Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia
selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik
dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak
mudah. Apalagi seperti kebhinekaan yang ada di Indonesia. Untuk menciptakan kondisi
kehidupan yang harmonis anggota masyarakat yang berbeda dari adat, agama, ras dan
sebagainya haruslah saling menghormati dan menghargai untuk mencapai Indonesia lebih baik.

Karakteristik sosok kepemimpinan transformasional ini menjadi begitu penting karena


kemajuan teknologi informasi plus peningkatan daya pikir prilaku masyarakat menyebabkan
seorang pamong praja tidak boleh ketinggalan jaman dalam bekerja. Pemimpin atau pamong
praja yang transformasional sudah menjadi jawaban menghadapi globalisasi dan kompleksitas
permasalahan dalam pembangunan masyarakat, oleh karena itu sosok pamong praja juga
harus meningkatkan profesionalisme kerja agar lebih meningkatkan kerakteristik utama berupa
pemberian pelayanan kepada masyarakat yang paripurna. Juga menjadikan koordinasi sebagai
alat utama guna meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Pamong praja juga harus memiliki kemampuan dan pengetahuan yang bersifat umum
(generalis) sekaligus juga memiliki keahlian khusus (spesialisasi) yang bisa diandalkan, memiliki
semangat dan jiwa kewiraswastaan guna untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti
ulasan lugas David Osborn dalam bukunya Reinventing of Government (mewirausahakan
birokrasi), memiliki kemampuan bernegosiasi dalam arti positif seperti mampu membuat
perencanaan dan penjelasan lengkap untuk di sajikan kepada pemerintah atas agar program
kerja yang di susun mendapatkan dukungan dana tambahan, mampu menjalankan
kepemimpinan yang bersifat mengayomi, adil dan jujur serta berakhlak yang baik tanpa cacat,
mengutamakan kualitas kerja dan kualitas pelayanan prima kepada masyarakat yang nyata dan
bukan hanya di atas kertas, mempunyai strategic vision dalam mengantisipasi perubahan
pemerintahan maupun masyarakat yang semakin cepat dan mengalami pasang surut artinya
memiliki konsep bekerja yang jelas. Pamong praja harus mampu melahirkan gagasan-gagasan
inovatif plus kreatifitas yang imaginatif dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan yang
diembannya.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis
dapatkan. Permasalahan tersebut antara lain:
1. Bagaimana solusi krisis kepemimpinan di Indonesia?
2. Apakah pamong praja mampu menjadi Agent Of Change?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk lebih mengerti dan memahami bagaimana pamong praja itu sebenarnya.
1.2.2 Tujuan Khusus :
1. Meningkatkan pengetahuan tentang pamong praja,
2. Meningkatkan kemampuan dalam menganalisa permasalahan yang terjadi, dan
3. Memenuhi tugas dari dosen.

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kapabalitas
Kapabilitas adalah gambaran kemampuan diri si pemimpin baik intelektual maupun moral,
yang dapat dilihat dari catatan jejak (track record) pendidikannya maupun jejak sikap dan
perilakunya selama ini. Pemimpin yang baik tidak akan muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui
proses perjalanan yang panjang.
Ada pula pendapat lain menurut Akhmat Sudrajat menghubungkan kapabalitas dengan
kata kecakapan. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan
suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi potensi yang ada dalam diri individu
tersebut. Proses pembelajaran mengharuskan seseorang mengoptimalkan segala
kecakapan yang dimiliki.

