Anda di halaman 1dari 66

MERGER,

KONSOLIDASI,
AKUISISI,
PEMISAHAN,
PEMBUBARAN dan
HOLDING COMPANY

Dona Budi Kharisma


Landasan Yuridis
• Pasal 122-137 UU No. 40 Tahun 2007
• UU No. 19 Tahun 2003 ttg BUMN => PP No. 43 Tahun 2005 ttg
Pengabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan
Bentuk Badan Hukum BUMN
• PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan PT
• PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Bank
• PP No. 57 Tahun 2010 ttg Pengabungan atau Peleburan Badan
Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat
mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
MERGER
PT
“A”

PT A saja
ATAU
PT B saja

PT
“B”
Henry R.Cheeseman,
• A merger occurs when one corporation is
absorbed into another corporation and
ceases to exist. The corporation that
continues to exist is called the surviving
corporation. The other is called the merger
corporation
Adrian Sutedi
• Dalam istilah hukum perusahaan merger adalah an
amalgamation of two corporations survives and the other
dissappears, yang artinya adalah tindakan
penggabungan dua perusahaan sesuai dengan syarat-
syarat yang ditetapkan oleh undang-undang, di mana
satu dari beberapa perusahaan tetap bertahan dan yang
lainnya hilang.
• Dalam terminologi yang diberikan oleh oleh OECD
(Organizations for Economics Cooperation and
Development), merger adalah “an amalgamation or
joining of two or more firms into an existing firm or a new
firm. A merger is a method by which firms can increase
their size and expand into existing new economic
activities and markets”
PP 27 Tahun 1998
• “Penggabungan adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh satu perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan
perseroan lain yang telah ada dan
selanjutnya perseroan yang
menggabungkan diri menjadi bubar”.
UU 40 Tahun 2007
• Penggabungan adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh satu perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan
perseroan lain yang telah ada yang
mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
perusahaan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada perseroan
yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum perseroan
yang menggabungkan diri berakhir karena
hukum.
Karakteristik MERGER
1) Merupakan perbuatan hukum
2) Terdapat perusahaan yang menggabungkan diri dan
perusahaan yang menerima penggabungan.
3) Perusahaan yang menerima penggabungan tetap eksis
sedangkan perusahaan yang menggabungkan diri bubar
demi hukum tanpa likuidasi
4) Rancangan merger dam konsep akta merger harus disetujui
RUPS
5) Merger ada yang diikutti dengan perubahan AD dan ada
yang tidak diikutti perubahan AD
6) Aktiva dan Pasiva perusahaan yang menggabungkan diri
akan beralih demi hukum kedalam perusahaan hasil merger.
JADI…
• jika dua perusahaan melakukan merger, maka salah
satu diantaranya harus membubarkan diri dengan cara
melakukan likuidasi. Namun berbeda dengan proses
likuidasi biasa, likuidasi pada merger ini tidak
memerlukan proses pemberesan asset-asetnya,
mengingat asset-aset tersebut akan beralih menjadi
asetnya perusahaan pengambil alih. Dalam realitanya,
merger itu sendiri, dan karenanya akibat hukum pun,
sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhan praktek
bisnis.
CONTOH Merger
CONTOH Merger
KONSOLIDASI
PT
“A”

PT “C”

PT
“B”
UU 40 Tahun 2007
Peleburan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih
untuk meleburkan diri dengan cara
mendirikan satu Perseroan baru yang
karena hukum memperoleh aktiva dan
pasiva dari Perseroan yang meleburkan
diri dan status badan hukum Perseroan
yang meleburkan diri berakhir karena
hukum
KARAKTERISTIK Konsolidasi
1) Merupakan Perbuatan Hukum
2) Terdapat 2 atau lebih perusahaan yang meleburkan
diri untuk membentuk perusahaan baru
3) Perusahaan yang meleburkan diri, bubar demi
hukum tanpa likuidasi
4) Perusahaan baru hasil peleburan harus
mendapatkan status badan hukum yang baru dari
Menteri Hukum dan HAM
5) Aktiva dan pasiva perusahaan yang meleburkan diri
demi hukum akan beralih kedalam perusahaan baru
hasil konsolidasi.
CONTOH Konsolidasi

