Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 4 PERTEMUAN KE 5 (TUGAS KELOMPOK)

BENTUK USAHA DAN KAIDAH HUKUMNYA

KELOMPOK 1 :

BELINDA NORMASARI (210422621232)

BERNIKE MARIA A. O (210422621242)

DIAN NOVITA SUSETYO (210422621353)

DWI ENDAH NURAINI (210422621246)

ELIS NUR FAIDA (210422621219)

FAWWAZ DIO (210422621358)

OFFERING Q_AKUNTANSI_ASPEK HUKUM EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


1. Buatlah pemetaan terkait perbedan badan usaha serta badan hukum antara PT,
CV, Firma, dan Koperasi. 
A. CV (Commanditaire Venootschap/Perseoran Komoditer)
 CV bukan merupakan badan usaha yang berbadan hukum karena tidak adanya
regulasi yang mengaturnya. CV adalah bentuk badan usaha warisan Koloniel
Belanda.
 Syarat pendirian CV lebih mudah sehingga banyak dipilih sebagai badan usaha
untuk bisnis UMKM.
 Pada badan usaha berbentuk CV, tidak ada aturan khusus pencantuman status.
Nama perseroan bisa saja memiliki kemiripan atau kesamaan antara CV satu
dengan CV lainnya.
 Dalam CV, kepengurusan perseroan dibagi dalam 2 golongan, yakni golongan
sekutu aktif dan sekutu pasif. Sekutu aktif bertugas mengurus perusahaan,
sementara sekutu pasif tidak memiliki wewenang mengelola perusahaan dan
hanya bertindak sebagai penyetor modal.
 Pada CV, tidak ada batasan modal dalam pendiriannya. Namun, dalam
praktiknya, besaran modal yang disetorkan di CV akan mempengaruhi pembagian
porsi keuntungan di kemudian hari.
 Pendirian CV hanya perlu didaftarkan ke Sistem Administrasi Badan Usaha
Kementrian Hukum dan HAM. Hal ini mengakibatkan pendirian CV lebih murah
dibanding PT.
 Pada CV asset usaha dan asset pribadi dicampur.
 Pihak yang dirugikan dalam CV yaitu sekutu aktif dan sekutu pasif, tetapi sekutu
pasif hanya modal yang diinvestasikan.
 Dalam pembubaran usaha terjadi jika salah satu sekutu keluar dan tidak ada
pengganti.
 Syarat dalam pendirian CV yaitu, minimal 2 orang, pendirian berbentuk aksa
notaris dalam Bahasa Indonesia.
 Tercatat dalam dasar hukum, KUUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).
B. PT (Perseroan Terbatas)
 PT adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang statusnya diatur
UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
 Terkait penanaman pada perusahaan, untuk badan berbentuk PT setelah
mendapatkan pengesahan dari Kemenkum HAM wajib mencantumkan frasa
perseroan terbatas atau disingkat PT dan nama tersebut tidak boleh digunakan
oleh perusahaan lain.
 Pada struktur kepengurusan, pengurus PT dilakukan oleh Direksi yang dipilih
berdasarkan RUPS. Sementara pemegang saham tidak berwenang untuk
mengelola mengurus PT, kecuali jika pemegang saham perusahaan tersebut
memang ditunjuk RPUS sebagai anggota direksi.
 Dalam UU Nomor 40 thn 2007, modal pendirian PT ditetapkan sebesat Rp
50.000.000,00 kecuali ditentukan lain oleh undang-undang atau peraturan
yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha tersebut di Indonesia.
Namun, dalam UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ketentuan tersebut
mengalami perubahan. Perseroan wajib memiliki modal dasar perseroan,
besaran modal tersebut ditentukan bersadarkan keputusan pendirian perseroan.
 Pendirian PT harus dibuat di notaris untuk kemudian harus mendapatkan
pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM agar berstatus sebagai badan
hukum.
 Pada PT, asset usaha dan asset pribadi dipisah. Pihak yang menanggung rugi
adalah semua pemilik saham.
C. Firma
 Firma adalah suatu persekutuan badan usaha yang didirikan oleh 2 orang atau
lebih atas nama Bersama dengan tujuan /Bersama pula.
 Persekutuan badan usaha firma ini diatur dalam Undang-undang Hukum
Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 16 sampai dengan
pasal 35.
 Nama dari perusahaan firma ini biasanya berasal dari nama orang-orang yang
bersekutu, entah 1 sekutu atau gabungan dari 2 sekutu. Contoh: Firma
AdiAziz.
 Perbedaan dari Firma dengan CV yaitu, firma dijalan kan oleh semua
sekutunya bukan salah satu segala bentuk tanggung jawab akan ditanggung
oleh semua sekutu.
 Setiap sekutu memiliki hak untuk membubarkan untuk membuabarkan firma,
mengingat bahwa keterikatan sekutu dengan sekutu lainnya bersifat seumur
hidup dan mengikat.
 Tidak ada pembedaan dari harta pribadi sekutu dengan harta perusahaan.
 Keuntungan dari perusahaan akan dibagi secara rata dengan jumlah sekutu.
 Saat akan mendirikan firma ini, ada suatu kesepakatan diawal sesuai
permintaan sekutu masing-masing. Jika tidak ada maka akan tunduk pada
Kitap Undang-Undang Hukum Dagang.
 Segala sesuatu yang dilakukan oleh salah satu sekutu seperti menandatangani
kontrak, melakukan pembelian, atau lainnya akan mengimplikasi kepada
sekutu lainnya karena firma didirikan oleh 2 orang tersebut dan bersifat
mengikat.
 Burbarnya firma disebabkan oleh hilangnya satu sekutu tanpa digantingan
oleh sekutu lain. Juga bisa dari kehendak salah satu sekutu yang ingin
membubarkan firma.
D. Koperasi
 Koperasi diatur dalan Undang-undang No 25 Tahun 1992 yang didalamnya
terdapat pengertian koperasi yaitu, koperasi merupakan badan usaha hukum
yang beranggotakan anggota-anggota yang memiliki tujuan Bersama dengan
prinsip gerapakan ekonomi atas asas kekeluargaan. Yang sekarang sudah
diatur juga dalam Undang-undang No 17 Tahun 2012.
 Kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan mengenai segala
permasalahan, tanggung jawab, dan lain-lainnya koperasi adalah rapat umum
anggota.
 Keuntungan dari koperasi disebut sisa hasil usaha. SHU ini nantinya akan
dibagikan kepada seluruh anggota secara adil dengan menyesuaikan besarnya
jasa yang dilakukan oleh anggota tersebut.
 Pendirian koperasi memiliki banyak tujuan yaitu untuk memingkatkan tarif
kehidupan anggota koperasi yang memiliki kesualitan dalam
perekonomiannya, membantu pemerintah dalam mewujudkan masyarakat
yang Makmur dan sejahtera, serta lain-lain.
 Ketika terjadi kepailitan, kerugian pada koperasi, tidak ada mempengaruhi
harta pribadi anggota karena ada pembedaan antara harta pribadi dengan harta
perusahaan.
 Bubarnya koperasi disebabkan adanya keputusan pembubaran pada rapat
umum anggota.

