Nay,”
“Lain kali, kamu yang nunggu, deh!” Aku mulai jutek. Kesal.
Aku udah usaha nggak telat. Tetapi kamu tahu, kan? ini udah
kesal, seharusnya dia datang satu jam yang lalu. Momen yang
hubungan kami, dia tetap saja telat. “Kamu tahu, kan? Ini
pas, di jam yang tepat seperti saat tiga tahun yang lalu. Saat
Namun, kamu selalu telat. Kamu tahu nggak, sih? Dari tadi
“Sayang, maafln aku, ya. Aku tahu, kamu kesal. Aku tahu
tak mau memeluknya saat ini. Iika sudah begini, ada hal paling
Wanita mana yang tak luluh oleh lelaki seperti dia. Itu
“Nggak usah pakai tetapi, aku tahu. Aku boleh telat, tetapi
kuucapkan.
air mata. Kali ini pun, aku meluapkan dengan cara itu. Aku
hati pada hati lain. Walau Bian suka telat. Walau dia kadang
Bian.
Hari sudah semakin senja. Di taman ini aku menghabiskan
bernyawa.
begadang. Iya. Dia begitu sibuk. Dia lelaki yang gila kerja.
setelah cinta pergi, akan selalu ada cinta baru yang akan
novel di tanganku.
kenapa dia pergi? Apa dia tak punya otak? Apa dia tak
tersesat. Tak tahu arah. Ingin rasanya saat ini kupecahkan saja
sebelum aku tertidur. Aku tahu dia lelah, kadang aku tak
cepat tidur.
detik tersendiri.
dan kadang aku heran, karena dia seolah tahu apa yang ada
di pikiranku.
ya. Besok kan, harus kerja pagi.” Sekali lagi aku berusaha
padaku.
menghukumku.
“Ya sudah, aku tidur ya, Sayang. Kamu juga. Ingat! ]angan
tanpa kabar. Aku tahu semua ini hal yang tak seharusnya
kota ini. Namun, semua itu harus aku lakukan. Demi masa
Aku terdiam. Tak ada yang bisa kulakukan saat ini, kecuali
pernah tahu soal ini. Seperti sore ini. Saat aku memutuskan
ini? Saat aku menangis? Saat aku rapuh? Saat aku jatuh. Saat
Saat ini aku sadar. Ada yang pantas dicintai. Ada yang
bahkan dilupakan.
cinta buta. Saat ini, mataku telah dibuka oleh hati baru saat
Dia terlalu berharga untuk kusakiti. Maa£ aku tak bisa lagi
tak ada lagi yang harus kupertahan, kecuali satu hal, Bian.
hal apa pun, karena tanpa aku sadari, Bian telah memenuhi
Ada hal yang tak pernah diketahui Nay, saat aku selalu
hati pada seseorang yang bukan aku. Namun sejak hari ini,
sepertinya aku tak perlu telat lagi. Aku tak perlu mengurut
sejak kapan aku mulai seperti ini. Yang pasti sejak ia sering,
sayang sama Sadam. Buat apa aku harus bertahan sejauh ini?
Raya mendengus.
“Kalau begitu, bertahanlah. Kamu harus menerima
dingin.
“Makasih ya, Hand. Lain kali aku mau curhat lagi, boleh,
ya.
langkahku.
“Hand. Iangan lupa cari pacar. Iangan sibuk nulis mulu.
“Sama siapa?”
“Sendiri.”
“Kamu yakin?"
memendam sesuatu.
‘Aku sendiri.”
Kebetulan juga aku datang, dan kami duduk satu meja.” Raya
jelaskan.”
keyboard. Tak ada satu kata pun yang ia ketik. Sudah tiga
‘Aku ingin jadi model. Aku ingin jadi orang kaya, bisa beli
apa saja yang aku suka. Aku mau beli pesawat, beli rumah,
‘Aku ingin jadi..” Aku diam. Aku bahkan tak tahu aku mau
jadi apa.
mainan dengan uang aku. Eh, nggak mainan, deh. Aku beliin
“janji?”
“janji.”
penting. Karena hanya pada saat itu aku dan yang lain
Pila.
yang ada di atas meja. Pila dan Ibu bergabung ke meja makan.
bangga.
seperti itu, entah kenapa, ayah selalu seperti tak ingin tahu
“Kisah patah hati kakak itu, ya?" sela Pila. Dia memang
bahagia saat itu. Saat Sadam tak seperti yang sekarang. Tak
bersama Handy.
menikah.
pecundang.
lemah. Sisa tenagaku hampir tak ada lagi. Aku terkapar di atas
jalan raya yang sepi itu. Tak ada lagi yang memerhatikanku.
1l'11.
gelas yang berisikan air hangat itu. Memberi isyarat agar aku
antara kami.
meninggi.
“Kenapa pucat?”
Pipinya hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahku.
tetapi aku sadar aku tak memakai apa pun kecuali selimut
kakiku.
padaku.
sakit.
kepadaku.
seutuhnya.”
reda.
menatap ke arahku.
padaku.
Aku menundukkan wajah. Teringat Andika, kekasih yang
menginginkan tubuhku.
di matanya.
hangat.
baginya.
profesi utama. Saat ini aktif menulis novel, cerpen, dan puisi.
surat: email.boycandra@gmail.com