Contoh Konsolidasi yang dilakukan oleh Bank Bumi Daya, Bank Exim, Bank Dagang
Negara, dan Bapindo
AKUISISI

PT A Mjd
PT A Induk
Perusahaan

PT B Mjd
PT B Anak
Perusahaan
UU 40 Tahun 2007

Pengambilalihan adalah perbuatan hukum


yang dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan untuk mengambil alih
saham Perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas Perseroan
tersebut
KARAKTERISTIK Akuisisi
1) Merupakan Perbuatan Hukum
2) Terdapat subyek hukum yang mengambil alih dan
ada perusahaan yang diambilalih
3) Akuisisi bisa dilakukan dgn pembelian saham milik
perusahaan target sehingga jumlah saham mampu
mengendalikan perusahaan target atau disaham
pengendali.
4) Apabila pengakuisisi berbentuk PT, maka sebelum
melakukan akuisisi harus terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari RUPS perusahaan pengakuisisi.
5) Perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang
diakuisisi sama2 tetap hidup.
CONTOH Akuisisi
CONTOH Akuisisi
Problematika?
• Apakah UUPT dapat memberikan
perlindungan hukum terhadap pihak yang
lemah dalam merger? misal : para Pekerja
• Apakah penerapan appraisal right dapat
memberikan perlindungan hukum kepada
pihak yang lemah dalam merger? Misal :
Pemegang Saham Minoritas
• Bagaimana perlindungan hukum merger
peruasahaan Indonesia terhadap merger
perusahaan asing?
Problematika?
• Apakah proses merger, akuisisi dan
konsolidasi wajib mendapatkan
persetujuan menteri ?
Syarat-syarat merger, akuisisi dan konsolodasi dari perusahaan
menurut PP No. 27 Tahun 1998, tersebut terdapat dalam Pasal
4 yang berbunyi:

1. Penggabungan, peleburan dan


pengambilalihan hanya dapat dilakukan
dengan memperhatikan:
a. kepentingan perseroan, pemegang saham
minoritas, dan karyawan perseroan yang
bersangkutan
b. kepentingan masyarakat dan persaingan
sehat dalam melakukan usaha
2. Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas
untuk menjual sahamnya dengan harga saham
yang wajar
3. Pemegang saham yang tidak setuju terhadap
keputusan rapat umum pemegang saham
mengenai penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan hanya dapat menggunakan
haknya agar saham yang dimiliknya dibeli dengan
harga yang wajar sesuai dengan ketentuan Pasal
62 UUPT.
4. Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) tidak menghentikan proses pelaksanaan
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Lemah
Dalam Merger, Konsolidasi, Akuisisi

A. Perlindungan Secara Struktural


• dimaksudkan bahwa kedudukan pihak tersebut
dalam struktur pembagian wewenang dari suatu
perusahaan sangat lemah dibandingkan dengan
kedudukan pihak lainnya
• Para pekerja dalam perusahaan yang akan
merger merupakan salah satu pihak yang mesti
sangat diperhatikan dan dipertimbangkan
sebelum merger dilakukan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan
para pekerja ini dalam hubungan dengan merger adalah:

• Prinsip-prinsip umum mengenai kebijaksanaan


kesejahteraan social yang akan diterapkan setelah merger
• Waktu yang pantas untuk berkonsultasi dengan organisasi
pekerja
• Cara dan saat untuk menginformasikan merger kepada
pekerja
• cara-cara untuk mencegah atau setidak-tidaknya
mengelominir kemungkinan meteriil kepada pihak pekerja,
termasuk memberikan kompensasi yang bersifat materiil
• Aktifitas khusus dari organisasi pekerja dalam perusahaan
• Suatu garansi terhadap keamanan dan ketersediaan
pekerjaan setelah merger.
Bagaimana status karyawan yang perusahaannya
merger, berkonsolidasi dan diakusisi ? Dan bagaimana
perlindungan hukumnya

