Anda di halaman 1dari 14

KHLOR, PH, DAN HIGIENE PERENANG DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT

Bilqis Filayati, Yuni Wijayanti


Email : filayatibilqis@gmail.com
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Data rekapitulasi pemerikaan kimiawi kolam renang umum kota Semarang tahun 2016
menemukan bahwa sebanyak 80% tidak memenuhi persyaratan terkait kandungan sisa klor dan
pH nya. Survei pendahuluan diketahui sebanyak 21 responden mengalami keluhan iritasi kulit.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara sisa khlor, pH dan higiene
perenang dengan keluhan iritasi kulit terhadap pengguna kolam renang.
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional.
Sampel penelitian berjumlah 96, ditentukan dengan teknik proportional random sampling. Data
dianalisis dengan uji chi square.
Hasil menunjukkan bahwa responden penelitian yang mengalami keluhan iritasi kulit
sebanyak 56,4% perenang. Hasil uji statistik menunjukkan sisa khlor (p=0,005), pH (p=0,038),
membilas tubuh sebelum berenang (p=0,012), penggunaan sabun moisturizer (p=0,019),
pemakaian pelembab tubuh (p=0,029) dengan keluhan iritasi kulit. Sedangkan, variabel
penggunaan pakaian renang tidak berhubungan dengan keluhan iritasi kulit (p=0,421). Kesimpulan
penelitian ini adalah ada hubungan antara sisa khlor, pH, membilas tubuh sebelum berenang,
penggunaan sabun moisturizer dan pelembab tubuh dengan keluhan iritasi kulit. Variabel yang
tidak berhubungan adalah penggunaan pakaian renang.

Kata Kunci : Sisa Khlor, pH, Higiene, Iritasi Kulit.

Abstract
Recapitulation of water quality measurement in Semarang City in 2016 was 80% unsuitable
with chlorine residual and pH quality standard. Preliminary survey showed 21 respondents have
complaints of skin irritation. The purpose of this study was to determine the relationship between
residual chlorine, pH and hygiene of swimmers with complaints of skin irritation.
This research was analytic observational with cross sectional research design. This
research sample was 96, used proportional random sampling technique. Data were analyzed by
using chi square test .
Result showed that the respondents who experienced skin irritation as much as 56.4% of
swimmers. Statistical test results showed chlorine residue (p= 0.005), pH (p= 0.038), rinsing the
body before swimming (p= 0.012), use of soap moisturizer (p = 0.019), body moisturizing behavior
(p = 0.029) with skin irritation examination. Meanwhile, the variable swimsuit was not related to
compensation for skin irritation (p= 0.421). The conclusion of this study is the relationship between
residual chlorine, pH, rinsing the body before swimming, use of moisturizing soap and body
moisturizer with skin irritation. Unrelated variables are the swimsuit.

Keywords: Residue Chlorine, pH, Hygiene, Skin Irritation.


