Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Residu klorin disebut juga dengan klorin bebas atau aktif, dapat diartikan

jumlah klorin yang tersedia sebagai desinfektan setelah waktu kontak tertentu.

Residu klorin ini terdapat dalam dua bentuk antara lain residu klorin terikat dan

residu klorin bebas. Residu klorin ini diketegorikan sebagai zat kimia yang

berbahaya bagi kesehatan. Selain itu sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

sanitasi dan hygiene yang baik, maka perlu dilakukan analisa tentang residu klorin

ini (Schoefer et al, 2008).

Pada proses klorinasi, sebelum berperan sebagai desinfektan, klorin yang

ditambahkan akan berperan sebagai oksidator, seperti yang ditunjukkan dalam

persamaan reaksi :H2 S + 4Cl2 + 4H2 O H2 SO4 + 8HCl. Klorin ini

dapat bekerja secara efektif sebagai desinfektan dengan pH 7. Proses

penambahan klorin dikenal dengan khlorinasi air. Klorin yang digunakan sebagai

desinfektan yaitu gas klor yang berupa molekul klor (Cl2) atau kalsium hipoklorit

[Ca(OCl)2). Namun, penambahan klorin yang kurang tepat dapat menimbulkan

bau dan rasa pada air (Elly, 2007).

Residu klorin dapat membahayakan kesehatan jika terjadi kontaminasi,

dari kontaminasi ini, antara lain menyebabkan iritasi kulit, telinga, gangguan paru,

kerusakan pada gigi, maupun infeksi pada saluran pernapasan atas, serta dalam

1
jangka waktu yang lamajuga dapat menyebabkan kanker. Gangguan paru dan

kerusakan gigi juga sering terjadi akibatpaparan gas klorin yang cukup sering, hal

ini teutama terjadi di kolam renang indoor. Residu klorin (sisa klor) yang

dianjurkan secara kimia agar memenuhi syarat yaitu antara 0,2 – 0,5 mg/L

(Effendi, 2004).

Data penelitian yang didapat dari peneliti sebelumnya oleh (Dian Wahyu

Cita dan Adriyani, 2009) yaitu khususnya di Jawa Timur kadar residu klorin pada

kolam renang rata-rata tidak memenuhi syarat yaitu <0,2 mg/L dan > 0,5 mg/L,

yaitu kolam renang Tirta Krida dan GOR Sendang Delta Sidoarjo sehingga

banyak menimbulkan keluhan-keluhan dari masyarakat tentang terjadinya iritasi

kulit, mata, maupun hidung.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Teddy Permana, 2012) residu

klorin yang tidak memenuhi syarat, sehingga menimbulkan keluhan-keluhan

iritasi juga terjadi di pengunjung hotel bintang 3 dan 4 di wilayah Yogyakarta,

dimana 58,3% mengalami iritasi kulit dan mata setelah berenang,atau sebanyak

28 orang dari total sampel, hampir setemgahnya mengalami hal tersebut. Studi

yang pernah dilakukan yaitu studi fungsi pernapasan dan asma, bahwa berenang

di air yang di klorinasi dapat mengakibatkan resiko peningkatan penyakit asma,

dan keluhan pernafasan, khususnya pada anak-anak. Hal ini terbukti bahwa

penggunaan air yang terklorinasi akan menimbulkan banyak keluhan-keluhan

kesehatan.

Menurut Hudyono dalam Jemik (2014) prevalensi dermatitis kontak di

Indonesia sangat bervariasi. Pada studi epidemiologi Indonesia memperlihatkan

2
bahwa 97% dari kasus-kasus yang ada, dimana 66,3% diantaranya adalah

dermatitis kontak iritan dan 37% adalah dermatitis alergi.

Menurut Zwiener et al (2007). Bukti epidemiologi terkuat untuk efek

kesehatan yang merugikan dari berenang di air kolam yang terklorinasi telah

datang dari studi tentang fungsi pernafasan dan asma. Berenang di air kolam yang

terklorinasi telah dikaitkan dengan peningkatan epitel paru permeabilitas, risiko

pengembangan asma, dan keluhan pernafasan khususnya pada anak-anak.

Lagerkvist dkk (2005) menemukan bahwa berenang juga memiliki, efek

buruk pada fungsi sel Clara pada anak-anak. Nystad dkk (2006) menemukan

hubungan antara bayi yang berenang dengan resiko terjadinya saluran pernapasan

berulang dan iritasi kulit. Thickett dkk (2006)menemukan bahwa triklorida nitrogen

(trichloramine) di 100-570mg/m3di udara kemungkinan sebagai penyebab asma

pada dua penjaga kolam renang maupun guru renang.

Nitrogen triklorida paparan dari berenang juga telah dikaitkan

denganberbagai perubahan biomarker yang merugikan di paru-paru selain

asma(32, 60). Nitrogen triklorida juga menjadi penyebab iritasi mata, kulit

dansaluran pernapasan bagian atas yang dilaporkan oleh penjaga kolam renang

dan perenang. Pusaran air mandi terklorinasi telah terbukti meningkatkan

reaktivitas saluran napas pada penderita asma ringan.

Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dari Illinois Public Health (2007)

didapatkan kelompok perenang secara bermakna lebih sering mengalami infeksi

mata, telinga dan infeksi kulit dibandingkan dengan yang bukan perenang,

sedangkan menurut CDC (2013) berbagai penyakit seperti infeksi saluran cerna,

3
infeksi mata, infeksi pernapasan, infeksi kulit, bahkan infeksi otak dapat

ditularkan melalui kolam renang.

Berbagai macam masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat residu

klorin dalam kolam renang, seharusnya para pengelola kolam renang harus

memperhatikan standart kualitas dari air tersebut meliputi parameter fisik, kimia,

maupun biologis, serta melakukan upaya pengendalian resiko pencemaran pada

kolam renang, seperti melakukan pemeriksaan yang teratur dengan mengacu pada

peraturan yang ada. Seperti halnya mengukur kadar klorin pada siang hari dan

melakukan penambahan klorin, sehingga diharapkan kadar residu klorin berkisar

0,2 – 0,5 mg/L, dan memenuhi syarat (Cita dan Adriyani, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh peneliti pada

tanggal 9 November 2014, di tiga kolam renang yaitu Sengkaling, Tlogomas, serta

Lembah Dieng, diperoleh data di kolam renang Sengkaling dari 16 pengunjung, 4

diantaranya setelah berenang mengeluhkan gatal-gatal, 9 orang mengalami

kemerahan, dan 3 orang sisanya tidak mengalami iritasi kulit. Sedangkan di kolam

renang Tlogomas dari 8 orang, diantaranya 5 orang mengalami gatal-gatal, dan

sisanya tidak mengalami iritasi sama sekali, dan di kolam renang Lembah Dieng

diperoleh data dari 10 orang, diantaranya 3 orang mengatakan gatal-gatal setelah

berenang, 7 orang mengatakan merah-merah bahkan sampai seluruh tubuh. Studi

pendahuluan ini juga memperoleh informasi tentang sistem pengurasan pada

kolam renang di berbagai tempat. Rata – rata menguras dilakukan 2 kali dalam

seminggu. Kolam renang di Sengkaling misalnya kolam renang PP ( pesona

primitif) dikuras setiap hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat, kolam renang Tirta

4
Alam dikuras setiap Senin dan Kamis, kolam renang Tirta Sari dikuras setiap

Senin dan Jumat, sedangkan untuk proses pemberian desinfektanya (kaporit)

diberikan setelah kolam renang dikuras dan dikeringkan, selanjutnya diberikan

kaporit sebanyak 2-3 sendok takaran tergantung pengelola masing-masing kolam

renang tersebut. Akan tetapi pada musim hujan takaran kaporit akan bertambah

sebagai desinfektan antara 4-5 sendok takar karena kolam akan cepat kotor, dan

tumbuh alga.

Studi pendahuluan kedua yang dilakukan peneliti pada tanggal 2

Desember 2014, diperoleh data di kolam renang Tlogomas jadwal pengurasan

setiap hari Rabu setiap minggunya, dan kemudian hari Kamisnya tutup, akan

tetapi untuk pemberian desinfektanya dilakukan setiap hari. Sedangkan untuk

kolam renang Lembah Dieng juga dilakukan satu minggu sekali pengurasan.

Pemberian desinfektan dilakukan setiap hari jika musim penghujan dan

pengunjungnya banyak. Berdasarkan studi pendahuluan ke kolam renang, rata-

rata desinfekan yang digunakan yaitu kaporit jenis serbuk.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 30 Maret

2015 ke kolam renang klub yaitu Gajahyana serta Rampal. Berdasarkan

wawancara dengan beberapa perenang di kolam renang Gajahyana dari 15 orang,

hampir 50% mengatakan pernah merasakan iritasi kulit, akan tetapi iritasi

kulitnya hanya terasa kering, kusam, dan terasa gatal-gatal. Sedangkan di kolam

renang Rampal diperoleh data dari 10 orang yang berhasil diwawancara, 4 orang

hanya mengalami kulit terasa kering dan kusam, 3 orang mengatakan kulitnya

terasa gatal-gatal dan terasa kering, dan sisanya tidak pernah mengalami iritasi

5
kulit. Para perenang juga mengatakan, iritasi kulit yang dideritanya tidak sampai

parah akan tetapi hanya ± 1 hari sudah sembuh.

Sistem pengurasan pada kolam renang dilakukan berbeda-beda, hal ini

dibuktikan penulis dengan melakukan studi pendahuluan pada bulan April 2015

di 5 kolam renang, yaitu Tlogomas, Sengkaling, Lembah Dieng, Gajayana, serta

Rampal. Kolam renang Tlogomas sistem pengurasannya yaitu setiap hari Rabu,

Lembah Dieng hari minggu sore setelah kolam renang tutup, Gajayana setiap

hari jumat tetapi sistem pengurasan pada kolam renang ini berbeda karena

melalui sistem sirkulasi, sedangkan kolam renang Rampal sistem pengurasannya

yaitu setiap 1 bulan sekali yaitu setiap hari jumat juga.

Proses pemberian klorin/kaporit dari setiap kolam renang juga berbeda,

ada yang sesuai standart, dan ada juga yang tidak sesuai dengan standartnya yaitu

hanya menggunakan perkiraan. Di kolam renang Tlogomas sistem pemberianya

secara perkiraan, ± 1,5 kg/hari, akan tetapi jika pengunjung sepi pemberian

kaporit akan dikurangi karena faktor financial.

Berdasarkan wawancara dengan pengunjung salah satu kolam renang

diperoleh data bahwa rata-rata perenang mengalami iritasi kulit setelah pulang

dari kolam renang, dan tidak seketika setelah berenang. Pengunjung kolam

renang juga mengatakan hanya mengalami kulit terasa kusam dan kering seketika

setelah berenang.

Setiap kolam renang menggunakan desinfektan klorin dengan takaran

yang berbeda-beda, sehingga memiliki kadar residu klorin yang berbeda pula.

Kadar klorin tersebut jika melampaui nilai ambang batasnya akan berdampak

6
buruk bagi kesehatan. Hal inilah yang jarang diperhatikan oleh beberapa kalangan

termasuk pengelola kolam renang, sehingga masalah itulah yang membuat

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Residu Klorin

Kolam Renang Terhadap Terjadinya Iritasi Kulit Pada Perenang di Kota

Malang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah “Apakah Ada

Pengaruh Residu Klorin Kolam Renang terhadap Terjadinya Iritasi Kulit Pada Perenang

di Kota Malang ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh residu klorin kolam renang terhadap terjadinya iritasi kulit

pada perenang di Kota Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, status

pekerjaan, serta frekuensi berenang

2.Mengidentifikasi angka kejadian iritasi kulit akibat residu klorin kolam renang di

Kota Malang

3.Mengidentifikasi kadar residu klorin kolam renang di Kota Malang

4. Menganalisis pengaruh residu klorin kolam renang terhadap terjadinya iritasi

kulit pada perenang di Kota Malang.

7
1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang pengaruh klorin di kolam

renang terhadap terjadinya iritasi kulit, dan mampu memahami lebih jelas tentang

keperawatan komunitas, karena langsung terjun ke masyarakat.

