Linda Permata
i
Daftar Isi
Prakata .................................................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................................. ii
Daftar Gambar ........................................................................................................................ iv
Daftar Tabel ............................................................................................................................ v
ii
7.2.3 Geyser .............................................................................................................................. 18
7.3 Kesimpulan ................................................................................................................................ 18
Lampiran ................................................................................................................................ 26
iii
Daftar Gambar
Gambar
2.1 Lapisan batuan piroklastik .......................................................................................................... 3
2.2 Alterasi pada batuan .................................................................................................................. 4
2.3 Batuan piroklastik ...................................................................................................................... 4
2.4 Rekahan oleh peledakan ............................................................................................................ 4
2.5 Rekahan karena beda suhu pendinginan ................................................................................... 4
2.6 Variasi batuan ............................................................................................................................ 4
2.7 Gunung Guntur .......................................................................................................................... 5
3.1 Sisa Danau Pangkalan ................................................................................................................. 7
4.1 Alterasi kuat dengan fragmen andesit ....................................................................................... 9
4.2 Mud pool .................................................................................................................................... 9
4.3 Sumber air panas ....................................................................................................................... 10
4.4 Perlapisan batuan ...................................................................................................................... 11
4.5 Fumarole .................................................................................................................................... 11
4.6 Tanah lapang hangat, tidak tertutup tumbuhan ........................................................................ 12
6.1 Sumur dangkall (steam vent) ..................................................................................................... 15
7.1 Pengukuran menggunakan V-notch ........................................................................................... 16
7.2 Daerah keluarnya air panas, geyser ........................................................................................... 17
7.3 Uap panas .................................................................................................................................. 17
8.1 Mud pool di dekat gerbang masuk kawasan wisata ................................................................... 19
9.1 Kawah Berecek ........................................................................................................................... 21
10.1 Monoblok ................................................................................................................................. 23
10.2 Instalasi panas bumi milik PLN ................................................................................................. 23
11.1 Sumur produksi Pertamina ...................................................................................................... 25
11.2 Sistem yang dibuat untuk mengatasi pemuaian pipa ............................................................... 25
11.3 Condensate trap ....................................................................................................................... 25
11.4Vapor yang keluar dari instalasi pendinginan ........................................................................... 25
iv
Daftar Tabel
Tabel
4.1 Dimensi aliran sumber air .......................................................................................................... 10
9.1 Data pengukuran bearing di titik 10 m dan 30 m ....................................................................... 21
v
BAB 1
1.2 Geografi
Rangkaian pegunungan ini terletak pada ketinggian 1500 mdpl dengan panjang 15 km dan lebar
5 km, rangkaian ini memanjang dari Gunung Rakutak, dibagian barat daya hingga Gunung Guntur di
bagian timur-timur laut. Rangkaian pegunungan ini meliputi Gunung Rakutak, komplek Ciharus,
komplek pangkalan, komplek Gandapura, gugusan Gunung Masigit, dan Gunung Guntur. Daerah in
dialiri oleh 3 sungai : S. Citepus, S. Cipangasahan, dan S. Ciburian dengan suhu berkisar 18 0-200 C dan
curah hujan rata-rata 2731 mm/tahun. Daerah penelitian meliputi daerah Pertamina, PLN, wisata,
dan hutan lindung.
1
1.4 Tataguna Lahan
Daerah Kamojang merupakan lahan Perlindungan Hutan Besar dan Pelestarian Alam (PHPA) dan
PERHUTANI. Sisanya merupakan daerah pemukiman tanah negara. Tanah PHPA terletak di sebelah
timur-timur laut, barat-barat laut, dan bagian tengah lapangan. Tanah PERHUTANI terletak di bagian
selatan, barat daya, dan utara lapangan. Sedangkan tanah negara terletak di bagian tengah lapangan.
