Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Etika Bisnis


Etika dan iklan

FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN


UNIVERSITAS WIDYATAMA
Disusun Oleh:
Riefsa Firdaus Hakim(0218101011)
Nurul Suryaningtyas Permana (0218101017)
Rafelia Novanka(0218101032)

Kelas A

Di Bawah Bimbingan
Nina Nuraini,DR.,S.H.,M,Si

Terakreditasi (accredited) “A”


S.K Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT)
Nomor : 204/SK/BAN-PT/Akred/S/I/2018
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini selesai.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis
mengenai etika dan iklan.
Terselesaikannya makalah ini bukan karena usaha penulis sendiri, semua tidak
terlepas dari uluran tangan yang diberikan oleh berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan
rendah hati penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang
terkait.
Penyusun menyadari amatlah terbatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
penyusun untuk menciptakan karya tanpa cela. Tentulah masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karna itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan, hargai dan akan diterima dengan
kerendahan hati, agar menjadi koreksi pada penulis, sehingga kelak penyusun
mampu menghasilkan sebuah karya yang jauh lebih baik dan penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandung, 9 November 2019

Tim penyusun
Kelompok 8
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main
yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus dapat diingat
dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi
aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat
dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha
pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis
tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan
hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.2 Etika
dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu
orang lain. Terjadinya etika bisnis yang tidak sehat dalam dunia bisnis
tampaknya tidak menampakkan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin
hari semakin meningkat. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk
menganalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk
mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.3 Kompetisi inilah yang
harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep
bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-
musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan.
Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas di masa mendatang justru
mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas. Dari sudut pandang
etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk akan tetapi secara moral
keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena pertama,
secara moral keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan (survive)
dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada
pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu
berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif dalam memacu
pertumbuhsn ekonomi. Ketiga, keuntungan tidak hanya memungkinkan
perusahaan survive melainkan dapat menghidupi karyawannya kearah
tingkat hidup lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai
pengembangan (expansi) perusahaan sehingga hal itu akan membuka
lapangan kerja baru.4 Dalam mitos bisnis amoral di atas sering
dibayangkan bisnis sebagai sebuah medan pertempuran. Terjun kedunia
bisnis berarti siap untuk bertempur habishabisan dengan sasaran akhir
yakni meraih keuntungan, bahkan keuntungan sebesar-besarnya secara
konstan. Ini lebih berlaku lagi dalam bisnis global yang mengandalkan
persaingan ketat
Dalam pasar bebas, dimana terdapat beragam jenis barang/jasa,
semua pihak berusaha dengan segala cara untuk menarik konsumen.
Akibat positifnya, semua perusahaan berlomba meningkatkan kinerjanya,
memperbaiki mutu produk dan servicenya, demi merebut konsumen.
Akibat negatifnya, ada kecenderungan untuk membuat iklan yang
melebihi kenyataan sebenarnya hanya dengan maksud menarik pembeli.
Dalam abad informasi ini iklan memainkan peranan yang sangat penting
untuk menyampaikan informasi tentang produk kepada masyarakat.suka
atau tidak suka, iklan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
kehidupan manusia baik secara positif maupun negatif. Artinya, iklan
mempunyai andil besar dalam menciptakan citra bisnis baik secara positif
maupun negatif.
Iklan berperan besar dalam menciptakan budaya masyarakat
modern; budaya instant, budaya tiruan,polesan atau palsu. Manusia lalu
kehilangan identitas, tunduk sebagai korban, iklan dibawah perintah dan
manipulasi iklan. Manusia seakan jadi robot, dan didikte oleh iklan
sehingga kehilangan jati dirinya.
Sayangnya, iklan justru banyak menciptakan citra bisnis yang
negatif, karena banyaknya trik-trik yang kadang tidak masuk akal, dan
memberi kesan menghalalkan segala cara. Memberi kesan
berlebihan,mengecoh,menipu, dan mengecewakan masyarakat. Iklan
sering menyebabkan citra bisnis tercemar sebagai kegiatan tipu-menipu,
dan karena itu seakan antara bisnis dan etika ada gap yang tak
terjembatani.
1.2 Identifiksi masalah
1. Apa yang dimaksud etika ?
2. bagaimana etika yang ada dan harus diketahui dalam kegiatan
periklanan ?
3. Apa yang menyangkut tentang teori-teori dalam periklanan?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud etika
2. Untuk mengetahui etika yang ada dan harus diketahui dalam kegiatan
periklanan
3. Untuk mengetahui menyangkut tentang teori-teori periklanan
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika Bisnis


