Anda di halaman 1dari 9

Penerapan Persamaan Schrodinger

Persamaan Schrodinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika. Dimana


pemecahan persamaan Schrodinger yang disebut fungsi gelombang, memberikan informasi
tentang perilaku gelombang dari partikel.
Pada Partikel Bebas
Yang dimaksud dengan “partikel bebas” adalah sebuah partikel yang bergerak tanpa
𝑑𝑉(𝑥)
dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu, F = − = 0 sehingga
𝑑𝑥

menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Sehingga energy potensialnya nol.
Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan p, yang
mengakibatkan energy totalnya jadi konstan. Tetapi partikel bebas dalam mekanika kuantum
dapat dipecahkan dengan persamaan Schrodinger tidak bergantung waktu. Persamaan
Schrodinger pada partikel bebas dapat diperoleh dari persamaan (2.22) berikut:

(2.22)
Untuk partikel bebas V = 0, maka persamaanya menjadi
ħ² 𝜕²𝛹(𝑥)
− = EΨ(x) (2.23)
2𝑚 𝜕𝑥²
𝑎𝑡𝑎𝑢
𝜕²𝛹(𝑥) 2𝑚
= EΨ(x) (2.24)
𝜕𝑥² ħ²
𝑎𝑡𝑎𝑢
𝜕²𝛹(𝑥) 2𝑚𝐸
+ Ψ(x) = 0 (2.25)
𝜕𝑥² ħ²
𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 ∶
2𝑚𝐸 ħ²𝑘²
𝑘² = + 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐸 = (2.26)
ħ² 2𝑚
Dengan demikian diperoleh :
𝜕²𝛹(𝑥)
= −𝑘²𝛹(𝑥) (2.27)
𝜕𝑥²
𝜕²𝛹(𝑥)
+ 𝑘 2 𝛹(𝑥) = 0 (2.28)
𝜕𝑥²
Persamaan (2.29) adalah bentuk umum dari persamaan differensial biasa berorde dua,
dengan k² adalah positif, dimana Ψ(x) merupakan kuantitas kompleks yang memiliki bagian
real (nyata) dan bagian imajiner, maka :
𝜕²𝛹(𝑥)
+ 𝑘 2 𝛹(𝑥) = 0 (2.29)
𝜕𝑥²
Maka didapatkan
Ψ(x) = A sinkx + B cos kx (2.30)
Pemecahan ini tidak memberikan batasan pada k, maka partikel yang diperkenankan
memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum, bahwa energinya tidak terkuantitas). Sedangkan
penentuan nilai A dan B mengalami beberapa kesulitan, karena integral normalisasi tidak
dapat dihitung dari -∞ hingga +∞, bagi fungsi gelombang itu.
Persamaan Schrodinger Atom Hidrogen
Persaman Schrodinger untuk atom Hidrogen tidak lain adalah persamaan
Schrodinger untuk sebuah partikel yang berupa elektron yang bergerak dalam medan
potensial Coulomb yang dihasilkan oleh gaya tarik-menarik antara elektron dengan inti, maka
massa partikel tersebut sebenarnya merupakan massa sistem proton-elektron yang tereduksi,
me  m p
yaitu m  . Karena m p =1836 m e , maka dalam prakteknya biasanya menggunakan
me m p

massa elektron saja karena antara m dan me selisihnya sangat kecil. Untuk penyerdahanaan
pembahasan, proton diasumsikan diam di pusat koordinat dan elektron bergerak
mengelilinginya di bawah pengaruh medan atau gaya coloumb.
Karena proton dianggap diam, maka
z
kontribusi energi sistem hanya diberikan oleh
me elektron yaitu energi kinetik
θr  2
p2 =   2 (6.1)
Ek 
mp y 2me 2m