2.2 Pengertian Pamong Praja


Pamong berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya adalah among. Kata ini serupa
dengan momong yang artinya mengasuh, misalnya seperti kata mengemong anak berarti
mengasuh anak kecil. Kata momong, ngemong dan mengasuh merupakan kata yang
multidimensional. Sedangkan praja adalah Pegawai Negeri, Pangreh Praja atau Pegawai
Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pamong Praja berarti Pegawai Negeri
yang mengurus pemerintahan Negara.
Kepamongprajaan dengan demikian adalah suatu proses penyelenggaraan pemerintahan
yang dilandasi oleh kepemimpinan atas dasar pengemongan, pengayoman, pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat, yang dilakukan oleh sekelompok orang/pegawai/pejabat yang
disebut “Pamong Praja”.
Pamong praja adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan pemerintahan pada
organisasi peerintahan lini kewilayahan yang dididik secara khusus yang meiliki kualifikasi
kepemimpinan dan kemampuan manajerial untuk melayani masyarakat serta konsisten menjaga
keutuhan bangsa dan negara, dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang
mengkoordinasikan cabang-cabang pemerintahan lainnya.
Menurut Gaspersz (1997 : 197) figur yang cocok untuk memenuhi tuntutan masyarakat
seperti itu maka Pamong Praja harus mampu menjadi sosok pemimpin/ kepemimpinan
transformasional, yang memiliki karakteristik : memiliki visi yang kuat; memiliki peta
tindakan (map for action), memiliki kerangka untuk visi (frame for the vision), memiliki
kepercayaan diri (self confidence), berani mengambil resiko, memiliki gaya pribadi inspirasional,
memiliki kemampuan merangsang usaha-usaha individual, kemudian memiliki kemampuan
mengidetifikasi manfaat-manfaat.
Pamong praja atau pangreh praja sebagaimana pengertian secara etimoligis tersebut di
atas mungkin masih relevan pada saat jaman kolonial dan awal kemerdekaan di mana peran
pemerintah masih sangat dominan, sistem pemerintahan yang sangats entralistik, serta
paradigma pemerintahan yang menempatkan pemerintah sebagai pusat kekuasasaan. Tapi
ketika sistem pemerintahan berubah dan terjadi pergeseran paradigma pemerintahan dari
sentralistik ke desentralistik, kewenangan untuk mengurus juga ada pada rakyat, rakyat lebih
mandiri, maka dengan kondisi ini tentunya pengertian pamong praja sebagaimana awal
berkembangnya sudah berbeda dengan kondisi saat ini, definsi pamong praja sesuai dengan
konteks dan jamannya perlu ditinjau ulang.
Jadi menurut penulis pamong praja adalah orang yang memiliki kemampuan lebih dalam
memberikan pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan kepada masyarakat, sehingga
masyarakat bisa dan mampu menjadi lebih baik dan sejahtera sesuai dengan amanat UUD
1945.

2.3 Esensi Kepamongprajaan


Taliziduhu Ndraha (2010), mencoba mengelaborasi dan merumuskan esensi kepamongprajaan,

bicara tentang kepamongprajaan, maka esensinya antara lain :

1. Entitas (nama suatu entitas),

2. Kualitas (perilaku yang terlihat dalam ruang pemerintahan),

3. Nilai atau norma (kekatan yang mengikat), Fungsi kbhinekaan dan ketunggalikaan),

4. Lembaga atau unit kerja,

5. Struktur kepamongprajaan,

6. Profesi pemerintahan,

7. Pendidikan kepamongprajaan.
Sejalan dengan pandangan Taliziduhu Ndaha di atas dan memperhatikan sejarah dan

perkembangan pamong praja atau kepamongprajaan di Indonesia, maka setidaknya kepamongprajaan

yang akan datang dapat di pandang sebagai :

1. Profesi , yakni merupakan pekerjaan yang memerlukan kompetensi tertentu, yakni qualified

leadership dan managerial administratif, sehingga diperlukan pendidikan khusus pamong praja.

2. Struktur dalam pemerintahan daerah, yakni level pemerintahan pada lini kewilayahan, seperti

lurah/kades, camat, bupati/walikota dan gubernur (termasuk satuan kerja perangkat Gubernur sebagai

wakil pemerintah pusat) yang melaksanakan fungsi pemerintahan umum dalam hal pembinaan wilayah,

koordinasi pemerintahan, pengawasan pemerintahan dan residual pemerintahan;