Etika berasal dari kata Yunani ‘Ethos’ berarti adat istiadat. Etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup
yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau
kelompok masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup
yang baik, aturan hidup yang baik, dari segala kebiasaan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang yang lain atau dari suatu generasi ke generasi
lainnya.
Etika seringkali disamakan dengan moralitas yaitu bagaimana
manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan
dalam adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang
teratur. Moralitas ini sendiri berasal dari kata lain ”MOS” yang dalam bentuk
jamaknya (mores) berarti “adatistiadat” atau “kebiasaan”. Etika dibagi
menjadi 3 norma umum yaitu :

1. Norma sopan santun : norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahirlah
manusia. Norma ini menyangkut tatacara lahirlah dalam pergaulan sehari-hari
2. Norma hukum : norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh
masyarakat karena dianggap perlu demi keselamatan dan kesejahteraan
manusia dalam kehidupan bermasyarakat..
3. Norma moral : aturan mengenai sikap & perilaku manusia sebagai makhluk
tuhan. Norma ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya
tindakan dan perilaku manusia sejauh dilihat sebagai manusia

2.2 Teori etika


a. Teori deontologi
Istilah deontologi dari kata yunani yaitu (deon) yang berarti kewajiban.
Karena itu etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk berbuat
baik. Menurut teori ini, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan
berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu. Dengan kata lain
tindakan itu bernilai moral karena dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang
memang harus dilaksanakan.
b. Teori teleologi
Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan
dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh
tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan mencapai sesuatu
yang baik, atau kalau akibat yang ditimbulkannya baik dan berguna. Hal ini
memunculkan dua teori teleologi
1. Aliran egoisme
Tindakan seseorang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan
pribadi dan memajukan diri sendiri. Hal ini akan menjadi negaif bila untuk
mengejar kepentingan pribadi secara lahirlah hal itu dicapai dengan
mengorbankan hak dan kepentingan orang lain.
2. Etika utilitarianisme
Mendasarkan pada tujuan dan mendasarkan pada baik dan buruknya
keputusan pada tujuan atau akibat hasil yang akan diperoleh

2.3 . Teori keadilan


Paham tradisional (aristoteles)
1. Keadilan legal
Menyangkut hubungan antara individu dengan kelompok masyarakat dengan
negara. Intinya adalah semua orang (kelompok) diperlakukan sama oleh
negara dihadapan dan berdasarkan hukum yang berlaku.Semua pihak dijamin
untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
2. Keadilan komutatif
Keadilan ini mengatur hubungan yang adil atau fair antara orang yang satu
dengan yang lainnya atau antar warga negara dengan warga negara lainnya
dengan kata lain, kalau kedilan legal lebih menyangkut hubungan vertikal
antara negara dan warga negara. Keadilan komutatif menyangkut hubungan
horizontal antara warga yang satu dengan warga yang lain, prinsip keadilan
ini menuntut agar orang memeberikan menghargai dan menjamin apa yang
menjadi hak orang lain.
3. Keadilan distributif
Keadailan ini adalah distribusi ekonomi yang merata yang dianggap adil bagi
semua warga negara. Dalam keadilan ini tidak ada istilah sama rata mereka
yang paling giat, ulet maka ia yang berhak mendapatkan lebih banyak dari
orang kurang giat/ulet.
4. Keadilan individual dan struktural
Keadilan bukan sekedar menyangkut tuntutan semua orang diperlakukan
sama oleh negara atau pimpinan dalam perusahaan seakan ini merupakan
urusan pribadi antara orang tersebut dengan pemerintah atau pimpinan
perusahaan. Keadilan juga bukan sekedar menyangkut tuntutan agar dalam
interaksi sosial setiap orang memberikan dan menghargai yang menjadi hak
orang lain. Seakan penghargaan terhadap hak orang lain adalah urusan orang
perorang satu dengan yang lainnya. Demikian pula keadilan bukan sekedar
soal sikap individu untuk menolong memperbaiki keadaan sosial ekonomi
orang lain

