Anda di halaman 1dari 9

No.

2745/LO-singkatan lawfirmRM-S/VI/2019 Jakarta, 19 Juni 2015

Kepada Yth. Stricly Private and Confidential


PT Rumah Sakit Jakarta
Jl. Raya Bogor No. 4,
Kelurahan , Kecamatan
Makasar, Kota …..

U.p : Bpk. Doni

Perihal : Pendapat Hukum Mengenai Penggabungan (Merger) Perseroan


Terbatas Yang Didasarkan Pada Perjanjian Dengan Jangka Waktu
Selama 20 s/d 30 Tahun.

Dengan hormat,ji
Menindaklanjuti permintaan dari PT Rumah Sakit (“RS Jakarta”) pada hari
Jum’at, tanggal 26 April 2019, perihal pendapat hukum mengenai
penggabungan (merger) Perseroan Terbatas yang didasarkan pada perjanjian
dengan jangka waktu selama 20 s/d 30 tahun, maka dengan ini kami “Nama
Law firm”, hendak menyampaikan pendapat hukum sebagai berikut :

I. KASUS POSISI
1. Bahwa RS Jakarta adalah suatu Institusi Pelayanan Kesehatan
berbentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas yang berkedudukan di
Jakarta Timur dan didirikan berdasarkan Akta No. 71 tanggal 17
September 2014 yang dibuat oleh Sutjipto, SH., Notaris di Jakarta.
Dengan perubahan terakhir adalah Akta No. 5 tertanggal 5 Juni 2017
yang dibuat oleh Notaris Ilmiawan Dekrit S, SH., MH., Notaris di Jakarta.

2. Bahwa RS Jakarta bermaksud untuk melakukan penggabungan


(merger) dengan PT Pertamina Bina Medika (Jayakusuma IHC) yang
didasarkan pada perjanjian dengan jangka waktu selama 20 s/d 30
tahun.

3. Bahwa sebelum melakukan merger, RS Jakarta hendak mengetahui


apakah dimungkinkan melakukan merger dengan pembatasan jangka
waktu yang didasarkan pada perjanjian. Kemudian apakah akibat
hukum bagi RS Jakarta apabila merger tersebut terlaksana. Dengan
demikian “NAMA LAWFIRM” perlu untuk melakukan pemeriksaan dan
penelitian hukum secara komperhensif terkait hal tersebut.

II. BAHAN ANALISIS


A. Bahan Hukum Primer.
Bahan analisis dimaksud akan “NAMA LAWFIRM” uji dengan substansi
Peraturan yang dimuat dalam :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).

2. Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


(“UU PT No. 40/2007”).
3. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP No.
27/1998”).

4. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2010 tentang Penggabungan


atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan dan Monopoli
Persaingan Usaha Tidak Sehat (“PP No. 57/2010”).

B. Bahan Hukum Sekunder.


Sebagai bahan analisis, “NAMA LAWFIRM” menggunakan dokumen
sebagai berikut :
Akta Penyataan Keputusan Sirkuler Pemegang Saham PT Rumah Sakit
- Jakarta Sebagai Pengganti Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
No. 05, tanggal 05 Juni 2017, yang dibuat oleh Ilmiawan Dekrit Karno,
SH., MH., Notaris di Jakarta (“Akta No. 5”).

III. ASUMSI-ASUMSI
Pendapat hukum ini diberikan semata-mata berdasarkan informasi lisan
dan dokumen yang diberikan oleh Klien. Dalam hal ini “NAMA LAWFIRM”
tidak mengetahui adanya dokumen-dokumen, pernyataan-pernyataan
dan/atau keterangan selain daripada itu.

Pendapat hukum ini diberikan dengan asumsi bahwa copy atau duplikasi
dalam bentuk dan format apapun dari suatu dokumen asli adalah benar-
benar sama dengan dokumen aslinya. Dalam hal ini semua pihak yang
menandatangani dokumen-dokumen tersebut adalah pihak yang memang
secara hukum berhak untuk menandatanganinya.

IV. PENDAPAT HUKUM

Perbedaan Penggabungan (Merger), Peleburan (Konsolidasi) Dan


Pengambilalihan (Akuisisi) Perseroan Terbatas.

Bahwa merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu


Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain
yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva Perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status Badan Hukum Perseroan
yang menggabungkan diri berakhir karena hukum (Pasal 1 angka 9 UU PT
No. 40/2007).

Bahwa konsolidasi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua


Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu
Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari
Perseroan yang meleburkan diri dan status Badan Hukum Perseroan yang
meleburkan diri berakhir karena hukum (Pasal 1 angka 10 UU PT No.
40/2007).

Bahwa akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan


Hukum atau Orang Perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan

2
yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut
(Pasal 1 angka 11 UU PT No. 40/2007).

Bahwa dari definisi diatas, maka terdapat perbedaan antara merger,


konsolidasi dan akuisisi, sebagai berikut :

Merger Konsolidasi Akuisisi


1. Status Badan 1. Status Badan 1. Status Badan
Hukum Perseroan Hukum Perseroan Hukum Perseroan
yang yang meleburkan yang diambil alih
menggabungkan diri berakhir karena sahamnya tidak
diri berakhir hukum. berakhir.
karena hukum.

2. Aktiva dan Pasiva 2. Aktiva dan Pasiva 2. Aktiva dan Pasifa


Perseroan yang Perseroan yang Perseroan
menggabungkan meleburkan diri Terbatas yang
diri beralih beralih sepenuhkan diambil alih
sepenuhnya kepada Perseroan sahamnya tetap
kepada Perseroan yang baru didirikan. milik Perseroan
yang menerima tersebut.
penggabungan.

3. Pemegang saham 3. Pemegang Saham 3. Terjadi peralihan


Perseroan yang Perseroan yang Pemegang Saham
menggabungkan meleburkan diri pengendali dari
diri menjadi menjadi Pemegang Perseroan
Pemegang Saham Saham Perseroan tersebut.
Perseroan yang yang baru didirikan.
menerima
penggabungan.

Persyaratan Dan Tata Cara Penggabungan (Merger) Perseroan


Terbatas.

Bahwa untuk melakukan merger, Perseroan harus memperhatikan


persyaratan dan tata cara yang diatur di dalam UU PT No. 40/2007, PP No.
27/1998 dan PP No. 57/2010. Adapun yang berwenang untuk mewakili
Perseroan dalam melakukan merger adalah Direksi, karena Direksi
merupakan organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh dan
berwenang untuk melakukan pengurusan demi kepentingan Perseroan
sesuai dengan maksud dan tujuan baik didalam maupun diluar Pengadilan
(Pasal 1 angka 5 dan Pasal 98 ayat (1) UU PT No. 40/2007).

Bahwa dalam melaksanakan merger, Perseroan wajib memenuhi


persyaratan dan memenuhi kepentingan dari :
1. Perseroan, Pemegang Saham minoritas, karyawan Perseroan;
2. Kreditur dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Bahwa selanjutnya tata cara untuk melaksanakan merger adalah :