2. Uraikan bagaimana cara kerjasama antara PT Waskita Karya dengan


Subkontraktor -  subkontraktornya

 Menurut kami cara kerja sama PT Waskita karya dengan pendugaan empat
perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sesuai yang tertuang dalam
kontrak. Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, PT Waskita Karya selanjutnya
melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut termasuk yang
diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi. Namun
selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali
uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang
kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor Rachman dan Yuly
Ariandi Siregar. Dalam kasus ini, Fathor dan Ariandi diduga menunjuk sejumlah
perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada 14 proyek yang
dikerjakan oleh PT Waskita Karya. Proyek-proyek tersebut tersebar di Sumatera
Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, hingga Papua.
 Atas tindak pidana ini, keuangan negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp
186 miliar. Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita
Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut.

3. Mengapa kerjasama tersebut melanggar hukum? Beri alasan dasar hukumnya


Dalam kasus tersebut terjadi perbuatan pelanggaran hokum yang terdapat pasal 2
ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto yang berbunyi "Dapat dipidana sebagai pelaku tindak
pidana: (1) mereka yag melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan; (2) mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan". Dan Pasal 65 ayat (1) KUHP
yang berbunyi "Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang
sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang
diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana".
Kasus ini terjadi lantaran Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar dan kawan-
kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan
fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan PT Waskita Karya (persero) Tbk.
Empat perusahaan tersebut diduga tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang
dalam kontrak. Adapun berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terdapat dalam pasal 3 yang berbunyi
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”. Dimana dalam kasus tersebut diduga mantan
Kepala Divisi II PT Waskita Karya, Fathor Rachman dan mantan Kabag Keuangan dan
Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar menggunakan uang pembayaran
dari sejumlah pihak yang terkait untuk kepentingan pribadi atau bisa dikatakan
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan telah menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang telah
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sekurang-kurangnya Rp186
miliar dari sejumlah pengeluaran atau pembayaran PT Waskita Karya kepada
perusahaan-perusahaan subkontraktor yang melakukan pekerjaan fiktif pada proyek-
proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (persero).
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terdapat dalam pasal 18 ayat (1) huruf (b)
yang berbunyi “Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah : Pembayaran uang pengganti
yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yag diperoleh dari tindak
pidana korupsi”. Dimana dalam kasus tersebut seperti yang diketahui bahwa atas
subkontrak pekerjaan fiktif, PT Waskita Karya melakukan pembayaran (uang pengganti)
kepada perusahaan subkontraktor. Setelah menerima pembayaran (uang pengganti),
perusahaan-perusahaan subkontraktor itu menyerahkan kembali uang pembayaran (uang
pengganti) dari PT Waskita Karya tersebut kepada sejumlah pihak termasuk yang
kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi.

Anda mungkin juga menyukai