2.4 Teori keadilan adam smith


Adam smith hanya menerima satu konsep yaitu teori keadilan komutatif.
Menurut adam smith keadilan sesungguhnya hanya satu arti yaitu keadilan
komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan
hubungan antara satu orang atau pihak dengn orang denagn pihak yang
lain.
Berarti dalam interaksi sosial tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak
dan kepentingannya. Ketidakadilan berarti pincangnya hubungan antar
manusia karena kesetaan teranggu.

Ada tiga prinsip pokok keadilan komutatif adam smith yaitu:


a. Prinsip no harm
Merupakan prinsip paling pokok, prinsip tidak merugikan orang
lain.Ini berarti secra negatif prinsip ini menuntut agar dalam interaksi
sosial apapun setiap orang harus menahan diri untuk tidak sampai
merugikan hak dan kepentingan orang lain. Seperti halnya dia pun
tidak mau dirugikan orang lain. Dasar dari prinsip ini adalah
penghargaan atas hakikat dan martabat manusia bersama hak-haknya
yang melekat padanya. Termasuk hak atas hidup. Prinsip ini tidak
hanya berlaku sebagai prinsip moral, melainkan juga dituangkan
menjadi aturan hukum yang tertulis. Sehingga aturannya menjadi
“paksa.” Berarti dalam bisnis dan ekonomi, prinsip ini merupakan
tuntutan dan sekaligus keniscayaan (the necessary principle) bila
dilanggar ada sanksi.
b. Prinsip non-intervention
Prinsip ini menuntut demi jaminan dan penghargaan atas hak dan
kepentingan setiap orang. Tidak seorang pun diperkenankan untuk ikut
campur dalam kehidupan dan kegiatan orang lain. Campur tangan
dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang
tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah
terjadi ketidakadilan. Pemerintah tidak diperkenankan untuk ikut
campur tangan dalam kehidupan pribadi tanpa alasan yang jelas.
Kecuali dalam menegakkan keadilan dan dengan atasan yang sah
termasuk dalam kehidupan bisnis.
Secara khusus dalam bidang ekonomi, campur tangan pemerintah
dalam urusan bisnis setiap warga tanpa alasan yang sah dianggap
sebagai tindakan yang tidak adil karena merupakan pelanggaran hak
atas individu tersebut, khususnya hak atas kebebasan.