PENDAHULUAN
Kolam renang sebagai sarana umum yang ramai dikunjungi masyarakat dapat berpotensi
menjadi sarana penyebaran bibit penyakit maupun gangguan kesehatan akibat kondisi sanitasi
lingkungan kolam renang yang buruk dan kualitas air kolam renang yang tercemar (WHO, 2006).
Berdasarkan CDC Amerika pada tahun 2012, dilaporkan terjadi 5.000 kunjungan ke ICU karena
paparan bahan kimia kolam renang. Separuh kasus di antaranya dapat dicegah dan terjadi pada
anak-anak maupun remaja. Selanjutnya, inspeksi rutin yang dilakukan oleh CDC di 5 negara yang
meliputi Arizona, California, Florida, New York dan Texas di tempat rekreasi air pada tahun 2013
dari 64.000 pemeriksaan yang dilakukan, 11,9% menunjukkan adanya pelanggaran dalam
penggunaan disinfektan yang tidak sesuai syarat. Dilaporkan juga adanya pelanggaran terkait
persyaratan kimia kolam renang yang tidak sesuai baku mutu sebanyak 4,6% dari 10.000 inspeksi
yang dilakukan oleh CDC (CDC, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh (Kelsall & Sim, 2001) menyatakan bahwa penggunaan
klorin sebagai disinfektan di kolam renang berisiko 1,91 kali meningkatkan keluhan iritasi kulit
berupa ruam merah, kulit gatal dan kulit kering pada anak-anak. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh (Chaumont, Voisin, Sardella, & Bernard, 2012) dengan 358 responden yang
berusia 5-6 tahun di 30 taman kanak-kanak menemukan bahwa paparan air yang mengandung
klorin pada kolam renang dan riwayat status atopik meningkatkan prevalensi kejadian eksema
atau radang kulit (p-value= 0,028; OR= 3,3; CI= 1.34-8,15). Penelitian lain yang dilakukan oleh
(Fernández-Luna et al., 2016) di Spanyol dengan melibatkan 1001 pengguna kolam renang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kolam renang yang menggunakan klorin terhadap
kejadian iritasi kulit berupa kulit kering kepada para pengguna kolam renang (p-value= 0,001).
Penelitian di Indonesia dalam Permana (2013), terdapat keluhan iritasi kulit dan mata pada
pemakai kolam renang hotel bintang 3 dan 4 di Wilayah Kota Yogyakarta, sebanyak 58,3%
perenang memiliki hubungan dengan sisa klor di dalam air kolam renang dengan (p-value=0,038).
Hasil penelitian lain yang dilakukan (Cita, D.W., Adriyani, 2013) di kolam renang Sidoarjo dengan
kadar sisa klor yang melebihi baku mutu (2,175 mg/L-4,6 mg/L) menyebabkan keluhan gangguan
kesehatan. Keluhan gangguan kesehatan yang banyak dialami pengguna kolam renang adalah
berupa iritasi kulit dan iritasi kulit setelah berenang.
Berdasarkan laporan kinerja instansi Kota Semarang tahun 2015 jumlah kolam renang
umum di kota Semarang sebanyak 32 kolam renang (Pemkot Semarang, 2016). Data rekapitulasi
pemerikaan kimiawi kolam renang umum kota Semarang tahun 2016 menemukan bahwa dari 10
kolam renang umum, sebanyak 80% tidak memenuhi persyaratan terkait kandungan sisa klor dan
pH nya. Hasil interpretasi data tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh (Talita,
Nurjazuli, & Dangiran, 2016) di 11 kolam renang umum se-Kota Semarang bahwa sebanyak
69,7% kadar sisa khlor dan 45,5% nilai pH tidak memenuhi persyaratan. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan di Kolam Renang Graha Wahid dan Pika Sampangan, menunjukkan
bahwa pengukuran kandungan sisa klor di Kolam Renang Graha Wahid sebesar dan hasil
pengukuran pH di kolam renang Pika Sampangan tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan
Permenkes No.32 Tahun 2017. Hasil wawancara dengan 30 pengguna kolam renang di lokasi
studi pendahuluan, diketahui bahwa sebanyak 21 orang mengalami keluhan kesehatan terkait
iritasi kulit. Hasil wawancara terkait gejala iritasi kulit yang dialami oleh pengguna kolam renang di
antaranya adalah 66,7% mengeluhkan kulit terasa kering/bersisik dan kusam, 23,3% kulit terasa
gatal, 10% ruam merah pada kulit dan 6,7% kulit terasa panas/terbakar setelah melakukan
aktivitas berenang.
Paparan bahan kimia klorin di kolam renang dan pH yang tidak sesuai terutama di kolam
renang dapat menyebabkan iritasi kulit (Center for Disease Control and Prevention, 2011). Selain
akibat paparan bahan kimia yang tidak sesuai pada air kolam renang, faktor perilaku terkait
higiene dalam berenang juga memungkinkan menimbulkan keluhan iritasi kulit. Higiene dalam
berenang meliputi kebiasaan membilas tubuh sebelum berenang, penggunaan sabun yang
mengandung mositurizer, pemakaian pelembab tubuh, serta penggunaan pakaian renang.
Membilas tubuh sebelum berenang penting dilakukan karena pengguna kolam renang membawa
material organik apabila yang kontak dengan air kolam yang mengandung klorin akan berubah
menjadi suatu senyawa kloramin sehingga bisa meningkatkan keluhan iritasi kulit (Cross, 2015).
Keluhan iritasi kulit yang paling banyak dialami setelah melakukan aktivitas berenang adalah kulit
terasa kering dan kusam. Salah satu upaya untuk mengurangi keluhan tersebut adalah dengan
pemakaian pelembab tubuh serta jenis sabun yang mengandung moisturizer (Bianti, 2016).
Pakaian renang sebagai alat pelindung diri membantu mengurangi paparan dari bahan kimia
dalam kolam renang yang dapat meningkatkan keluhan iritasi kulit (FINA, 2010).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan kadar sisa klor, pH dan higiene perenang terhadap keluhan iritasi kulit pada
pengguna kolam renang di Kolam Renang Umum Kota Semarang Tahun 2018.