Pada PRINSIPNYA akibat hukum dari


merger, konsolidasi dan akuisisi adalah
peralihan pengendalian perusahaan, maka
status karyawan sendiri tidak terpengaruh
yaitu TETAP menjadi karyawan di
perusahaan yang diambil alih tersebut.
Akan Tetapi ???
Akan tetapi, apabila dalam hal terjadi M, K, A
dan KARYAWAN/PEKERJA TIDAK BERSEDIA
melanjutkan hubungan kerja, maka pengusaha dapat
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini
diatur dalam pasal 163 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Atas
PHK ini, pekerja berhak atas:
1.      Uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
(disesuaikan dengan masa kerja)
2.      Uang penghargaan masa kerja 1 (satu)
kali ketentuan pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
(besarannya disesuaikan dengan masa kerja)
3.      Uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal
156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, yang terdiri dari:
• a.     cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
• b.     biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima
bekerja;
• c.     penggantian perumahan serta pengobatan dan
perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat;
• d.     hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Sebaliknya, apabila terjadi M, A, K, PERUSAHAAN
TIDAK BERSEDIA menerima  karyawan/pekerja lama
di perusahaan tersebut, maka pengusaha dapat
melakukan PHK (pasal 163 ayat [2] UU
Ketenagakerjaan). Dalam hal ini, karyawan/pekerja
berhak atas:
• 1.      Uang pesangon sebesar 2 (dua) kali sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
(disesuaikan dengan masa kerja)
• 2.      Uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali
ketentuan pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
(besarannya disesuaikan dengan masa kerja)
3.      Uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 156
ayat (4) UU Ketenagakerjaan, yang terdiri dari:
• a.      cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
• b.      biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
• c.      penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat;
• d.      hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
B. Perlindungan Secara Finansial

• Perlindungan terhadap pemegang saham,


terutama pemegang saham minoritas sangat
penting terhadap hukum merger, disamping
perlindungan pihak-pihak lainnya
• Sitem pengaturan Undang-Undang No. 4
Tahun 1971, yang mengubah ketentuan
Pasal 54 KUHD, memberlakukan prinsip one
share one vote, suatu prinsip yang
menetapkan pihak pemegang saham
minoritas sebagai pihak yang rawan
eksploitasi
Perlindungan pemegang saham minoritas dilakukan
dengan prinsip special vote operasionalisasinya
minimal dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
1. Prinsip Super Majority
• mensyaratkan lebih dari sekedar simple majority
(51%) untuk dapat memenangkan voting
• Perseroan Terbatas yang standar pada umumnya
memberlakukan prinsip super majority dalam hal-hal
tertentu yang mungkin menjadi krusial bagi seluruh
pemegang saham, termasuk minoritas.
• UU Perseroan Terbatas memberlakukan prinsip super
majority, baik terhadap hal-hal yang ditentukan sendiri
dalam anggaran dasar perseroan, ataupun terhadap
kegiatan-kegiatan yang ditentukan sendiri oleh
2. Penerapan Appraisal Rights
• Apabila ada pihak pemegang saham yang tidak setuju
dengan merger, padahal RUPS dengan suara mayoritas
tertentu telah memutuskan untuk merger, , maka kepada
pihak yang kalah suara ini oleh hukum diberikan suatu
hak khusus yang disebut appraisal rights.
• appraisal rights adalah hak dari pemegang saham
minoritas yang tidak setuju dengan merger atau tindakan
korporat lainnya, untuk menjual saham yang
dipegangnya itu kepada perusahaan yang
bersangkutan, mana pihak perusahaan yang
mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali
saham-sahamnya itu dengan harga yang pantas
UUPT mengakui prinsip appraisal rights ini melalui Pasal
102 juncto Pasal 125 UUPT. Oleh UUPT tersebut
appraisal rights ini diberikan terhadap tindakan-tindakan
korporat sebagai berikut:

1. Perubahan anggaran dasar


2. Pejualan, penjaminan, pertukaran sebagian
besar atau seluruh kekayaan perseroan
3. Merger, akuisisi dan konsolidasi Perseroan.
Perlindungan hukum merger perusahaan
domestik terhadap merger perusahaan asing
• Pada prinsipnya KPPU ( Komisi Pengawas
Persaingan Usaha RI )berwenang untuk
mengendalikan merger yang mempengaruhi kondisi
persaingan pada pasar domestik Indonesia. Merger
asing yang terjadi di luar wilayah yurisdiksi Indonesia
tidak menjadi perhatian Komisi selama tidak
mempengaruhi kondisi persaingan domestik. Namun
Komisi memiliki wewenang dan akan melaksanakan
kewenangannya terhadap merger tersebut
seandainya merger tersebut mempengaruhi pasar
domestik Indonesia dengan memperhatikan efektivitas
pelaksanaan kewenangan yang dimiliki oleh Komisi.
Merger asing didefinisikan sebagai berikut:
• Merger antara badan usaha asing dengan badan
usaha asing yang keduanya atau salah satunya
beroperasi di Indonesia.
• Merger antara badan usaha asing yang
beroperasi di Indonesia dengan badan usaha
Indonesia.
• Merger antara badan usaha asing yang tidak
beropeasi di Indonesia dengan badan usaha
Indonesia.
• Bentuk merger lainnya yang melibatkan unsur
asing.
• Komisi berwenang untuk mengendalikan merger
yang mempengaruhi kondisi persaingan pada pasar
domestik Indonesia. Merger asing yang terjadi di
luar wilayah yurisdiksi Indonesia tidak menjadi
perhatian Komisi selama tidak mempengaruhi
kondisi persaingan domestik. Namun Komisi
memiliki wewenang dan akan melaksanakan
kewenangannya terhadap merger tersebut
seandainya merger tersebut mempengaruhi pasar
domestik Indonesia dengan memperhatikan
efektivitas pelaksanaan kewenangan yang dimiliki
oleh Komisi.
Apakah PROSES Merger, Akuisisi dan
Konsolidasi WAJIB mdptkan Persetujuan
Menteri ?
Pasal 21 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
 (“UUPT”) yang menyatakan bahwa yang perlu mendapatkan
persetujuan Menteri hanyalah untuk perubahan-perubahan tertentu
sebagai berikut:
• a.      nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
• b.      maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
• c.      jangka waktu berdirinya Perseroan;
• d.      besarnya modal dasar;
• e.      pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
• f.       status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau
sebaliknya.
• Bagi suatu perusahaan yang akan melakukan penggabungan,
peleburan dan akuisisi (pengambilalihan) tidak perlu
mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia (“Menteri”) kecuali merubah AD yang mencakup satu
atau lebih perubahan tersebut di atas. Dalam hal terjadi
penggabungan, peleburan dan akuisisi dengan perubahan AD
yang demikian, penggabungan, peleburan dan akuisisi baru
mulai berlaku sejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran
Dasar oleh Menteri tersebut.
• Khusus untuk Bank, untuk melakukan penggabungan,
peleburan, dan akuisisi wajib terlebih dahulu memperoleh izin
dari Pimpinan Bank Indonesia (lihat Pasal 4 ayat [1] 
PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan
Akuisisi Bank).
PEMISAHAN / Split off
Pasal 1 angka (12) UU 40 Tahun 2007
Pemisahan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan
usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva
dan pasiva Perseroan beralih karena hukum
kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau
sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih
karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan
atau lebih
• Pemisahan terjadi krn dua sebab :
1) Bagian dari rencana restrukturisasi : utk lebih
fokus pd pengembangan usaha inti nya (core
business ) atau juga krn mengurani resiko
usaha pd perusahaan akibat meluasnya
kegiatan usaha.
2) Karena Perintah Undang-Undang. Misal UU
21 Tahun 2008 ttg Perbankan Syariah yg
mengharuskan Bank Syariah harus terpisah
pengeloaannya dari bank konvensional
Karakteristik Pemisahan
1. Merupakan Perbuatan Hukum
2. Terdapat perusahaan Induk dan bagian/unit
yang akan dipisahkan
3. Pemisahan perusahaan atau pembagian
perusahaan dibagi menjadi dua yaitu
pemisahan murni dan pemisahan tidak murni.
4. Perusahaan Induk dalam Pemisahan Tidak
Murni tetap eksis sedangkan dalam pemisahan
Murni, perusahaan induk akan berakhir karena
hukum tanpa dilakukan likuidasi.
Karakteristik Pemisahan
5. Bagian/unit yang dipisahkan menjadi perusahaan
berbadan hukum yang memiliki tanggung jawab
sendiri, yang dipisahkan adalah usaha perseroan
dan bukan saham Perseroan.
6. Bagian/Unit yang dipisahkan menjadi perusahaan
berbadan hukum mendapatkan sebagian Aktiva
dan Pasiva dari perusahaan induk.
7. Tindakan pemisahan perseroan harus
mendapatkan persetujuan RUPS, utk lembaga
keuangan juga perlu izin OJK
Contoh Pemisahan
Bank
Mandiri

Mandiri

Bank Syariah
Mandiri
PEMBUBARAN PERSEROAN
Sebab-sebab pembubaran suatu Perseroan Terbatas
(“PT”) diatur dalam Pasal 142 ayat (1) UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”)
antara lain:
a. berdasarkan keputusan RUPS;
b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan
dalam anggaran dasar telah berakhir;
c. berdasarkan penetapan pengadilan; permohonan
kejaksaan krn melanggar kepentingan umum,
permohonan pihak yg berkepentingan krn cacat
hukum akta pendirian, permohonan organ PT krn PT
tidak mungkin dilanjutkan.
PEMBUBARAN PERSEROAN
d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan
pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk
membayar biaya kepailitan;
e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan
pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga
mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
HOLDING COMPANY
Berdasarkan Black’s Law Dictionary Pocket
Edition, yang dimaksud dengan holding
company adalah:
“A company formed to control other
companies, usually confining its role to
owning stock and supervising management.”
Definition
• Holding company means type of business
organization that allows a firm (called parent) and its
directors to control or influence other firms (called
subsidiaries).
• This arrangement makes venturing outside one’s core
industry possible and under certain conditions to
benefit from tax consolidation, sharing of operating
losses, and ease of divestiture. The legal definition of
a holding company varies with the legal system. Some
require holding of a majority (80 percent) or the entire
(100 percent) voting shares of the subsidiary whereas
other require as little as five percent.
Definition
• Munir Fuady mengartikan Perusahaan Holding adalah
suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki
saham dalam satu atau lebih perusahaan lain
dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain
tersebut. Biasanya (walaupun tidak selamanya) suatu
perusahaan holding memiliki banyak perusahaan yang
bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang sangat
berbeda-beda.
CONTOH HOLDING
COMPANY
CONTOH HOLDING
COMPANY
ASTRA INTERNATIONAL

OTOMOTIF FINANSIAL MINING : PT


AGRONOMI : PT
UNITED
ASTRA AGRO
TRACTOR, PT
PT. TAM, PT AHM, PT Astra Otopart INDUSTRI
PT Toyota Auto 200, PT Astra Isuzu Motor
dll BANK PERMATA
PAMA dll
PT ACC, GARDA OTO dll
CONTOH HOLDING
COMPANY
PT MEDIA NUSANTARA CITRA

TELEVISI MANAGEMENT HOME PRODUCTION


MEDIA BERITA
ARTIS : PT
: Koran Sindo,
STAR MEDIA
RCTI, MNC TV GLOBAL TV, PT I SINEMart
NEWS MDOkeZone.com
NUSANTARA Entertainment
Latar Belakang Holding Company
M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang
berjudul Hukum Perseroan Terbatas (hal 49-50),
mengatakan bahwa dalam rangka memanfaatkan
prinsip limited liability atau pertanggungjawaban terbatas,
sebuah perseroan dapat mendirikan “Perseroan Anak”
atau Subsidiary untuk menjalankan bisnis “Perseroan
Induk” (Parent Company).
Dengan demikian, sesuai dengan prinsip keterpisahan
(separation) dan perbedaan (distinction) yang dikenal
dengan istilah separate entity, maka aset Perseroan Induk
dengan Perseroan Anak “terisolasi” terhadap kerugian
potensial (potential losses) yang akan dialami oleh satu di
antaranya.
Di Inggris, berdasarkan Section 736 dan 736 A, 1989 Act, ada
tiga cara untuk mendirikan subsidiary dengan acuan
sebagai berikut:
a. Satu Perseroan (A) pemegang hak suara mayoritas
(hold a majority of the voting rights) pada Perseroan
lain (B), dan hal itu disebut Perseroan A memegang
“kontrol suara” (voting control) atas Perseroan B.
b. Apabila satu Perseroan (A) pemegang saham pada
Perseroan lain (B), dan Perseroan (A) tadi dapat
menunjuk dan memberhentikan anggota Direksi
Perseroan (B), dalam hal itu Perseroan (A) sebagai
Perseroan Induk dan Perseroan (B) sebagai
Perseroan Anak dimana Perseroan (A) sebagai
Perseroan induk “mengontrol Direksi” (director
control) atas Perseroan (B).
Lanjutan..
c. Apabila satu Perseroan A, merupakan
pemegang saham atas Perseroan lain (B)
dan Perseroan (A) mengontrol sendirian
atau berdasar kesepakatan dengan pihak
pemegang saham yang memiliki hak
suara mayoritas terhadap Perseroan (B),
maka dalam hal ini Perseroan (A) disebut
mengontrol Perseroan (B) berdasar
kesepakatan (contract control).
Holding Company di Amerika
• Di Amerika, ada juga yang mengatur dan
mendefiinisikan Parent Company atau Holding
Company, Subsidiary dan Affiliate.
• Parent atau Holding Company merupakan
penciptaan Perseroan yang khusus disiapkan
memegang saham Perseroan lain untuk
tujuan investasi baik tanpa maupun dengan
“kontrol” yang nyata (without or with actual
control).
Holding Company Dalam UU PT
• Istilah holding company atau parent
company atau perusahaan induk tidak banyak
disinggung dalam Undang-Undang No 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU
Perseroan Terbatas”).
• Hanya dalam Pasal 84 ayat 2 UU Perseroan
Terbatas yang menyatakan ketidakberlakuan
dari hak suara (karena kepemilikan saham)
induk Perseroan yang dikuasai oleh anak
perusahaannya secara langsung atau tidak
langsung.
Holding Company Justru diatur lebih lengkap
dlm UU PT yg lama UU No. 1 Tahun 1995
Salah satunya dalam penjelasan Pasal 29 UU 1/1995, yang
berbunyi:
• Yang dimaksud dengan "anak perusahaan" adalah
perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan
perseroan lainnya yang terjadi karena:
a. lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh
induk perusahaannya;
b. lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS
dikuasai oleh induk perusahaannya;
c. dan atau kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan,
dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat
dipengaruhi oleh induk perusahaannya
HUBUNGAN AFILIASI
• Sumber pendapatan utama bagi Holding
Company adalah pendapatan deviden dari
saham-saham yang dimilikinya. Akan tetapi
suatu holding company bisa saja mempunyai
usaha sendiri disamping memiliki saham di
beberapa perusahaan lainnya, atau biasa
disebut dengan “Operating Holding Company”.
Sedangkan perusahaan-perusahaan yang
manajemen dan operasionalnya dikendalikan
oleh perusahaan induk disebut dengan sebagai
Perusahaan Anak (Subsidiary Company).
Hubungan antara perusahaan induk dan
perusahaan anak disebut Hubungan Affiliasi
HUBUNGAN AFILIASI
Akan tetapi, dari uraian di atas dapat juga kita lihat
bahwa yang lebih memberikan fungsi dan peranan
adalah Perseroan Anak, yang mana biasanya
Perseroan Anak yang menjalankan bisnis dari