x

dan energi potensial sebuah elektron yang


Gambar 1.1 Posisi relatif antara proton dan elektron
berjarak r dari inti

2
V(r)=  e 1 (6.2)
40 r

Dengan demikian persamaan schrodinger untuk atom hidrogen dapat dituliskan sebagai
 2 2 e2 1  
     (r )  E (r ) (6.3)
 2 m e 4 0 r 

mengingat sistem atom hidrogen memiliki simetri bola, penyelesaian pers. Schrodinger
menjadi lebih sederhana bila oprator 2 disajikan dalam koordinat bola. Di dalam koordinat
bola ( r ,  ,  ) , persamaan 6.3 menjadi
 2 1    2   1     1  2   e 2 1  (6.4)
 2  r   sin   2     E
2me r  r  r  sin      sin   2   40 r 

Karena
1   2  1     1 2
2  r  2  sin   2
r r  r  r sin   
2
  r sin   2
2

Penentuan fungsi gelombang dan tingkat energi dari PS persamaan (6.4), dapat dilperoleh

dengan menyelesaikan pers (6.4) dengan metode pemisahan variabel  (r )   ( r ,  ,  )
sebagai berikut
 ( r ,  ,  ) = R( r )Y ( , ) = R( r )( ) ( ) (6.5)
Bila persamaan (6.5) disubstitusikan ke dalam persamaan (6.4) dan kemudian dikalikan
  2m e r 2  maka pers (6.4) menjadi
 2

  

   2 R  1   R  1  2 R  2me r 2  e2  (6.6a)


 r   sin   2   E R  R  0
 r  r  sin      sin   2  2  40 

Dengan mendiferensialkan secara parsiel pers (6.6a) diperoleh


   2 R   R     R  2    2me r 2  e2 
  r   sin     E R  R  0 (6.6b)
 r  r  sin      sin 2   2  2  4 0 

dan bila pers (6.6b) dibagi dengan R( r )( )( ) maka diperoleh
1 d  2 dR  1 d  d  1 d 2 2me r 2  e2 1 (6.7)
r   sin     E  0
R dr  dr   sin  d  d   sin  d 2
2
2  40 r 

Atau 1 d  r 2 dR   2me r  E  e 1    { 1 d  d  d 2
2 2
1 (6.7 a)
   sin   }
R dr  dr  2
  40 r   sin  d  d   sin 2  d 2

Dapat dilihat pada persamaan 6.7 bahwa suku pertama dan keempat hanya bergantung jari-
jari r, suku kedua dan ketiga hanya bergantung sudut  dan  , maka kemudian suku yang
hanya merupakan fungsi r saja dipisahkan dari suku yang merupakan fungsi sudut saja.
Pada pers (6.7a) dapat dilihat bahwa kedua ruas mempunyai variabel yang berbeda
tetapi keduanya identik, maka msing-masing ruas harus sama dengan konstanta, misalnya 
dan bila kedua ruas dipisahkan maka diperoleh dua pers diferensial orde dua fungsi radial dan
sudut, yaitu

1 d  2 dR  2me r 2  e2  d  2 dR  2me r 2  e2 
r   E     atau r   E   R  R (6.8)
R dr  dr  2  r  dr  dr   2  r 

Dengan substitusi variable yang sesuai pada persamaan (6.8) akan diperoleh PD. Fungsi
Laguerre. Sedangkan suku yang hanya mengandung sudut  dan  dapat dinyatakan sebagai
1 d  d  1 d 2
 sin     (6.9a)
 sin  d  d   sin 2  d 2

setelah dikalikan dengan sin 2  , persamaan (6.9a) menjadi :


sin  d  d  1 d 2  (6.9b)
 sin     sin 2   0
 d  d   d 2

sin  d  d  1 d 2
 sin     sin     m2
2

 d  d   d 2

Pada persamaan (6.9b) dapat dilihat bahwa ada bagian yang hanya bergantung pada sudut
azimut  dan bagian yang bergantung pada  saja sehingga kedua variabel tersebut dapat
dipisahkan seperti pada persamaan (6.7a) dan suku tengah yang merupakan fungsi azimut
saja dimisalkan sama dengan konstanta - m 2 , yaitu :
1 d 2
 m 2 (6.10a)
 d 2

atau d 2  m 2  = 0
2
(6.10b)
d

dan
sin  d  d  (6.11a)
 sin    sin   m
2 2

 d  d 

atau setelah dikalikan  diperoleh


sin 2 

1 d  d   m2  (6.11b)
 sin      2   0
sin  d  d   sin  

Dengan demikian, persamaan (6.4) dipisahkan menjadi tiga persamaan deferensial orde dua
yang hanya bergantung pada satu variabel saja, dan kemudian kita tentukan solusi masing-
masing persamaan tersebut di bawah ini.

Partikel dalam Sumur Potensial


Sumur potensial adalah yang tidak mendapat pengaruh potensial. Hal ini berarti
bahwa partikel selama berada dalam sumur potensial, merupakan electron bebas. Kita
katakana bahwa electron terjebak di sumur potensial, dan kita anggap bahwa dinding
potensial sangat tinggi menuju ∞, atau kita katakana sumur potensial sangat dalam. Dalam
gambar (5.1) berikut kita akan menggambarkan sumur potensial. Daerah I dan daerah II
adalah daerah-daerah dengan V = ∞, sedangkan di daerah II, yaitu antara 0 dan L, V =. Kita
katakana bahwa lebar sumur potensial ini adalah L.
V(x) = 0, 0≤ 𝑥 ≤ 𝐿
V(x) = ∞ x< 0, 𝑥 > 𝐿,

Gambar 2.1 partikel dalam sumur potensial daerah II


Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana
kemungkinan berada electron bisa dianggap nol, Ψ1(x) = 0 dan Ψ2(x) = 0. Sedangkan pada
daerah dua Kita dapat member spesifikasi pada gerak partikel = 0 dan x = L disebabkan oleh
dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak akan kehilangan Energinya jika
bertumbukan dengan dinding, energy totalnya tetap konstan.
Dari pernyataan tersebut maka enrgi potensial V dari partikel itu menjadi tak hingga
di kedua sisi sumur, sedangkan V konstan di dalam sumur, dapat dikatakan V memiliki
Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin ditemukan di luar sumur, sehingga fungsi
gelombang Ψ = 0 untuk 0≤ 𝑥 ≤ 𝐿. Maka yang perlu dicari adalah nilai Ψ di dalam sumur,
yaitu antara x = 0 dan x = L. persamaan Schrodinger bebas waktu adalah :
ℎ² 𝑑²
− 𝜑n = En𝜑n (2.31)
2𝑚 𝑑𝑥²
Dengan
𝑑²𝜑
= −𝑘²𝜑 (2.32)
𝑑𝑥²
Dimana
√2𝑚𝐸𝑛
k= (2.33)

sesuai dengan persamaan gelombang maka :
Ψ(x) = A sin kx + B cos kx (2.34)
Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nila A dan B, juga belum
menghitung nilai energi E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya, akan diterapkan
persyaratan bahwa Ψ(x) harus kontinu pada setiap batas dua bagian ruang. Dalam hal ini akan
dibuat syarat bahwa pemecahan untuk x < 0 𝑑𝑎𝑛 𝑥 > 0 bernilai sama di x = 0. Begitu pula
pemecahan untuk x > 𝐿 𝑑𝑎𝑛 𝑥 < 𝐿 haruslah bernilai sama di x = L. jika x =0, untuk x < 0
jadi harus mengambil Ψ(x) = 0 pada x = 0.
Ψ(0) = A sin 0 + B cos 0
Ψ(0) = 0 + B.1 = 0 (2.35)
Jadi, didapat B = 0. Karena Ψ = 0 untuk x > 𝐿, maka haruslah berlaku Ψ(L) = 0,
Ψ(L) = A sin kL + B cos kL = 0 (2.36)
Karena telah didapatkan bahwa B = 0, maka haruslah berlaku:
A sin kL = 0 (2.37)
Disini ada dua pemecahan yaitu A = 0, yang memberikan Ψ(x) = 0 dan Ψ²(x) = 0,
yang berarti bahwa dalam sumur tidak terdapat partikel (Pemecahan tidak masuk akal) atau
sin kL = 0, maka yang benar jika:
kL = 𝜋, 2𝜋. 3𝜋, … . 𝑛 = 1,2,3 …. (2.38)

dengan :
√2𝑚𝐸𝑛 𝑛𝜋
k= = (2.39)
ℎ 𝐿
dari persamaan (5.23) dan persamaan (5.24) diperoleh bahwa energy partikel mempunyai
harga tertentu yaitu harga eigen. Harga eigen ini membentuk tingkat energisitas yaitu:
𝑛²𝜋²ħ²
En = (2.40)
2𝑚𝐿²
Dimana enrgi yang kita tinjau disini berbeda dengan energy Born dimana pada energy
Born menyatakan enrgi tingkat atomic sedangkan tingkat energy pada persamaan
Schrodinger menyatakan tingkat energy untuk electron.
Fungsi gelombang sebuah partikel di dalam sumur yang berenrgi En ialah:
√2𝑚𝐸𝑛
Ψn = A sin x (2.41)
ħ
Untuk memudahkan E1 = ħ²𝜋²/2𝑚𝐿², yang mana tampak bahwa unit energy ini
ditentukan oleh massa partikel dan lebar sumur. Maka E = n²E1 dan seterusnya. Karena dalam
kasus ini energy yang diperoleh hanya laju tertentu yang diperkenenkan dimiliki partikel. Ini
sangat berbeda dengan kaasus klasik, misalnya manic-manik (yang meluncur tanpa gesekan
sepanjang kawat dan menumbuk kedua dinding secara elastic) dapat diberi sembarang
kecepatan awal dan akan bergerak selamanya, bolak-balik, dengan laju tersebut.
Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin, karena hanya laju awal tertentu yang
dapat memberikan keadaan gerak tetap, keadaan gerak khusus ini disebut keadaan stasioner
(disebut keadaan “stasioner” karena ketergantungan pada waktu yang dilibatkan untuk
membuat Ψ(x,t), |𝛹(𝑥, 𝑡)|² tidak bergantung waktu). Hasil pengukuran energy sebuah
partikel dalam sebuah sumur potensial harus berada pada salah satu keadaan stasioner, hasil
yang lain tidaklah mungkin. Pemecahan bagi Ψ(x) belum lengkap, karena belum ditentukan
tetapan A. untuk menentukannya, ditinjau kembali persyaratan normalisasi, yaitu
+∞
∫−∞ |𝛹(𝑥)|² 𝑑𝑥 = 1. karena Ψ(x) = 0
Kecuali untuk 0≤ 𝑥 ≤ 𝐿 sehingga berlaku :
𝐿
∫0 |𝐴2 | 𝑠𝑖𝑛2 (𝑘𝐿)𝑑𝑥 = 1 (2.42)

Maka diperoleh A = √2/𝐿 . dengan demikian, pemecahan lengkap bagi fungsi


gelombang untuk 0≤ 𝑥 ≤ 𝐿 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ ∶
2 𝑛𝜋𝑥
Ψn = √𝐿 sin n = 1,2,3… (2.43)
𝐿

Dalam gambar 2.2 dan 2.3 akan dilukiskan berbagai tingkat energy, fungsi gelombang
dan rapat probalitas |𝛹|² yang mungkin untuk beberapa keadaan terendah. Keadaan energy
terendah, yaitu pada n=1, dikenal sebagai keadaan dasar dan keadaan dengan energy yang
lebih tinggi (n> 1) dikenal sebagai keadaan aksitasi.

Gambar 2.2 tingkat energy dalam sumur secara konstan

Gambar 2.3 probalitas keberadaan electron dalam sumur potensial

Kita lihat disini bahwa energy electron mempunyai nilai-nilai tertentu yang diskrit,
yang ditentukan oleh bilangan bulat n, Nilai diskrit ini terjadi karena pembatasan yang harus
dialami oleh Ψ2 yaitu bahwa ia harus berada dalam sumur potensial. Ia harus bernilai nol di
batas-batas dinding potensial dan hal itu akan terjadi bila lebar sumur potensial L sama
dengan bilangan bulat kali setengah panjang gelombang. Jika tingkat energy untuk n = 1 kita
sebut tingkat energy yang pertama, maka tingkat energy yang kedua pada n=2, tingkat energy
yang ketiga pada n=3 dan sterusnya. Jika kita kaitkan dengan bentuk gelombangnya, dapat
kita katakana bahwa tingkat-tingkat energy tersebut sesuai dengan jumlah titik simpul
gelombang. Dengan demikian maka diskritasi energy electron terjadi secara wajar melalui
pemecahan persamaan Schrodinger.
Persamaan (2.43) memperlihatkan bahwa selisih energy antara satu tingkat dengan
tingkat berikutnya, misalnya antara n=1 dan n=2, berbanding terbalik dengan kuadrat lebar
sumur potensial. Makin lebar sumur ini, makin kecil selisih energy tersebut, artinya tingkat-
tingkat energy semakin rapat. Untuk L sama dengan satu satuan misalnya, selisih energy
untuk n=2 dan n=1 adalah E2 – E1 = 3ħ²/8m dan jika L 10 kali lebih lebar maka selisih ini
menjadi E2-E1= 0,03ħ²/8m.

Gambar 4.4 Pengaruh lebar sumur terhadap energy

Jadi makin besar L maka perbedaan nilai tingkat-tingkat energy akan semakin kecil
dan untuk L semakin lebar maka tingkat-tingkat energy tersebut akan semakin rapat sehingga
kontinyu.

Persamaan Azimuth
Penyelesaian persamaan Schrodinger untuk atom H kita mulai dari persamaan yang
paling sederhana yaitu pers. (6.10a) yakni persamaan azimuth yang menggambarkan rotasi
elektron terhadap sumbu z. Rentangan sudut rotasi disekitar sumbu-z ini adalah 0 sampai 2  ,
dan kelipatannya. Itulah sebabnya konstanta (6.10a) dipilih negatif (=  m ) agar memberi
2

solusi yang merupakan fungsi sinusoidal yang bersifat periodik. Bila dipilih positif akan
memberi solusi fungsi exponensial sehingga untuk satu posisi yang sama akan diberi nilai
yang berbeda, misal  / 6  e / 6 , dan 2   / 6  e 2  / 6 padahal posisi   /6 sama
dengan posisi   2   / 6 . Dapat dijelaskan bahwa pemilihan konstanta positif ini tidak
menggambarkan kondisi fisis yang sesungguhnya. Penyelesaian pers (6.10a) adalah
  Ae im  Be im (6.12a)
Karena bilangan bulat m dapat berharga positif atau negatif, m= 0, ±1, ±2….. maka
persamaan (6.12a) dapat ditulis menjadi
 m  Am e im (6.12b)

dengan keunikan  untuk setiap harga  yaitu

 (  2 )   ( ) atau eim(  2 )  eim ...karena...eim2  1 (6.13)


Dan A merupakan faktor normalisasi yang dapat diperoleh dari penersyarat normalisasi
2  1..untuk..m  n
  m   n  d   mn 

(6.14)
0  0..untuk..m  n
Karena kompleks konjugate dari m adalah  m  Am e im maka kondisi normalisasi untuk

fungsi gelombang azimutal adalah


2

Ae
* in
Aein d  1
0

2

 d = Am 2
2 2
1 = Am
0

1
maka Am 
2
bilangan bulat m disebut bilangan kuantum magnetik.

Jadi  m  1 im (6.15)


e
2

Anda mungkin juga menyukai