3. Institusi Pendidikan, yakni pendidikan yang khusus menyelenggarakan proses belajar mengajar yang

outputnya dipersiapkan untuk menjadi pamong praja

4. Perangkat nilai, yakni suatu rangkaian unit nilai-nilai yang menjadi enersi yang menguatkan semangat

pengabdian aparat sebagai abdi Negara dan masyarakat sebagaimana dalam “Hasta Budhi Bhakti”

sebagai pedoman atau guidance penyelenggara pemerintahan yang bersumber dari leluhur karena

tumbuh dari tradisi pemerintahan yang pernah eksis;

5. Instrumen keutuhan berbangsa, yakni keberadaan pamong praja tidak saja menjadi mesin birokrasi

dalam pelayanan pemerintahan, tapi menjadi perekat Negara kesatuan Republik Indonesia;

2.4 Kapabalitas Pamong Praja


Kapabalitas yang harus dimiliki pamong praja :
a. memiliki daya inovasi yang tinggi, karena ciri utama seorang pemimpin adalah inovasinya;
b. memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dan menanggung resiko dari keputusan yang
diambilnya;
c. memiliki sifat konsisten antara ucapan dan perbuatannya;
d. memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi;
e. memiliki rasa dan daya untuk melindungi bawahannya ataupun pengikutnya;
f. memiliki rasa dan daya untuk mengembangkan bawahannya.
Dalam korps pamong praja dikenal juga adanya HASTA BUDI BHAKTI (KODE KEHORMATAN

KORPS PAMONG PRAJA) sebagai landasan dan mencerminkan kapabalitas seorang praja dalam

mengabdi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Isi dari HASTA BUDI BHAKTI (KODE

KEHORMATAN KORPS PAMONG PRAJA) adalah sebagai berikut :


1) Korps Pamong Praja sebagai pengamal Pancasila dan pembela Negara Kesatuan Republik
Indonesia menjadi pengayom dari seluruh rakyat tanpa membedakan golongan, aliran dan
agama.
2) Korps Pamong Praja berkewajiban memberikan petunjuk dan bimbingan kepada rakyat dalam
pergaulan hidup bersama menuju ketertiban dan ketentraman umum.
3) Korps Pamong Praja merupakan penyuluh dalam gelap dan penolong di dalam penderitaan bagi
seluruh lapisan masyarakat sehingga tercapai ketenangan dan ketentraman lahir dan batin.
4) Korps Pamong Praja membina semangat kehidupan masyarakat sehingga terjelma sifat dan
sikap dinamis, konstruktif, korektif.
5) Korps Pamong Praja bertugas menumbuhkan dan memupuk daya cipta rakyat menuju kearah
kesejahteraan masyarakat.
6) Korps Pamong Praja bertugas menampung dan mencarikan penyelesaian segala persoalan
hidup dan kehidupan rakyat sehari-hari sehingga diperlukan sifat sabar, tekun, ulet dan
bijaksana.
7) Korps Pamong Praja menjadi penggerak segala kegiatan dalam masyarakat menuju tercapainya
masyarakat yang adil dan makmur yang di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
8) Korps Pamong Praja harus bertindak tegas, adil dan jujur dalam memberantas kejahatan dan
kemaksiatan tanpa pandang bulu, sebaliknya harus menjadi teladan dalam kebaikan dan
kemaslahatan.