Perseroan Induk, dan dengan adanya Perseroan Anak,
Perseroan Induk dapat terhindar dari kerugian potensial.
Selain itu, juga dengan adanya Perseroan Anak, jika
sesuatu terjadi terhadap usaha yang dijalankan oleh
Perseroan Anak, Perseroan Induk hanya
bertanggungjawab sebatas saham yang dimilikinya di
Perseroan Anak, karena keduanya adalah entitas yang
terpisah (separate entity).
TANGGUNG JAWAB HUKUM HOLDING
COMPANY DGN PERUSAHAAN
SUBSIDIARIES
• Konstruksi hukum antara Perusahaan induk dengan Anak
Perusahaan dalam UUPT yang menggunakan prinsip hukum
mengenai kemandirian badan hukum induk dan anak
perusahaan untuk bertindak sebagai subyek hukum mandiri
dan berhak melakukan perbuatan hukum sendiri. Berdasarkan
prinsip hukum tersebut maka berimplikasi :
1. Induk perusahaan tidak bertanggung jawab atas perbuatan
hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan.
2. Berlakunya prinsip limited liability (prinsip keterbatasan
tanggung jawab) yang melindungi perusahaan induk sebagai
pemegang saham anak perusahaan untuk tidak
bertanggungjawab melebihi nilai investasi atas
ketidakmampuan anak perusahaan menyelesaikan tanggung
jawab hukum dengan pihak ketiga.
Prinsip limited liability (prinsip keterbatasan tanggung
jawab) kepada induk perusahaan sebagai pemegang saham
anak perusahaan mengacu pada Pasal 3 ayat 1 UU No. 40
Tahun 2007 tentang PT
• Bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab
atas kerugian Perseroan melebihi  saham yang dimilikinya.
Namun Induk perusahaan akan bertanggungjawab terhadap
permasalahan hukum anak perusahaan dalam hal-hal :
1) Induk Perusahaan turut menandatangani perjanjian yang
dilakukan anak perusahaan dengan pihak ketiga anak
perusahaan
2) Induk Perusahaan bertindak sebagai corporate guarantee
atas perjanjian anak perusahaan dengan kreditor
3) Induk perusahaan melakukan perbuatan melawan hukum
yang mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga dari anak
perusahaan.
Prinsip Piercing the corporate Veil
(Prinsip Perluasan Tanggung Jawab)
Holding Company
• Dalam kondisi tertentu hukum memperkenankan
tanggung jawab hukum pemegang saham melebihi
dari tanggung jawab sebatas sahamnya (Piercing the
corporate veil). UUPT telah memberikan peluang bagi
penerapan Piercing the corporate
veil terhadap hapusnya imunitas limited ability induk
perusahaan sebagai pemegang saham anak
perusahaan sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 2
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas 
Prinsip Piercing The Corporate Veil mengacu pada Pasal 3
ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas 
• Bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1
tidak berlaku apabila terjadi hal-hal berikut :
1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak
terpenuhi.
2. Pemegang saham yang berangkutan baik langsung maupun
tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan
untuk kepentingan pribadi.
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan.
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun
tidak langsung secara melawan hukum menggunakan
kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan
menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.
Perluasan Tanggung Jawab
Holding Company
• Berdasarkan hal tersebut diatas maka Prinsip hukum Piercing the
corporate veil berlaku apabila terbukti hal hal sebagai berikut :
1. Fakta Pengendalian induk terhadap anak perusahaan nyata-nyata
menyebabkan ketidak mandirian secara ekonomi anak perusahaan
sehingga anak perusahaan hanya menjadi instrumen induk
perusahaan karena perbuatan hukum anak perusahaan semata-
mata menjalankan instruksi induk perusahaan.
2. Induk perusahaan terbukti menunjukkan itikad tidak baik dengan
memanfaatkan anak perusahaan untuk kepentingan induk
perusahaan.
3. Induk perusahaan memberikan instruksi kepada anak perusahaan
sehingga anak perusahaan wajib menggunakan kekayaannya tidak
untuk kepentingan anak perusahaan melainkan untuk kepentingan
induk perusahaan sehingga mengakibatkan anak perusahaan
menderita kerugian.

Anda mungkin juga menyukai