METODE
Metode dalam penelitian ini analitik observasional dengan desain penelitian cross
sectional. Dalam penelitian ini mencari hubungan antara variabel independen (Sisa klor, nilai pH,
membilas tubuh sebelum berenang, penggunaan sabun moisturizer, pemakaian pelembab tubuh,
dan penggunaan pakaian renang) dan variabel dependen (keluhan iritasi kulit) diteliti pada waktu
yang bersamaan.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli di Kolam Renang Kota Semarang. Instrumen pada
penelitian ini adalah lembar kuesioner responden, pedoman wawancara, lembar pengukuran, alat
test kit klorin, alat pH meter. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara serta
pengisian kuesioner dan pengamatan pada responden. Sedangkan pengumpulan kualitas air test
kit klorin untuk mengukur kadar klorin, dan alat pH meter untuk mengukur nilai pH. Dalam
memastikan keluhan iritasi kulit akibat aktivitas berenang digunakan lembar kuesioner penjaringan
pada perenang sesuai dengan kriteria inklusi. Metode wawancara pengamatan dengan lembar
kuesioner dilakukan untuk mengetahui gejala keluhan iritasi kulit setelah melakukan aktivitas
berenang, membilas tubuh sebelum berenang,penggunaan sabun moisturizer, pemakaian
pelembab tubuh, dan penggunaan pakaian renang serta karateristik responden.
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling dengan kriteria inklusi tipe
kolam renang yaitu kategori kolam renang umum, bukan jeni kolam renang waterpark,
menggunakan disinfeksi dengan klorinasi, dan bersedia menjadi lokasi penelitian dari 32 kolam
renang di Kota Semarang. Didapatkan kolam renang Manunggal Jati, Kodam Diponegoro dan Tirta
Sekar FIK Unnes dengan 6 kali pengambilan sampel.
Responden penelitian ini adalah seluruh pengguna kolam renang, melalui perhitungan
sampel menggunakan rumus lemeshow. Dari hasil perhitungan sampel didapatkan besar sampel
sampel minimal adalah sebanyak 96 responden. Responden penelitian diambil dengan kriteria
inklusi yaitu berusia minimal 11 tahun, melakukan aktivitas berenang di kolam renang yang diteliti,
tidak memiliki riwayat penyakit kulit, bersedia menjadi responden penelitian sedangkan kriteria
eksklusi yaitu pengguna kolam renang yang ada di lokasi penelitian menolak untuk menjadi
responden dan responden telah meninggalkan lokasi kolam renang penelitian sebelum selesai
dilakukan wawancara penelitian.Teknik pengambilan sampel proportional random sampling
berdasarkan rata-rata pengunjung harian kolam renang. Adapun proporsi sampel responden untuk
tiap kolam renang yaitu Kolam Manunggal Jati sebanyak 36 orang, Kolam Renang Kodam
Diponegoro sebanyak 30 orang dan Kolam Renang Tirta Sekar FIK sebanyak 30 orang, dengan 2
kali pengukuran pada masing-masing kolam renang.
Pengambilan sampel air kolam renang dilakukan pada kolam yang representative seperti
jenis kolam prestasi. Pemeriksaan sisa klor sampel air kolam renang dengan metode kolorimetri
menggunakan reagen DPD. Penggukuran sisa klor air kolam renang, dilakukan dengan
membandingkan warna pada tabel klorimetri. Pembacaan tabel dilakukan di tempat terang,
sehingga dapat terbaca dengan tepat. Sedangkan pengukuran pH air di lapangan dilakukan
dengan menggunakan alat pH meter. Pembacaan angka pH meter dilakukan dengan menunggu
sampai angka dalam pH meter stabil. Pengambilan sampel air pada masing-masing kolam renang
objek penelitian dilakukan pada 3 titik yaitu inlet (air masuk ke kolam renang), outlet (air keluar dar
kolam renang) dan bagian yang sering digunakan. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan
gayung panjang guna memastikan titik sampel pengambian air. Sampel air diukur langsung
dilapangan, dengan penggulanggan menggunakan larutan aquades untuk memastikan ketepatan
dalam pengukuran.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer
yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari hasil pengukuran kadar sisa klor dan nilai pH kolam
renang, hasil kuesioner pada responden secara langsung untuk memperoleh data terkait dengan
karakteristik responden, membilas tubuh sebelum berenang, penggunaan sabun moisturizer,
pemakaian pelembab tubuh dan penggunaan pakaian renang. Data sekunder diperoleh dari data
rekapitulasi pengunjung kolam renang.
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari a) editing; b) coding; c) entry; d)
tabulation. Analisis data dilakukan dalam penelitian ini menggunakan jenis analisis univariat dan
bivariat. Analisis univariat digunakan untuk menganalisa karakteristik dan variabel dengan cara
mendeskripsikan, menghitung distribusi dan proporsinya. Analisis bivariate dengan uji statistik,
penelitian ini menggunakan uji Chi-square. Uji statistik Chi-square dengan derajat kepercayaan
95% untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel tersebut maka nilai p-value
(probabilitas) yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai kemaknaan. Jika p-value >0,05 maka Ho
diterima, Ha ditolak dengan taraf signifikan 95%. Sedangkan untuk mengukur ukuran risiko yang
digunakan adalah Prevalence Ratio (PR).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Batas kandungan sisa klor dalam air kolam renang menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 32 Tahun 2017 nilai baku mutu sisa klor kolam renang yaitu 1-1,5 mg/l
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Berdasarkan Tabel 1. pengukuran sampel air
kolam yang dilakukan sebanyak 6 kali didapatkan hasil bahwa, kadar sisa klor pada 2 kolam
renang memenuhi persyaratan dan 4 kolam tidak memenuhi persyaratan. Hasil pengukuran
tersebut menunjukan bahwa mayoritas kualitas air kolam renang terkait kadar sisa klor tidak
sesuai dengan baku mutu. Kadar sisa klor yang tidak memenuhi syarat antara 3- >5 mg/l artinya
kadar sisa klor dalam air kolam renang tinggi atau melebihi batas baku mutu.
Efek kesehatan yang umumnya muncul atau dirasakan oleh seseorang sesaat setelah
terpapar khlorin antara lain adalah iritasi saluran napas, dada terasa sesak, gangguan pada
tenggorokan, batuk, iritasi pada kulit, dan iritasi pada mata (Hermiyanti, 2016). Klorin yang telah
larut dalam air menghasilkan sisa klor, dalam melakukan aktivitas berenang terjadi kontak
langsung kulit dengan air kolam renang. Beberapa hal yang menyebabkan kadar sisa klor tinggi
pada beberapa lokasi penelitian adalah penggolahan air kolam renang yang tidak sesuai, seperti
pemberian dosis klorin yang diberikan oleh petugas kolam renang yang tidak disesuaikan dengan
takaran pada masing-masing kolam.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sisa Klor


Kolam Waktu Hasil Pengukuran Rata-rata Baku
Renang Pengukuran Titik Titik Titik Kadar sisa Mutu
A B C klor
Manunggal 13 Juli 2018
>5,0 >5,0 >5,0 >5,0
Jati 06.45
Manunggal 13 Juli 2018
3,0 3,0 4,0 3,3
Jati 14.41
Kodam 14 Juli 2018 1,0 – 1,5
1,0 1,0 1,0 1,0
Diponegoro 07.01 mg/l
Kodam 14 Juli 2018
1,2 1,3 1,3 1,3
Diponegoro 14.40
Tirta Sekar 15 Juli 2018
4,0 3,0 3,0 3,3
Unnes 07.15
Tirta Sekar 15 Juli 2018
3,0 3,0 3,0 3,0
Unnes 15.07