c. Prinsip keadilan tukar


Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair,
terutaman terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar.
Prinsip keadilan ini terwujud dengan membedakan antara harga alamiah
dan harga pasar. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya
produksi yang telah dikeluarkan oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga
komponen berupa biaya upah buruh, keuntungan untuk pemilik modal,
dan sewa. Harga pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual yang
ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang dalam pasar.
Menurut adam smith harga alamiah adalah harga yang adil karena pada
tingkat harga itu baik produsen maupun konsumen sama-sama untung,
harga yang dibayar konsumen cukup untuk menebus atau memulihkan
kembali beban yang telah dikeluarkan oleh produsen.
d. Teori keadilan distributif john rawls (liberalis)
teori ini merupakan kebebasan nilai dan salah satu hak asasi yang paling
penting dimiliki manusia. Dijamin oleh sistem ekonomi pasar, pasar
memberi peluang bagi penentuan diri manusia sebagai makhluk yang
bebas. Ekonomi pasar menjamin kebebasan yang sama dan kesempatan
yang fair.
Menurut rawls berupa “prinsip kebebasan yang sama” setiap orang
harus mempunyai hak yang sama atas sistem kebebasan dasar yang
sama yang paling luas sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi
semua. Hanya dengan kebebasan ini semua orang dimungkinkan untuk
menjalani hidupnya sesuai dengan keingan dan apa yang dianggapnya
baik.
e. Keadilan menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Keadilan menurut pancasila dan UUD 1945 tertuang dalam sila ke 5
yaitu keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Hal ini bukan keadilan
sosialis, komunis, kapitalis, atau liberalis. Kebebasan tetap dihargai
meskipun harus diartikan sebagai kebebasan yang bertanggung jawab.
Jadi hak milik diakui, tetapi peran pemerintah, apabila diperguakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tetap bisa diambil. Namun
demikian keadilan menurut panacasila dan UUD 1945 bisa dilihat pasal
33 ayat 1,2,dan 3. Pancasila tetap mensyaratkan manusia sebagai warga
negara haruslah bersikap adil baik untuk diri sendiri maupun kepada
orang lain tidak boleh saling merugikan satu dengan yang lainnya.
2.5 Pengertian iklan
Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang
bermaksud mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen.
Iklan berfungsi mendekatkan konsumen dengan produsen.sasaran akhir
seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa
dijual kepada konsumen. Dengan kata lain iklan adalah suatu metode yang
digunakan untuk memungkinkan barang produsen dapat dijual kepada
konsumen