Di lapangan panas bumi Kamojang terdapat dua kelompok vegetasi yaitu :
1. Vegetasi alam
2. Vegetasi binaan
2
BAB 2
2.2 Observasi
2.2.1 Lapisan batuan sekeliling
Pengamatan pertama dilakukan di suatu daerah sebelum Cipanas. Gambar 2.1
menunjukkan galian seperti trench (paritan uji) yang dibuat oleh penambang di sekitar.
Pada gambar tersebut, terlihat bahwa ukuran butir tanah (pyroclastic rocks) sudah halus.
Hal ini menunjukkan bahwa kawasan tersebut terletak cukup jauh dari pusat ledakan.
3
d. Terdapat rekahan pada batuan bagian bawah akibat perbedaan temperatur
pendinginan (Gambar 2.5). Perbedaan temperatur tersebut sangat terlihat dari
warna (lebih kecoklatan) dan butir batuan. Hal ini menyebabkan apabila dilakukan
pemboran dan diinjeksikan lumpur pemboran, akan terjadi leaking dari rekahan
tersebut. Pada laporan hasil eksplorasi, harus disertakan resiko tersebut agar dapat
ditanggulangi
e. Daerah pengamatan tepat pada kaki Gunung Guntur, maka terdapat berbagai
macam dan ukuran batuan, dapat diamati pada Gambar 2.6
Gambar 2.4 Rekahan oleh peledakan Gambar 2.5 Rekahan karena beda suhu
pendinginan
4
2.2.3 Gunung Guntur
5
akan lebih praktis dipilih daerah tersebut untuk dibor, karena pemboran tidak akan
terlalu dalam.
2.3 Kesimpulan
1. Batuan di kaki Gunung Guntur (tipe strato) bervariasi, mulai dari piroklastik berbutir halus
(jauh dari sumber ledakan), hingga bercampur aduk macam dan ukuran batuannya (ujung
lahar). Pada daerah ini ditemukan juga alterasi dan sisa batuan beku yang telah diledakkan.
2. Mata air Cipanas bersumber dari pemboran di kaki gunung strato karena dekat dengan
alterasi, sehingga diharapkan di bawah alterasi akan ditemukan air panas.
6
BAB 3
Danau Pangkalan
3.1 Tujuan Observasi
Adapun tujuan dari observasi ini adalah menganalisis kondisi Danau Pangkalan
3.2 Observasi
7
memungkinkan pula dari infiltrasi air hujan pada Gunung Guntur pada pembahasan sebelumnya
(batuan porositas tinggi - zona permeabel).
3.3 Kesimpulan
Air Danau Pangkalan dialihkan ke tempat lain karena bertambahnya penduduk sekitar sehingga
untuk mengelola tanaman tidak diperlukan air yang banyak, tidak ada hubungannya dengan aktivitas
geotermal. Penghijauan atau sumur injeksi sebaiknya pada zona permeabel agar air bisa masuk ke
reservoir.
8
BAB 4
4.2 Observasi
Observasi dilakukan di beberapa tempat, antara lain :
4.2.1 Mud Pool
Pada lokasi ini, pertama-tama dilakukan survei terhadap batuan sekitar. Teramati bahwa
terjadi alterasi yang sangat kuat dengan disertai fragmen-fragmen batuan andesit (Gambar 4.1).
Kemudian dilakukan pengukuran suhu dangkal, pada kedalaman sekitar 3 cm, batuan bersuhu
66.8 0C.
Gambar 4.1 Alterasi kuat dengan fragmen Gambar 4.2 Mud pool
andesit
Selanjutnya, dilakukan pengukuran pH dan suhu air di mud pool (Gambar 4.2) dengan nilai
berturut-turut 2-3 dan 90.7 0C. Air dan lumpur di lokasi ini encer dan terdapat banyak
gelembung gas dengan tinggi luapan sekitar 2-3 cm. Tidak ada overflow di lokasi ini sehingga
dapat diduga bahwa air tidak ada hubungannya dengan reservoir, hanya air permukaan yang
terpanaskan di kolam tersebut.
