Anda di halaman 1dari 19

PROSES DAN PEMODELAN BISNIS

Enterprise Resource Planning (ERP) dan faktor – faktor penting pendukung


keberhasilannya (Critical Succes Factors) : Studi literatur.

Disusun oleh :

Ariyan Zubaidi (23509025)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


SEKOLAH TINGGI ELEKTRO & INFORMATIKA
PROGRAM STUDI MAGISTER SISTEM INFORMASI
2009

Enterprise Resource Planning (ERP) dan faktor – faktor penting pendukung


keberhasilannya (Critical Succes Factors) : Studi literatur

Abstraksi

Implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) sekarang ini sudah menjadi hal yang
esensial bagi suatu perusahaan yang ingin terus bertahan di tengah lingkungan persaingan
bisnis yang kuat. ERP mengintegrasikan fungsi-fungsi bisnis yang ada pada perusahaan
menjadi satu sehingga dapat dilakukan control yang menyeluruh terhadap proses bisnis
perusahaan. Selain itu, akses terhadap informasi yang berguna untuk mendukung pengambilan
keputusan oleh manajemen menjadi lebih mudah dilakukan. Akan tetapi, implementasi ERP
pada suatu perusahaan tidak akan berjalan mulus tanpa mengetahui factor-faktor penentu
keberhasilan (critical success factor) pengimplementasian ERP. Pada paper ini membahas
critical success factor (CSR) untuk pengimplementasian ERP yang didapatkan melalui studi
literature yang didapatkan dari internet. Dengan adanya paper ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan bagi organisasi atau perusahaan yang akan mengimplementasikan
ERP pada proses bisnisnya.

Kata kunci : enterprise resource planning (ERP), critical success factors (CSF)

1. Pendahuluan
Untuk bertahan di dunia bisnis yang sangat kompetitif, diperlukan peningkatan proses bisnis
pada perusahaan. Untuk meningkatkan performansi dari proses bisnis perusahaan dibutuhkan
suatu pendekatan atau cara untuk meraihnya. Satu pendekatan yang terbukti dapat meningkatkan
proses bisnis pada perusahaan adalah pengimplementasian teknologi informasi (Information
Technology). Namun, implementasi IT tidak bisa langsung dilaksanakan tanpa ada perubahan
yang menyeluruh pada proses bisnis perusahaan. Business process reengineering (BPR)
merupakan metode yang digunakan untuk merubah atau mendesain ulang keseluruhan proses
bisnis perusahaan secara radikal. Setelah dilakukan desain ulang terhadap proses bisnis
perusahaan, maka pengimplementasian IT bisa dilakukan pada perusahaan.
Pengimplementasian IT pada perusahaan khususnya perusahaan dengan skala besar
cenderung untuk menggunakan paket sistem yang ditawarkan oleh vendor. Paket sistem ini
dinamakan Enterprise Resource Planning (ERP). Sistem ERP ini sudah mencakup keseluruhan
proses bisnis dari organisasi sehingga akan memberikan mamfaat yang besar bagi organisasi.
Namun, pengimplementasian ERP ini tidak semudah yang dibayangkan. Banyak faktor-faktor
yang harus diketahui dan diperhatikan dengan cermat oleh organisasi yang akan
mengimplementasikan sistem ERP supaya usaha yang dilakukan dapat berhasil sesuai dengan
yang diharapkan.

2. Teori
2.1 Definisi Enterprise Resource Planning (ERP)
Pada definisi dasarnya, ERP adalah sistem informasi perusahaan yang terintegrasi dan
mengontrol semua proses bisnis di keseluruhan organisasi. Menurut Nah dan Lau, ERP adalah
suatu paket sistem perangkat lunak bisnis yang memungkinkan perusahaan mengelola secara
efisien dan efektif menggunakan sumber daya (material, sumber daya manusia, finansial, dll)
dengan menyediakan solusi total yang terintegrasi untuk kebutuhan pemrosesan informasi
organisasi. Fasilitas perangkat lunak ini, jika diimplementasikan dengan baik, integrasi dari
semua informasi fungsional mengalir sepanjang organisasi menjadi sebuah paket tunggal
dengan database yang umum. Oleh karena itu, hal ini memberikan kemudahan dan akses
langsung ke informasi yang berhubungan dengan inventori, produk atau data konsumen,
infomasi sejarah terdahulu. [3]
Sistem ERP mengotomatisasi dan mengintegrasikan inti fungsionalitas dari organisasi.
ERP memfasilitasi aliran informasi antara fungsi-fungsi yang berbeda dari perusahaan, dan
juga mengizinkan berbagi informasi di seluruh unit organisasi dan lokasi geografis.[4]
ERP awalnya meliputi semua transaksi rutin dalam sebuah organisasi saja. Namun,
kemudian diperluas mencakup konsumen eksternal dan pemasok. Nah and Lau menyatakan
sebagian besar sistem ERP sekarang ini memiliki fungsi dan kemampuan untuk memfasilitasi
arus informasi di seluruh proses bisnis internal dan eksternal. Lebih jauh lagi, sistem ERP
memiliki kemampuan untuk “melampaui dinding perusahaan itu sendiri untuk berhubungan
lebih baik dengan supplier, distributor dan konsumen untuk terlibat di dalam e-business”. [3]
Sekarang ini, banyak organisasi swasta dan publik di seluruh dunia menerapkan sistem
ERP untuk mengganti sistem fungsional yang lama yang tidak lagi kompatibel dengan
lingkungan bisnis modern. Namun, menurut Kroenke, proses perpindahan dari aplikasi
fungsioanl ke sebuah sistem ERP adalah sulit dan menantang. Ditambah lagi, perubahan ke
sistem ERP mahal dan membutuhkan pengembangan prosedur baru, pelatihan dan konversi
data. [3]

