Anda di halaman 1dari 8

ETIKA DAN TATA KELOLA

ETIKA & GLOBALISASI


Studi Kasus : FOXCONN

Kelompok IV:

Grace Putri Sejati (1306419823)


Gusman Jusanto (1306356646)
Hendri Kurniawan (1306356684)
Jafron Chrisliansyah (1306419893)
Kisia Revin Anggehta (1306356822)

MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
A. Latar Belakang
Era globalisasi telah menyebar keseluruh dunia, dalam dunia bisnis, bila tidak
ikut dalam hiruk pikuk globalisasi maka perusahaan mereka akan tergilas dan
tertinggal. Globalisasi bisa mencakup dalam bidang ekonomi komersil, sosial, dan
lingkungan politik, namun menurut Andrew Ghillyer, globalisasi (globalization) adalah
lebih kepada ekspansi perdagangan internasional ke titik di mana pasar-pasar
nasional telah diambil alih oleh blok perdagangan regional (Amerika Latin, Eropa dan
Afrika) yang pada akhirnya menuju ke suatu pasar global.
Sebuah perusahaan domestik yang maju suatu ketika pasti akan memasuki
persaingan bisnis di tingkat internasional atau global. Dari perubahan lingkungan
bisnis tersebut tentunya akan secara dramatis mempengaruhi etika bisnis perusahaan
tersebut, dari sebelumnya hanya etika bisnis domestik, dengan hanya melakukan
transaksi bisnis dalam lokal suatu Negara, yang berbahasa sama, memiliki
kebudayaan yang sama, perilaku yang sama, memiliki aturan dan norma-norma yang
sama, kebijakan pemerintah yang sama, kemudian berubah total menjadi lingkungan
bisnis global, dimana transaksi bisnis dilakukan sudah lintas negara, dengan bahasa
yang berbeda, budaya yang berbeda, norma dan aturan yang berbeda pula, maka
disinilah masalah dimulai dimana prinsip-prinsip dan kebijakan yang akan digunakan
dalam melakukan bisnis akan jauh berbeda, perusahaan tersebut akan mengambil
etika bisnis yang sangat berbeda untuk dapat bersaing di Negara-negara yang
berbeda hukum, peraturan dan lingkungan sosialnya. Dalam hal Negara-negara
tujuan bisnis adalah Negara-negara kurang berkembang dan Negara-negara
berkembang, etika bisnis yang ada di Negara-negara kurang berkembang tentu
berbeda dengan etika bisnis pada Negara-negara berkembang, seperti diketahui
negara yang kurang berkembang memiliki kekurangan dalam segi ekonomi, sosial,
teknologi dan infrastruktur, sedang Negara berkembang sudah dapat menikmati
standar hidup yang tinggi yang diukur dari kriteria ekonomi, sosial dan teknologinya.
Perusahaan yang berkecimpung dalam dunia bisnis yang semakin global disebut
sebagai Perusahaan Multinasional (Multinational Corporation /MNC), yaitu sebuah
perusahaan yang menyediakan dan menjual produk serta jasa mereka dengan skup
sangat luas, yang melewati batas-batas Negara, perusahaan ini mejalankan bisnisnya
di beberapa negara, perusahaan ini juga disebut sebagai Perusahaan Transnasional
(Transnational corporations).

1
Bagaimana dengan standar etika yang digunakan oleh perusahaan multinasional
tersebut saat mereka menjalankan kegiatannya dimana kebudayaan dan lingkungan
sosialnya bermacam-macam? Beberapa kritik memiliki pendapat bahwa kebanyakan
perusahaan multinasional itu mengabaikan semua etika standarnya demi mengejar
“dollar” berdasarkan 2 argumen berikut :
1. Bila perusahaan mereka tidak mendapatkan bisnis tersebut karena memakai
standar etika yang seharusnya, maka mereka akan kalah oleh perusahaan lain.
2. Mereka menjalankan perusahaannya dengan kepatuhan yang tinggi terhadap
hukum dan aturan lokal yang mana pelaksanaan sangat mudah dan jauh lebih
longgar dari hukum dan aturan di Negara mereka sendiri.
Dalam rangka mengejar keuntungan besar, seringkali menjadi alasan perusahaan
multinasional untuk mengesampingkan etika bisnis, sehingga sering terjadi
pelanggaran etika dalam menjalankan bisnis globalnya, terutama seringkali
bersinggungan dengan budaya dan lingkungan sosial serta aturan hukum yang
berbeda-beda di setiap Negara.