Selain data-data di atas, gas tercium secara konstan dengan bau sedang, bau yang terutama
adalah H2S.
9
4.2.2 Sumber air panas
Temperatur air pada sumber air panas ini 590C. Overflow pada beberapa titik di penampang
aliran memiliki rata-rata 0.1 m/s (di aliran yang tidak turbulen). Tidak ada gelembung dan
keluarnya gas konstan, tidak menyengat. Bau yang tercium dominan belerang.
Berikut ini data penampang sungai dengan lebar 50 cm :
Jarak dari 0 (cm) Kedalaman (cm)
0 6
10 4.5
20 6
30 7.5
40 6.5
50 3
Rata-rata 5.583
Tabel 4.1 Dimensi aliran sumber air
Luas penampang = 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 × 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 = 279.16 cm2 = 0.0279 m2
Debit = 0.1 m/s × 0.0279 m2 = 0.00279 m3/s
Diukur debit aliran pada mata air panas ini 0.00279 m3/s, relatif lambat. Hal ini disebabkan
tekanan dari dalam tidak cukup besar atau rekahan tidak cukup besar sehingga air yang dapat
lolos berjumlah kecil.
Pada lokasi ini dilakukan pula pengukuran terhadap pH, TDS, dan DHL dengan nilai berturut-
turut 3, 420 mg/L, dan 840 𝜇S/cm. Nilai ini dibandingkan dengan air hujan di daerah ini 4.8, 30
mg/L, dan 60 𝜇S/cm. Dari data pH ini bisa diduga bahwa uap air panas juga berkontribusi
terhadap hujan asam yang terjadi. Sedangkan, uap tidak banyak membawa kandungan material
sehingga yang tertransport ke atmosfer dan mengalami kondensasi tidak banyak (TDS dan DHL
kecil).
10
4.2.3 Lapisan batuan
Dari bukaan vertikal, dapat diamati bahwa batuan di daerah Kawah Kamojang terbentuk
berlapis-lapis hasil letusan gunung api berkali-kali (Gambar 4.4).
11
Pada lokasi ini tidak terdapat outflow, sehingga dapat diduga bahwa air yang terpanaskan
bukan berasal dari reservoir atau berhubungan dengan reservoir, melainkan air hujan atau air
permukaan lainnya yang mengalir ke lokasi tersebut.
12
tempat lain dan akan keluar di sana. Tentu saja, bila gas tidak menemukan bidang lemah lain,
energi tersebut akan tersimpan di bawah tanah sampai diganggu kembali.
4.3 Kesimpulan
1. Temperatur dangkal pada tanah yang tidak tertutup rumput dan mengeluarkan uap putih
2. Sumber air panas di daerah Kawah Kamojang memiliki debit 0.00279 m3/s, pH 3, TDS (Total
Dissolved Solid) 420 mg/L, dan DHL (Daya Hantar Listrik) 840 𝜇S/cm.
13
BAB 5
Daerah Alterasi
Daerah alterasi merupakan tempat terjadinya interaksi intrusi magma dan batuan sekeliling,
faktor yang paling berpengaruh adalah fluida dan temperatur. Produk dari daerah alterasi adalah
mineral lempung. Pada daerah ini terjadi alterasi yang sangat kuat menghasilkan lempung berwarna
kuning pucat hingga putih. Lapisan alterasi pada daerah ini dituutpi oleh lapisan batuan yang tidak
mengalami alterasi yang mungkin membentuk ketidakselarasan, jalur sesar, dan lain sebagainya.
Pada daerah ini, geigencounter menunjukkan pengukuran di dekat daerah alterasi kuat 22.8
µR/hr, 527c/s - 570c/s. Hal ini menunjukkan bahwa mineral lempung membawa unsur radioaktif.
Angka ini semakin tinggi ketika mendekati lumpur panas mati (717 c/s), maupun lumpur panas
hidup (998 c/s – 1100 c/s).