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Krisis Kepemimpinan di Indonesia
Hingga saat ini, belum terlihat kepemimpinan di Indonesia yang mampu untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada di Indonesia. Dari beragam krisis yang ada, seperti
krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial, krisis budaya hingga krisis agama. Selain itu,
Kepemimpinan di Indonesia juga belum ada yang bisa untuk melepaskan persoalan kemiskinan,
pengangguran, keterbelakangan, ketidak adilan, kekerasan, hingga penyalah gunaan
kekuasaan yang seakan-akan tidak mau beranjak dari negri ini. Praktek KKN makin merajalela
di negeri ini.
Saat ini negara membutuhkan Kepemimpinan dari seorang pemimpin yang berani, tegas,
dan pandai untuk dapat menemukan solusi atas permasalahan yang dialami oleh “Rakyat”.
Bukan dari seorang pemimpin yang loyo dan hanya bisa turut bersedih atas permasalahan yang
di alami rakyat tetapi tidak bisa untuk memberikan solusi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Ahli filsafat dan tokoh agama, Romo Franz magnis Suseno.
Didalam banyak kesempatan, sering kita dengar bahwa Negeri ini sudah kehilangan figur
kepemimpinan, generasi yang ada sekarang tidak memiliki panutan yang bisa dijadikan sebagai
sebuah gambaran citra diri yang di inginkannya. Walaupun dalam pelajaran sejarah atau
pendidikan kewarganegaraa yang diberikan disekolah-sekolah, para siswa diberikan gambaran
sejarah para pejuang bangsa, mulai dari zaman penjajahan, sampai perjuangan kemerdekaan,
proklamasi dan seterusnya. tetapi usaha yang dilakukan oleh para pengajar itu tidak dapat
mengisi figur pemimpinan bangsa didalam otak para generasi muda tersebut.
Jika kita mencoba merefleksikan kembali kepada perjalanan bangsa ini, dimana diawal
berdirinya negara ini dipimpin oleh seorang tokoh yang sangat dicintai oleh rakyat dimasa
pemerintahannya, yaitu Bung Karno. Bung Karno sangat berjasa dalam memperjuangkan
berdirinya negara ini, mulai dari zaman perjuangan, proklamasi, dan turut serta
merancang bentuk sistem pemerintahan. Memang ada pasang surut dalam perjuangannya,
tetapi tidak dapat dinisbikan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Bung Karno sangat
bermanfaat bagi bangsa ini. Kemudian citra Bung Karno luluh lantak karena adanya petaka
Nasional yang ditandai oleh adanya gerakan G30S. setelah itu citra Bung Karno merosot,
hancur lebur dengan berjalannya waktu, sebagai efek sampingan tindakan-tindakan reflesif
pemerintahan orde baru.
Kemudian Bangsa ini memuja-muja Pak Harto sebagai sebuah figur yang membanggakan,
sebagai seorang tokoh yang memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengisi kemerdekaan
bangsa ini dalam bentuk pembangunan. seluruh aspek kehidupan di negeri ini mengalami
kemajuan pesat selama pemerintahan Pak Harto, pembanguan fisik terlihat dimana-mana.
Tingkat pendidikan masyarakat juga semakin meningkat. tentu saja hal ini merupakan hasil
perjuangan yang dilakukan dengan format tertentu dengan melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk stabilitas nasional. Dengan adanya stabilitas, maka pembangunan dapat
dilakukan dengan baik. Tentu saja ada efek-efek negatif dari format pembangunan yang
dilakukan Pak harto ini. Dengan gerakan mahasiswa yang didorong oleh beberapa tokoh tokoh
nasional, akhirnya Pak Harto mengundurkan diri.
Setelah pemilu 1999, Sidang Umum MPR mengangkat Gus Dur sebagai Presiden ke 4.
tetapi tidak lama setelah itu, MPR yang sama menjatuhkan Gus Dur dengan alasan-alasan
tertentu. Habibie dan Megawati tidak dapat disebut sebagai pemimpin nomor satu di negeri ini,
karena keduanya hanya melanjutkan kepemimpinan presiden yang berhenti dan diberhentikan.
Pemilu 2004 dan pemilu 2009 yang merupakan pemilu dengan format pemilihan langsung
terhadap kepala negara tersebut, telah menghasilkan SBY- JK ( pemilu 2004) dan SBY-
Boediono (2009) sebagai pemimpin negeri ini. pelaksanaan pemiliu dilaksanakan dengan
lancar, walaupun ada hambatan disana-sini, tetapi secara umum pemilu dilaksanakan dengan
baik. SBY merupakan pemimpin yang masih dapat dibanggakan oleh bangsa Indonesia saat ini.
sebagai presiden yang dihasilkan dari sebuah pemilihan langsung oleh rakyat, jadi sudah
sepantasnyalah rakyat Indonesia memiliki rasa kecintaan kepada pemimpinanya.
3.2 Pamong Praja Sebagai Agent Of Change
Strategi pengembangan karakter kepemimpinan melalui basis rekrutmen pamong praja hari ini

