Anda di halaman 1dari 5

Nama : I Gede Artha Sanjaya

Nim : 1707522011

Kelas : D1M

INDONESIA MEMBUTUHKAN PEMIMPIN


KOSMOPOLITAN YANG VISIONER
(Seri : Pendidikan Politik Rakyat)

Oleh : A. R. KADIR

“Pemimpin masa lalu adalah seseorang yang tahu cara berbicara sedangkan pemimpin masa
depan adalah seorang yang tahu cara bertanya”
(Peter Drucker, 1993)

Kosmopolitan di umpamakan sebagai kendaraan yang membawa dan melayani anggota


worldclass. Cosmopolitan menuntun perusahaan yang di hubungkan oleh rantai global.
kendaraan ini di setiap tempat sangat menyenangkan serta mampu memahami dan menjembatani
perbedaan di antara anggota. Cosmopolitan akan melalui keahlian dan wawasan luas, akan tetapi
bukan perjalanan yang mendefinisikan nya melainkan “kerangka berpikir”.

Cosmopolitan kaya akan 3 aspek tak nyata , yaitu :

1. Knowledge dan ide yang terbaik dan terbaru.


2. Kompetensi : kemampuan untuk beroperasi pada standar tinggi di setiap tempat di
manapun.
3. Koneksi : akses ke sumber daya orang dan organisasi di seluruh dunia.

Cosmopolitan membawa ketiga komponen ini ke tempat-tempat di mana pun mereka beroperasi.
Cosmopolitan ini memiliki peluang yang tak terbatas karena kemampuan mereka untuk
mendapatkan sumber daya atau memperoleh akses ke-knowledge di manapun di seluruh dunia.
Sementara local di pihak lain, dibatasi oleh adanya suatu tempat tertentu. Akan tetapi,
cosmopolitan bukanlah antilokal, mereka merupakan supralokal yang dihubungkan dengan
komunitas. Ketika ekonomi berkembang menjadi global, politik di seluruh belahan bumi tetaplah
bersifat local.

I. PEMIMPIN SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

1. Pemimpin bangsa adalah para pemimpin yang saat ini berada pada lembaga
legislatif, eksekutif dan yudikatif serta pemimpin masyarakat lainnya yang memiliki
kewenangan terhadap staf, pengikut dan umatnya. Kesulitan yang disandang oleh
para pemimpin untuk menjadi agen perubahan bukan terletak kepada cara
bagaimana memperoleh konsep dan keterampilan pribadi yang baru, namun lebih
disebabkan oleh keengganan pemimpin menanggalkan kebiasaan dan sistem
pemanen yang dimilikinya yang sudah usang. Adalah suatu proses yang amat
berbeda dalam menanggalkan kebiasaan dan sistem permanen, karena penanggalan
mencakup : sikap bertahan, kecemasan, keengganan untuk berubah dan sifat
individualime yang harus digantikan oleh era kelompok (Team work).

2. Dinamika budaya dan sifat budaya organisasi yang harus dibangun, lebih-lebih
guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah, adalah kemampuan menumbuhkan
model mental yang memiliki kekuatan emosional untuk terciptanya “keamanan
psikologis” organisasi. Motivasi pemimpin terhadap prestasi dan keterlibatan
individu dalam menyukseskan suatu proyek, merupakan salah satu upaya untuk
memperlebar konsep kompetensi individu agar biasa bekerja dengan orang lain
(dalam tim kerja), membangun komunikasi atas dasar saling percaya (mutual trust),
membuka komunikasi lintas batas. Pemberian pengalaman melalui metoda “Out
Words Bound” sebagai ajang pengembangan perilaku kepemimpinan, mampu : (1)
Memperluas persepsi untuk memperbesar model-mental individualisme seseorang
meliputi perilaku kolaboratif maupun perilaku bersaing disaat yang sama ia tetap
menganggap diri secara individualistis, (2) mengembangkan standar/norma penilaian
baru tentang perilaku kolaboratif menuju kolaboratif yang lebih positif, (3)
Meredefinisi apa arti individualisme secara formal bagi kesuksesan tim.
3. Suatu perubahan yang tulus melalui metoda diatas melalui pembiasaan (habit),
sinergi dan konvergensi kecerdasan intelektual (akal rasio), akal budi (emotional
intelligence) dan kecerdasan spiritual akan dapat menanamkan definisi baru secara
rutin. Untuk itu pemimpin harus “jalan dan bicara” artinya para pemimpin terlebih
dahulu harus mengalami “transformasi pribadi” sebagai proses perubahan yang
komprehensif dan holistik. Suatu kajian empiris penulis menunjukan bahwa : jika
perilaku pemimpin dan rutinitas organisasi berubah kedua-duanya, maka secara
kultural organisasi akan tetap individualistis, namun kemampuan individual
anggotanya yang berfungsi sebagai anggota tim akan meningkat. Dalam proses
sebelumnya individualime diartikan sebagai “persaingan pribadi” untuk suatu
kemajuan (achivement) dengan memainkan berbagai instrumen yang dirancang
khusus untuk managerial skill. (menjadi lebih kolaboratif sama artinya dengan : tidak
menjadi diri sendiri).