14
BAB 6
Sumur Dangkal
6.1 Tujuan Observasi
Tujuan observasi pada lokasi ini adalah untuk memperkirakan kecepatan uap yang keluar dari
kepala sumur tua.
6.2 Observasi
Sumur dangkal ini dibuat oleh Belanda sebelum tahun 1930-an. Terlihat uap yang keluar
mempunyai tekanan yang cukup tinggi dan didominasi oleh uap. Pada saat observasi, kondisi hujan,
sehingga alat pengukur tidak bisa dipakai.
Sumur ini memiliki tekanan yang tinggi dan selalu terjadi noise, benda apa saja yang diletakkan
diatas sumur akan terlemparkan sekitar 10 meter ke atas dalam waktu kurang dari satu detik.
Perkiraan ini didapatkan dari atraksi dengan syal salah satu pengunjung. Sumur ini sering
dimanfaatkan untuk lokasi atraksi “orang terkuat di Kamojang”, yaitu dengan memperlihatkan
bahwa bapak tua ini mampu meletakkan sebatang kayu pada lubang sumur tanpa kayu tersebut
terlempar.
6.3 Kesimpulan
Perkiraan kecepatan uap yang keluar dari sumur tua adalah >10 m/s.
15
BAB 7
7.2 Observasi
Pada daerah ini terdapat aliran air panas, uap panas, dan geyser kecil. Bau gas belerang tercium
secara kontinu. Secara umum lokasi pengamatan merupakan salah satu objek wisata di Kawah
Kamojang.
7.2.1 Aliran air panas
Pada objek ini dilakukan pengukuran temperatur aliran, dengan hasil 60.4 0C. Diukur pula
aliran air panas menggunakan V-notch dengan hasil pengukuran 1 cm (Gambar 7.1).
Dimana :
Q = debit (m3/s)
cw = Weir coefficient, 0.59
g = percepatan gravitasi, 9.81 m/s2
∅ = sudut V-notch, 900
H = pengukuran V-notch (m)
16
8 900 5⁄
Q = (0.59 ×
15
× tan (
2
)× √2 × 9.81 𝑚⁄𝑠2 ) × (0.01 𝑚) 2
3
Q = 1.3938 × 10−5 𝑚 ⁄𝑠
3
Maka, debit aliran air panas adalah 1.3938 × 10−5 𝑚 ⁄𝑠 .
Warna batuan yang terdapat di sekitar keluarnya air panas pucat, keputihan. Di daerah ini
terdapat beberapa tumbuhan paku yang cenderung layu dan lumut. Tumbuhan paku dipercaya
dapat menyerap zat radioaktif. Sedangkan lumut
Uap Panas
17
7.2.3 Geyser
Geyser juga terdapat di daerah ini (Gambar 7.2). Geyser tidak cukup besar, volume air yang
dikeluarkan setiap waktunya juga kecil, seperti sebuah semburan berkala. Perkiraan interval
keluarnya air adalah 2-5 detik.
7.1 Kesimpulan
3
1. Debit aliran air panas adalah 1.3938 × 10−5 𝑚 ⁄𝑠 diukur ketinggian air menggunakan V-
notch
2. Kecepatan uap panas adalah 6.3 m/s
3. Perkiraan interval keluarnya geyser adalah 2-5 detik
18
BAB 8
Lumpur Panas
8.1 Tujuan Observasi
Tujuan observasi adalah memperkiraan ketinggian letupan lumpur yang pernah terjadi pada
lokasi ini.
8.2 Observasi
Lumpur panas merupakan salah satu gejala geotermal. Uap panas menerobos batuan melalui
bidang-bidang lemahnya sehingga mencapai permukaan. Pada musim penghujan, lumpur akan lebih
encer sehingga banyak gelembung. Ketika musim kemarau air akan menguap dan hasilnya lumpur
akan lebih kental. Kondisi terakhir yang ditemui saat observasi di lapangan.