haruslah di evaluasi kembali. Pengembangan karakter kepemimpinan melalui aspek intelektualitas,

emosional dan spiritual menjadi strategi yang tak terhindarkan. Mendidik pamong praja melalui

penanaman kekuasaan yang bersifat de jure semata (law centris) tak menjawab dinamika

perkembangan politik pemerintahan dewasa ini. Faktanya, kaderisasi elit dalam masyarakat melalui

instrument partai politik maupun lembaga kemasyarakatan lainnya tampaknya mengalami

kemacetan/kebuntuan (stagnan), bahkan berjalan tanpa proses yang memadai.

Tingkat legitimasi terhadap kepemimpinan politik pemerintahan mengalami degradasi baik dari

aspek legitimasi religi, elit maupun demokrasi. Hal ini ditandai oleh susutnya kader partai dengan cara

merekrut artis dan birokrat dalam sejumlah kasus pemilihan anggota legislatif dan kepala daerah.

Akibatnya, banyak lulusan APDN, IIP, STPDN dan IPDN yang sekalipun muda namun di nilai

masyarakat mampu mengemban misi pemerintahan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Ini menunjukkan bahwa akseptabilitas moral masyarakat (legitimasi) terhadap alumni mengalami

perluasan tidak saja dalam konteks penegasan kekuasaan secara de jure, tetapi juga de fakto.

Asumsi ini di dukung oleh banyaknya pendaftaran kandidat Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah dalam 5 tahun terakhir yang berasal dari kalangan alumni pendidikan Pamong Praja. Tabel

dibawah ini menunjukkan kontribusi kader Pamong Praja aktif dan non aktif dalam jabatan publik pada 5

tahun terakhir ;

Kontribusi Pamong Praja Aktif dan Non Aktif Dalam Jabatan Politik 2005-2010 :

Provinsi Kepala Wakil Anggota Jumlah

Daerah Kepala DPRD

Daerah
DKI Jakarta - - - -
Jawa Barat 3 1 - 4
Jawa Timur - - - -
Jawa Tengah - - - -
Sulawesi 3 2 5 10
Selatan
Sulawesi Barat 1 1 3 5
Sulawesi 1 - 2 3
Tengah
Sulawesi 1 - 2 3
Tenggara
Sulawesi Utara - - 2 2
Gorontalo - - 3 3
Kalimantan 1 4 4 9
Barat
Kalimantan 1 1 2 4
Timur
Kalimantan 1 1 1 3
Tengah
Kalimantan - 1 2 3
Selatan
Sumatera Barat 2 1 5 8
Sumatera Utara 3 1 - 4
Sumatera 1 - - 1
Selatan
Papua 2 - - -

Sumber: Di olah terbatas dari wawancara alumni di daerah, 2010


Apabila kita memperhatikan tabel di atas maka bisa dikatakan bahwa pamong praja bisa
sebagai solusi ke depan untuk memperbaiki tantanan pemerintahan di Indonesia di tengah-
tengah krisis kepemimpinan di negeri ini. Itulah hakikat kenapa IPDN hingga saat ini tetap
dipertahankan eksistensinya. Gelontoran uang milyaran, hasil sumbangan pajak dari seluruh
rakyat dari berbagai lapisan, dititipkan dan diamanahkan kepada kita. Dengan harapan, diesok
hari nanti, pemuda-pemudi pilihan ini mampu melaksanakan dharma bhaktinya untuk bumi
pertiwi, mampu menjadi the real agent of change.
Jika kita ingin Indonesia bebas dari korupsi. Maka, teriakanlah perlawanan terhadap
korupsi, jadilah garda terdepan untuk memeranginya, matikan segala sistem buruk yang
memungkinkan hal busuk itu terjadi. Kita ingin Indonesia sejahtera? Maka praja IPDN memiliki
prinsip bersama kita bekerja keras, bekerja cerdas, kita internalisasikan semangat ambeg
paramartha yang tiap hari kita teriakan di lapangan upacara. “berjanji untuk mengedepankan
kepentingan Negara dan masyarakat diatas kepentingan pribadi dan golongan”.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pemahaman terhadap Pamong Praja yang mensyaratkan

kualifikasi kepemimpinan dan kemampuan managerial seperti dikemukakan Ndraha dalam Ismail

