Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kolam renang adalah tempat dan fasilitas umum berupa kontruksi kolam
berisi air bersih yang telah diolah yang dilengkapi dengan fasilitas kenyamanan
dan pengamanan baik yang terletak di dalam maupun diluar bangunan yang
digunakan untuk berenang, rekreasi, atau olahraga air lainya (Kepmenke 2017).
Sanitasi kolam renang merupakan usaha pengawasan dan pengendalian terhadap
faktor fisik lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Sanitasi
kolam renang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lingkungan di
tempat-tempat umum sehingga penyebaran penyakit, keracunan, dan kecelakaan
dapat dicegah (Setiowati,2011). Rozanto (2015) juga menyatakan bahwa Kondisi
kebersihan lingkungan kolam renang penting untuk dilakuakan dengan tujuan
mencegah potensi tempat menjadi sarana perkembangbiakan bibit penyakit.

Kolam renang sebagai fasilitas umum dipergunakan masyarakat untuk


berenang, rekreasi, atau olahraga air lainnya (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2017). Renang adalah olahraga yang meningkatkan kualitas hidup dan
kesehatan manusia.Tanpa disadari sebaliknya aktifitas tersebut ternyata dapat
menyebabkan tertularnya penyakit, berbagai penyakit mulai dari yang ringan
hingga yang berat dapat terjadi penularannya lewat tempat tersebut. Peneliti dari
Illinois Public Health mendapatkan kelompok perenang secara bermakna lebih
sering mengalami infeksi mata, telinga, dan infeksi kulit dibandingkan dengan
bukan perenang dan menurut CDC (Centre For Disease Control and Pervention)
berbagai penyakti infeksi seperti saluran cerna, infeksi mata, infeksi
pernapasan ,infeksi kulit, bahkan infeksi otak dapat ditularkan melalui air kolam
renang. Penyakit akibat aktivitas berenang disebut recreational water illness
(RWIs) yang disebabkan mikrobiologi dan bahan kimia dalam air kolam renang.
Kasus kesehatan di Amerika Serikat pada tahun 2007-2008, sebanyak 32 kasus
kesehatan dalam penggunaan bahan kimia di kolam renang. Peristiwa tersebut
mengakibatkan gangguan kesehatan, 81,3% kejadian sebagian karena kesalahan
penanganan bahan kimia (Hlavsa, 2011). Menurut Shack (2016), dalam inspeksi
4.441 kolam di Georgia U.S terdapat 32,7% melanggar batas konsentrasi sisa klor.
Selain faktor lingkungan, perilaku pengetahuan seseorang mempengaruhi risiko
kesehatan dalam melakukan aktivitas renang (Galle, 2016). Dengan adanya
kontak langsung dengan klorin yang bersifat iritan, maka efek yang ditimbulkan
pada tubuh adalah iritasi kulit dan mata (Hermiyanti, 2016). Gangguan keluhan
iritasi mata pada pengguna kolam renang terjadi karena buruknya kualitas air
kolam renang (Jacob, 2017). Dalam menjaga kualitas air kolam renang
penggunaan desinfektan seperti klorin, penggunaan yang tidak sesui seringkali
menimbulkan resiko kesehatan di kolam renang (Schoefer, 2008).

Menurut Permenkes (1991) kolam renang harus memenuhi 5 persyaratan


kesehatan lingkungan yaitu persyaratan umum meliputi lingkungan kolam renang
dan bangunan kolam renang, persyaratan tata bangunan, persyaratan kontruksi
bangunan, persyaratan kelengkapan kolam renang dan persyaratan bangunan serta
fasilitas kolam renang. Syarat kolam renang yang ideal adalah memenuhi
kemanan, kebersihan dan kenyamanan. (Mukono,2006). Penelitian sejenis telah
dilakukan oleh Rabi (2007) yang melakukan penelitian sanitasi kolam renang di
Amman, ibukota Yordania.

Standar baku mutu air kolam renang di Indonesia diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 32 Tahun 2017, tentang standar baku
mutu kadar sisa klor kolam renang yaitu 1-1,5 mg/l dan derajat pH air kolam
renang yaitu 7-7,8 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Penggunaan bahan kimia dibutuhkan untuk mempertahankan agar kualitas
mikrobiologi air kolam renang tetap terjaga, tetapi dilain sisi bahan kimia tersebut
dapat menjadi pencemar kimia jika tidak ditangani secara baik dan benar.
Penggunaan klorin seringkali digunakan untuk proses desinfeksi air kolam renang
(Cita, 2013).