2. Bagi Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dan diskusi dalam

bidang mata kuliah keperawatan komunitas khususnya komunitas sebagai sarana

rekreasi/community as recreation, dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi kepada masyarakat/pengguna kolam renang tentang

dampak dari klorin, agar para pengguna kolam renang lebih berhati-hati lagi, dan

selalu memperhatikan kebersihan diri setelah berenang agar dampak klorin tidak

sampai parah, dan sebaiknya menggunakan alat pelindung diri (APD) saat

berenang untuk mecegah timbulnya keluhan kesehatan setelah berenang.

4. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti

selanjutnya yang akan mengembangkan topik yang berkaitan dengan pengaruh

atau dampak dari klorin di kolam renang, atau kandungan zat-zat kimia selain

klorin.yang digunakan sebagai desinfeksi di kolam renang.

8
5. Bagi Dinas Kesehatan Kota Malang

Sebagai masukan untuk pegawai Dinkes dalam melakukan pengawasan sanitasi

terhadap kolam renang umum secara berkala agar kolam renang aman digunakan

dan memenuhi syarat sanitasinya.

6. Bagi Pengelola Kolam Renang

Sebagai sumber informasi bagi para pengelola kolam renang dalam mengelola

kualitas air kolam renangnya agar sesuai standart sanitasinya.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pengaruh residu klorin terhadap terjadinya iritasi kulit di

Kolam Renang, belum pernah di teliti sebelumnya, adapun penelitian yang telah

dilakukan terkait dengan penelitian ini antara lain :

1. Ika Nining Setyawati (2004), yaitu ” Pengaruh Jumlah Kolam Renang Terhadap

kadar sisa Klor di Kolam Renang Umbang Tirta di Kota Madya Yogyakarta”

dengan metode survei dan cross sectional. Hasil penelitian dianalisis dengan

menggunakan uji korelasi product moment dan analisa regresi. Hasil perhitungan

korelasidiperoleh nilai r sebesar 0,864 pada taraf signifikasi 0,05 dan dari hasil

perhitungan regresi didapat Y=0,072 2,991.10-4X. Hasil pengujian hipotesa

dengan uji korelasi diperoleh harga r hitung lebih besar dari r tabel sehingga Ho

ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara

jumlah pemakai kolam renang dengan kadar sisa klor air kolam renang. Dari

harga r diperoleh koefisiensi determinasi sebesar 0,75 yang berarti bahwa variabel

kadar sisa khlor 75 % dipengaruhi jumlah pemakai kolam renang dan 25 %

9
dipengaruhi faktor lain, yaitu antara lain : sinar matahari, waktu kontak, suhu air,

pH, mikroorganisme dan jumlah klor aktif yang ada.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian saya yaitu variabel yang

digunakan. Variabel independepen dan dependenya pada penelitian diatas yaitu

jumlah pemkai kolam renang dan sisa klor, sedangkan variabel dalam penelitian

saya residu klorin dan iritasi kulit.Akan tetapi, kedua penelitian ini sama-sama

meneliti tentang kadar residu klorin pada kolam renang.

2. Dian Wahyu Cita dan Adriyani (2009), yaitu “ Kualitas Air dan Keluhan

Kesehatan Pengguna Kolam Renang Di Sidoarjo”. Penelitian ini merupakan

penelitian observasional deskriptif, dan menggunakan metode cross sectional. Penelitian

ini dilakukan bulan Maret – Juni 2009. Populasi dari penelitian ini adalah air

kolam renang Tirta Krida dan GOR Sendang Delta, serta masyarakat pengguna

kolam renang tersebut. Sampel diambil secara sistematik random sampling. Hasil

penelitian ini, parameter air kolam renang keduanya tidak memenuhi persyaratan

yang ditetapkan. Kolam renang Tirta Krida residu klorinnya setelah klorinasi

sebesar 4,6 mg/L, sedangkan kadar residu klorin sesudah digunakan pengunjung

sebesar 0,175 mg/L, sedangkan di kolam renang GOR Sendang residu klorinnya

sebesar 2,175 mg/L setelah klorinasi, dan 0,1375 mg/L sesudah digunakan

pengunjung.

Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini yaitu variabel yang

digunakan. Pada penelitian ini variabel independennya yaitu jumlah residu klorin,

sedangkan variabel dependennya yaitu iritasi kulit, tetapi penelitian keduanya

sama-sama meneliti tentang jumlah residu klorin pada kolam renang.

10
11

Anda mungkin juga menyukai