Anda di halaman 1dari 13

Perbedaan Mendasar Merger dan

Akuisisi
Pertanyaan
Apakah pengertian yang mendasar mengenai merger dan akuisisi? Dan apakah perbedaan-perbedaan
dari mekanisme merger dan akuisisi? Thanks.
Ulasan Lengkap
1.        Pengertian mendasar dari merger (penggabungan) dan akuisisi (pengambilalihan) dapat kita lihat
pada pengaturan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”):
 
“Penggabungan  adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum.” (lihat Pasal 1 ayat [9] UUPT)
 
“Pengambilalihan  adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas Perseroan tersebut.” (Pasal 1 ayat [11] UUPT).
 
2.        Sedangkan perbedaan mendasar mekanisme antara merger dan akuisisi dapat kita lihat dari
akibat-akibat hukumnya sebagaimana kami jelaskan dalam boks di bawah ini:
 
Boks Perbedaan Merger dan Akuisisi
 
Perbedaan Merger Akuisisi
Perseroan yang diambil alih
Perseroan yang menggabungkan sahamnya, badan hukumnya
Status Badan
diri lenyap dan berakhir tidak menjadi bubar atau
Hukum
statusnya sebagai badan hukum berakhir, hanya terjadi
beralihnya pengendalian
Aktiva dan Pasiva perseroan
Aktiva dan pasiva perseroan
yang menggabungkan diri
yang diambil alih tetap ada pada
Aktiva dan Pasiva beralih sepenuhnya kepada
perseroan yang diambil alih
perseroan yang menerima
sahamnya
penggabungan
 
Untuk proses merger dan akuisisi dapat Anda lihat pada artikel jawaban klinik sebelumnya:
·           Langkah demi Langkah Proses Merger Perseroan
·           Akuisisi Perusahaan Tertutup
·           Akuisisi Perusahaan Terbuka
 
Dasar hukum:
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Langkah demi Langkah Proses Merger Perseroan

Diana Kusumasari, S.H., M.H.


Hukum Perusahaan
Bung Pokrol

Pertanyaan
Bagaimana proses hukum yang harus dilalui oleh perseroan yang hendak melakukan merger? Atas
jawaban yang diberikan, saya ucapkan banyak terima kasih.
Ulasan Lengkap
Proses hukum (prosedur) yang harus dilalui oleh perseroan yang hendak melakukan merger
(penggabungan) adalah sebagai berikut:
 
A.        Memenuhi syarat-syarat penggabungan
Syarat umum penggabungan ini diatur dalam Pasal 126 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (“UUPT”) jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) bahwa perbuatan hukum Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:
a) Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b) kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c) masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
 
Dalam buku “Hukum Perseroan Terbatas”, M. Yahya harahap, S.H (hal. 486) menyatakan bahwa syarat-
syarat tersebut bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di antaranya dilanggar, mengakibatkan
perbuatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan.
 
Lebih lanjut, Yahya harahapmenambahkan bahwa selain syarat tersebut, Pasal 123 ayat (4)
UUPT menambah satu lagi syarat bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan penggabungan
syaratnya, perlu mendapat “persetujuan” dari “instansi terkait”. Menurut penjelasan pasal ini, yang
dimaksud Perseroan tertentu yang memerlukan persyaratan persetujuan dari instansi terkait adalah
Perseroan yang mempunyai “bidang usaha khusus”. Antara lain lembaga keuangan bank dan yang non-
bank. Sedang yang dimaksud dengan instansi terkait, antara lain Bank Indonesia (“BI”) untuk
penggabungan perseroan perbankan.
 
B.        Menyusun rancangan penggabungan
Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, Perseroan harus menyusun rancangan penggabungan.
Rancangan penggabungan ini diatur dalam Pasal 123 UUPT jo Pasal 7 PP 27/1998:
1.         Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima penggabungan menyusun
rancangan penggabungan;
2.         Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya:
a)     nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b)     alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan
Penggabungan;
c)     tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham
Perseroan yang menerima Penggabungan;
d)     rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
e)     laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga)
tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
f)       rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
g)     neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia;
h)     cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i)        cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak
ketiga;
j)       cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
k)      nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota
Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l)        perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m)    laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan;
n)     kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi
selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
o)     rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
3.         Kemudian terhadap rancangan penggabungan tersebut dimintakan persetujuan kepada Dewan
Komisaris dari setiap perseroan yang menggabungkan diri.
 
C.        Penggabungan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”)
Setelah rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan Komisaris dari masing-masing perseroan yang
menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebut harus diajukan kepada RUPS masing-masing
perseroan untuk mendapat persetujuan.
 
Pasal 87 ayat (1) UUPT mensyaratkan bahwa keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat. Mengutip yang disampaikan Yahya Harahap (hal. 491), penjelasan pasal ini mengatakan, yang
dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang
saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS.
 
Ketentuan mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT yang menyatakan
bahwa RUPS untuk menyetujui Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4
(tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan
keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
 
Sehubungan dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS dalam rangka penggabungan perseroan yang
harus diterapkan dan ditegakkan (Hukum Perseroan Terbatas, M. Yahya Harahap, S.H., hal. 491):
1.   Prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk
mufakat, sehingga dapat menghasilkan keputusan RUPS yang disetujui bersama oleh pemegang saham
yang hadir atau diwakili dalam RUPS;
2.   Namun, apabila gagal mengambil keputusan dengan cara musyawarah untuk mufakat yang
digariskan Pasal 87 ayat [1] UUPT dimaksud, baru diterapkan dan ditegakkan ketentuan yang
ditetapkan Pasal 89 ayat [1] UUPT, yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga
perempat) bagi dari jumlah suara yang dikeluarkan.
 
Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai kuorum, dapat diadakan RUPS kedua dengan
kuorum kehadiran paling sedikit:
·      2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam
RUPS;
·      Sedang keputusan sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan.
Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidak mencapai kuorum, dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan
jalan perseroan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum
RUPS ketiga (lihat Pasal 86 ayat [5] UUPT).
 
D.        Pembuatan akta penggabungan
Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yang diajukan, maka rancangan
penggabungan dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan (lihat Pasal 128 ayat [1] UUPT) yang
dibuat:
·      di hadapan notaris; dan
·      dalam Bahasa Indonesia.
 
Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan untuk menyampaikan pemberitahuan
penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”) (lihat Pasal 21 ayat [3] UUPT) untuk
dicatat dalam daftar perseroan.
 
Apabila terdapat perubahan terhadap Anggaran Dasar (“AD”) sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat
(1) UUPT maka perlu adanya persetujuan dari Menteri. Untuk itu perlu mengajukan permohonan untuk
mendapat persetujuan Menteri atas penggabungan dengan perubahan AD. Lebih jauh simak Haruskah
Merger dan Akuisisi Disetujui Menteri?
 
E.        Pengumuman hasil penggabungan
Pasal 133 ayat (1) UUPT mensyaratkan bagi Direksi perseroan yang menerima penggabungan wajib
mengumumkan hasil penggabungan dengan cara:
·      diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih;
·      dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.
 
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan
Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan. Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal:
a) persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
b) pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar.
(lihat Penjelasan Pasal 133 UUPT).
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.   Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2.   Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
Perseroan Terbatas
Akuisisi Perusahaan Tertutup

Diana Kusumasari, S.H., M.H.


Hukum Perusahaan
Bung Pokrol

Pertanyaan
Apabila sebuah perusahaan patungan PMA ingin mengakuisisi sebuah perusahaan tertutup bagaimana
prosesnya? Apa dampaknya bagi pemegang saham tertutup tersebut serta bagaimana dengan komposisi
saham di perusahaan PMA tersebut?
Ulasan Lengkap
I.       Untuk melakukan akuisisi, ada kepentingan-kepentingan yang wajib diperhatikan yaitu
kepentingan:
1.      Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
2.      kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
3.      masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(lihat Pasal 126 ayat [1] UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau “UUPT”)
 
Berdasarkan Pasal 125 ayat [1] UUPT, akuisisi (pengambilalihan) dilakukan dengan cara pengambilalihan
saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas (“PT”).
 
Dalam buku “Hukum Perseroan Terbatas” (hal. 510), M. Yahya harahap, S.H. menyatakan bahwa
menurut hukum, saham Perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan dan
disetor (geplaats en gestort aandeel, subscribed and paid-up share). Akan tetapi, dapat juga terhadap
saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan (aandelen in portefeulle) atau saham
portefel (portpolio).
 
Cara pengambilalihan saham perseroan ini dapat dilakukan dengan:
A.     melalui Direksi Perseroan, atau
B.      langsung dari pemegang saham.
(lihat Pasal 125 ayat [1] UUPT)
 
A.     Melalui Direksi Perseroan
(1) Pihak yang Akan Mengambil Alih Menyampaikan Maksudnya (lihat Pasal 125 ayat [5] UUPT);
(2) Menyusun Rancangan Pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [6] UUPT jo. Pasal 26 ayat [3] PP No. 27
Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas)
yang memuat sekurang-kurangnya:
a.      nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan
diambil alih;
b.      alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang
akan diambil alih;
c.      laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku
terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
d.      tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham
penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e.      jumlah saham yang akan diambil alih;
f.       kesiapan pendanaan;
g.      neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h.      cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i.        cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari
Perseroan yang akan diambil alih;
j.        perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa
pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k.      rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(3) Mendapat Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) (lihat Pasal 127 ayat [1] UUPT).  
(4) Wajib Mengumumkan Ringkasan Rancangan Pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [2] dan ayat [3]
UUPT).
Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membicarakan Rancangan Pengambilalihan, Ringkasan Rancangan
Pengambilalihan wajib terlebih dahulu “diumumkan” oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih
dan yang akan diambil alih (Hukum Perseroan Terbatashal. 514):
·Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;
·Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
·Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
·Pengumuman wajib memuat “pemberitahuan” bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh
Rancangan Pengambilalihan di kantor Perseroan, sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS
diselenggarakan.
(5) Kreditor Berhak Mengajukan Keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT).
(6) Rancangan Pengambilalihan Dituangkan ke Dalam Akta Pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
(7) Salinan Akta Pengambilalihan Dilampirkan pada Penyampaian Pemberitahuan kepada Menteri
(lihat Pasal 131 ayat [1] UUPT).
 
B.     Langsung dari Pemegang Saham
Menurut M. Yahya Harahap (Hukum Perseroan Terbatas, hal. 516), ketentuan pokok proses
pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham, berbeda dengan tata cara
pengambilalihan saham melalui direksi. Pengambilalihan saham secara langsung dari pemegang saham,
lebih sederhana prosedurnya, seperti yang dijelaskan di bawah ini.
 
Proses yang Tidak Perlu Dilakukan
1.      Pihak yang mengambil alih tidak perlu menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan
kepada Direksi (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT).
2.      Tidak perlu membuat rancangan pengambilalihan (lihat Pasal 125 ayat [7] UUPT). Namun,
disyaratkan dalam Pasal 125 ayat [8] UUPT bahwa pengambilalihan “wajib” memperhatikan AD
Perseroan yang akan diambil mengenai hal:
-         Pemindahan hak atas saham; dan
-         Perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
 
Proses yang Harus Dilakukan
(1) Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung yaitu antara para pihak yang akan mengambil
alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih
(lihat penjelasan Pasal 125 ayat [7] UUPT);
(2) Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan (lihat Pasal 127 ayat [8] UUPT).
·         Diumumkan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar;
·         Mengumumkan secara tertulis kepada Karyawan Perseroan yang akan mengambil alih;
·         Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS;
(3) Kreditor dapat mengajukan keberatan (lihat Pasal 127 ayat [4] UUPT);
(4) Kesepakatan pengambilalihan, dituangkan dalam akta pengambilalihan (lihat Pasal 128 UUPT).
(5) Salinan akta pemindahan hak atas saham dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada
Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham (lihat Pasal 131 ayat [2] UUPT).
 
Proses terakhir yang harus dilakukan dalam rangka pengambilalihan adalah pengumuman hasil
pengambilalihan (lihat Pasal 133 ayat [2] UUPT). Direksi dari perseroan yang sahamnya diambil
alih wajib mengumumkan hasil pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.
 
II.     Dampak bagi pemegang saham pada PT yang diakuisisi adalah apabila sahamnya termasuk yang
diambil alih, tentunya pemegang saham tersebut tidak lagi mempunyai saham pada PT tersebut
sehingga tidak lagi mempunyai hak suara dalam RUPS maupun hak atas dividen. Demikian pula
sebaliknya, bagi pemegang saham yang tidak termasuk diambil alih sahamnya, maka pemegang saham
tersebut masih memiliki hak sebagai pemegang saham yaitu untuk dicatat dalam daftar pemegang
saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen
yang dibagikan.
 