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 32 Tahun 2017 menyebutkan


standar baku mutu pH air kolam renang yaitu 7-7,8 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2017).
Berdasarkan Tabel 2. pengukuran sampel air kolam yang dilakukan sebanyak 6 kali
didapatkan hasil bahwa, nilai pH pada 3 kolam renang memenuhi persyaratan dan 3 kolam tidak
memenuhi persyaratan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kolam renang,
penggunaan bahan kimia untuk pengatur keasaman yaitu dengan menggunakan soda ash. Dosis
takaran penggunaan soda ash akan mempengaruhi nilai pH air kolam renang. Kadar pH yang
tidak memenuhi syarat menandakan bahwa petugas kolam renang dalam memberikan soda ash
tidak sesuai dengan takaran. Kemungkinan lain dikarenakan adanya takaran yang kurang tepat
dalam pemberian bahan proses desinfeksi maupun proses injeksi seperti tawas, PAC, HCL yang
masing-masing bahan tersebut memiliki sifat asam yang apabila dalam pembubuhannya secara
berlebihan akan menyebabkan pH menjadi asam atau bersifat korosif. pH air kolam renang yang
tidak sesuai dengan pH kulit kemudian akan menyebabkan peradangan pada lapisan kulit
(Keefner & Curry, 2004).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Nilai pH
Kolam Waktu Hasil Pengukuran Rata-rata Baku
Renang Pengukuran Titik A Titik B Titik C Nilai pH Mutu
Manunggal 13 Juli 2018 7,5 6,6 6,5 6,8
Jati 06.45
Manunggal 13 Juli 2018 7,5 7,6 7,7 7,6
Jati 14.41
Kodam 14 Juli 2018 7,4 7,4 7,3 7,4
Diponegoro 07.01
7 – 7,8
Kodam 14 Juli 2018 7,6 7,6 7,6 7,6
Diponegoro 14.40
Tirta Sekar 15 Juli 2018 3,4 3,2 3,3 3,3
Unnes 07.15
Tirta Sekar 15 Juli 2018 3,0 3,2 3,0 3,0
Unnes 15.07

Tabel 3. Distribusi Variabel yang Berhubungan dengan Keluhan Iritasi Kulit Pengguna
Kolam Renang Kota Semarang
No Variabel Frekuensi
N %
1 Keluhan Iritasi Kulit
Ya 57 59,4%
Tidak 39 40,6%
2 Kadar Sisa Klor
Tidak Memenuhi Syarat 66 68,8%
Memenuhi Syarat 30 31,2%
3 Nilai pH
Tidak Memenuhi Syarat 48 50,0%
Memenuhi syarat 48 50,0%
4 Membilas Tubuh Sebelum Berenang
Tidak membilas tubuh sebelum 79 82,3%
berenang
Membilas tubuh sebelum berenang 17 17,7%
5 Penggunaan Sabun Moisturizer
Tidak Mengandung Moisturizer 68 70,8%
Mengandung Moisturizer 28 29,7%
6 Pemakaian Pelembab Tubuh
Tidak Memakai Pelembab Tubuh 64 66,7%
Memakai Pelembab Tubuh 32 33,3%
7. Penggunaan Pakaian Renang
Tidak Memakai Pakaian Renang 60 62,5%
Khusus atau Pakaian Renang Berisiko
Memakai Pakaian Renang Khusus dan 36 37,5%
tidak berisiko

Tabel 3. menunjukkan distribusi frekuensi variabel yang berhubungan dengan keluhan