2.6 Fungsi iklan


1. Iklan sebagai pemberi informasi:
Iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang
sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang
ditawarkan dalam pasar. Ditekankan, bahwa iklan berfungsi untuk
membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataan yang serinci
mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen
dapat mengetahui dengan baik produk sehingga akhirnya memutuskan
untuk membelinya. Sasaran dekat yang mendesak adalah konsumen
tahu tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-
kemudahannya. Dalam kaitannya ini iklan sebagai pemberi informasi
meyerahkan keputusan membeli kepada konsumen itu sendiri.
Iklan sebagai pemberi informasi, ada tiga pihak yang terlibat dan
bertangung jawab secara moral atas informasi tersebut:
I. Produsen yang memiliki produk
II. biro iklan, yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis,
estetik, informatif.
III. Bintang iklan, model, atau pelaku dalam tanyangan, foto, gambar
iklan.
Dalam hal ini tanggung jawab moral atas informasi yang benar
tentang sebuah produk pertama-tama dipikul oleh produsen. Pihak
produsen harus memberikan semua data dan informasi yang akurat
dan benar tentang produk yang diiklankan. Antara produsen dengan
biro iklan dilakukan persetujuan tentang isi iklan untuk mencegah
ketidak sesuaian informasi. Ini penting untuk mengetahui tanggung
jawab produsen dan biro iklan apabila terjadi pelanggaran etis atas
nilai-nilai moral tertentu dalam masyarakat, serta kemungkinan
kerugian yang dialami pihak konsumen. Jika iklan tertentu mendapat
sambutan negatif karena informasinya yang palsu, biro iklan tidak
dapat dituntut karena sudah ada persetujuan pihak produsen. Kecuali
jika iklan tersebut melenceng dari kesepakatan, maka biro iklanlah
yang bisa dituntut. Biro iklan harus mendapat kepastian bahwa data
itu benar. Sejauh iklan berfungsi semata-mata sebagai pemberi
informasi, iklan tetap menghargai kebebasan para konsumen untuk
memutuskan membeli sebuah produk. Dalam membeli suatu produk
tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada iklan. Sejauh konsumennya
menentukan pilihannya, akibat apapun yang terjadi dalam membeli
produk itu tetap menjadi tanggung jawab pembeli. Iklan yang ideal
adalah sejauh mungkin memberi informasi sedemikian rupa sehingga
tidak sampai memperdaya atau menipu konsumen.
Dalam perkembangan dimasa yang akan datang iklan informatif akan
lebih digemari karena:
1. Masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah dibohongi oleh
iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang
sebenarnya. Pengalaman juga mengajarkan konsumen untuk tidak
percaya dan peduli akan omongan iklan.
2. Masyarakat sudak bosan dengan berbagai iklan yang menyesatkan
dan melebih-lebihkan suatu produk.
3. Peran lebaga konsumen semakin gencar memberikan informasi
yang benar dan akurat kepada konsumen dan menjadi tantangan
serius bagi iklan.
2. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Fungsi iklan mirip fungsi kampanye politik yang mempengaruhi massa
pemilih. Dengan kata lain fungsi iklan adalah untuk menarik massa
konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan
model iklan yang manipulatif, persuasif, dan tendensius dengan
maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut
karena itu model iklan ini juga disebut sebagai manipulatif. Secara etis
iklan manipulatif jelas dilarang karena iklan semacam benar-benar
memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat-
alat demi mencapai tujuan. Iklan persuasif sangat beragam sehingga
kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya.
Iklan persuasi terdiri dari:
A. Persuasi rasional
B. Persuasi non-rasional
Persuasi rasional tetap menghargai kebebasan individu dalam membeli
sebuah produk, sebaliknya persiasi non- rasional tidak mengihiraukan
otonomi atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada
isi argumen dn bukan pada cara penyampaian argumen tersebut.
Persuasi rasional bersifat impersonal. Iklan ini tidak memanipulasi
atau memanfaatkan aspek kelelemahan psikologis manusia untuk
memukau konsumen, melainkan memberikan pertimbangan rasional
mengenai keadaan barang yang ditawarkan. Berbeda dengan persuasi
rasional, persuasi non-rasional umumnya hanya memanafaatkan
aspek(kelemahan) psikologis manusia untuk mmbuat konsumen bisa
terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang
diiklankan itu. Daya persuasinya terletak pada isi argumen yang
bersifat rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka yang
dipentingkan adalah kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan
efek suara (desahan) mimik, lampu, gerak tubuh. Logika iklan tidak
diperhatikan dengan baik misalnya dengan meminum “jamu idaman”
suami akan betah dirumah seolah-olah jamu tersebut adalah solusi
satu-satunya atas keharmonisan suami istri iklan hakikatnya membujuk
orang untuk membeli produk. Prinsip kejujuran dalam iklan adalah
mutlak. Dalam al ini iklan tidak boleh menipu konsumen dan
dilakukan dengan persuasi rasional. Sebaliknya iklan yang
menggunakan cara persuasi non rasional dianggap tidak etis, pertama
karena iklan itu merongrong kebebasan konsumen untuk memilih
dengan bujuk rayu. Kedua iklan semacam itu didorong secara halus
untuk mengikuti kemauan iklan bukan atas dasar pertimbangan
rasional.

2.7 Etika yang timbul karena iklan persoalan


1. Iklan merongrong kebebasan (otonomi) manusia
Dalam banyak kasus terlihat dimana manusia seakan didikte oleh iklan
dan seakan tunduk pada kemauan iklan, khususnya iklan manipulatif
dan persuasif yang tidak rasional. Pada penomena iklan manipulatif,
manusia benar-benar menjadi objek untuk mengerup keuntungan
sebesar-besarnya dan tidak hanya sebesar diberi informasi untuk
membantunya memilih prodk tertentu. Manusia modern seakan
menjadi budak iklan
2. Iklan manipulatif dan persuasi non rasional menciptakan
kebutuhan manusia dan menjadikan manusia modern menjadi
konsumtif.
Secara ekonomis hal ini baik karena akan menciptakan permintaan dan
ikut menaikan daya beli masyarakat, dan memacu produktifitas kerja
manusia demi memenuhi kebutuhan. Dipihak lain muncul masyarakat
konsumtif yang emebeli produk bukan semata-mata kebutuhan.
3. Yang menjadi persoalan etis bahwa iklan membentuk dan
menentukan identitas manusia modern.
Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum memliki
barang sebagaimana ditawarkan oleh iklan.
4. Diindonesia dengan tingkat perekonomian yang rendah
merongrong rasa keadilan sosial masyarakat.
Iklan serba mewah, ironis dengan keadaan perekonomian kita

2.8 Kejujuran dan manipulasi dalam iklan


Iklan yang membuat pernyataan yang salah atau tidak benar, yaitu tidak
sesuai dengan kenyataan dan memang diketahui tidak benar oleh pembuat
iklan dan produsen barang tersebut, dengan maksud untuk memperdaya
atau mengecoh konsumen adalah sebuah tipuan dan harus dinilain sebagai
iklan yang tidak etis. Iklan yang secara sengaja menyembungikan
kenyataan negatif, jelas itupun dianggap penipuan. Penipu dan berbohong
disini berbeda, misalnya: iklan yang memberi informasi yang salah bukan
iklan yang menipu melainkan iklan yang bohong karena itu secara moral
tidak dikutuk. Namun apabila diketahui bahwa apa yang dikatakan dlam
iklan itu sesuai dengan kenyataan antara lain melalui pengaduan
konsumen iklan semacam itu harus dicabut jika tidak ini sudah dianggap
menipu dan harus dikutuk secara moral.
Yang lebih sulit bahwa dalam kenyatan praktis tidak gampang menilai
sejauh mana iklan yang bohong atau sudah mengarah pada menipu.
Menipu “positif” secara sengaja mengatakan hal yang tdak dalam
kenyataan dengan maksud memperdaya orang lain. Menipu “negatif”
secara sadar tidak mengatakan (menyembuyikan) kenyataan yang
sebenarnya (kenyataan yang tidak baik, berbahaya) sehingga orang
terperdaya.
Tiga kondisi yang dikategorikan menipu :
1. Pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud memperdaya
orang lain;
2. Pernyataan yang salah itu berkaitan dengan jani kepada pihak yang
dituju untuk mengatakan apa adanya;
3. Pernyataan yang salah itu diberikan kepada orang yang berhak
megetahui kebenarannya

2.9 Pihak-pihak terkait yang terlibat control iklan


Pilihan konsumsi pribadi semakin dalam dipengaruhi dari luar oleh
berbagai iklan, baik yang informatif ataupun manipulatif. Iklan perlu
dipertimbangkan secara matang, terutama menyangkut dampaknya pada
kehidupan manusia. Jika ternyata iklim periklanan sudah mengarah pada
merugikan kepentingan masyarakat.
Bagaimanapun perlu diambil tindakan legal politis tertentu untuk
membatasinya.
1. Kode etik periklanan sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh
iklan ini.
2. Profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar
memiliki komitmen untuk mewujudkan iklan yang baik, etis bagi
masyarakat.
3. Dibutuhkan perangkat legal politis dalam bentuk aturan atau undang-
undang periklanan.
4. Sikap tegas tanpa kompromi pemerintah melalui departemen terkait,
untuk menegakkan iklan yang baik dan etis bagi masyarakat.

2.10 Kebebasan konsumen


Iklan merupakan aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan
hubungan antara produsen dengan penawaran dan permintaan antara
produsen dengan konsumen, yang pada gilirannya ikut pula menentukan
harga barang yang dijual dalam pasar.
John k. Galbraith mengatakan bahwa produksi yang menciptakan
permintaan, yang kemudian dipuaskannya. artinya, permintaan, yang
kemudian dipuaskannya. Artinya,bukan permintaan yang melahirkan
produksi, tetapi sebaliknya apa yang dianggap sebagai permintaan
masyarakat sesunggunya disebabkan, ditimbulkan dan diciptakan oleh
adanya produksi. Demi menciptakan dan membangkitkan permintaan
inilah akan berperan sangat penting dan strategis. Persoalan moral dan etis
yang timbul disini bahwa dengan skenario ini kebebasan individu dalam
menetukan kebutuhan dalam masyarakat modern sekarang hampir tidak
ada. Oleh karena itu sewajarnya lah masyarakat modern berjuang secara
logika agar terbebas dari belenggu iklan. Kebebasan konsumen harus
diperjuangkan. Lembaga konsumen lah yang juga harus berperan lebih
efektif dan berani
BAB 3
KASUS