3
1. Direksi Perseroan baik yang akan menggabungkan diri maupun yang
menerima penggabungan, masing-masing menyusun rancangan
penggabungan yang memuat sekurang-kurangnya :
a. Nama dan tempat kedudukan dari masing-masing Perseroan;
b. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan
penggabungan dan persyaratan penggabungan;
c. Tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang
menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima
penggabungan;
d. Rancangan perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang menerima
penggabungan apabila ada;
e. Laporan keuangan yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari
masing-masing Perseroan;
f. Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari
Perseroan yang akan melakukan penggabungan;
g. Neraca proforma Perseroan yang menerima penggabungan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi,
Dewan Komisaris dan karyawan Perseroan yang akan melakukan
penggabungan diri;
i. Cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan
menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju
terhadap penggabungan Perseroan;
k. Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji,
honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan
Komisaris Perseroan menerima penggabungan;
l. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan;
m. Laporan mengenai keadaan, perkembangan dan hasil yang
dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan
penggabungan;
n. Kegiatan utama masing-masing Perseroan yang melakukan
penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku
yang sedang berjalan; dan
o. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan
melakukan penggabungan.
2. Rancangan penggabungan diajukan kepada Dewan Komisaris untuk
mendapatkan persetujuan.
3. Direksi Perseroan mengumumkan ringkasan rancangan
penggabungan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan kepada
karyawan dari Perseroan yang akan melakukan penggabungan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
4. Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan
penggabungan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal
pengumuman s/d tanggal RUPS diselenggarakan.
5. Rancangan penggabungan diajukan RUPS untuk mendapatkan
persetujuan. RUPS untuk menyetujui penggabungan (merger) hanya
dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh 3/4 (tiga perempat) bagian
dari seluruh jumlah saham dengan hak suara. Keputusan RUPS
dinyatakan sah apabila disetujui oleh 3/4 (tiga perempat) bagian dari
suara yang dikeluarkan.
4
6. Membuat Akta penggabungan dihadapan Notaris dan dibuat dalam
bahasa Indonesia.
7. Melampirkan Akta penggabungan pada saat mengajukan
permohonan persetujuan atau pemberitahuan kepada Menteri
Hukum dan HAM RI apabila dilakukan perubahan Anggaran Dasar.
8. Menyampaikan Akta penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM
RI untuk dicatat dalam daftar Perseroan apabila tidak dilakukan
perubahan Anggaran Dasar.
9. Direksi Perseroan yang menerima penggabungan wajib
mengumumkan hasil penggabungan dalam jangwa waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak penggabungan berlaku efektif.

Bahwa kemudian setelah merger terlaksana, Perseroan yang menerima


penggabungan wajib melaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal efektif
Penggabungan. Adapun batasan nilai yang wajib dilaporkan kepada KPPU
adalah jika nilai aset Perseroan hasil Penggabungan melebihi Rp.
2.500.000.000.000,- (dua triliun lima ratus miliar rupiah) (Pasal 5 ayat (2)
PP No. 57/2010).

Akibat Hukum Penggabungan (Merger) Terhadap RS Jakarta.

Bahwa apabila RS Jakarta bermaksud untuk melakukan merger dengan


Jayakusuma IHC, maka terdapat akibat hukum bagi RS Jakarta, yaitu :
1. Aktiva dan pasiva RS Jakarta beralih seluruhnya kepada Jayakusuma
IHC (aset yang dimiliki RS Jakarta seluruhnya menjadi milik
Jayakusuma IHC);
2. Pemegang Saham RS Jakarta bergabung menjadi Pemegang Saham
Jayakusuma IHC (apabila nilai saham RS Jakarta lebih kecil daripada
saham Jayakusuma IHC, maka akan terjadi dilusi saham atau
penurunan presentase kepemilikan para Pemegang Saham RS Jakarta);
dan
3. Status Badan Hukum RS Jakarta berakhir karena hukum sejak
penggabungan berlaku efektif (sudah tidak ada lagi PT RS Jakarta).

Bahwa yang dimaksud dengan penggabungan berlaku efektif adalah :


1. Pada tanggal persetujuan Menteri Hukum dan HAM RI apabila
dilakukan perubahan Anggaran Dasar yang memerlukan persetujuan
Menteri Hukum dan HAM RI;
2. Pada tanggal pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM RI
apabila dilakukan perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan
persetujuan Menteri Hukum dan HAM RI; atau
3. Pada tanggal penandatanganan Akta penggabungan apabila tidak
dilakukan perubahan Anggaran Dasar.

Penggabungan (Merger) Dengan Pembatasan Jangka Waktu Tidak


Dapat Dilakukan, Karena Merger Mengakibatkan Status Badan
Hukum RS Jakarta Telah Berakhir Dan Kepemilikan Aset
Seluruhnya Beralih Kepada Jayakusuma IHC.
5
Bahwa sebelum merger, komposisi dan Pemegang Saham dari RS Jakarta
terdiri dari Kementerian Agama RI sebesar 51% (lima puluh satu persen),
Badan Pengelola Dana Abadi Umat sebesar 42% (empat puluh dua persen),
Koperasi Karyawan Rumah Sakit Jakarta (Kopkar Usaha Pratama) sebesar
6% (enam persen) dan Drs. H. Mubarok, M.Si sebesar 1% (satu persen).

Bahwa selain itu RS Jakarta juga memiliki aktiva (aset benda bergerak
maupun tidak bergerak) dan pasiva (utang). Dalam hal ini aktiva dan
pasiva tersebut adalah milik RS Jakarta dan bukan milik para Pemegang
Saham.

Bahwa apabila RS Jakarta bermaksud untuk melakukan merger dengan


Jayakusuma IHC, maka hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya
akibat hukum sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pada poin
3 pendapat hukum ini.

Namun jika sebelum dilakukan merger, RS Jakarta terlebih dahulu


melakukan penandatanganan perjanjian yang isinya membatasi jangka
waktu merger selama 20 s/d 30 tahun, maka hal tersebut tidak dapat
dilaksanakan, karena alasan sebagai berikut :
1. Setelah merger, status Badan Hukum RS Jakarta berakhir karena
hukum. Sehingga setelah 20 s/d 30 tahun harus dibentuk Badan
Hukum atau Organisasi baru.
2. Setelah merger, aset RS Jakarta baik bergerak maupun tidak bergerak
seluruhnya menjadi milik Jayakusuma IHC. Sehingga setelah 20 s/d 30
tahun, apabila RS Jakarta ingin kembali memiliki aset tersebut, maka
RS Jakarta diharuskan untuk membeli kembali.
3. Setelah merger, hubungan kerja karyawan RS Jakarta beralih kepada
Jayakusuma IHC. Sehingga setelah 20 s/d 30 tahun RS Jakarta harus
melakukan perekrutan tenaga kerja medis dan non medis yang baru.
4. Setelah merger, para Pemegang Saham RS Jakarta menjadi Pemegang
Saham di Jayakusuma IHC. Sehingga setelah 20 s/d 30 tahun, para
Pemegang Saham RS Jakarta tidak lagi memiliki hak atas saham dari RS
Jakarta.
5. Yang berwenang untuk melakukan penandatanganan perjanjian
sebelum merger adalah Direksi RS Jakarta (bukan para Pemegang
Saham RS Jakarta), namun setelah merger, Direksi RS Jakarta tidak lagi
memiliki kewenangan, karena kewenangannya telah beralih kepada
Direksi Jayakusuma IHC. Sehingga tidak dimungkinkan untuk
menuntut pelaksanaan perjanjian setelah 20 s/d 30 tahun.
6. Dapat merugikan kepentingan Pemegang Saham minoritas, karyawan,
kreditur dan mitra usaha lain dari RS Jakarta, masyarakat dan
persaingan sehat dalam melakukan usaha (Pasal 126 ayat (1) UU PT No.
40/2007 jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27/2008).