B. Kasus
Banyaknya Kasus Bunuh diri para pegawai Foxconn
Foxconn adalah sebuah perusahaan Taiwan Hon Hai, yang merupakan industri
manufaktur elektronik terbesar di dunia, Foxconn memproduksi sebagian besar
produk raksasa teknologi besar di seluruh dunia, termasuk Apple, Sony, Microsoft,
HP, dan Nokia. Foxconn memiliki 800.000 orang pegawai yang separuhnya bekerja di
kawasan industri yang sangat luas di Shenzhen, Cina dengan 15 buah gedung
bertingkatnya. Foxconn dengan bangganya mengumumkan bahwa perusahaan telah
memberikan upah minimum sebesar 900 yuan atau S$130 perbulan juga menawarkan
kepada para pegawainya makanan dan penginapan gratis, serta fasilitas rekreasi
yang luas.
Pada pertengahan tahun 2010 sebanyak 12 pegawai Foxconn ditemukan
dalam kondisi bekerja yang membuat mereka secara serentak untuk melakukan
bunuh diri bersama-sama dengan melompat dari atap gedung pabrik. Berdasarkan
laporan yang masuk, 2 pegawai lainnya mengalami luka yang serius dalam usaha
bunuh diri tersebut dan 20 orang lainnya sempat diselamatkan sebelumnya mereka
terjun dari atap gedung. Serentetan peristiwa yang tiba-tiba tersebut telah
2
menimbulkan perhatian yang tidak diinginkan, yang menggambarkan kenyataan
sesungguhnya tentang bagaimana lingkungan kerja di pabrik-pabrik Foxconn, yang
menurut beberapa pendatang merupakan pabrik yang suram dan menyeramkan. Para
aktivis buruh menerangkan bahwa perputaran pegawai setiap tahunnya dimana lebih
dari 40% memilih keluar dari pabrik daripada harus bekerja di lorong-lorong pabrik
yang mereka anggap lorong perakitan yang berbahaya, dimana disana diterapkan
menajemen dengan gaya militer, pelecehan verbal yang dilakukan oleh para senior,
dan tekanan yang sangat tinggi dalam pekerjaan dimana mereka harus bekerja di
pabrik selama 13 hari berturut-turut harus secara terus menerus untuk memenuhi
order konsumen besar mereka, sampai mereka kelelahan dan tertidur diatas lantai.
Kasus lain adalah meninggalnya pegawai Ma Xiangqian yang berusia 19 tahun
yang harus menemui ajalnya pada 23 Januari 2010, menurut keluarganya dia
meninggal karena kelelahan setelah bekerja 11 jam lembur setiap malam, 7 hari
seminggu bekerja ditengah uap dan debu dari barang-barang elektronik tersebut. Ma
telah bekerja selama 286 jam, termasuk 112 jam lembur, 3 kali melewati batas yang
diperbolehkan. Berita negatif tentang pelanggaran etika ini secara cepat tersebar oleh
media, terbukti pada saat peluncuran Ipad di Hongkong, yang diwarnai oleh perusakan
gambar Iphone dan seruan boikot untuk semua produk Apple yang dirakit oleh
Foxconn, hal ini akan mengancam keberlangsungan para customer Apple, Dell dan
HP dimana produk mereka sebagian di rakit oleh Foxconn yang telah menerapkan
lingkungan kerja yang buruk sehingga menimbulkan banyak korban jiwa pegawainya,
hal ini juga mengancam keberlangsungan perusahaan Foxconn untuk diputuskan
kontraknya oleh perusahaan besar tersebut.
Foxconn merespon dengan membuat jaring yang besar disekitar gedung untuk
mencegah pegawai yang berupaya terjun dari atas gedung, selain itu juga menyewa
para konselor untuk para pegawainya untuk mengatasi rasa stress mereka dari kondisi
kerja yang dianggap tidak menyenangkan, Foxconn juga membagi pegawainya
menjadi 50 grup untuk dapat saling mengawasi bila mereka sedang tertekan atau
stress dalam pekerjaannya, sehingga lebih mudah diatasi, kemudain Foxconn
melakukan demonstrasi motivasi dengan menggaungkan kata-kata motivasi seperti :
“Hidup itu sangat berharga, Sayangi Keluargamu, Peduli kepada sesama untuk
membangun masa depan yang indah”, yang di sebarkan kepada pegawainya dengan
menggunakan seluruh fasilitas Foxconn.

3
Dengan banyaknya kasus yang terjadi, tersirat, secara jelas ancaman atas
pemutusan kontrak oleh para konsumen, namun reputasi Foxconn sebagai
perusahaan kelas dunia telah membuktikan bahwa perusahaan tersebut mampu
mempertahankan kualitas barang sekaligus bis menekan biaya upah para pekerjanya,
dan itu yang membuat para konsumen tersebut akan berpikir dua kali untuk mencari
supplier lain, karena pilihannya sangat terbatas.
Perusahaan telah meminta FLA (Fair Labor Association) untuk melakukan audit
terhadap Foxconn, tim FLA mengunjungi pabrik Foxconn yang di Shenzhen dan di
Chengdu dan melakukan survei terhadap 35.000 pekerja yang merakit produk-produk
dari Apple termasuk Iphone dan Ipads. Laporan audit tersebut dirilis pada tanggal 29
Maret 2012 dan menemukan kenyataaan bahwa : selama 12 bulan para pekerja telah
melampaui 60 jam kerja seminggu seperti yang ditetapkan dalam kontrak antara Apple
dengan Foxconn, FLA juga melaporkan bahwa banyak pekerja juga telah melampaui
batas jam lembur yang diperbolehkan di Cina, yaitu 36 jam perbulan. Sebagai
kesimpulannya, FLA menyatakan bahwa kondisi di Foxconn tidak lebih buruk dari
pabrik lainnya di Cina.

C. Analisa Kasus
Pertanyaan dalam kasus Foxconn :
1. Apakah respon dari Foxconn cukup untuk menghentikan setiap usaha bunuh diri
selanjutnya? Mengapa?
2. Jika perusahaan sudah melaksanakan “wafer thin margins”, bagaimana
seharusnya menghadapai kenaikan upah buruh?
3. Bisakah anda menggambarkan bagaimana respon Foxconn sebagai sebuah
contoh dari etika proaktif atau etika reaktif? Mengapa?
4. Jika Apple membuat komitmen publik untuk perbaikan kondisi kerja di pabrik-
pabrik Foxconn, seharusnya “tidak lebih buruk daripada pabrik lainnya di Cina”
menjadi acuan yang dapat diterima, mengapa?

Jawab :
1. Respon dari Foxconn tidak cukup untuk menghentikan setiap usaha bunuh diri
yang akan terus dilakukan oleh para pegawainya, karena selama ini respon yang
4
dilakukan Foxconn tidak menyentuh pokok dari permasalahan sebenarnya,
seolah-olah yang dilakukan Foxconn hanya untuk meredakan pemberitaan media
saja, supaya tidak terlalu terekspos dan bisa menurunkan citra Foxconn, selain itu
Foxconn hanya berupaya supaya dia tidak kehilangan konsumen besarnya tanpa
memperhatikan para pekerjanya, banyak pelanggaran etika yang masih terjadi,
dan upaya bunuh diri itu masih saja berlanjut, terbukti pada :
a. Pada tanggal 11 Januari 2012, sekitar 300 pekerja di Wuhan, Cina, ini beramai-
ramai naik ke atap perusahaan dan mengancam akan melakukan bunuh diri
massal. Pangkal permasalahan ini terjadi pada saat para buruh meminta
kenaikan gaji. Foxconn menolak dan meminta para buruh memilih antara tetap
bekerja dengan bayaran yang lama atau berhenti bekerja dan diberikan
pesangon. Menurut media Cina, Want China Times, sebagian buruh memilih
mundur, namun perusahaan yang merakit PS3, Nintendo Wii, dan iPhone ini
ternyata tidak membayarkan pesangon seperti yang dijanjikan pada awalnya.
Karena itu, pada 2 Januari lalu, mereka melancarkan ancamannya untuk bunuh
diri massal. Ancaman bunuh diri terpaksa dilakukan karena para buruh memiliki
daya tawar yang rendah. Mereka tidak memiliki serikat pekerja, sementara bila
mogok, mereka akan dengan mudah digantikan pekerja baru.
b. Pada tanggal 24 dan 27 April 2013, Foxconn menerapkan Sistem kerja 'silent
mode' yang melarang karyawan Foxconn untuk berbicara selama jam kerja. Hal
inilah yang diduga sebagai pemicu kembalinya terjadinya kasus bunuh diri di
perusahaan tersebut selain faktor kecilnya gaji yang diterima dan ancaman
pemecatan yang sering dilakukan perusahaan terhadap karyawannya.
c. Pada tanggal 19 Mei 2013), tragedi ini terjadi di pabrik Zhengzhou, tempat
dirakitnya iPhone. Diberitakan, karyawan yang meninggal dunia ini adalah
karyawan ketiga dari pabrik yang sama yang melompat dari gedung dalam 20
hari terakhir. Alasan di balik bunuh diri itu belum jelas. Namun beberapa pihak
menduga kejadian itu berkaitan dengan kebijakan "silent mode", di mana para
pekerja mendapat ancaman akan diberhentikan jika mereka berbicara di
tempat kerja. Untuk hal ini Apple segera membagi pesanannya kepada pabrik
lain. Sebelumnya, China Labor Watch juga menurunkan laporan akan kasus
yang sama, akan tetapi kejadian bunuh diri ini terjadi di pabrik Huizhou milik
Samsung.

