Anda di halaman 1dari 4

FEBRINA RAHMADIANI J3N115099

NADYA SALSABILA J3N115155


AKN D – P1

1. Jelaskan kaitan konsep antara BCP dan DRP


BCP dan DRP ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis dalam menghadapi
gangguan- gangguan terhadap operasi perusahaan. Business Continuity Plan dan Disaster
Recovery Plan adalah meliputi persiapan, pengujian dan pemutakhiran tindakan-tindakan
yang diperlukan untuk melindungi proses bisnis fital (critical) terhadap dampak dari
kegagalan jaringan dan sistem utama. Kandidat CISSP harus memahami persiapan yang
dibutuhkan untuk melakukan tindakan- tindakan spesifik yang diperlukan saat adanya
kegagalan atau penundaan operasi bisnis suatu perusahaan atau organisasi.

Proses BCP adalah meliputi:


 Inisiasi Perencanaan dan Lingkup
 Business Impact Assessment (BIA)
 Pengembangan Business Continuity Plan
Proses DRP adalah meliputi:
 Proses Disaster Recovery Planning
 Pengujian Disaster Recovery Plan
 Prosedur Pemulihan Bencana

Tujuan akhir dari Business Continuity Plan dan Disaster Recovery Plan adalah sama
yaitu untuk menjamin keberlangsungan proses bisnis penting atau utama. DRP merupakan
bagian atau subset dari strategi yang ada pada BCP dalam menghadapi bencana yang
mengancam keberlangsungan proses bisnis penting.
Pada saat bisnis requirement berubah dan mengharuskan adanya pemulihan/penyiapan
dari fungsi-fungsi bisnis yang penting, maka solusi/rencana yang dibuat adalah berupa BCP.
Dalam banyak kasus BCP tidak dikontrol oleh unit tehnologi Informasi (TI), biasanya
ditangani oleh bagian sekuriti organisasi atau keuangan. Sedangkan DRP adalah murni
domain dari Tehnologi Informasi, bagian TI-lah yang menghasilkan Disaster Recovery Plan.
Segala sesuatu umumnya berfokus kepada “bagaimana memulihkan sistem data mereka”.
Dua konsep ini (BCP dan DRP) adalah sangat berhubungan erat dan perlu memadukannya
dalam satu domain. Memang ada beberapa perbedaan, namun pada dasarnya business
continuity plan adalah proses dalam membuat perencanaan yang akan menjamin fungsi bisnis
vital dapat bertahan dalam berbagai keadaan emergensi. Disaster recovery plan mencakup
pembuatan persiapan terhadap bencana dan juga menentukan prosedur yang harus diikuti
selama dan setelah interupsi proses bisnis vital.
Namun demikian perencanaan memerlukan keterlibatan unit lain dan dukungan dari
DRP yang scopenya lebih besar. Disaster Recovery Plan hanya berfokus pada sumberdaya
TI, sedangkan BCP sifatnya lebih luas dengan merencanakan secara menyeluruh
keberlanjutan sebuah bisnis. BCP mempertimbangkan akses ke berbagai fasilitas,
ketersediaan orang, proses bisnis serta pemulihan TI.
2. Carilah bentuk penerapan BCP dan DRP pada lembaga pemerintah dan swasta
(deskripsikan)!
 BCP
A Pemerintah
Studi Kasus pada PT Garuda Indonesia. Tujuan dalam penelitian tersebut adalah
menganalisa pendekatan dalam mengkuantifikasi nilai ekonomis yang timbul akibat
kegagalan atau tidak berfungsinya suatu sistem aplikasi TI sebagai dasar dalam
melakukan evaluasi dan pengukuran investasi TI yang diharapkan dapat digunakan
sebagai bagian dari implementasi BCP. Penelitian tersebut telah mengkuantifikasi
nila manfaat tangible maupun intangible dari sistem aplikasi untuk mengetahui
kerugian bisnis dan potensi biaya yang akan timbul bila sistem tidak berfungsi serta
biaya untuk mengimplementasikan alternatif-alternatif pendekatan BCP.
B Swasta
Perumusan BCP yang sesuai untuk PT.PAM yang memiliki bidang usaha pada
Workshop and Part shop (service station. Analisis atas dampak gangguan/bencana terhadap
perusahaan dibuat berdasarkan tingkat kerusakan (impact to business) dan kemungkinan
terjadinya (likelihood of their occurance). Pada hasil akhir Risk Assessment menjelaskan
proses bisnis yang menduduki peringkat dan mempengaruhi hasil akhir penilaian resiko
proses bisnis utama (Risk Assessment )pada layananworkshop dan part shop.
Peringkat tertinggi berada pada gempa bumi, kebakaran, hacker, dan banjir dan tingkat
terendah berada pada mogok, huru-hara dan utility failure.

Peringkat Dampak Potensi gangguan /bencana terhadap layanan Workshop dan Part
Shop sangat jelas terlihat peringkat tertinggi berpotensi peluang ancaman pada gempa bumi,
kebakaran, hacker attack dengan demikian diharapkan setiap strategi BCP harus lebih efektif
menanggulangi potensi gangguan/bencana sesuai rating. Berdasarkan pemaparan Peringkat
Dampak Potensi Gangguan/Bencana terhadap Layanan WorkshopdanPart shop PT.PAM
tersebut BCP tidak terpengaruh jika terjadi ancaman mogok dan supplier failure.