iritasi kulit pada pengguna kolam renang. Dari 101 responden dapat diketahui bahwa responden
yang mengalami keluhan iritasi kulit sebanyak 57 orang (59,4%), sedangkan responden yang tidak
mengalamani keluhan iritasi kulit sebanyak 39 orang (40,6%). Responden yang melakukan
aktivitas berenang pada kadar sisa klor tidak memenuhi syarat sebanyak 66 orang (68,8%),
sedangkan responden yang melakukan aktivitas berenang pada kadar sisa klor memenuhi syarat
sebanyak 30 orang (31,2%). Responden yang melakukan aktivitas berenang pada nilai pH tidak
memenuhi syarat sebanyak 48 orang (50,0%), sedangkan responden yang melakukan aktivitas
berenang pada nilai pH memenuhi syarat sebanyak 48 orang (50,0 %). Responden yang tidak
membilas tubuh sebelum melakukan aktivitas berenang sebanyak 79 orang (82,3%), sedangkan
responden yang membilas tubuh sebelum melakukan aktivitas berenang sebanyak 17 orang
(17,7%). Responden yang tidak menggunakan sabun yang mengandung moisturizer untuk
membilas tubuh setelah aktivitas berenang sebanyak 68 orang (70,8%), sedangkan responden
yang menggunakan sabun yang mengandung moisturizer untuk membilas tubuh setelah aktivitas
berenang sebanyak 28 orang (29,7%). Responden yang tidak memakai pelembab tubuh setelah
aktivitas berenang sebanyak 64 orang (66,7%), sedangkan responden yang memakai pelembab
tubuh setelah melakukan aktivitas berenang sebanyak 32 orang (33,3%). Responden yang tidak
menggunakan pakaian renang khuus atau pakaian renang yang berisiko sebanyak 60 orang
(62,5%), sedangkan responden yang menggunakan pakaian renang khusus dan tidak berisiko
sebanyak 36 orang (37,5%).
Tabel 4.Hasil Rekapitulasi Analisis Variabel yang Berhubungan dengan Keluhan Iritasi kulit
Pengguna Kolam Renang
No Variabel Bebas Keluhan Iritasi kulit Total PR 95%CI p-
Ya Tidak value
n % N % n %
1 Kadar Sisa Klor
Tidak Memenuhi 46 69,7 20 30,3 66 100 1,90 1,157- 0,005
Syarat 3,123
Memenuhi Syarat 11 36,7 19 63,3 30 100
2 Nilai pH
Tidak Memenuhi 34 70,8 14 29,2 48 100 1,48 1,046- 0,038
Syarat 2,090
Memenuhi Syarat 23 47,9 25 52,1 48 100
3 Membilas Tubuh
Sebelum Berenang
Tidak membilas tubuh 52 65,8 27 34,2 79 100 2,24 1,054- 0,012
sebelum berenang 4,754
Membilas tubuh 5 29,4 12 70,6 17 100
sebelum berenang
4 Penggunaan Sabun
Moisturizer
Tidak Mengandung 46 67,6 22 32,4 68 100 1,72 1,056- 0,019
Moisturizer 2,808
Mengandung 11 39,3 17 60,7 28 100
Moisturizer
5 Pemakaian Pelembab
Tubuh
Tidak Memakai 44 68,8 20 31,2 64 100 1,61 1,032- 0,029
Pelembab Tubuh 2,524
Memakai Pelembab 13 40,6 19 59,4 32 100
Tubuh
6 Penggunaan Pakaian
Renang
Tidak Memakai 38 63,3 22 36,7 60 100 - - 0,421
Pakaian Renang
Khusus atau Pakaian
Renang Berisiko
Memakai Pakaian 19 52,8 17 47,2 36 100
Renang Khusus dan
tidak berisiko