(2010:8) cukup relevan dalam pemaknaan kekuasaan de fakto dan de jure. Kekuasaan de

fakto (kharismatik, politis) dapat dikembangkan melalui pengembangan karakter kepemimpinan,

sedangkan kekuasaan de jure (legal-rasional,authority) dapat di desain melalui pengembangan karakter

managerial.

Oleh karena kita percaya bahwa penumbuhan karakter kepemimpinan (leadership) seyogyanya

berhadapan dengan basis masyarakat terkecil hingga yang paling luas guna mendorong tumbuhnya

kekuasaan de fakto di atas kekuasaan de jure. Itulah mengapa kita cenderung melarang alumni

STPDN/IPDN setelah lulus menjadi ajudan kepala daerah, sekalipun penting untuk menumbuhkan

karakter managerial pada waktunya. Tetapi dengan menempatkan alumni di level Desa, Kelurahan dan

Kecamatan sebagai entitas pemerintahan paling bawah, mereka relatif berhadapan langsung dengan

basis sosial yang dengan sendirinya dapat mengembangkan karakter kepemimpinan secara de fakto,

sekaligus mengasah karakter managerial atas kekuasaan de jure.


Tingkat legitimasi terhadap kepemimpinan politik pemerintahan mengalami degradasi baik dari

aspek legitimasi religi, elit maupun demokrasi. Hal ini ditandai oleh susutnya kader partai dengan cara

merekrut artis dan birokrat dalam sejumlah kasus pemilihan anggota legislatif dan kepala daerah.

Akibatnya, banyak lulusan APDN, IIP, STPDN dan IPDN yang sekalipun muda namun di nilai

masyarakat mampu mengemban misi pemerintahan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Ini menunjukkan bahwa akseptabilitas moral masyarakat (legitimasi) terhadap alumni mengalami

perluasan tidak saja dalam konteks penegasan kekuasaan secara de jure, tetapi juga de fakto.

4.2 Saran
Pendidikan kepamongprajaan yang kita kenal bernama IPDN harus didukung sepenuhnya
oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri, karena IPDN bisa dan mampu
menjadi solusi dalam krisis kepemimpinan yang melanda Indonesia. Sistem pendidikan IPDN
yang mengenal sistem JARLATSUH akan membentuk karakter seorang anak bangsa untuk
menjadi pemimpin yang mampu menjawab permasalahan yang multidimensi.
Masyarakat juga harus bisa melupakan kekerasan yang pernah terjadi di IPDN.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan, 2008. Kenang-Kenangan Pangreh Praja, Balai Pustaka, Jakarta .

Ilham, Muhammad, 2008. Manajemen Strategis Peningkatan Mutu Pendidikan Kepamongprajaan, Indra

Prahasta, Bandung

Labolo, Muhadam, 2010. Memahami Ilmu Pemerintahan, Rajawali Press, Jakarta,

Ndraha, Taliziduhu, 2005. Kybernologi, Jilid 1-2, Rineka Cipta, Jakarta

………………………….,2010. Nilai-Nilai Kepamongprajaan, Credencia, Jakarta

M Giroth, Lexie, 2004. Edukasi dan Profesi Pamong Praja, STPDN Press, Bandung
…………………….., 2009. Status dan Peran Pendidikan Pamong Praja Indonesia, Indra Prahasta,

Bandung

Pamudji, 1985. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta.

Suratno, Pardi, 2009. Sang Pemimpin Menurut Astabhrata, Jakarta

Suryaninggrat, Bayu, 1980. Pamong Praja dan Kepala Wilayah, Aksara Baru, Bandung

Tjokrowinoto, Meljarto, 2010. Birokrasi dalam Polemik, Pustaka Pelajar Unismuh, Malang

Varma, 2008. Politik Modern, Rajawali, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai