Daftar isi
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Sumber-sumber data kependudukan dapat dikelompokkan menjadi 3
terdiri dari sensus penduduk, registrasi penduduk dan survei penduduk. Registrasi
penduduk merupakan cara paling baik. Registrasi penduduk berkaitan dengan
kelahiran, kematian, mobilitas penduduk, perkawinan, perceraian serta segala
kejadian penting yang merubah status sipil seseorang sejak dia lahir sampai mati
yang dilaksanakan oleh petugas pemerintahan. Komponen ini dapat berubah
kapan saja sehingga diperlukannya registrasi penduduk yang dapat berubah setiap
saat.
Pada registrasi penduduk, penduduklah yang melaporkan kepada badan
yang berwenang mencatat atau sering disebut dengan sistem pasif. Jadi berlainan
dengan sensus dan survei yang justru penduduk didatangi untuk dimintai
keterangannya. Namun sampai saat ini sebagian besar daerah belum
melaksanakannya dengan baik. Pada makalah ini penulis akan mengkaji tentang
registrasi penduduk.
BAB II
PEMBAHASAN
System registrasi penduduk di Indonesia, telah dimulai sejak abad ke-19. Pada
tahun 1815, Raffles melaksanakan pendaftaran penduduk dalam rangka penetapan
system pajak tanah. Dia melihat bahwa registrasi desa adalah salah satu sasaran untuk
maksud tersebut. Pada masa pemerintahannya, kepala-kepala desa diharuskan untuk
mencatat semua orang yang ada di wilayahnya dengan menyebutkan nama, umur,
pekerjaan dan cirri-ciri demografis lainnya. Mereka juga diharuskan membuat catatan
kelahiran, kematian, dan perkawinan.
a. Sebelum tahun 1846 tidak ada data penduduk dari tingkat kabupaten yang
tersedia.
b. Mulai tahun 1845 di instruksikan oleh pemerintah Belanda supaya tiap
kabupaten mencatat luas wilayah, dalam mil geografispersegi (1m.g2 setara
dengan 54.8226 km2), untuk menghitung angka kepadatan penduduk pulau
Jawa sebesar 112jiwa/km2 (N.Daldjuni, 1975)
Setelah tahun 1850 pemerinth Belanda mulai memberika perhatia yang lebih baik
terhadap system registrasi penduduk. Pada tahun 1851 diterbitkan angka-angka
mengenai jumlah penduduk menurut karesidenan di Jawa dan Madura dan
beberapa daerah-daerah di luar jawa. Mulai tahun 1880 pemerintahan colonial
Belanda melakukan pencatatan dan pelaporan penduduk dengan system kartu
mingguan (Gardiner, 1981). Pencatatan penduduk yang mereka lakukan masih
belum baik dan kalau data ini dianalisis akan menghasilka kesimpulan yang tidak
tepat.
Seperti telah disebutkan diatas, hingga kini data hasil registrasi tersebut masih
mempunyai kelemahan(tidk lengkan dan realibilitasnya rendah). Hal ini antara lain
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan penduduk tentang manfaat dari data
tersebut. Banyak dari para pamong yang ditugaskan untuk mencatat data statistic
tersebut belum mengerti maksud dan kegunaan data registrasi penduduk.
Memperhatikan betapa pentingnya data hasil registrasi tersebut, perlu dicari cara-
cara efisien sehingga kelengkapan data yang dikumpulkan terjamin dengan
kesalahan yang minimum. Biro pusat statistic yang bekerja sama dengan Badan
Koordinasi Keluarga berencana Nasional, departemen Dalam Negeri dan
Departemen Kesehatan mensponsori suatu proyek penelitian guna mencari system
registrasi penduduk yang dapat diterapkan di seluruh Indonesia. Proyek ini di sbut
proyek sample registrasi penduduk Indonesia.
Perubahan dimisili wajib dilakukan. Proses perpindahan ini diawali dengan mengurus
surat pindah ditempat lama dan diserahan di tempat yang baru. Status pindah resmi
diterima apabila yang bersangkutan telah diberi KTP/surat ijin tinggal sementara.
Bagi penduduk yang melakukan moblitas penduduk yang permanen sebagai missal
tenaga kerj dari Jawa Timur yang bekerja di Bali dan tidak akan menetap di Provinsi Bali
diwaibkan untuk minta surat kerja sementara di Bali dari kantor kepala desa di daerah
asal , dan menyerahkn desa tempat mereka bekerja di bali. Oleh Kepala Desa di daerah
tujuanmereka akan dicatat sebagai penduduksementara, dan dengan membayar biaya
administrasi enduduk sementara sebesar Rp. 50.000,- per orang pr tiga bulan mereka
massing-masing akan diberi Kartu Identitas Penduduk Sementara (KIPS).
Agar keberadaan mereka di Bali dapat dimonitor dengan baik maka Pemerintah Daerah
melibatkan Desa Adat untk mengambil bagian dalam penertiban migrant non permanen
yang berasal dari luar Bali. Kini desa adat di Bali bernama Desa Pekraman. Kalau mereka
sudah habis kontrak kerja di Bali mereka akan pulang di daerah asal. Kepulangan ke
daerah asal jharus melapor ke Kantor Desa di Bali dengan mengembalikan kartu KIPS.