Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Klor (berasal dari bahasa Yunani Chloros, yaitu berarti (”hijau pucat”),

adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dan simbol Cl. Termasuk dalam

golongan halogen (Novita, 2009). Klorin adalah bahan kimia yang biasanya

digunakan sebagai pembunuh kuman. Klorin sekarang bukan hanya digunakan

untuk bahan pakaian dan kertas saja, tetapi telah digunakan sebagai bahan

pemutih/pengilat beras (Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2007).

Klorin sudah umum digunakan oleh masyarakat kita dengan sebutan klor

atau kapur klor karena banyak digunakan sebagai bahan pemutih bleaching agent

yang mengandung sodium hipoklorit atau kalsium hipoklorit dan dikenal dengan

nama kaporit. Kaporit dipergunakan juga untuk campuran dalam detergen.

Senyawa kaporit ini menghasilkan gas klorin yang cukup beracun, sehingga dapat

dipergunakan sebagai desinfektan dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan

lapisan mukosa (Permana, 2013).

Iritasi adalah kulit meradang, merah, terasa gatal, panas, perih dan

bengkak. Peradangan ini dapat terjadi karena banyak keringat, terlambat mandi,

gesekan baju ketat, dan garukan kuku (Dwikarya, 2004).

Klorin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Klorin, baik dalam

bentuk gas maupun cairan mampu mengakibatkan luka yang permanen. Pada

umumnya luka permanen terjadi disebabkan oleh asap gas klorin. Klorin sangat

potensial untuk terjadinya penyakit di kerongkongan, hidung dan tract respiratory

1
2

(saluran kerongkongan di dekat paru-paru). Klorin juga dapat membahayakan

sistem pernafasan terutama bagi anak-anak dan orang dewasa. Dalam wujud gas,

klor merusak membran mukus dan dalam wujud cair dapat mnghancurkan kulit.

Tingkat klorida sering naik turun bersama dengan tingkat natrium.Ini karena

natrium klorida atau garam, adalah bagian utama dalam darah.

Berdasarkan penelitian American College of Sports Medicine Study

menemukan paparan tingkat klorin tradisional menyebabkan batuk, mengi, dan

sesak nafas. Tingkat klorin yang ditemukan di sebagian besar kolam adalah antara

2 ppm dan 4 ppm. Menurut penelitian, konsentrasi klorin ini menyebabkan

beberapa masalah pernafasan serius. Tetapi ketika klorin diturunkan menjadi

hanya 0,5 ppm masalah menghilang. Penelitian lain telah mengkonfirmasikan

bahwa fungsi paru menurun ketika subjek terkena 1,0 ppm, tetapi tidak ada efek

samping yang ditemukan pada 0,5 ppm klorin (Shell, 2013).

Dalam penelitian Dr.Alfred Bernard, menyimpulkan bahwa klorin yang

digunakan di kolam dapat meningkatkan risiko anak asma hingga enam kali lipat.

diklorinasi paparan kolam renang juga ditemukan memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap alergi pernafasan lainnya di kalangan remaja (Shell, 2013).

Sebuah tinjauan penelitian oleh Marywood Universitas menegaskan bahwa

paparan jangka panjang untuk kolam diklorinasi dapat menyebabkan gejala asma

pada perenang. Hal ini dapat mempengaruhi atlet yang sebelumnya sehat,

terutama remaja. Selain itu, iritasi kulit dan iritasi mata perenang telah di duga

berasal dari pparan klorin (Group, 2013).

Menurut penelitian tentang Kualitas Air Dan Keluhan Kesehatan Pengguna

Kolam Renang Di Sidoarjo, menunjukkan bahwa sebagian besar pengunjung


3

kolam renang Tirta Krida (51,6%) dan GOR Sendang Delta (74,2%) menyatakan

adanya keluhan kesehatan yang dialami setelah berenang. Banyaknya keluhan

kesehatan ini berupa adanya iritasi mata, iritasi kulit dan terjadinya kecelakaan

saat berenang. Iritasi mata yang terjadi pada kedua kolam renang disebabkan

karena penggunaan kaporit yang terlalu banyak setelah dilakukan klorinasi,

sehingga mata mudah menjadi merah,pedih, dan terasa gatal setelah berenang

apabila tidak menggunakan kacamata renang (Cita et al, 2013).

Pada sebuah penelitian yang dilakukan di Yogyakarta mengenai analisis sisa

klor pada air kolam renang hotel terhadap keluhan iritasi kulit dan mata

didapatkan bahwa 28 responden (58,3%) mengeluhkan gejala iritasi kulit dan

mata serta dari 6 sampel air kolam renang diambil ditemukan 4 diantaranya

(66,7%) tidak memenuhi syarat Permenkes RI No:416/Menkes/PerIX/1990 dan

Permenkes RI No : 061/Menkes/Per/1991 mengenai kualitas air yang telah

ditetapkan secara fisik,kimia, dan bakteriologis dalam sebuah kolam renang

(Permana, 2013).

Persyaratan menurut Permenkes RI No : 416/Menkes/Per/IX/1990 dan

Permenkes RI No: 061/Menkes/Per/I/1991, bahwa kolam renang harus memenuhi

kualitas air yang telah ditetapkan secara fisik, kimia, bakteriologis. Air kolam

renang secara bakteriologis (koliform total) yang diperbolehkan adalah nihil (0)

per 100 ml air, sedangkan secara kimia (sisa klor) yang dianjurkan 0,2 – 0,5 mg/l,

sehingga untuk memenuhi syarat bakteriologis ini umumnya dilakukan desinfeksi

pada air kolam renang.


4

Maka dari referensi di atas peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul

Hubungan Sisa Klor dengan Keluhan Iritasi Kulit dan Mata Pada Pemakai Kolam

Renang di Wilayah Kota Tulungagung.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan sisa klor dengan keluhan iritasi kulit dan mata pada

pemakai kolam renang di wilayah kota Tulungagung?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan sisa klor dengan keluhan iritasi kulit

dan mata pada pemakai kolam renang di wilayah kota Tulungagung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1) Untuk menentukan kadar klorin pada kolam renang

2) Untuk mengetahui resiko terjadinya iritasi mata

3) Untuk mengetahui resiko terjadinya iritasi kulit

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Memberikan informasi kepada masyarakat dalam hal pemakaian kolam

renang yang sudah terkontaminasi dengan klorin.

2) Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca, khususnya

berhubungan dengan penggunaan klorin pada pemakaian kolam renang

serta dampaknya bagi kesehatan.

3) Meningkatkan pengetahuan dan wawasan kepada peneliti.

Anda mungkin juga menyukai