2.2 Sejarah ERP


Menurut Kalakota and Robinson, evolusi sistem ERP dapat dibagi menjadi 4 fase :
Manufacturing Integration, Enterprise Integration, Customer-centric Integration dan Inter-
enterprise Integration. [4]
a. Fase 1: Manufacturing Integration (MRP)
Pada tahun 1970-an, informasi sistem berorientasi produksi dikenal sebagai sistem
manufacturing resource planning (MRP). Tujuan dari MRP adalah untuk menjadwalkan dan
memberikan perintah pekerjaan manufaktur dan perintah pembayaran. Pada tahun 1980-an,
versi lebih luas dari MRP, disebut MRP II, dibangun untuk fokus pada fungsi bisnis lainnya,
termasuk proses pemesanan, manufaktur dan distribusi. Karena data dan proses-prosesnya
tidak terintegrasi dengan apa yang ada di perushaan, MRP II ditingkatkan dan dirubah
namanya menjadi ERP. [4]
b. Fase 2: Enterprise Integration (ERP)
Pada pertengahan 1990-an, ERP menjadi perbaikan terakhir dari MRP II, dengan
tambahan fungsi “back-office” seperti keuangan, warehousing, distribusi, kontrol kualitas dan
sumber daya manusia, terintegrasi untuk menangani kebutuhan bisnis global dari jaringan
perusahaan. Tujuan utama dari ERP adalah memfasilitasi pertukaran informasi dan integrasi
di berbagai fungsi dan menyediakan solusi terotomatisasi ke berbagai proses bisnis. Tujuan
dari integrasi adalah untuk menggunakan teknologi untuk membangun standarisasi proses
melewati berbagai unit bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan menghasilkan pengembalian
modal yang lebih besar. [4]
c. Fase 3: Customer-centric Resource Planning (CRP)
Jangkauan dari fungsi ERP diperluas lebih jauh lagi pada akhir 1990-an yang
memasukkan fungsi “front-office” seperti penjualan, pemasaran dan e-commerce. Aplikasi e-
commerce membutuhkan koneksi ke sistem “back-end” dan memaksa banyak penyedia
perangkat lunak ERP (termasuk SAP, PeopleSoft dan BAAN) untuk melakukan inovasi
menjadi penyedia CRP. Sementara solusi ERP tradisional dilengkapi untuk mendukung
“maketo-stock/configure-to-order business model”, sistem CRP mampu untuk memenuhi
kebutuhan e-commerce “build-to-order/fulfil-to-order”. Manufaktur yang efektif dan layanan
pengiriman pada model e-commerce membutuhkan pemusatan kepada konsumen,
perencanaan berkelanjutan bukannya asumsi ERP klasik atas siklus perencanaan yang
panjang. [4]
d. Fase 4 : Inter-enterprise Integration (XRP)
Sejak dunia pada tahun 2000-an telah menjadi salah satu perusahaan yang saling
berhubungan menciptakan sistem informasi global, jangkauan dari sistem ERP mencakup
keseluruhan rantai nilai dari perusahaan, konsumennya, pemasok dan rekan usaha. Tujuan
utama dari sistem XRP adalah menyediakan kemampuan dukungan terhadap keputusan yang
cerdas dalam upaya untuk mengurangi inventori, mengembangkan strategi harga,
meningkatkan waktu siklus dan meningkatkan kepuasan konsumen sepanjang supply chain
management dan selling chain management. Untuk mencapai tujuan ini, model XRP harus
mendukung integrasi aktifitas bisnis internal dan eksternal dengan proses dan informasi
supplier dan konsumen. [4]

2.3 Proses Implementasi ERP


Proses implementasi ERP mengenai semua aspek dari implementasi termasuk
pengembangan permulaan kasus bisnis, dan perencanaan proyek, konfigurasi dan
implementasi paket perangkat lunak dan peningkatan selanjutnya menuju bisnis proses.
Implementasi ERP seharusnya mempertimbangkan “ proyek bisnis daripada sebuah inisiatif
teknologi”. Ross membangun 5 (lima) model fase proses implementasi ERP berdasarkan 15
(lima belas) studi kasus dari implementasi ERP. Fase-fase tersebut adalah design,
implementation, stabilization, continuous improvement dan transformation. Fase desain lebih
berkaitan dengan pemilihan sistem ERP, jangkauan proyek dan formulasi arsitektur sistem.[5]
Fase implementasi melibatkan konfigurasi dan implementasi perangkat lunak dan sangat
mengganggu organisasi dan penurunan kinerja karenanya. Setelah permulaan implementasi,
sebuah periode stabilisasi terjadi ketika masalah implementasi diperbaiki dan kinerja
organisasi meningkat. Ross mencatat bahwa sebagian besar organisasi tetap berada pada fase
stabilisasi selama berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun. Perbaikan yang terus-
menerus mengikuti dan pada akhirnya proses transformasi besar diaktifkan. [5]
Beberapa organisasi pernah mencapai fase transformasi walaupun sebagian besar
merencanakannya. Ross mencatat bahwa implementasi sistem ERP yang besar dapat
melibatkan siklus yang berbeda melalui model proses untuk setiap modul yang terpisah di
dalam sistem ERP.
Markus dan Tanis mengembangkan 4 (empat) fase model proses implementasi ERP.
Fase-fase tersebut yaitu chartering, project, shakedown serta onward dan upward. Fase
chartering termasuk pengembangan kasus bisnis, pemilihan paket ERP, identifikasi atas
seorang manajer proyek dan persetujuan dana dan jadwal. Fase project dan shakedown sangat
mirip dengan fase implementasi dan stabilisasi pada model Ross. Fase onward dan upward
melibatkan peningkatan bisnis berkelanjutan dan transformasi berhubungan dengan dua fase
terakhir pada model Ross. [5]
Perpaduan dari 2 (dua) model proses mengarah ke model proses 4 (empat) fase (gambar
1). Fase planning termasuk kedua fokus bisnis yang lebih luas dari fase chartering-nya
Markus dan Tanis dan fokus proyek lebih teknis dari fase design-nya Ross. Dua fase
berikutnya adalah implementasi dan stabilisasi, ini diambil langsung dari model Ross. Fase
final adalah improvement dan termasuk perbaikan tambahan dan radikal kepada bisnis proses
diperbolehkan oleh sistem ERP yang terimplementasi berhubungan ke fase onward dan
upward-nya Markus dan Tanner. [5]