Tabel 4. menunjukkan analisis bivariat yakni analisis hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat. Hasil uji statistik antara sisa klor dan keluhan iritasi kulit menunjukkan p-
value=0,005 artinya terdapat hubungan antara sisa klor dengan keluhan iritasi kulit perenang,
dengan nilai PR sebesar 1,90 (95% CI: 1,157-3,123). Responden yang berenang pada kolam
renang dengan nilai sisa klor yang tidak memenuhi syarat, 1,90 kali lebih berisiko terkena keluhan
iritasi kulit dibandingkan dengan kolam renang dengan sisa klor memenuhi syarat. Hasil tersebut
sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Permana & Suryani (2013) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara sisa khlor dengan keluhan iritasi kulit dan mata
sebanyak 28 responden (58,3%) pada pemakai kolam renang hotel di wilayah Kota Yogyakarta (p-
value= 0,038; RP= 1,83). Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cyntiania (2015) di dua kolam renang umum wilayah Kota Tulungagung yang menemukan bahwa
kandungan sisa klor berisiko 9,333 kali meningkatkan keluhan iritasi kulit dan mata.
Penggunaan dosis khlor yang berlebih pada air kolam renang dapat berguna untuk
membunuh kuman patogen yang berada di dalam air, akan tetapi hal tersebut juga dapat
memberikan dampak negatif pada pengguna kolam renang karena dapat menyebabkan keluhan
gangguan kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa efek
kesehatan yang umumnya muncul atau dirasakan oleh seseorang sesaat setelah terpapar khlorin
antara lain adalah iritasi saluran napas, dada terasa sesak, gangguan pada tenggorokan, batuk,
iritasi pada kulit, dan iritasi pada mata (Hermiyanti, 2016).
Pengelolaan air kolam renang yang baik menentukan keberhasilan disenfeksi. Oleh sebab
itu, diharapkan bagi petugas kolam renang untuk mengukur sisa klor skala lapangan, melakukan
pengecekan sisa klor dan pH air kolam renang setiap 4 jam sekali saat kolam renang beroperasi,
melakukan injeksi berkala agar sisa klor tetap pada standar persyaratan, menambahkan chlorine
stabilizerisocyanuric acid agar tidak cepat menguap, melakukan pemberian kaporit sesuai dengan
dosis (Harariet, Fadila., Darmiah., Santoso, 1990).
Hubungan nilai pH dengan keluhan iritasi kulit menunjukan p-value=0,038 artinya terdapat
hubungan antar nilai pH dengan keluhan iritasi kulit pengguna kolam renang, dengan nilai PR
sebesar 1,48 (95% CI: 1,046-2,090). Responden yang berenang pada kolam renang dengan nilai
pH tidak memenuhi syarat 1,48 kali lebih berisiko terkena keluhan iritasi kulit dibandingkan dengan
kolam renang nilai pH memenuhi syarat. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa pH air juga dapat berpengaruh terhadap iritasi kulit pada pengguna kolam renang. Menurut
Centers for Disease Control and Prevention, pH air kolam renang yang ideal untuk tubuh perenang
adalah 7,2 – 7,8 (CDC, 2013b). Jika kadar pH air tidak disesuaikan dengan kisaran tersebut maka
dapat menimbulkan keluhan iritasi kulit dan mata pada penguna kolam renang. Selain itu, faktor
pH air juga memiliki pengaruh terhadap efektivitas khlorin sebagai desinfektan, sebab kadar pH air
yang naik atau turun akan menentukan jumlah HOCl dan OCl- dalam air yang berperan dalam
membunuh kuman (Puetz, 2013). Hasil tersebut sesuai dengan teori yang dikemukaan oleh
(Ladou, 2007) bahwa keluhan iritasi kulit dapat disebabkan karena konsentrasi zat kimia yang
terlalu tinggi maupun pH yang terlalu ekstrim, beberapa keluhan subjektif iritasi kulit akibat adanya
kontak dengan zat kimia maupun pH yang ektrim adalah rasa terbakar, gatal-gatal, maupun rasa
tidak nyaman yang hanya bisa dirasakan oleh individu yang terpapar. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa pH air kolam renang yang tidak sesuai dengan pH kulit
kemudian akan menyebabkan peradangan pada lapisan kulit (Keefner & Curry, 2004)
Hasil penelitian menggambarkan pengukuran nilai pH yang tidak memenuhi syarat yaitu
pada kondisi air asam. Nilai pH air kolam renang berpengaruh dengan keluhan iritasi kulit pada
pengguna kolam renang. Didukung dengan teori yang menyebutkan bahwa asam atau basanya
suatu zat merupakan salah satu subtansi iritan kimia yang dapat menyebabkan keluhan iritasi kulit
(Harahap, 2000). Oleh sebab itu perlu menjaga kualitas pH air kolam melalui pemantauan secara
berkala. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2017), penggukuran pH air kolam
renang yang menggunakan klorin dilakukan minimum 3 kali dalam sehari.
Analisis bivariat antara membilas tubuh sebelum berenang dengan keluhan iritasi kulit
menunjukan p-value= 0,012 artinya terdapat hubungan antara membilas tubuh sebelum berenang
dengan keluhan iritasi kulit pada pengguna kolam renang. Nilai PR sebesar 2,24 (95% CI: 1,054-
4,754) artinya responden yang tidak membilas tubuh sebelum melakukan aktivitas berenang
berisiko 2,24 kali terkena keluhan iritasi kulit dibandingkan dengan responden yang membilas
tubuh mereka sebelum berenang.
Hasil penelitian ini sesuai degan teori yang menyatakan bahwa pengguna kolam renang
menghasilkan material organik yang berasal dari urin, keringat, saliva, sel tubuh baik itu dari kulit
maupun rambut, serta lotion seperti sunscreen, kosmetik, dan sisa sabun. Pengguna kolam
renang diperkirakan menghasilkan 50ml urin dan 200ml keringat setiap kali berenang. Apabila
material organik yang dibawa oleh perenang kontak dengan air kolam renang akan menimbulkan
keluhan kesehatan seperti iritasi kulit dan mata (Kanan & Karanfil, 2011).
Hasil tersebut sesuai dengan Cross (2015) yang menyatakan bahwa keringat yang berasal
dari pengguna kolam renang apabila kontak dengan air kolam yang mengandung klorin akan
berubah menjadi suatu senyawa kloramin sehingga bisa meningkatkan keluhan iritasi kulit. Pada
dasarnya, membilas tubuh sebelum berenang tercantum dalam peraturan FINA dan merupakan
tata tertib yang harus ditaati sebelum melakukan aktivitas berenang. Namun berdasarkan hasil
wawancara dengan responden, hanya beberapa responden yang mengetahui terkait pentingnya
membilas tubuh sebelum memulai aktivitas berenang didalam air. Selain itu, membilas tubuh
sebelum berenang juga berfungsi untuk beradaptasi antara suhu tubuh dengan suhu air maupun
lingkungan sebelum akhirnya pengguna kolam renang melakukan aktivitas berenang didalam
kolam.
Analisis bivariat antara penggunaan sabun yang mengandung moisturizer dan keluhan
iritasi kulit menunjukan p-value=0,019 artinya terdapat hubungan antara penggunaan sabun
moisturizer dengan keluhan iritasi kulit pada pengguna kolam renang. Nilai PR sebesar 1,72 (95%
CI: 1,056-2,808) artinya responden yang tidak menggunakan sabun yang mengandung moisturizer
ketika membilas tubuh setelah aktivitas berenang berisiko 1,72 kali terkena keluhan iritasi kulit
dibandingkan dengan responden yang menggunakan sabun yang mengandung moisturizer.
Berdasarkan hasil penelitian keluhan iritasi kulit yang paling banyak dialami oleh pengguna