4. Perubahan yang dahsyat dalam lembaga kenegaraan birokrasi dan lokasi kerja di
Indonesia dipengaruhi aspek multikultural dan teknologis merupakan fenomena yang
nyata. Hal ini nampak pada perilaku kelompok RASIAL dan etnis, ragam bahasa dan
nilai kultural, pola komunikasi, perubahan suatu struktur dan dinamika tempat kerja,
tuntutan memperoleh pendidikan dan pelatihan yang baru. Perubahan yang cepat juga
terjadi berkaitan dengan karakteristik etnis, budaya dan gender penduduk dan tenaga
kerja. Terutama karena urbanisasi dan transmigrasi serta sebagian transmigrasi suku
Jawa, Sunda, Madura, Bali, Lombok dll didalam negeri dan adanya migrasi etnis
ASEAN, Eropah, Amerika dan Australia ke Indonesia.
II. SIFAT KEPEMIMPINAN MASA DEPAN

Selain persyaratan formal berupa kualitas integritas seseorang pemimpin yang


ditandai dimilikinya kualitas keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ), penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta keterampilan dan kualitas fisik yang
prima, seorang pemimpin masa depan (pemimpin kosmopolitan) harus juga
menguasai ciri-ciri pelengkap lainnya :

1. Mempunyai energi yang besar dan mampu mengalihkan energi itu kebawahan.
Energi muncul dari keyakinan pribadi yang kuat, memotivasi wirausaha dan
menggairahkan orang lain.
2. Mampu menumbuhkan motivasi pembelajaran dan perubahan yang
berkesinambungan.
3. Tingkat persepsi dan wawasan yang luar biasa terhadap realita dunia dan terhadap
diri pribadi.
4. Kekuatan emosional untuk mengatasi kecemasan diri sendiri dan orang lain,
karena pembelajaran dan perubahan makin menjadi suatu gaya hidup.
5. Mampu merancang organisasi dengan menghormati dan memanfaatkan totalitas
pegawai sebagai manusia yang utuh (biopsikokultural)
6. Mampu melihat organisasi secara lebih luas dari pada sekedar kreasi mekanis,
memandang organisasi sebagai system, dan organisasi yang terus belajar (learning
organisation) yang mampu memperbaharui (Renewal) diri.
7. Mampu menerima suasana chaos sebagai teman untuk menemukan keteraturan.
8. Menjadi “Kepemimpinan beredar” yang tumbuh dari dalam kelompok, bukan
karena ingin menonjolkan diri melainkan karena dukungannya terhadap
kepentingan kelompok dan kebutuhan setiap anggota kelompok.
9. Mampu membangun hubungan, mendorong pertumbuhan untuk mengadakan
perubahan, memiliki keahlian mendengarkan, berkomunikasi, mebina kelompok
dan meninggalkan sifat individualisme.
10. Mampu bersifat transparan terhadap orang lain secara sungguh-sungguh yang
dapat menciptakan semangat yang positif.
11. Mampu “berfikir secara global, bertindak secara lokal”, sebagai suatu strategi
sehat untuk mengubah sistem yang besar.
12. Mampu berkomunikasi secara efektif dalam komunikasi perseorangan, pribadi
dan dialog.
13. mampu menggerakkan harapan dan keyakinan diri para staf.
14. Bersedia melayani dan memberi harapan, bukannya keputusasaan, serta dapat
menjadi teladan bagi mereka yang menghendaki arah dan tujuan dalam hidup dan
yang berhasrat menghasilkan dan memberi sumbangan.
15. Memiliki empat dasar (inti) yang konstan, solid, luas dan relevan, yakni :
karakter, visi, perilaku dan sikap percaya.

Anda mungkin juga menyukai