Gambar 1. Perpaduan model proses implementasi ERP


2.4 Tren industri perangkat lunak ERP
Persaingan di industry perangkat lunak ERP sangat kuat, dengan lebih dari 500 produsen
berjuang untuk mendapatkan pangsa pasar mereka. Produsen dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok : (1) perusahaan-perusahaan yang menawarkan paket aplikasi terpadu dan (2)
orang-orang yang membuat produk dan solusi inovatif untuk manajemen perubahan
persediaan (supply change management), manajemen hubungan konsumen (customer
relationship management), advanced demand planning software (APS) dan aplikasi e-
business. [4]
Pemain utama dalam grup pertama adalah SAP AG, Oracle, PeopleSoft and J.D.
Edwards, sedangkan pada grup kedua terdiri dari beberapa pemimpin seperti Siebel Systems
and Ariba. Tabel 1 memberikan rincian berdasarkan perusahaan atas pendapatan lisensi,
pangsa pasar dan perkiraan pertumbuhan. Pada 2001, SAP melaporkan bahwa mereka sendiri
menghitung lebih dari 36,000 instalasi perangkat lunak di 15,000 perusahaan tersebar di 120
negara (SAP, 2001) [4]

Table 1. Profil perusahaan yang memimpin ERP


(source : AMR, 2001)

Sebuah studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group menunjukkan bahwa hanya 3
(tiga) aplikasi ERP yang dapat diklasifikasikan meraih kesuksesan (Soh, 2000). Sebuah
penelitian baru mengindikasikan bahwa tingkat kegagalan ERP mungkin lebih dari 50 persen :
40 persen dari semua instalasi ERP mencapai hanya sebagian implementasi dan 20 persen dari
usaha pengadopsian ERP mengalami kegagalan total (Trunick, 1999, Escelle, 1999). Ptak dan
Schragenheim (1999) juga melaporkan bahwa antara 60 dan 90 persen implementasi ERP
tidak mencapai return of investment (ROI) yang diidentifikasi pada fase penyetujuan proyek.
[4]
Terlepas dari masalah-masalah yang diidentifikasi pada pengimplementasian ERP, jumlah
perusahaan yang memilih untuk sistem ERP akan tumbuh terus dalam 3 arah : (1) vendor ERP
akan mengintegrasikan solusi mereka mendukung e-business dan workflow-management; (2)
aplikasi ERP akan diupgrade ke tempat fungsional tambahan (CRM, SCM, APS); dan (3)
solusi ERP akan disederhanakan dengan target ratusan dan ribuan perusahaan menengah dan
kecil. [4]
Dalam kaitannya dengan mamfaat yang ditawarkan oleh sistem ERP, banyak perusahaan
mempertimbangkannya sebagai infrastruktur sistem informasi yang esensial untuk dunia
busnis yang kompetitif sekarang ini dan menyediakan dasar untuk pertumbuhan di masa
datang. Sebuah survey atas 800 perusahaan top di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
sistem ERP diperhitungkan atas 43% dari dana aplikasi perusahaan (Somer & Nelson, 2001).
Penetrasi pasar dari sistem ERP bervariasi dari industri ke industri. Sebuah laporan dari
Computer Economics Inc. menyatakan bahwa 76% dari perusahaan manufaktur, 35% dari
perusahaan asuransi dan kesehatan dan 24% dari agensi pemerintah federal telah mempunyai
sistem ERP atau sedang berada pada proses (Stedman, 1999). ARC Advisory Group (2006)
memperkirakan bahwa pasar sistem ERP dunia $16.67 miliar pada 2005 dan diperkirakan
melebihi $21 miliar pada 2010. [6]
Terus meningkatnya karena sifat integratif dari sistem ERP dan kemampuannya untuk
memasukkan praktik “bisnis terbaik” banyak perusahaan besar menggunakan sistem ini untuk
mendukung ekspansi internasional. Sistem dapat memfasilitasi kendali dan koordinasi dari
berbagai operasi internasional secara real time. Koordinasi dan kendali dapat terjadi melalui
implementasi dari praktik bisnis terstandarisasi, tidak bergantung lokasi, waktu dan mata uang
(Bingi , 1999; Madapusi and D’Souza, 2005). Texas instruments dengan 13,000 pengguna di
seluruh dunia, 45,000 produk dan 120,000 pesanan per bulan mengimplementasikan sebuah
sistem ERP untuk mendukung operasi mereka. Sistem tersebut membolehkan perusahaan
untuk menstandarisasi proses bisnis perusahaan, meningkatkan efisiensi rantai persediaan dan
meraih waktu respon kurang dari 3 (Sarkis and Sundarraj, 2003). Di regional Australia
perusahaan seperti BHP Billiton, Fonterra, Monash University, Carter Holt Harvey, Bluescope
Steel dan National Australia Bank menggunakan sistem ERP untuk mendukung operasi global
mereka. [6]

2.5 Mamfaat dari ERP


Beberapa penelitian telah mengidentifikasi berbagai mamfaat penting sistem ERP bagi
organisasi. O’Leary menyatakan bahwa sebuah ERP mengintegrasikan sebagian besar proses
bisnis dan mengizinkan akses ke data secara real time. Lebih jauh lagi, ERP meningkatkan
tingkat kinerja rantai persediaan dengan membantu mengurangi waktu siklus. Juga beberapa
mamfaat nyata yang sebuah organisasi dapat nikmati dengan mengimplementasikan sebuah
sistem ERP termasuk, kepuasan pelanggan yang lebih baik, meningkatkan kinerja vendor,
meningkatkan fleksibilitas, mengurangi biaya kualitas, meningkatkan kegunaan sumber daya,
meningkatkan akurasi informasi dan meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan. [3]

2.6 Kekurangan ERP


Meskipun memiliki mamfaat yang potensial seperti dijelaskan di atas, namun, sistem
ERP juga memiliki beberapa kelemahan. Sebagai contoh, sebagian besar sistem ERP
cenderung membesar, kompleks dan mahal. Ditambah pula, implemetasi ERP membutuhkan
komitmen waktu yang banyak dari departemen IT organisasi atau para professional luar.
Disamping itu, karena sistem ERP berdampak ada sebagian besar departemen di organisasi,
mereka cenderung untuk membuat perubahan pada banyak proses bisnis. Menurut Shang dan
Seddon (2002) meletakkan ERP pada tempatnya membutuhkan prosedur baru, pelatihan
pegawai serta manajerial dan dukungan teknis. [3]

2.7 Pengenalan Critical Success Factors (CSF)


Dalam literatur, terdapat beberapa definisi dari CSF. Mewakili salah satu definisi yang
sering dikutip, Rockart (1979) menggunakan ide dari Daniel (1961) dan Anthony (1972)
mendefinisikan CSF sebagai “ jumlah yang terbatas atas area dimana hasil, jika memuaskan,
akan memastikan keberhasilan kinerja yang kompetitif bagi organisasi”. Akibatnya, Rockart
menekankan, bahwa area-area kegiatan tertentu harus secara konstan dan cermat dikelola oleh
perusahaan. Dengan cara yang sama, Bruon dan Leidecker (1984) mendefinisikan CSF
sebagai karakteristik, kondisi atau variabel, yang ketika ditopang secara tepat, dirawat atau
dikelola, dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan sebuah perusahaan
berkompetisi pada industri tertentu. Sementara Pinto dan Slevin (1987) memandang CSF
sebagai faktor yang mana, jika dialamatkan, secara signifikan meningkatkan peluang
implementasi proyek. Menurut Esteves (2004) namun, kedua definisi gagal mengalamatkan
konsep secara keseluruhan yang diusulkan oleh Rockart (1979), yang berusaha untuk
mengidentifikasi sebuah kecocokan antara kondisi lingkungan dan karakteristik bisnis untuk
sebuah perusahaan tertentu.
CSF adalah kondisi yang perlu dipenuhi untuk menjamin keberhasilan sistem (Poon dan
Wagner, 2001). Mereka harus terdiri jumlah terbatas dari faktor-faktor (Rockart, 1979).
Analisis faktor-faktor muncul dari persoalan-persoalan organisasi menunjukkan 4 (empat): [1]
 Untuk belajar dari proyek-proyek yang gagal.
 Untuk mendefinisikan batasan sistem, keduanya untuk keseluruhan sistem dan
subsistem yang relevan.
 Untuk memiliki tujuan yang didefinisikan dan diterima dengan baik yang selaras
dengan tujuan bisnis.
 Untuk melibatkan, memotivasi dan mempersiapkan stakeholder yang tepat.
Kerangka kerja ini tidak secara eksplisit perlu untuk mengambil “Untuk belajar dari
proyek gagal” ke dalam pertimbangan, itu lebih merupakan prasyarat. Gambar 4 meringkas
analisisnya. [1]

Gambar 2. Critical success factor (CSF) dalam pengembangan sistem informasi

a) Batasan sistem (The system’s boundary)


Faktor batasan sistem menyangkut batasan bisnis dan bukan batasan secara teknis sistem
informasi. Mengetahui apa itu sistem dan menentukan batasannya merupakan prasyarat untuk
pengembangan SI dan akibatnya untuk mengalamatkan semua faktor. Batasan sistem
membatasi apa yang perlu dipertimbangkan dan apa yang ditinggalkan di luar (van Gigch,
1991). Mengidentifikasi batasan, memicu sebuah diskusi aktif tentang apa yang termasuk
dalam sistem yang ada sekarang, sistem terkait mana dan subsistem yang ada, dll. Hanya, jika
organisasi sebagai satu kesatuan menjelaskan tentang tujuannya dan bekerja pada sebuah
prinsip berbagi nilai dapat membolehkan unit-unit kecil untuk mengambil tanggung jawab
untuk menjalankan diri mereka (Barlow dan Burke, 1999). Akibatnya, keseluruhan sistem
sebaiknya secara ideal dianalisa sebelum subsistem. Penting untuk menekankan sistem yang
berkaitan dapat menawarkan sumber daya dalam pertukaran dengan sesuatu. [1]

3.1.2 Stakeholder
Perubahan organisasi beresiko, tetapi resiko dapat dikurangi dengan menunjuk orang
yang tepat di tim (Champy, 1997), dan untuk mengidentifikasi stakeholder yang penting dan
menemukan kebutuhan mereka (Kotonya dan Sommerville, 1997). Seberapa baik sebuah SI
berjalan pada perusahaan bergantung pada keterlibatan user pada proses pengembangannya
(Cherry dan Macredie, 1999). Sukses dari keterlibatan ini bergantung pada seberapa baik
orang bekerja dan berkomunikasi serta jarak komunikasi ada (Saiedian and Dale 2000).
Menurut Champy (1997) stakeholder organisasi memiliki dua kebutuhan selama perubahan
organisasi : kepercayaan pada menajemen dan pengetahuan tentang arti dari perubahan.
Komitmen dari puncak adalah krusial jika proyek berpengaruh pada sebagian besar dari
organisasi (Milis dan Mercken, 2002). Sponsor yang kuat dibutuhkan bahkan sebelum proyek
diluncurkan untuk memprakarsai dan mengumpan sumber daya (Poon dan Wagner, 200).
Menurut Proccacino (2001) sponsor yang terikat itu penting, tetapi kepercayaan pada
manajemen bahkan lebih penting. [1]

3.1.3 Tujuan (Objectives)


Sebuah SI yang berhasil harus memenuhi tujuan-tujuan bisnis yang disepakati (Ewusi-
Mensah and Przasnyski 1994, Milis and Mercken 2002). Ketika strategi SI mencerminkan
tujuan organisasi, mendukung strategi bisnis, mengenali kekuatan eksternal dan
mencerminkan batasan sumber daya, maka organisasi sepertinya menggunakan SI secara
strategis (Kearns and Leder 2000). Menentukan dasar tujuan (Clavadetcher 1998). [1]

3. Analisis Permasalahan
Implementasi ERP pada perusahaan tidak selalu berjalan dengan mulus. Ada banyak hal yang
mempengaruhi berhasil atau tidaknya implementasi ERP pada suatu perusahaan atau organsiasi.
Hal ini juga bergantung pada keadaan masing-masing organsiasi karena organisaasi berbeda satu
sama lain. Sehingga sangat perlu untuk diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
keberhasilan dari implementasi ERP pada perusahaan. Faktor-faktor ini didapat dari pengalaman
pengimplementasian ERP sebelumnya. Untuk itu perlu diadakan pengidentifikasian faktor-faktor
penting penentu keberhasilan implementasi ERP.

4. Usulan Solusi
Dari permasalahan di atas, maka pada paper ini akan dilakukan pengidentifikasian terhadap
critical success factor (CSF) dalam pengimplementasian ERP berdasarkan literatur-literatur dari
berbagai sumber. Literatur ini berupa paper akademik dari jurnal internasional yang didapatkan
melalui proses pencarian di internet.

5. Implementasi
Critical Succes Factors (CSF) digunakan secara luas di bidang sistem informasi. CSF dapat
difahami sebagai beberapa area kunci dimana sesuatu harus berjalan dengan benar pada
pengimplementasiannya untuk mencapai keberhasilan. Studi sebelumnya mengidentifikasikan
berbagai macam CSF untuk implementasi ERP, antara faktor yang berhubungan dengan konteks
yang secara konstan muncul. Berikut ini adalah CSF yang umum diketahui yang didapatkan dari
beberapa literatur yang diidentifikasi oleh beberapa peneliti dan relevan bagi kesuksesn
pengimplementasian proyek ERP.

a) Project Management dan Project Champion


Manajemen proyek melibatkan penggunaan keterampilan dan pengetahuan didalam
mengkoordinasikan penjadwalan dan pemantauan kegiatan yang ditentukan untuk
memastikan bahwa tujuan dari implementasi proyek tercapai. Implementasi rencana proyek
formal mendefinisikan aktifitas-aktifitas proyek, personil yang melakukan aktifitas-aktifitas
proyek dan mempromosikan dukungan organisasi dengan mengatur proses implementasi. [2]