kolam renang adalah kulit kering. Oleh sebab itu, penggunaan sabun juga berpengaruh terhadap
keluhan iritasi kulit, karena sabun menghilangkan emollien alami kulit, memperberat kondisi kulit
kering, dan dapat mengiritasi. Berdasarkan teori yang dikemukaan oleh (Bianti, 2016) disarankan
menggunakan sabun yang mengandung pelembab dan tidak mengandung pewangi. Sabun
dengan pH alkali akan merusak lapisan lipid protektif kulit melalui pemutusan ikatan antar
komponen lipid menjadi larut air. Akibatnya terjadi peningkatan transpidermal water loss (TEWL)
dan dapat memicu keluhan iritasi kulit lainnya. Sabun mengandung surfaktan yang dapat mengikat
kuat protein kulit sehingga menyebabkan kerusakan kulit dan iritasi (Mukherjee et al., 2010),
oleh sebab itu pemilihan sabun yang mengandung moisturizer atau pelembab dalam sediaan
sabun diharapkan dapat mengurangi iritasi yang ditimbulkan akibat surfaktan. Oleh karena itu,
diharapkan pengguna kolam renang yang melakukan aktivitas berenang menggunakan sabun
yang mengandung moisturizer atau pelembab sebagai upaya untuk mengurangi keluhan iritasi
kulit akibat aktivitas berenang.
Analisis bivariat antara pemakaian pelembab tubuh dan keluhan iritasi kulit menunjukan p-
value=0,029 artinya terdapat hubungan antara pemakaian pelembab tubuh dengan keluhan iritasi
kulit pengguna kolam renang. Nilai PR sebesar 1,61 (95% CI: 1,032-2,524)) artinya responden
yang tidak memakai pelembab tubuh setelah melakukan aktivitas berenang berisiko 1,61 kali
terkena keluhan iritasi kulit dibandingkan dengan responden yang memakai pelembab tubuh
setelah aktivitas berenang.
Salah satu keluhan iritasi ketika melakukan aktivitas berenang paling banyak adalah
berupa keluhan kulit kering akibat terpajan klorin. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa pada kulit kering, tersedia faktor perlindungan alamiah yaitu Natural
Moisturizing Factor (NMF). Namun, dalam kondisi tertentu faktor perlindungan kulit alamiah tidak
mencukupi sehingga diperlukan perlindungan tambahan non alamiah Wasitatmadja (1997) dalam
(Kusumaningrum & Widayati, 2017). Salah satu cara melindungi kelembaban kulit adalah dengan
mengenakan pelembab yang dapat mempertahankan kadar air dalam kulit.
Analisis bivariat antara penggunaan pakaian renang dan keluhan iritasi kulit menunjukan p-
value=0,421 artinya tidak ada hubungan antara penggunaan pakaian renang dengan keluhan
iritasi kulit pada pengguna kolam renang umum Kota Semarang. Hasil tersebut tidak sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa Pengunjung yang berenang sebaiknya menggunakan alat
pelindung diri (APD) saat berenang untuk mencegah timbulnya keluhan kesehatan (keluhan iritasi
kulit dan mata) setelah berenang. Salah satu alat pelindung diri ketika melakukan aktivitas
berenang adalah dengan memakai pakaian renang (Cita, D.W., Adriyani, 2013). Pakaian renang
sebagai alat pelindung diri membantu mengurangi paparan dari bahan kimia dalam kolam renang
(Ladou, 2007). Selain itu, penggunaan pakaian renang khusus juga berfungsi untuk menunjang
akselerasi dalam gerakan berenang didalam kolam (Putra, 2018).
Hubungan yang tidak sifnifikan pada variabel penggunaan pakaian renang yang digunakan
dengan keluhan iritasi kulit, dimungkinkan karena adanya kesenjangan jumlah responden antara
kelompok yang mengenakan pakaian renang yang memenuhi syarat atau tidak bersiko. Dari hasil
penelitian terlihat bahwa responden pada kelompok yang menggunakan pakaian renang yang
memakai pakaian renang khusus dan tidak berisiko sebanyak 36 orang, sedangkan responden
pada kelompok yang tidak memakai pakaian renang khusus atau memakai pakaian renang yang
berisiko sebanyak 60 orang.
Bahan yang digunakan untuk membuat pakaian renang tersebut adalah bahan nylon.
Selain bahannya yang elastis, nylon juga sangat ringan sehingga memberi keleluasaan dalam
bergerak ketika berenang (Larasati,2017). Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh
dilapangan, walaupun bahan pakaian renng yang digunakan terbuat dari nylon, namun bahan ini
tidak kedap air. Hal tersebut memungkinkan air kolam renang tetap dapat masuk dan terpapar
pada kulit tubuh pengguna kolam renang. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah pakaian
renang yang sudah terlalu lama.
Berdasarkan, wawancara dan penuturan pengguna kolam renang, pakaian renang yang
digunakan untuk aktivitas berenang pada air yang mengandung kaporit tinggi, akan mudah rusak
dan menipis. Keadaan tersebut juga memungkinkan pakaian renang yang digunakan mengurangi
fungsinya sebagai APD untuk melindungi tubuh dari paparan bahan kimia air kolam renang. Oleh
sebab itu, pengguna kolam renang diharapkan selain menggunakan pakaian renang khusus dan
tidak berisiko, juga memperhatikan terkait kelayakan pakaian renang dan lama pakaian renang
tersebut sudah dipakai untuk aktivitas berenang. Bagi pengguna kolam renang yang rutin
melakukan aktivitas berenang agar supaya sering mengganti pakaian renang jika sudah tidak
layak digunakan.
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dilapangan, mayoritas pakaian renang
yang digunakan terbuat dari bahan yang tidak kedap air. Hal tersebut memungkinkan air kolam
renang tetap dapat masuk dan terpapar pada kulit tubuh pengguna kolam renang. Faktor lain yang
mungkin berpengaruh adalah pakaian renang yang sudah terlalu lama digunakan sehingga
mengurangi fungsinya sebagai APD yang melindungi tubuh dari paparan bahan kimia air kolam
renang. Oleh sebab itu, pengguna kolam renang diharapkan selain menggunakan pakaian renang
khusus dan tidak berisiko, juga memperhatikan lama berenang.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kadar sisa khlor, nilai pH, dan higiene berenang
yang meliputi membilas tubuh sebelum berenang, penggunaan sabun yang mengandung
moisturizer, pemakaian pelembab tubuh, dan penggunaan pakaian renang terhadap keluhan iritasi
kulit setelah melakukan aktivitas berenang. Sebagian besar kadar sisa klor air kolam renang dan
sebagian nilai pH belum memenuhi persyaratan baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 32 Tahun 2017. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara kadar sisa klor (p-value=0,005), nilai pH (p-value=0,034), membilas tubuh
sebelum berenang (p-value=0,007), penggunaan sabun moisturizer (p-value=0,028) dan
pemakaian pelembab tubuh (p-value=0,044) berhubungan dengan keluhan iritasi kulit. Sedangkan
variabel penggunaan pakaian renang (p-value=0,301) tidak berhubungan dengan keluhan iritasi
kulit. Saran yang dapat diberikan kepada masyarakat adalah lebih selektif dalam memilih kolam
renang umum untuk aktivitas berenang serta menjaga higiene dalam berenang. Bagi pengelola
kolam renang untuk melakukan pengecekan secara berkala terkait kualitas air terutama sisa klor
dan nilai pH air kolam renang setiap 3-4 jam selama kolam renang beroperasi. Bagi penelitian
selanjutnya, diharapkan dalam menentukan pengguna kolam renang yang mengalami keluhan
iritasi kulit dapat menggunakan diagnosis medis/dokter.

DAFTAR PUSTAKA
Bianti, M. (2016). Kulit Kering pada Usia Lanjut. Jurnal Kedokteran, 43(10), 737–740.
CDC. (2013b). Your Disinfection Team: Chlorine & pH Protection Against Recreational Water
Illnesses. Center for Disease Control and Prevention.
CDC/NIOSH. (2011). Effects of Skin Contact With Chemicals. New York: The National Institute for
Occupational Safety and Health (NIOSH).
Chaumont, A., Voisin, C., Sardella, A., & Bernard, A. (2012). Interactions between domestic water
hardness, infant swimming and atopy in the development of childhood eczema.
Environmental Research, 116, 52–57. https://doi.org/10.1016/j.envres.2012.04.013
Cita, D.W., Adriyani, R. (2013). Kualitas Air dan Keluhan Kesehatan. Kesehatan Lingkungan, 7(1),
26–31.
Cross, C. (n.d.). 3 reasons you should shower before and after swimming. Retrieved from
https://www.theswimguide.org/2015/10/15/shower-before-and-after-swimming/
Cyntiania, M. V. (2015). Hubungan Sisa Klor dengan Keluahn Iritasi Kulit dan Mata pada Pemakai
Kolam Renang di Wilayah Kota Tulungagung. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Malang.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2017. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Sampel Air Kolam
Renang Tahun 2016. Semarang.
Fernández-Luna, Á., Burillo, P., Felipe, J. L., del Corral, J., García-Unanue, J., & Gallardo, L.
(2016). Perceived health problems in swimmers according to the chemical treatment of water
in swimming pools. European Journal of Sport Science, 16(2), 256–265.
https://doi.org/10.1080/17461391.2014.1001877
FINA. (2010). Buku Panduan Cabang Olahraga Renang Special Olympics. Jakarta.
Harahap, M. (2000). Ilmu Penyakit Kulit (1st ed.). Jakarta: Hipokrates.
Harariet, Fadila., Darmiah., Santoso, I. (1990). Hubungan Jumlah Perenang dengan Kandungan
Sisa Klor pada Air Kolam Renang.
Kanan, A., & Karanfil, T. (2011). Formation of disinfection by-products in indoor swimming pool
water: The contribution from filling water natural organic matter and swimmer body fluids.
Water Research, 45(2), 926–932. https://doi.org/10.1016/j.watres.2010.09.031
Kelsall, H. L., & Sim, M. R. (2001). Skin Irritation in Users of Brominated Pools. Journal of
Environmental Health Research, 40, 29–40.
Keefner, D. M., & Curry, C. (2004). Contact Dermatitis (12th ed.). Washington D.C: Handbook of
Nonprescription Drugs APHA.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 32 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per
Aqua, dan Pemandian Umum. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Hermiyanti, P. (2016). Pengaruh Paparan Klorin di Udara terhadap Peroksidasi Lipid pada Pekerja
Kolam Renang. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, VII(April), 85–88.
Kusumaningrum, A. A., & Widayati, R. I. (2017). Efektivitas Macadamia Oil 10 % dalam Pelembab
pada Kulit Kering. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 6(2), 347–356. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/54245/
Ladou, J. (2007). Current Occupational & Environmental Medicine (4 edition). California: McGraw
Hill.
Mukherjee, S., Edmunds M. B. S., Lei X., Ottaviani M. F., Ananthapadmanabhan K. P., &
Turro N. J.2010. Steric acid Delivery to Corneum from a Mild and Mosturizing Cleanser.
Journal of Cosmetic Dermatology. 9 : 202-210.
Pemkot Semarang. (2016). Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKJ-IP) Kota Semarang Tahun
2015. Semarang: Pemerintah Kota Semarang.
Permana, T., & Suryani, D. (2013). Hubungan sisa klor dengan keluhan iritasi kulit dan mata pada
pemakai kolam renang hotel di wilayah kota yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (1),
1–6
Putra, Tegar Wibowo. (2018). Tingkat Pemahaman Pembelajaran Akuatik Siswa Kelas Viii Smp
Negeri 1 Pacitan Kabupaten Pacitan. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta.
Talita, S., Nurjazuli, & Dangiran, H. L. (2016). Studi Kualitas Bakteriologis Air Kolam Renang dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kolam Renang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 4(5).

Anda mungkin juga menyukai