1. https://news.detik.com/berita/3145311/iklan-perumahan-menipu-
pengembang-dihukum-1-tahun-penjara

Pada bulan november tahun 2017 telah terjadi penipuan jual beli kavling. Kasus
ini terjadi di yogyakarta tepatnta di Wedomartani, Ngemplak Sleman Yogyakarta.
Kasus ini menceritakan seorang yang bernama Tugas arianto membaca sebuah
iklan yang bertuliskan “Perumahan Hinalang Asri lokasi strategis, pinggir jalan
aspal, akses jalan memadai, murah, fasilitas KPR PT Marsamda karya mandiri.”
Tugas pun tergiur dengan iklan yang ia baca lalu tugas pun menemui Dullah PB
Siahaan (56), hanya untuk membeli kavlingnya saja dan akan membangun sendiri
rumahnya. Dullah pun setuju dengan keinginan Tugas, maka dari itu mereka
sepakat. Dullah berjanji setelah semua unit terjual maka masing-masing akan
mendapatkan sertifikat tanah hak milik dengan biaya pemecahan sertifikat
ditanggung pembeli.
Tugas pun membeli tanah kavling seluas 132 meter persegi dengan harga Rp
70.000.000 juta. Untuk pembayaran dilakuka secara bertahap sebanyak empat kali
cicilan. Namun setelah dua tahun berlalu, Tugas tidak kunjung memiliki sertifikat
tanah itu. Tugas pun curiga dan melaporkan dullah ke kantor polisi. Pada 27 juni
2012, jaksa menuntut dullah selama 1 tahun penjara.
Dullah dinilai melanggar Pasal 62 ayat 1 UU Perlindungan konsumen. Hasilnya,
Pengadilan Negeri (PN) Sleman menyatakan bahwa Dullah terbukti melanggar
ketentuan tidak sesuai janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang. Dullah dihukum 6 bulan penjara dengan catatan
tidak perlu menjalani penjara asalkan selama 1 tahun terakhir tidak melakukan
perbuatan pidana.
Tetapi vonis ini dibatalkan Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta pada 29 oktober
2012. Majelis tinggi melepaskan Dullah dari segala tuntutan hukum. Atas vonis
ini jaksa lalu melakukan kasasi. ”Menjatuhkan hukuman selama 1 tahun penjara,”
putus majelis kasasi. Vonis ini diketok oleh hakim Agung Sri Murwahyuni
dengan anggota hakim Agung Suhadi dan Maruap Dohmatiga Pasaribu. Majelis
berkeyakinan bahwa Dullah bersalah karena telah terbukti melanggar ketentuan
tidak sesuai janji yang dinyatakan dalam iklan tersebut.
“keadaan seperti ini sangat merugikan konsumen (korban) bila ada serifikat atas
nama pemechan tersebut, korban dapat melakukan pinjaman uang dibank dengan
jaminan sertifikat yang sudah atas nama dirinya” demikian pertimbangan majelis
yang diketok pada tanggal 17 april 2014.
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS

4.1 Pembahasan kasus


Kami akan menganalisa kasus tersebut, sesuai dengan alat bahas yang
berada di bab 2
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan
itu sendirimencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis
masyarakat Indonesiatentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus
etika periklanan. Sebuah perusahaan harusmemperhatikan etika dan
estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.

5.2 Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis
periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut sehingga tidak merugikankonsumen. Sebuah
perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak-hak konsumen,dan
tidak hanya memikirkan keuntungan semata

Anda mungkin juga menyukai