Bab 9 Kode Etik Profesi Lainnya
Bab 9 Kode Etik Profesi Lainnya
Kelompok 3
Jurusan Akuntansi
Disusun Oleh :
Puji serta syukur kami panjatkan ke khadirat Allah swt atas berkat dan rahmatnya kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Kode Etik Profesi Lainnya”. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas dari pengajar mata kuliah Standar Etika Bisnis dan Profesi.
Dalam Penyusunan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penyusun berharap semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan.
Penyusun
COVER ...................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BABI PENDAHULUAN ........................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5
2.1 Keberadaan Berbagai Profesi ............................................................................ 5
2.2 Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia(BPK-RI) ............. 6
2.3 Kode Etik Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII) .............................. 8
2.4 Kode Etik Psikologi Indonesia........................................................................... 10
2.5 Kode Etik Profesi Advokat ................................................................................ 12
2.6 Perbandingan Kode Etik .................................................................................... 15
2.7 Profesi dan Hakikat Manusia Utuh .................................................................... 16
BAB III KASUS: MULYA LUBIS DIBERHENTIKAN ............................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 19
Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang khususnya bidang teknologi
informasi.Kode etik sangat dibutuhkan dalam bidang TI (Teknologi Informasi),karena kode etik
tersebut dapat menentukan apa yang baik dan yang tidak baik serta apakah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh IT-er itu dapat dikatakan bertanggung jawab atau tidak. Kode etik profesi dalam
bidang apapun merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari
norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode
etik ini lebih memperjelas,mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih
sempurna walaupun sebenarnya norma-norma terebut sudah tersirat dalam etika profesi.
Dewasa ini setelah era reformasi, makin banyak bermunculan organisasi profesi dari
kelompok profesi sejenis, contoh: IAI untuk para akuntan, IDI untuk para dokter, dan PGRI
untuk para guru, dan wadah organisasi untuk pejabat keuangan publik (pemerintah/negara)
adalah Departemen Keuangan RI. Setiap organisasi tersebut makin menyadari perlunya membuat
kode etik untuk menjadi pedoman perilaku bagi para anggotanya, tujuan khususnya adalah untuk
mengembangkan kompetensi secara berkelanjutan sekaligus untuk melakukan pengendalian
perilaku para anggotanya
Tujuan khusus dari setiap organisasi profesi adalah untuk mengembangkan kompetensi
para anggota secara berkelanjutan sekaligus untuk melakukan pengendalian perilaku para
anggotanya dengan berpedoman pada kode etik yang telah disepakati bersama. Kelompok-
kelompok organisasi profesi seperti ini tidak membeda-bedakan latar belakang status para
anggota mereka, baik dari sektor swasta atau sektor publik.
Setiap organisasi profesi mempunyai pedoman kode etik untuk menjadi standar/acuan
perilaku bagi para anggotanya. Karena banyaknya organisasi profesi yang ada, maka pada
kesempatan ini hanya akan dibahas beberapa contoh kode etik dari beberapa organisasi profesi,
yaitu profesi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), Perhimpunan Auditor
Internal Indonesia (PAII), Himpunan Psikologi Indonesia, dan Advokat Indonesia.
Setelah mempelajari masing-masing kode etik profesi ini, dapat diketahui bahwa: (1)
tidak ada sistematika baku dalam penulisan kode etik; (2) terdapat banyak istilah dan konsep
yang sama, tetapi pemaknaan atas istilah-istilah atau konsep tersebut bias jadi berbeda; dan (3)
banyak konsep dan istilah yang maknanya tumpang-tindih. Mengingat adanya perbedaan dalam
sistematika, substansi, konsep, dan istilah yang dipergunakan, maka untuk lebih memudahkan
pemahaman atas masing-masing kode etik akan digunakan model penalaran kode etik
berdasarkan acuan pada unsur-unsur pokok suatu profesi sebagaimana terlihat pada gambar
berikut!
Kepentingan Tanggung
Umum Jawab
Kompetensi
Kode Etik BPK dituangkan dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2007, serta telah diumumkan dalam Lembaran Berita Negara
Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2007. Kode Etik ini berlaku untuk Anggota dan
Pemeriksa BPK.
Anggota BPK dan Pemeriksa BPK mempunyai pengertian yang berbeda menurut pasal 1
ayat 2 dan 3 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007,
yaitu :
a. Anggota BPK adalah pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh DPR dan diresmikan
berdasarkan Keputusan Presiden.
b. Pemeriksa BPK adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengeloaan dan
tanggung jawab keuangan Negara untuk dan atas nama BPK.
Proses penalaran atas kode etik BPK-RI ini dengan mengacu pada cirri-ciri utama suatu
profesi. Pasal 2 kode etik BPK mengatur tentang nilai-nilai dasar yang wajib dimiliki oleh
anggota dan pemeriksa BPK. Nilai-nilai dasar ini terdiri atas:
a. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
c. Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan profesionalitas.
d. Menjunnjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
Tabel 9.1
Proses Penalaran Kode Etik BPK
CIRI PROFESI KODE ETIK BPK
1. Kepentingan Publik Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan (Pasal 2b)
2. Tanggung Jawab Mengembangkan standar kompetensi tinggi yang
menyangkut knowledge, skill, dan attitude
3. Kompetensi Dilihat dari tiga unsure kompetensi (knowledge, skill, attitude):
a. Pengetahuan (knowledge) Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian tertentu (Pasal 1 ayat 8)
b. Keterampilan (skill) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) merupakan
patokan pemeriksaan yang menyangkut standar umum, standar
pelaksanaan pekerjaan, dan standar pelatoran (Pasal 1 ayat 5)
c. Sikap perilaku (attitude) Menyangkut diri (pribadi) dan hubungan dengan lembaga/pihak
lain.
Menyangkut diri Bagi setiap anggota dan pemeriksa wajib mematuhi, memiliki,
(pribadi) dan menjunjung nilai-nilai dasar (Pasal 2):
Taat pada peraturan (ayat 2)
Mengutamakan kepentingan Negara (ayat b)
Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan
profesionalitas (ayat c)
Selanjutnya, penjelasan lebih lanjut atas nilai-nilai dasar indepedensi, integritas, dan
profesionalitas diberikan pada tabel berikut.
Tabel 9.2
Indepedensi, Integritas, dan Profesionalitas BPK
NILAI DASAR ANGGOTA BPK PEMERIKSA
Indepedensi Memegang sumpah jabatan Netral dan tidak berpihak
Netral dan tidak berpihak Menghindari benturan kepentingan
Menghindari banturan Menghindari hal-hal yang dapat
kepentingan memengaruhi objektivitas
Menghindari hal-hal yang dapat Mempertimbangkan informasi,
memengaruhi objektivitas pandangan, dan tanggapan pihak lain
diperiksa
Bersikap tenang dan mampu
mengendalikan diri
Dilarang : Dilarang:
Merangkap jabatan Merangkap jabatan
Menjadi anggota partai politik Menunjukkan sikap dan perilaku yang
Menunjukkan sikap dan perilaku menyebabkan orang lain meragukan
yang menyebabkan orang lain indepedensinya
meragukan indepedensinya Tunduk pada intimidasi/tekanan orang
lain
Membocorkan informasi auditee
Ada dua kategori kode etik yang diterapkan oleh PAII, yaitu kode etik PAII dan kode etik
Qualified Internal Auditor (QIA). Kode etik PAII berlaku bagi organisasi profesi dan semua
anggota PAII yang bekerja pada departemen/bagian audit internal suatu
organisasi/perusahaan. Kode etik QIA adalah kode etik bagi anggota yang telah memperoleh
sertifikasi QIA melalui suatu pendidikan formal yang diterapkan oleh PAII. Perlu dipahami
bahwa saat ini yang berprofesi pada departemen/bagian audit internal tidak seluruhnya
mempunyai kualifikasi gelar atau sertifikat QIA. Kode etik QIA ditetapkan oleh Dewan
Sertifikasi QIA. Pasal-pasal dalam kode etik QIA adalah sama dengan kode etik PAII, kecuali
dalam kode etik QIA tidak memasukkan Pasal 1 dan 9 dari kode etik PAII.
Kode etik PAII terlihat sangat singkat dan sederhana. Karena terlalu singkat dan
sederhana, ada beberapa hal yang pengaturannya tidak jelas dan/atau tidak lengkap, yaitu:
1. Kompetensi yang menyangkut persyaratan pengetahuan minimal yang diperlukan
melalui pendidikan formal tidak diatur secara eksplisit.
2. Tanggung jawab profesi auditor internal hanya disebutkan kepada pemberi tugas, tidak ada
pernyataan yang menyebutkan hubunganya dengan atau dampaknya bagi kepentingan
umum yang lebih luas.
3. Tidak ada pasal yang mengatur hubungan dengan rekan sejawat dan hubungan lainnya.
4. Tidak ada pasal yang mengatur tentang pengawasan dalam hal timbulnya penyimpangan
terhadap kode etik yang dilakukan oleh anggotanya.
Hal yang patut dicatat adalah dalam kode etik PAII dicantumkan asas Panasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, sesuatu yang jarang dijumpai kode etik profesi lainnya.
Kode etik yang berlaku bagi Ilmuwan psikologi dan psikolog dibedakan berdasarkan latar
belakang pendidikan mereka, di mana latar belakang pendidikan ini menetukan boleh atau
tidaknya seseorang melakukan prakyik psikologi. Para Ilmuwan psikologi dalam batas-batas
tertentu dapat memberika jasa psikologi, tetapi tidak boleh menjalankan praktik psikologi. Prakti
psikologi hanya boleh dilakukan ileh para psikolig.
Dengan menggunakan model penalaran pada gambar 9.1 esensi dari kode etik psikolgi
dapat dirangkum seperti terlihat pada Tabel 9.4 berikut ini:
Tabel 9.4
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Psikolog
Ciri Profesi Kode Etik Psikologi
1. Kepentingan publik Mengabdikan pengetahuan tentang perilaku manusia bagi
kesejahteraan manusia (pembukaan)
Mengutamakan kepentingan umum daripada pribadi atau
golongan ( Pasal 14a)
2. Tanggung Jawab Pentingnya setiap Ilmuwan psikologi mempunyai rasa tanggung
jawab menyangkut kompetensi, objektivitas, kejujuran, integritas,
bersikap bijak, dan hati-hati.
3.2 Keterampilan (skill) Psikolog adalah Sarjana Psikologi yang telah mengikuti pendidikan
tinggi psikologi strata 1 (S1) dengan kurikulum lama (Sistem Paket
Murni) Perguruan Tinggi Negeri (PTN); atau sistem Kredit
Semester (SKS) PTN; atau pendidikan program akademik (Sarjana
Psikologi) dan program pendidikan profesi (Psikologi); atau
kurikulum lama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah
mengikuti ujian negara sarjana psikologi; atau pendidikan tinggi
psikologi di luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan
disetarakan dengan psikologi Indonesia oleh Direktorat Pendidikan
Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas RI).
Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dinyatakan berhak dan
berwenang untuk melakukan praktik psikologi di wilayah hukum
Negara Republik Indonesi. Sarjana Psikolog menurut kriteria ini
juga dikenal dan disebut sebagai psikolog. Untuk melakukan
praktik psikologi , Sarjana Psikolog yang tergolong kriteria ini
diwajibkan memiliki izin praktik psikolog sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
3.3 Sikap perilaku (attitude)
Menyangkut diri Kesadaran diri tentang Pancasila dan UUD 1945
(Pribadi) Mengindahkan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku di
masyarakat (Pasal 4a)
Menjaga citra profesi (Pasal 4b)
Memiliki objektivitas, kejujuran, integritas, bersikap bijak, dan
hati-hati (Pasal 2)
Hubungan rekan sejawat Saling menghormati dan menjaga hak-hak serta nama baik rekan
sejawat (Pasal 5a)
Saling memberi umpan balik (Pasal 5b)
Saling mengingatkan untuk mencegah pelanggaran kode etik
(Pasal 5c)
Menghargai karya cipta rekan sejawat/pihak lain (Pasal 15)
Hubungan klien Melindungi klien dari akibat yang merugikan sebagai dampak
pemberian jasa/praktik yang dilakukan (Pasal 8c)
Advokat merupakan salah satu subprofesi di bidang hukum. Sebagaimana dikatakan oleh
Abdulkadir Muhammad (2006), peraturan hukum mengatur dan menjelaskan bagaimana
seharusnya:
a) Legislator menciptakan hokum
b) Pejabat melaksanakan administrasi Negara
c) Notaris merumuskan kontrak-kontrak harta kekayaan
d) Polisi dan jaksa menegakkan ketertiban hokum
e) Pengacara membela kliennya dalam menginterpretasikan hokum
f) Hakim menerapkan hukum dan menetapkan keputusannya
g) Pengusaha menjalankan kegiatan bisnisnya
h) Konsultan hukum memberikan nasihat hukum kepada kliennya
i) Pendidik hukum menghasilkan ahli hukum
Selanjutnya dikatakan bahwa pekerjaan yang ditangani oleh para profesional hukum
tersebut merupakan bidang-bidang profesi hukum, yang jika dirinci adalah sebagai berikut:
a. Profesi legislator
b. Profesi administrator hukum
c. Profesi notaris
d. Profesi polisi
e. Profesi jaksa
f. Profesi advokat (pengacara)
g. Profesi hakim
h. Profesi hukum bisnis
i. Profesi konsultan hukum
j. Profesi dosen hokum
Seperti telah disebutkan sebelumnya subcabang profesi di bidang hukum cukup banyak.
Pada kesempatan ini hanya dibahas kode etik profesi advokat (pengacara) sebagai salah satu
subcabang profesi di bidang hukum. Kode etik profesi advokat (pengacara) secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 8 di bagian akhir buku ini.
Di Indonesia terdapat lebih dari satu organisasi profesi advokat. Kode Etik Profesi
Advokat berlaku sejak tanggal ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002 dan disepakati berlaku
bersama untuk organisasi profesi advokat yang tergabung dalam Komite Kerja Sama Advokat
Indonesia (KKAI), yang terdiri atas tujuh organisasi, yaitu: Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN),
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi
Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM),
Serikat Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI).
Kode etik advokat Indonesia secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8 di bagian akhir buku
ini.
Dengan menggunakan model penalaran pada Gambar 9.1, esensi kode etik profesi
advokat dapat dirangkum sebagaimana terlihat pada Tabel 9.5berikut ini.
Tabel 9.5
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Profesi Advokat Indonesia
Ciri Profesi Kode Etik Advokat
1. Kepentingan publik Tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi, tetapi
lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan (Pasal 3b)
Wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi orang yang tidak
mampu (Pasal 7h)
2. Tanggung jawab Menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, menjunjung tinggi kode etik
dan sumpah jabatan (pembukaan), dan memelihara kompetensi
3. Kompetensi : Mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
a. Pengetahuan Berpraktik memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan
(knowledge) yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku (Pasal
1a)
b. Keterampilan (skill) Sama dengan Pasal 1a.
c. Sikap perilaku
(attitude) :
Menyangkut diri Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur, serta
(kepribadian) menjunjung tinggi hukum dan Undang Undang Dasar (Pasal 2)
Bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum tanpa membedakan agama,
suku, keturunan, kedudukan sosial, keyakinan politik (Pasal 3a)
Hubungan klien Mengutamakan penyelesaian damai dalam perkara perdata (Pasal 4a)
Tidak memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien (Pasal 4b)
Tidak dibenarkan menjamin kepada klien bahwa perkaranya akan menang
(Pasal 4c)
Penetapan honor berdasarkan kemampuan klien (Pasal 4d)
Tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu (Pasal
4e)
Perhatian yang sama diberikan terhadap perkara yang diurus secara cuma-cuma
(Pasal 4f)
Harus menolak mengurus perkara yang tidak ada dasar hukumnya (Pasal 4g)
Wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang menyangkut klien(Pasal
4h)
Dilarang melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yangtidak
menguntungkan klien atau akan merugikan klien yang tidak dapat diperbaiki
lagi (Pasal 4i)
Mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan bersama dua
pihak atau lebih apabila kemudian timbul pertentangan kepentingan diantara
pihak-pihak yang bersangkutan (Pasal 4j)
Mempunyai hak retensi terhadap klien tetapi tidak dapat digunakan apabila
dengan retensi itu kepentingan klien akan dirugikan yang tidak dapat diperbaiki
lagi (Pasal 4k)
Dengan demikian, walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam setiap kode etik,
seorang profesional yang benar0benar telah mematuhi dan mengikuti kode etik profesi dalam
menjalankan profesinya, sebenarnya disadari atau tidak, ia telah mejalani kehidupan sebagai
manusia seutuhnya.
Majelis Kehormatan menilai Todung melanggar Pasal 4j dan Pasal 3b Kode Etik Advokat
Indonesia. Pelanggaran tersebut dilakukan ketika Todung menjadi kuasa hukum Salim Group
terkait kasus Sugar Group Companies (SGC) di pengadilan negeri Kotabumi dan PN Gunung
Sugih, Lampung. Benturan kepentingan terjadi ketika pada tahun 2002 Todung menjadi anggota
Tim Bantuan Hukum Komite Kebijakan Sektor Keuangan (TBH-KKSK). Tim tersebut diminta
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melakukan legal audit terhadap kekayaan Salim
Group. Saat itu, SGC merupakan salah satu perusahaan milik Salim. Pihak BPPN kemudian
menjual SGC ke pemilik baru. Pada tahun 2006, pemilik baru itu menggugat Salim Group dan
pemerintah. Pihak Salim diwakili oleh Todung Mulya Lubis selaku kuasa hukum. Memang saat
itu tugas Todung di TBH KKSK sudah selesai sejak tahun 2002. Namun, MKD menilai ada
benturan kepentingan saat Todung menjadi kuasa hukum SGC dan anggota TBH KKSK.
Apalagi, di dalam persidangan Todung menggunakan hasil legal audit TBH KKSK. Menurut
Majelis, kepentingan BPPN cq. Menkeu cq. Pemerintah RI terkait legal audit SGC seharusnya
dipertahankan dan dirahasiakan oleh Todung. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 8 ayat 1
dan 2 Perjanjian TBH-KKSK. Namun faktanya, Todung mengungkapkan sebagian isi TBH itu di
PN Gunung Sugih dan Kotabumi. Meskipun di dalam dokumen TBH dikatakan bahwa Salim
Group dinyatakan melanggar MSAA, Todung justru mengatakan sebaliknya di persidangan.
Apalagi hal ini tidak dibantah oleh Todung. Saksi ahli yang diajukan oleh Todung mengatakan
bahwa pendapat hukum dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi. MKD Perdi DKI
Jakarta juga sebelumnya mempertimbangkan adanya peringatan kepada Todung. Pada 14
Juni 2004, Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Advokat Indonesia memberi peringatan keras
kepada Todung sehubungan dengan adanya iklan di media massa mengenai putusan pengadilan,
tetapi isi iklan berbeda dengan putusan pengadilan. Dalam jumpa pers di kantornya, Todung
didampingi koleganya sesama advokat, Maqdir Ismail dan Perry Cornelius. “Terus terang saya
shocked, terkejut, dan bertentangan dengan fakta-fakta dan akal sehat. Ini bertentangan
Pertanyaan:
1. Apakah menurut Anda Majelis Kehormatan Daerah DKI Jakarta telah mengambil
keputusan yang tepat dan adil?
2. Apakah menurut Anda reaksi yang disampaikan oleh Todung Mulya Lubis di media
massa dalam menanggapi keputusan Majelis adalah wajar dan dapat dibenarkan.
3. Bagaimana pendapat Anda atas pernyataan Todung yang merasa dirinya tidak melanggar
kode etik advokat?
Jawab
1. Menurut pendapat kami Majelis Kehormatan Daerah DKI Jakarta telah mengambil
keputusan yang tepat dan adil karena dalam kasus tersebut Tudong telah melanggar kode etik
advokat Indonesia dengan membocorkan sedikit informasi terkait hasil legal audit SGC,
walaupun dalam kasus tersebut Tudong telah selesai menjabat TBH-KKSK di SGC.
Bagaimanapun juga sebagai seorang advokat, Tudong seharusnya tetap mempertahankan dan
merahasiakan hasil legal audit SGC. Kemudian sebagai seorang Advokat juga seharusnya
mengutamakan tegaknya hukum, kebeneran, dan keadilan. Selain itu dalam kasus tersebut
Tudong tidak mengindahkan peringatan sehubungan dengan adanya iklan di media massa
mengenai putusan pengadilan, dimana isi iklan tersebut berbeda dengan putusan pengadilan.
Seorang Advokat tidak seharusnya memberikan informasi yang berbeda apalagi menyangkut
putusan pengadilan.
2. Menrut pendapat kami reaksi Tudong Mulyo Lubid di media massa dalam menanggapi
keputusan Majelis tidak wajar dan tidak dapat dibenarkan. Menurut pendapat penulis reaksi
Tudong terlalu berlebihan, karena sebagai seorang advokat yang sudah jelas melanggar kode
etiknya tidak seharusya bereaksi seperti itu.
3. Menurut pendapat kami seharusnya Tudong introspeksi diri terlebih dahulu,karena dalam
kasus tersebut Tudong telah melanggar kode etik sebagai Advokat, yaitu melanggar larangan
konflik kepentingan dan lebih mengedepankan materi dalam menjalankan profesi
dibandingkan dengan penegakan hukum, kebenara, dan keadilan.
Sukrino Agoes, Cenik Ardana. 2011. Etika Bisnis dan Profesi-Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat
http://purnamiap.blogspot.co.id/2016/01/makalah-kode-etik-profesi-lainnya.html