Untuk menentukan tingkat kritikal, maka tiap proses bisnis ditentukan tingkat dampak yang
ditimbulkan jika layanan terhenti (severity of impact ). Dari hasil BIA sebagian besar proses
bisnis berada pada kategori highdan moderat,yaitu proses Menerima dan Mengumpulkan data
pelanggan service, Menerima dan Mengumpulkan data pelanggan asuransi, Mencatat dan
Menganalisis keluhan dan kerusakan kendaraan pelanggan, Menyimpan data kerusakan
kendaraan, Menyimpan data perbaikan yang dilakukan oleh mekanik, dan Menerima
pembayaran dari pelanggan. Hal ini menunjukkan setiap proses pada layanan
WorkshopdanPart ShopPT.PAM memiliki hubungan ketergantungan yang cukup kuat.

Disamping itu perlu ditentukan target waktu pemulihan beberapa proses bisnis meskipun
digolongkan sebagai tingkat kritikal high ( Menerima dan Mengumpulkan data pelanggan
service, Menerima dan Mengumpulkan data pelanggan asuransi, Mencatat dan Menganalisis
keluhan dan kerusakan Kendaraan Pelanggan, Menyimpan data kerusakan kendaraan,
Menyimpan data perbaikan yang dilakukan oleh mekanik, Menerima pembayaran dari
pelanggan, dan proses melakukan pembelian dan penerimaan suku cadang), dapat
ditempatkan pada alokasi waktu pemulihan kurang dari 4 jam karena dapat ditandai dengan
proses manual . Sedangkan untuk proses bisnis Proses membuat laporan bengkel, Proses
merawat inventori dan Proses membuat laporan suku cadang digolongkan pada tingkat
kritikallow. Untuk menunjang proses BIA diperlukan sumber daya minimum yang
dibutuhkan pada saat melayani pelanggan pada saat kritikal. Terlihat pada saat proses kritikal
layanan workshop sumber daya minimum yang harus ada adalah PC, Vital Record, dan Desk,
tetapi pada proses melakukan pembelian dan penerimaan suku cadang supplies diperlukan.
Sedangkan untuk printer, fax, phone tidak harus selalu ada, kemudian
untuk supliesdan other tidak diperlukan.

 DRP
A Pemerintah
Organisasi yang mulai memandang perlunya penerapan DRP adalah ITB.
Bersamaan dengan dilaksanakannya proyek I-MHERE, ITB mulai membangun
sebuah data center. I-MHERE (Indonesia-Managing Higher Education for
Relevance and Efficiency) sendiri merupakan sebuah proyek yang didanai oleh
World Bank, dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas manajerial dan
mekanisme keuangan pada Kementrian Pendidikan Nasional dan institusi
pendidikan tinggi dapat meningkatkan efesiensi, relefansi, kualitas dan kewajaran
pada pendidikan tinggi di Indonesia.
Salah satu tim yang terdapat pada proyek I-MHERE ini adalah SD-6.3-4 Sub
Activity Developing IT Governance Through Establishment of R,G,S for the
Integrated MIS. Aktivitas yang dilakukan tim ini salah satunya adalah pembuatan
DRP untuk data center yang ada.
Data center akan bertugas sebagai tempat pengumpulan seluruh data yang
berasal dari seluruh sistem informasi yang terdapat di ITB, yaitu data pendidikan,
mahasiswa, pegawai, keuangan, sarana dan prasarana, manajemen aset, dll.
Penyusunan DRP ini sangat di butuhkan oleh ITB, dikarenakan data center
menyimpan data-data vital yang dimiliki oleh ITB. Tujuan pembuatan DRP adalah
untuk melindungi pegawai dan resources yang ada di ITB, untuk menyelamatkan
data-data penting yang dimiliki ITB, dan untuk memastikan kemampuan ITB akan
berfungsi kembali

B Swasta
CV. Karya Mandiri sebagai Perusahaan distributor minuman ringan dalam
kemasan produk Starfood seringkali mengalami kehilangan penjualan yang
disebabkan oleh pendistribusian yang terhambat karena ketersediaan produk yang
tidak memadai untuk memenuhi permintaan. Studi ini bertujuan untuk menerapkan
perencanaan kebutuhan distribusi untuk mengendalikan ketersediaan produk melalui
penjadwalan distribusi dalam rangka optimalisasi aktivitas distribusi produk minuman
ringan dalam kemasan pada CV. Karya Mandiri Sejahtera. Studi ini menggunakan
metode Distribution Requirements Planning (DRP). DRP berfokus pada manajemen
distribusi inventori Perusahaan. Dalam studi ini, penerapan DRP didahului oleh
peramalan permintaan. Peramalan permintaan masing-masing produk akan
menggunakan metode peramalan terbaik yang merupakan hasil perbandingan dari
metode perataan bergerak tunggal dan metode pemulusan eksponensial tunggal. Hasil
dari peramalan permintaan tersebut akan digunakan dalam pengendalian persediaan
dan penjadwalan distribusi melalui penerapan metode DRP. Hasil dari studi ini
menunjukkan bahwa penerapan DRP pada CV. Karya Mandiri Sejahtera dapat
menyelesaikan permasalahan yang selama ini dihadapi Perusahaan distributor tersebut
dalam aktivitas pendistribusiannya. Dengan menerapkan DRP, ketersediaan produk
menjadi memadai dan distribusi menjadi lancar. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan DRP menghasilkan optimalisasi aktivitas distribusi pada Perusahaan
distributor tersebut. Dengan demikian, CV. Karya Mandiri Sejahtera tidak lagi harus
kehilangan penjualan.

Anda mungkin juga menyukai