendesain
vaksin atau imunostimulan yang spesifik terhadap antigen dan memiliki waktu
perlindungan yang lebih lama. Disamping itu, data-data tersebut dapat digunakan untuk
mendesain primer sebagai alat pendeteksi ekspresi molekul-molekul yang berperan
dalam sistem imun.

[59]
Penghargaan dan Terimakasih

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Uun Yanuhar, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut terlibat proyek penelitian yang
didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia pada Program Insentif Dasar
Tahun Anggaran 2009-2010, dan juga Agus Setyawan yang telah memberikan support
dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka

Abbas, A. K. and A. H. Lichtman. 2005. Cellular and Molecular Immunology, fifth


edition, updated edition. Elsevier saunders, Pennsylvania.

Aoki, T., T. Takano, M. D. Santos, H. Kondo and I. Hirono. 2008. Molecular Innate
Immunity in Teleost Fish: Review and Future Perspectives. Fisheries for Global
Welfare and Environment, 5th World Fisheries Congress 2008, pp. 263–
276.Barathawidjaja, K. G. 1996. Imunologi Dasar. Edisi ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 263p.

Cavaillon, Jean-Marc. 2007. Molecular Mediators : Cytokines. In: Meyers (ed.).


Immunology: From Cell Biology To Disease. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co.
KGaA, Weinheim, p: 137-166.

Gusman, E (2010). Ekspresi Molekul Sel Interferon γ dan NF-kB Pada Ikan Kerapu
Tikus (Cromileptes altivelis) yang Dipapar Protein Imunogenik Virus VNN
(Viral Nervous Necrosis). Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Brawijaya. Malang.

Hardie, L. J., Chappell, L. H., and Secombes, C. J. (1994). Human Tumor Necrosis
Factor a Infuences Rainbow Trout, Onchorhynchus mykiss, Leucocyte
Responses. Vet. Immunol. Immunopathol. 4, 73-8.

Iwama, G and Nakanishi, T. 2001. The Fish Immune System : Organism, Pathogen,
and Environment. Academic Press. 395 Pages.

Janeway Jr., C.A., P. travers, M. Walport, M.J. Shlomchik. 2001. Immunobiology : the
immune sytem in health and disease 5th ed. Garland Publishing, New York.
Madigan, M.T., J.M. Martinko, dan J. Parker. 2003. Brock Biology of Microorganisms,
Tenth edition. Prentice Hall, Pearson education, Inc., New Jersey. 1019p.

Noah W. Palm and Ruslan Medzhitov, 2008. Pattern recognition receptors and control
of adaptive immunity. Immunological Reviews, Volume 227 Issue 1, Pages 221 –
233, Published Online: 19 Dec 2008. http://www3.interscience.wiley.com/

[60]
Setyawan A, (2009). Ekspresi Interleukin 6 (IL-6), CD4 DAN CD8 pada Organ
Spesifik Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Terhadap Infeksi Vibrio spp.
dan VNN (Viral Nervous Necrosis). Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya. Malang.

Shoemaker, C.A., P.H. Klesius, and J.J. Evans. 2001. Prevalence of Streptococcus iniae
in tilapia, hybrid striped bass, and channel catfish on commercial fish farms in
the United States. American Journal of Veterinary Research 62: 174-177.

Tamai, T.. Sato, N., Kimura. S., Shirahata, S., and Murakami. H. (1992). Cloning and
expression of flatfish interleukin 2 gene. In “Animal Cell Technology: Basic
and Applied Aspects” (H. Murakami et al., eds.), pp. 509-514. Kluwer
Academic Publishers, Netherlands.

Tamai, T., Shirahata, S., Sato, N., Kimura, S., Nonaka, M.. and Murakami, H. (1993).
Purification and Characterization of Interferon-like Antiviral Protein Derived
from Flatfish, Paralichthys olivaceis, Lymphocytes Immortalized by
Oncogenes. Cyrorechnofogy 11, 121-131.

Tort, L., J.C. Balasch, S. Mackenzie. 2003. Fish immune system. A crossroads between
innate and adaptive responses (Rev.). Inmunología Vol. 22 / Núm 3/ p :277-286.

Yanuhar U (2008; 2009; 2010). Laporan Penelitian Program Insentif Dasar.


Pengembangan Vaksin Berbasis Peptida yang Terekspresi pada Reseptor Ikan
Kerapu Tikus yang Mengenali Antigen Sebagai Transgenik Antibodi dalam
Upaya Penyiapan Bibit Unggul. Lembaga Penelitian UB dengan KMNRT-RI.
Unpublished.

[61]

Anda mungkin juga menyukai