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan uraian pendapat hukum diatas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Bahwa merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain
yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva Perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang
6
menerima penggabungan dan selanjutnya status Badan Hukum
Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum (Pasal 1
angka 9 UU PT No. 40/2007).
2. Bahwa yang berwenang untuk mewakili Perseroan dalam melakukan
merger adalah Direksi, karena Direksi merupakan organ Perseroan
yang bertanggung jawab penuh dan berwenang untuk melakukan
pengurusan demi kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan
tujuan baik didalam maupun diluar Pengadilan (Pasal 1 angka 5 dan
Pasal 98 ayat (1) UU PT No. 40/2007).
3. Bahwa RS Jakarta dapat melakukan merger dengan Jayakusuma IHC
sepanjang memenuhi persyaratan dan tata cara yang diatur dalam UU
PT No. 40/2007, PP No. 27/1998 dan PP No. 57/2010.
4. Bahwa apabila RS Jakarta bermaksud untuk melakukan merger dengan
Jayakusuma IHC, maka terdapat akibat hukum, yaitu : a) Aktiva dan
pasiva RS Jakarta beralih seluruhnya kepada Jayakusuma IHC (aset
yang dimiliki RS Jakarta seluruhnya menjadi milik Jayakusuma IHC); b)
Pemegang Saham RS Jakarta bergabung menjadi Pemegang Saham
Jayakusuma IHC (apabila nilai saham RS Jakarta lebih kecil daripada
saham Jayakusuma IHC, maka akan terjadi dilusi saham atau
penurunan presentase kepemilikan para Pemegang Saham RS Jakarta);
dan c) Status Badan Hukum RS Jakarta berakhir karena hukum sejak
penggabungan berlaku efektif (sudah tidak ada lagi PT RS Jakarta).
5. Bahwa apabila sebelumnya RS Jakarta bermaksud untuk melakukan
penandatanganan perjanjian yang isinya memberikan pembatasan
jangka waktu merger selama 20 s/d 30 tahun, maka hal tersebut tidak
dapat dilaksanakan, karena alasan sebagai berikut :
a) Setelah merger, status Badan Hukum RS Jakarta berakhir karena
hukum. Sehingga setelah 20 s/d 30 tahun harus dibentuk Badan
Hukum atau Organisasi baru.
b) Setelah merger, aset RS Jakarta baik bergerak maupun tidak
bergerak seluruhnya menjadi milik Jayakusuma IHC. Sehingga
setelah 20 s/d 30 tahun, apabila RS Jakarta ingin kembali memiliki
aset tersebut, maka RS Jakarta diharuskan untuk membeli kembali.
c) Setelah merger, hubungan kerja karyawan RS Jakarta beralih kepada
Jayakusuma IHC. Sehingga setelah 20 s/d 30 tahun RS Jakarta harus
melakukan perekrutan tenaga kerja medis dan non medis yang baru.
d) Setelah merger, para Pemegang Saham RS Jakarta menjadi
Pemegang Saham di Jayakusuma IHC. Sehingga setelah 20 s/d 30
tahun, para Pemegang Saham RS Jakarta tidak lagi memiliki hak atas
saham dari RS Jakarta.
e) Yang berwenang untuk melakukan penandatanganan perjanjian
sebelum merger adalah Direksi RS Jakarta (bukan para Pemegang
Saham RS Jakarta), namun setelah merger, Direksi RS Jakarta tidak
lagi memiliki kewenangan, karena kewenangannya telah beralih
kepada Direksi Jayakusuma IHC. Sehingga tidak dimungkinkan
untuk menuntut pelaksanaan perjanjian setelah 20 s/d 30 tahun.
f) Dapat merugikan kepentingan Pemegang Saham minoritas,
karyawan, kreditur dan mitra usaha lain dari RS Jakarta, masyarakat
dan persaingan sehat dalam melakukan usaha (Pasal 126 ayat (1) UU
PT No. 40/2007 jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27/2008).

VI. KUALIFIKASI

7
Pendapat hukum ini dibuat dan didasarkan pada informasi dan dokumen-
dokumen yang disampaikan kepada “NAMA LAWFIRM”. Apabila
dikemudian hari terdapat informasi dan dokumen lain yang kami terima
setelah pendapat hukum ini kami berikan, tidak menutup kemungkinan
pendapat “NAMA LAWFIRM” dapat berubah.

Pendapat hukum ini semata-mata merupakan pendapat dari hasil


penelitian terhadap fakta-fakta berdasarkan hukum yang berlaku di
Indonesia. Kewenangan untuk menggunakan atau tidak pendapat hukum
ini diserahkan sepenuhnya kepada Klien.

Demikianlah pendapat hukum ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami


ucapkan terima kasih.

Hormat kami,
Law Firm and Partner

8
Nafirdo Ricky Qurniawan , SH.,.
Managing Partner

Anda mungkin juga menyukai