III. Komposisi saham pada Perusahaan PMA yang melakukan akuisisi tentunya tidak berubah dengan
dilakukannya akuisisi/pengambilalihan. Karena, akuisisi hanya mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas suatu PT (lihat Pasal 1 ayat [11] UUPT). Tidak menambahkan saham pada PMA yang melakukan
akuisisi karena PMA yang mengakuisisi merupakan badan hukum yang terpisah dari PT yang diakuisisi.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.   Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2.   Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
Perseroan Terbatas
 
 

 BERITA
 PUSAT DATA
 JURNAL
 KLINIK
 EVENTS & TRAINING
 PRODUK & JASA
Berlangganan SekarangJadwalkan Konsultasi Hukum 
KLINIK
Jumat, 31 Desember 1999
Akuisisi Perusahaan Terbuka

Aisyah Rj Siregar
Hukum Perusahaan
Bung Pokrol
Pertanyaan
Peraturan dan hal-hal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam hal akuisisi perusahaan terbuka,
terutama apabila akuisisi tersebut merupakan internal akuisisi? Terimakasih banyak!  
Ulasan Lengkap
Terdapat empat Peraturan Bapepam yang harus diperhatikan apabila akan melakukan akuisisi sebuah
perusahaan terbuka, yakni :
1. Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
2. Peraturan Bapepam NO. IX.E.2 tentang Transakis Material dan Perubahan Kegiatan Usaha
Utama
3. Peraturan Bapepam No.IX.H.1 tentang Pengambil Alihan Perusahaan Terbuka
4. Peraturan Bapepam NO.X.K.1 tentang Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.
Apabila akan melakukan akuisisi internal, maka yang harus diperhatikan adalah mengenai persetujuan
RUPS Independen.  Ketentuannya mengacu pada Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan
Kepentingan Transaksi Tertentu. Persetujuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi pemegang saham
independen agar mereka dapat menolak suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
Selain itu juga, perusahaan sebagai pengendali baru wajib melakukan penawaran tender untuk membeli
seluruh sisa saham publik perusahaan yang telah diakuisisi. Kewajiban penawaran tender ini bertujuan
agar pemegang saham publik yang tidak setuju perusahaannya diambil alih mendapat kesempatan
untuk menjual saham mereka.
Adapun harga pelaksanaan penawaran tender mengacu pada peraturan Bapepam No.IX.H.1 angka 12
tentang Pengambil Alihan Perusahaan Terbuka, yakni :
1. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang
tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran
Tender paling kurang sebesar harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan atau paling kurang
sebesar harga wajar yang ditetapkan oleh Penilai. Harga tersebut harus diambil harga yang
paling tinggi
2. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang
tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek namun selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih
sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum
pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, tidak diperdagangkan di Bursa Efek
atau dihentikan sementara perdagangannya oleh Bursa Efek, maka harga pelaksanaan
Penawaran Tender adalah paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi
perdagangan harian di Bursa Efek dalam waktu 12 (dua belas) bulan terakhir yang dihitung
mundur dari hari perdagangan terakhir atau hari dihentikan sementara perdagangannya, atau
harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan. Harga tersebut harus diambil harga yang paling
tinggi
3. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham Perusahaan Terbuka yang
tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender paling
kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek selama 90
(sembilan puluh) hari terakhir sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2
huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, atau harga
Pengambilalihan yang sudah dilakukan. Harga tersebut harus dipilih harga yang lebih tinggi
4. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka
yang tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran
Tender sekurang-kurangnya sama dengan harga wajar yang ditetapkan oleh Penilai
5. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka
yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek namun selama 90 (sembilan puluh) hari atau
lebih sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a atau sebelum
pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud angka 7, tidak diperdagangkan di Bursa Efek
atau dihentikan sementara perdagangannya oleh Bursa Efek, maka harga pelaksanaan
Penawaran Tender paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan
harian di Bursa Efek dalam waktu 12 (dua belas) bulan terakhir yang dihitung mundur dari hari
perdagangan terakhir atau hari dihentikan sementara perdagangannya
6. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas saham Perusahaan Terbuka
yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pelaksanaan Penawaran Tender
paling kurang sama dengan harga ratarata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek
selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir sebelum pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 huruf a atau sebelum pengumuman negosiasi sebagaimana dimaksud dalam angka 7.
 
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Peraturan perundang-undangan terkait :
1. Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
2. Peraturan Bapepam NO. IX.E.2 tentang Transakis Material dan Perubahan Kegiatan Usaha
Utama
3. Peraturan Bapepam No. IX. H.1 tentang Pengambil Alihan Perusahan Terbuka
4. Peraturan Bapepam No.X.K.1 tentang Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.
 

Anda mungkin juga menyukai