Besar atau kecil nya sebuah kolam lumpur akan sangat bergantung pada tekanan yang diterima
oleh batuan sekitar dan mineral-mineral batuan sekitar yang tererosi karena reaksi dengan air asam.
Tampak luberan lumpur di sekitar lubang (seperti lubang cacing) yang sudah setengah mengering
dan masih hangat di permukaan.
Terdapat beberapa lokasi pengamatan lumpur panas, antara lain:
1. Pada gerbang masuk kawasan wisata Kawah Kamojang (Gambar 8.1). Pada saat observasi
lumpur tidak sampai keluar lubang. Hal ini terjadi karena lumpur pada kondisi yang sangat
kental.
19
2. Lumpur panas
Lumpur panas pada lokasi ini lebih besar dibandingkan mud pool pada poin sebelumnya.
Diameter 1 - 1.5 meter dengan tinggi dinding ± 40 cm. Lumpur ini juga bersifat kental
dengan gelembung yang muncul pada interval 3-5 detik. Pengaruh letupan lumpur yang
pernah terjadi terlihat pada tumbuhan sekitarnya, khususnya pada daun. Perkiraan
ketinggian letupan ±1.5 meter ke atas.
8.1 Kesimpulan
Perkiraan ketinggian letupan lumpur yang pernah terjadi pada mud pool yang terletak di dekat
gerbang masuk kawasan wisata adalah ± 30 cm, sedangkan pada lumpur panas adalah ±1.5 meter.
20
BAB 9
Kawah Berecek
9.1 Tujuan Observasi
Tujuan observasi pada Kawah Berecek adalah menentukan luas dengan menggunakan kompas
dan meteran.
9.2 Observasi
21
Hal-hal di atas menyebabkan perhitungan luas Kawah Berecek tidak dapat dilakukan.
9.1 Kesimpulan
Tujuan observasi pada Kawah Berecek; menentukan luas dengan menggunakan kompas dan
meteran tidak tercapai.
22
BAB 10
Pembangkit Monoblok
Kunjungan selanjutnya adalah pembangkit monoblok. Pembangkit monoblok pada awalnya
dibangun oleh Belanda (Selandia Baru) sebagai proyek kerjasama dengan pemerintah Indonesia.
Pembangkit monoblok saat ini hanya berupa monumen. Lokasi ini merupakan contoh bagaimana
panas bumi dapat digunakan untuk pembangkit listrik dengan kapasitas kecil yang cocok untuk
daerah terpencil.
Pada tahun 1926-1928 dilakukan pemboran 5 sumur eksplorasi oleh pemerintah Belanda.
Selanjutnya baru mulai pada tahun 1971 Pertamina Enex-Dangsi melakukan penyelidikan potensi
panas bumi. Pemboran 5 sumur eksplorasi dan 10 sumur pengembangan oleh Pertamina dan Genzl
mulai pada tahun 1974-1979. Pada 29 Januari 1983 barulah Dir. EP meresmikan lapangan Kamojang
dan pada 7 Februari 1983 Presiden RI saat itu meresmikan PLTP Unit I (30 MW). PLTP Unit II dan Unit
III (2 x 55 MW) diresmikan pada 2 Februari 1988. Dan mulai 1989 hingga sekarang, lapangan
Kamojang sudah mengalami perkembangan.
Berikut adalah foto monoblok (Gambar 10.1), di samping monoblok menunjukkan instalasi panas
bumi skala besar milik PLN (Gambar 10.2).
Gambar 10.1 Monoblok Gambar 10.2 Instalasi panas bumi milik PLN
23
BAB 11
24
Gambar 11.1 Sumur produksi Pertamina Gambar 11.3 Condensate trap
Gambar 11.2 Sistem yang dibuat untuk Gambar 11.4 Vapor yang keluar dari
mengatasi pemuaian pipa instalasi pendinginan
25
Lampiran
26