Implementasi sistem ERP adalah serangkaian kegiatan yang kompleks sehingga


organisasi harus memilik strategi manajemen proyek yang efektif untuk mengontrol proses
implementasi. Aktifitas manajemen proyek menjangkau dari tahap pertama dari siklus hidup
ERP sampai penutupannya. Perencanaan dan kendali proyek merupakan sebuah fungsi dari
karakteristik proyek seperti ukuran proyek, pengalaman dengan teknologi dan struktur
proyek. [3]
Remus (2006) mencatat bahwa proyek juara adalah salah satu faktor penting dalam
implementasi sistem ERP. Proyek juara seharusnya mempunyai peran atas perubahan juara
untuk hidup dari proyek dan mengerti teknologi sebaik konteks bisnis dan organisasi. Lebih
jauhnya, proyek juara harus berusaha untuk mengelola penolakan menuju perubahan yang
positif pada sistem yang lama. [3]

b) Business Process Reengineering


Faktor penting lainnya yang kritikal untuk keberhasilan implementasi ERP adalah
Business Process Reengineering (BPR). Didefinisikan sebagai “ pemikiran ulang secara
mendasar dan merancang ulang proses bisnis secara radikal untuk mencapai peningkatan
dramatis pada saat genting, pengukuran kinerja secara kontemporer, seperti biaya, kualitas,
layanan dan kecepatan”. Organisasi harus bersedia untuk merubah bisnis mereka untuk
mencocokkan dengan software ERP untuk meminimalkan tingkat penyeseuaian yang
dibutuhkan. Pengimplementasian ERP membutuhkan pemeriksaan atas banyak proses bisnis,
yang dipercaya sebagai salah satu hal penting dan hasil yang menguntungkan dari
pengimplementasian sistem ERP. [2]

c) User training and education


Dalam proses implementasi ERP bnyak poryek yang pada akhirnya gagal karena
kurangnya pelatihan yang tepat. Banyak peneliti mempertimbangkan pelatiahan dan
pendidikan user menjadi faktor penting dari kesuksesan implementasi ERP. Alasan utama
program pendidikan dan pelatihan untuk implementasi ERP adalah untuk membuat user
nyaman dengan sistem dan meningkatkan keahlian dan pengetahuan dari orang-orang.
Konsep terkait dengan ERP, fitur-fitur sistem ERP dan bantuan pelatihan merupakan semua
dimensi penting pada program pelatihan implementasi ERP. Pelatihan bukan hanya
menggunakan sistem yang baru, tetapi juga proses yang baru dan dalam pemahaman di dalam
integrasi dengan sistem, bagaimana pekerjaan seorang pegawai mempengaruhi kerja dari
pegawai yang lainnya. [2]

d) Technological infrastructure
Infrastruktur IT yang memadai, hardware dan jaringan sangat penting untuk keberhasilan
sistem ERP. Jelas bahwa implementasi ERP melibatkan transisi yang kompleks dari sistem
informasi warisan dan proses bisnis untuk sebuah infrastruktur IT yang terintegrasi dan bisnis
proses yang umum pada keseluruhan organisasi. Pemilihan hardware didorong oleh pilihan
perusahaan atas sebuah paket perangkat lunak ERP. Vendor perangkat lunak ERP secara
umum mensertifikasi hardware mana (konfigurasi hardware) yang harus digunakan untuk
menjalankan sistem ERP. Faktor ini telah dipertimbangkan secara kritis oleh praktisi, begitu
juga dengan para peneliti. [2]

e) Change management
Manajemen perubahan merupakan perhatian utama banyak perusahaan yang terlibat
dalam proyek pengimplementasian ERP. Banyak implementasi ERP yang gagal mencapai
keuntungan yang diharapkan, kemungkinan karena perusahaan meremehkan usaha yang
terlibat dalam manajemen perubahan.mengidentifikasi perubahan organisasi merupakan
tubuh dari pengetahuan yang digunakan untuk memastikan bahwa perubahan yang kompleks,
seperti itu terkait dengan sebuah sistem informasi besar yang baru, dapatkan hasil yang tepat,
pada waktu yang tepat dan biaya yang tepat pula. Secara umum, satu dari kendala utama yang
dihadapi implementasi ERP adalah perlawanan terhadap perubahan. Perlawanan atas
perubahan merupakan salah satu hambatan yang dihadapi oleh sebagian besar perusahaan.
Resistensi dapat merusak karena dapat menimbulkan konflik antar actor, itu sangat bisa
memakan waktu. Untuk menerapkan sistem ERP yang berhasil, cara organisasi melakukan
bisnis perlu dirubah dan cara-cara orang melakukan pekerjaan harus berubah juga. Metodolgi
improvisasi perubahan yang berulang sebagai sebuah teknik yang berguna untuk identifikasi,
pengelolaan dan melacak perubahan dalam penerapan sebuah sistem ERP. Manajemen
perubahan adalah penting dan salah satu CSF yang diidentifikasi pada literature. Sangat
penting untuk keberhasilan implementasi proyek dimulai dari fase permulaan dan berlanjtu
sepanjang siklus hidup. [2]

f) Management of Risk
Setiap proyek penerapan IT membawa unsur-unsur penting resiko, maka ada
kemungkinan bahwa perkembangan akan menyimpang di beberapa titik dalam siklus hidup
proyek. Resiko proyek pengimplementasian ERP digambarkan sebagai ketidakpastian,
kecenderungan atau kerentanan yang dapat menyebabkan proyek menyimpang dari rencana
yang ditetapkan. Manajemen resiko merupakan kompetensi untuk menangani krisis yang
tidak terduga dan penyimpangan dari rencana. Pelaksanaan proyek sistem ERP dicirikan
sebagai kegiatan yang kompleks dan melibatkan kemungkinan terjadinya kejadian yang tidak
diharapkan. Oleh karena itu, manajemen resiko untuk meminimalisasi dampak insiden yang
tidak direncanakan pada proyek dengan identifikasi dan pengalamatan resiko potensial
sebelum konsekuensi yang signifikan terjadi. Telah dipahami bahwa resiko kegagalan proyek
secara substansial berkurang jika mengikuti strategi manajemen resiko yang tepat. [2]
g) Top Management Support
Dukungan manajemen atas telah secara konsisten diidentifikasi sebagai faktor sukses
yang terpenting dan krusial pada proyek pengimplementasian sistem ERP. Manajemen atas
menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan dan kewenangan atau kekuatan untuk
keberhasilan proyek. Dukungan manajemen atas pada pengimplementasian ERP memiliki dua
aspek utama : (1) menyediakan kepemimpinan; dan (2) menyediakan sumberdaya yang
dibutuhkan. Untuk mengimplementasikan sistem ERP yang berhasil, manajemen sebaiknya
memantau kemajuan implementasi dan menyediakan arah yang jelas terhadap proyek. Mereka
harus bersedia untuk memungkinkan adanya perubahan cara berpikir dengan menerima
bahwa banyak belajar harus dilakukan pada semua lever, termasuk mereka sendiri. [2]

h) Effective Communication
Komunikasi merupakan salah satu tugas yang menantang dan sulit pada proyek
implementasi ERP. Hal ini dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan bagi penerapan
sistem ERP. Hal ini penting untuk menciptakan suatu pemahaman, suatu persetujuan atas
penerapan dan berbagi informasi antara tim proyek dan mengkomunikasikan ke seluruh
organisasi hasil dan tujuan pada setiap tahapan implementasi. Disamping untuk mendapatkan
persetujuan dan penerimaan user, komunikasi akan memungkinkan implementasi untuk
memulai penerimaan akhir yang dibutuhkan. Komunikasi harus dimulai lebih awal pada
proyek implementasi ERP dan dapat bisa juga termasuk tinjauan atas sistem dan alas an untuk
impementasi itu konsisten dan berkesinambungan. [2]

i) Team work and composition


Kerja tim dan komposisi penting di seluruh proyek implementasi ERP. Proyek ERP
melibatkan semua departemen fungsional dan menuntut upaya dan kerja sama teknis dari ahli
bisnis serta end-user. Menurut survey yang dilakukan, tim implementasi ERP terdiri dari,
functional personnel dan management, IT personnel and management, top management, IT
consultants, ERP vendor , parent company employees, management consultants, hardware
vendor. Tim ERP harus seimbang, atau lintas fungsional dan terdiri dari campuran konsultan
eksternal dan staf internal sehingga staf internal dapat mengembangkan keterampilan teknis
yang diperlukan untuk mendesain dan mengimplementasikan ERP. Menurut survey, memiliki
anggota yang kompeten dalam tim proyek adalah faktor keberhasilan terpenting keempat
dalam implementasi sistem informasi. Lebih lanjutnya, para anggota tim proyek harus
diberdayakan untuk membuat keputusan yang cepat. [2]

j) User Involvement
Keterlibatan user mengacu pada keadaan psikologis individu dan didefinisikan sebagai
pentingnya dan relevansi sistem terhadap user. partisipasi pengguna dalam pelaksanaan
proses. Hal ini juga didefinisikan sebagai partisipasi user dalam pelaksanaan proses. Ada dua
area untuk keterlibatan user ketika perusahaan memutuskan untuk menerapkan sistem ERP :
(1) keterlibatan user dalam tahap definisi kebutuhan perusahaan terhadap sistem ERP dan (2)
partisipasi user pada implementasi sistem ERP. Fungsi dari ERP bergantung kepada user
untuk menggunakan sistem setelah sistemnya aktif, tetapi user juga merupakan faktor penting
pada implementasi. [2]

k) Use of consultants
Karena kompleksitas penerapan sistem ERP, hal ini memerlukan penggunaan ahli baik
internal maupun eksternal yang berpengatahuan luas tentang instalasi dan software. Banyak
perusahaan lebih suka atau harus memiliki konsultan eksternal untuk melakukan
implementasi ERP. Terungkap dalam riset mengenai implementasi bahwa konsultan bisa saja
terlibat pada tahapan yang berbeda pada proyek implementasi ERP. Jelasnya, hal ini
merupakan faktor penentu keberhasilan dan harus dikelola dan dipantau dengan sangat teliti.
[2]

l) Goals and Objectives


Tujuan dan sasaran yang jelas penting untuk menuntun usaha organisasi yang sedang
berjalan dalam implementasi ERP sebagaimana ini biasanya melebihi kerangka waktu untuk
suatu proyek bisnis khusus. Tujuan dan sasaran yang jelas adalah faktor penentu keberhasilan
terpenting ketiga pada studi terhadap implementasi ERP. Penting untuk menentukan tujuan
dari proyek sebelum mencari dukungan manajemen atas. Tiga batasan dari manajemen proyek
sering menentukan tiga tujuan yang saling bersaing dan saling terkait yang harus
dipertemukan : lingkup (scope), waktu (time) dan biaya (cost) tujuan. Harus ada juga definisi
yang jelas dari tujuan, harapan dan dapat disediakan. Pada akhirnya, organisasi harus dengan
cermat menentukan mengapa sistem ERP diimplementasikan dan apa kebutuhan bisnis yang
penting yang sistem akan tujukan. [2]