5
2. Sekecil apapun margin yang ditetapkan oleh perusahaan, kenaikan upah buruh
jelas tidak bisa ditawar lagi, jangan sampai upah minimum buruh diabaikan, selain
itu sebagai sebuah perusahaan besar dan memiliki consumer kelas dunia seperti
Apple, Sony, Microsoft dan HP, Foxconn bisa melakukan negosiasi ulang untuk
lebih dapat menyisihkan sedikit dari kontraknya untuk membayar kenaikan upah
buruh, sehingga mereka bisa menerima upah yang lebih layak.

3. Respon Foxconn adalah sebuah contoh dari etika reaktif, karena Foxcon baru
merespon setelah kejadian, yaitu melakukan tindakan perbaikan kondisi,
lingkungan dan suasana kerja atau berjanji untuk meningkatkan upah agar para
pegawainya tidak melakukan upaya bunuh diri lagi. Setelah kejadian tahun 2010,
2012 dan 2013 dimana pegawainya kembali melakukan upaya bunuh diri
dikarenakan sangat tertekan oleh lingkungan kerja yang sangat tidak layak,
seharusnya Foxconn dapat mengantisipasi dan melakukan perubahan dan
perbaikan yang jauh kedepan, sehingga bagaimana pelanggaran etika yang
dilakukan oleh Foxconn bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan. Kalau tindakan
proaktif lebih adanya pengendalian dan antisipasi kedepan, sedangkan Foxconn
tidak.

4. Apple membuat komitmen publik untuk perbaikan kondisi kerja di pabrik-pabrik


Foxconn, seharusnya “tidak lebih buruk daripada pabrik lainnya di Cina” menjadi
acuan yang dapat diterima, karena di Cina rupanya sudah hampir seluruh pabrik
menerapkan aturan dan hukum seperti itu, terbiasa untuk mempekerjakan
karyawannya dengan melampaui maksimal waktu kerja mereka. Etika bisnis di
Cina dipengaruhi oleh kebiasaan yang menjadi kebudayaan, etos kerja yang tinggi
di Cina sebagai negara industri juga mendukung terciptanya hal tersebut,
sehingga sangat tidak bisa dibandingkan standar waktu kerja di Amerika dengan
di Cina, asalkan tidak jauh melampaui batas waktu kerja atau batas lembur yang
dibolehkan di Cina, hal tersebut jelas diperbolehkan dan tidak akan menimbulkan
masalah.

D. Kesimpulan
Dalam dunia bisnis di era globalisasi, banyak pihak yang saling tergantung satu
dengan yang lain, mereka melakukan bisnis diluar batas-batas wilayah negara,
6
bahasa, hukum dan etika. Dunia bisnis selalu mengejar keuntungan yang besar demi
memajukan perusahaannya, semakin luas, semakin kompleks pula permasalahan
yang akan dihadapi. Salah satunya adalah penggunaan etika bisnis yang sangat
berbeda dengan negara asal perusahaan mereka. Perbedaan budaya, bahasa,
hukum, aturan dan perilaku sosial di negara berkembang jelas sangat berpengaruh
dalam mengambil keputusan bisnis di suatu negara. Tidak jarang perusahaan besar
justru melanggar standar etika yang telah ada, demi mencapai tujuannya semata.
Untuk itu dibutuhkan kesadaran untuk melaksanakan etika bisnis yang tepat
yang harus dimiliki oleh para pelaku bisnis, agar pelanggaran etika dapat
diminimalkan. Dengan menerapakan Kode Etik Global (Global Code of of Conduct),
yaitu standar umum dari praktik bisnis yang dapat diaplikasikan untuk semua negara
dan dapat disesuaikan dengan norma-norma sosial yang berlaku di negara tersebut.

E. Daftar Pustaka:
1. Ghillyer, Andrew. W. (2014), Business Ethics Now, 4rd edition, McGraw-Hill.
2. Berbagai sumber berita dari media online.

Anda mungkin juga menyukai