Pencegahan penyakit melalui kolam renang dapat diminimalkan bila


dilakukan pengolahan kualitas air dengan baik. Pokok–pokok pengolahan air
kolam adalah dengan penjernihan, pemberian zat koagulan dandesinfektan.
Desinfektan air dapat dilakukan dengan cara memasukkan zat kimia berupa klorin
(chlorine). Manfaat klorin ini adalah sebagai zat kimia yang dapat membunuh
virus, bakteri dan jamur. Meskipun setelah melalui proses penyaringan air
kelihatan bersih, namun harus dicurigai masih adanya bakteri di dalam air
tersebut. Karena, chlorine tidak dapat membunuh semua bakteri dan virus yang
ada dengan segera (Judarwanto, 2010 dalam Jasman, 2012).

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh ilmuan Belgia dalam Jasman (2012),
menunjukan chlorin yang terdapat di dalam kolam renang bisa meningkatkan
resiko asma, alergi rhinitis dan demam pada orang yang rentan terhadap alergi.
Meski didapatkan risiko asma yang terkait dengan penggunaanchlorine, tapi
kolam renang tetap memerlukan desinfektan untuk menjaga kebersihannya
(Nanang, 2010 dalam Jasman 2012).

Untuk mancapai tujuan tersedianya kolam renang yang baik bagi kesehatan
masyarakat maka upaya hygiene sanitasi kolam renang harus berdasarkan pada 4
prinsip yaitu :

1. Aspek Perlengkapan Sanitasi Kolam Renang


Semua aspek perlengkapan fasilitas sanitasi pada kolam renang harus tetap di jaga
kondisi fisiknya bila perlu diadakan penambahan pada perlengkapan sanitasi
lainnya yaitu perlu di buat bak cuci kaki dan kamar untuk P3K dan juga
perlengkapan sanitasi lainnya. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
Paundanan(1995) mengatakan bahwa hasil penilaian kondisi sarana sanitasi kolam
renang Rano Wangun Tidak Memenuhi Syarat karena yang termasuk kategori
penilaian total nilai kurang dari 60%.
2. Standar Persyaratan Bangunan Kolam Renang
Berdasarkan hasil penelitian semua aspek persyaratan bangunan kolam
renang sudah bagus dan memenuhi syarat meskipun masih ada bagian-bagian
pada kolam renang yang perlu mendapat perhatian yang lebih dari pengelola
kolam renang diantaranya sudut-sudut dinding dan dasar kolam tidak
melengkung (conus), lubang saluran pembuangan tidak dilengkapi dengan
jeruji besi sehingga dapat memicu bahaya bagi perenang dan pengunjung
kolam renang, lantai yang ada di tepi kolam renang tidak kedap air dan licin
itu sebabnya perludiadakan selalu pembersihan pada lantaiagar tidak dapat
membahayakan perenangdan pengunjung lainnya.
3. Jamban dan Peturasan
Menurut PERMENKES RI. NO 061/MENKES/PER/I/1991 persyaratan
jamban dan urinorin untuk pria dan wanita harus terpisah ,harus tersedia
minimal 1 buah jamban untuk 40 orang wanita dan 1 buah jamban serta
peturasan untuk 60 orang pria . Berdasarkan hasil penelitian bahwa kondisi
sanitasi jamban dan peturasan kolam renang Mutiara Water World Resort
sangat baik tapi untuk peturasan perlu diadakan penambahan peturasan untuk
kenyamanan para pengunjung. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
Labdul (2004) yang mengatakan bahwa hasil penilaian yang dilakukan
diperoleh bahwa jamban dan peturasan pada area kolam renang tidak
memenuhi syarat, karena jumlahnya yang tidak mencukupi kebutuhan para
pengunjung terutama pada hari-hari libur dan pada saat diadakannya acara
hiburan, kondisinya yang licin dan menimbulkan bau
4. Pengukuran Air Kolam Renang
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I No :416/MENKES/PER/IX/1990
bahwa kadar yang diperbolehkan untuk parameter sisa Chlor adalah 0,2 - 0,5
danuntuk parameter kadar pH minimal 6,5 –8,5 mg/liter

DAFTAR PUSTAKA

Rahmawati, Nurul. 2018. Keluhan Iritasi Mata Perenang di Kolam Renang.


Higeia Journal Of Public Health Research And Development. HIGEIA 2
(3). http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Fitria, Dwi Lailatul, dkk. 2019. Gambaran Sanitasi Kolam Renang X di


Banyuwangi. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 11 No. 2 (108-115).
https://e-journal.unair.ac.id/JKL

Watung, A. T., & Pakasi, F. G. (2015). Kondisi Sanitasi Kolam Renang Mutiara
Water World Resort Di Kelurahan Sagerat Kecamatan Matuari Kota
Bitung. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4(2).

Anda mungkin juga menyukai