m) Culture
Budaya memiliki pengaruh yang substansial dan jelas pada organisasi, kelakuan
organisasi dan manajemen organisasi. Banyak kesulitan yang dihadapi ketika
mengimplementasi dan menggunakan teknologi dari barat, manajemen proses, metode sistem
informasi dan teknik sistem informasi pada negara-negara berkembang. Pada konteks ini
masih bisa diperdebatkan bahwa perbedaan cultural akan berarti bahwa faktor penting pada
suatu budaya bisa jadi kurang penting pada budaya lainnya dan sebaliknya.[5]
Budaya adalah sekumpulan keyakinan bersama dalam suatu Negara atau komunitas
dimana seseorang tinggal. Budaya dipelajari, tidak bisa diturunkan. Ini mencerminkan
kemampuan manusia untuk merasakan, berkomunikasi dan belajar. Jika kita setuju bahwa
budaya dipelajari, maka itu akan mempengaruhi kelakuan pada organisasi dan pada tingkat
individu. Oleh karena itu, budaya memaksakan aturan, nilai dan praktik pada masyarakat.
Pada tingkat kebudayaan, Hofstede berpendapat bahwa terdapat 4 (empat) elemen yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara satu Negara dengan Negara lainnya. [5]
 Jarak kekuasaan – digunakan untuk mengindikasikan hubungan ketergantungan
di Negara tertentu. Sebagai contoh : Australia memiliki jarak kekuasaan yang
rendah dengan struktur organisasi yang datar dan kewenangan terpusat yang
rendah. China lebih hirarkis dan jarak kekuasaan yang besar dan kewenangan
lebih terpusat.
 Individualis dan kolektivitas – kolektivitas berkaitan dengan kepentingan
kelompok dari pada kepentingan individu. Sebagai contoh : orang Australia
cenderung individualis, sementara orang China kolektif social.
 Penghindaran ketidakpastian – sejauh mana anggota-anggota suatu budaya
merasa terancam oleh situasi yang tidak menentu atau tidak diketahui. Sebagai
contoh : Australia menunjukkan penghindaran ketidakpastian yang rendah dan
secara umum menerima pengambilan resiko sebagai bagian yang utuh dari
kehidupan bisnis. China cenderung memiliki penghindaran ketidakpastian yang
tinggi sehingga aka nada kecemasan mengenai situasi tidak menentu dan resiko
yang tidak diketahui. Ketepatan menjadi sangat penting.
 Maskulinitas dan femininitas – sejauh mana kekuasaan digunakan dan dianggap
di masyarakat. Pada masyarakat yang lebih feminine seperti China, manajer
secara umum menggunakan intuisi lebih banyak daripada berpikir lagis untuk
menyelesaikan masalah. Pada masyarakat yang yang cenderung maskulin seperti
Australia, manajer lebih agresif. Besar dilihat seperti kecantikan. Uang dan
rasionalitas mendominasi. [5]

6. Kesimpulan
Untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan bisnis yang sangat kompetitif, suatu organisasi
sebaiknya mengimplementasikan ERP untuk mendapatkan peningkatan performansi dari proses
bisnisnya. Dengan ERP, organisasi akan terintegrasi secara menyeluruh sehingga akan
memudahkan pengendalian dan ketersediaan informasi yang real-time akan mempercepat proses
pengambilan keputusan.
Setelah dilakukan studi terhadap literatur-literatur yang didapatkan di internet, maka
didapatkan faktor-faktor penting yang mendukung kesuksesan atau critical success factor (CSF)
pengimplementasian ERP pada suatu perusahaan atau organisasi.

Daftar Pustaka
[ 1 ] Aggestam, L., Soderstrom, E., Managing Critical Success Factors In a B2B Setting,
IADIS International Journal : ISSN: 1645 – 7641
http://www.iadis.org/ijwi/files/vol4_issue1/8_Aggestam.pdf diakses terakhir pada tanggal 12
Desember 2009.
[2] Bhatti, T. R., Critical Success Factors For The Implementation Of Enterprise Resource
Planning (erp): Empirical Validation, The Second International Conference on
Innovation in Information Technology (IIT’05) http://www.it-
innovations.ae/iit005/proceedings/articles/F_4_IIT05_Bhatti.pdf diakses terakhir pada
tanggal 12 Desember 2009.
[3] Al-Fawwaz, K., Al-Salti, Z. dan Eldabi, T., Critical Success Factors In ERP
Implementation: A Review, European and Mediterranean Conference on Information
Systems 2008 http://www.iseing.org/emcis/EMCIS2008/Proceedings/Refereed
%20Papers/Contributions/C%2064/Camera%20Ready%20Copy.pdf diakses terakhir pada
tanggal 12 Desember 2009.
[4] Vuksic, V. B., Spremic, M., ERP System Implementation and Business Process Change :
Case Study Of a Pharmaceutical Company, Journal of Computing and Information.
Technology-CIT http://web.efzg.hr/dok/INF/Spremic/ERP-PLIVA-Case-Study-FINAL.pdf
Diakses terakhir pada tanggal 12 Desember 2009.
[5] Shanks, G., Parr, A., Hu, B., Corbitt, B., Thanasankit, T., dan Seddon, P., Differences in
Critical Success Factors in ERP Systems Implementation in Australia and China: A
Cultural Analysis. http://is2.lse.ac.uk/asp/aspecis/20000073.pdf diakses terakhir pada
tanggal 12 Desember 2009.
[6] Hawking, P., Implementing ERP Systems Globally: Challenges and Lessons Learned for
Asian Countries, Journal of Business Systems, Governance and Ethics.
http://www.jbsge.vu.edu.au/issues/vol02no1/Hawking.pdf diakses terakhir pada tanggal 12
Desember.

Anda mungkin juga menyukai