Anda di halaman 1dari 10

TUGAS UAS HUKUM PERUSAHAAN

Nama Kelompok :
1. Gusti Ayu Sheilla Cantika (1904742010092)
2. I Wayan Suta Wahyu Wardana (1904742010107)
3. Putu Ayu Supradnya Dewi (1904742010126)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
2022
Analisis dasar hukum perusahaan yang di Merger atau Akuisisi! Beserta
contohnya!
Salah satu contoh merger perusahaan dibidang perbankan yaitu merger tiga bank
syariah besar. Bank Syariah Mandiri, bank BNI Syariah dan Bank BRI Syariah.

Merger dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti penggabungan dua (atau lebih)
perusahaan di bawah satu pimpinan.Selanjutnya dalam Undang Undang Perseroan
Nomor 40 Tahun 2007 membedakan antara penggabungan dan peleburan. Pasal 1 ayat
(9) menyatakan bahwa “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah
ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena
hukum”. Dengan kata lain penggabungan adalah kegiatan perseroan yang karena
hukum berakhir karena menggabungkan diri dengan perseroan lain tanpa membuat
perseroan baru.

Pengertian “penggabungan” pada Pasal 1 ayat (9) tersebut identik dengan bunyi
ketentuan Pasal 1 ayat 29 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang menegaskan bahwa ” Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu Bank atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Bank lain yang
telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Bank yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Bank yang menerima penggabungan dan selanjutnya
status badan hukum Bank yang menggabungkan diri berakhir karena hukum”.

Terdapat istilah lain dalam Undang undang perseroan mengenai merger yaitu
peleburan, sebagaimana diafirmasi dalam Pasal 1 ayat 10 yang berbunyi : ” Peleburan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan
hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum”. Atau dengan kata
lain berakhirnya dua atau lebih perseroan dengan cara melebur membuat perseroan
baru.
Mengenai peleburan perseroan yang juga terdapat pada Undang Undang Nomor 21
Tahun 2008 menyatakan bahwa : “Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh dua Bank atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Bank
baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Bank yang meleburkan
diri dan status badan hukum Bank yang meleburkan diri berakhir karena hukum”.

Awalnya perubahan nama BRI Syariah sebagai Bank Penerima penggabungan


menjadi Bank Syariah Indonesia merupakan hasil dari Rapat Umum Pemegang Saham
Luar biasa (RUPSLB) yang dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 2020. Diantara
salah satu point penting dalam risalah RUPSLB acara keempat huruf (a) menyatakan
bahwa “Mengubah Nama perseroan menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk.”

Oleh karenanya dapat difahami bahwa perubahan nama Perseroan BRI Syariah
menjadi Bank Syariah Indonesia dilakukan sebelum moment penggabungan beberapa
bank syariah yang lain sehingga jelas bahwa Nama Bank Syariah Indonesia bukan
nama baru hasil penggabungan, karenanya tepat jika nomenklaturnya adalah
“penggabungan” bukan “Peleburan” sebagaimana dimaksud ketentuan Undang
Undang Perseroan dan Undang Undang Perbankan Syariah.

Aspek Hukum Merger

Dalam Perspektif Hukum Positif

Membahas mengenai akibat hukum dari penggabungan perusahaan (merger) perlu


diketahui syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi sehingga suatu perusahaan dapat
melakukan penggabungan (merger) dengan perusahaan lain. Syarat yang pertama,
menurut penjelasan pasal 126 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, adalah bahwa penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila
merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini yang termasuk pihak-pihak
tertentu adalah kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan
perseroan, kepentingan kreditor, mitra usaha lainnya dari perseroan, kepentingan
masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Syarat kedua berdasarkan penjelasan pasal 123 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40


Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bagi perseroan tertentu yang akan melakukan
penggabungan harus memperoleh persetujuan dari instansi terkait. Perseroan tertentu
artinya perseroan yang mempunyai bidang usaha khusus, antara lain lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Dan yang dimaksud dengan instansi
terkait adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk penggabungan perseroan yang
bergerak di bidang perbankan.

Setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum akan menimbulkan
konsekuensi hukum tertentu bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini
konsekuensi hukum dari penggabungan perusahaan (merger) terhadap eksistensi
perusahaan Perseroan Terbatas yang diambil alih adalah berakhir karena hukum (Pasal
122 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas), sedangkan perusahaan Perseroan Terbatas yang mengambil alih tetap
memakai nama dan identitasnya. Jika dilihat dari pembagian saham, maka bagi
pemegang saham dari perusahaan Perseroan Terbatas yang menggabungkan diri hanya
berhak memiliki sebatas saham yang digabungkan saja sedangkan bagi pemegang
saham dari perusahaan Perseroan Terbatas yang mengambil alih, berhak memiliki
saham yang lebih dominan daripada perusahaan Perseroan Terbatas yang
menggabungkan diri. Setelah terjadinya penggabungan perusahaan (merger).

Berakhirnya badan hukum perseroan karena penggabungan tanpa adanya likuidasi


kemudian berimplikasi pada beberapa hal sebagai berikut :

- Aktiva dan pasiva perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih
karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan hasil
peleburan.

- Pemegang saham perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena


hukum menjadi pemegang saham perseroan yang menerima penggabungan atau
perseroan hasil peleburan.

- Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum


terhitung sejak tanggal penggabungan atau peleburan mulai berlaku.

Kemudian sejak kapan perusahaan yang menggabungkan diri resmi bubar.


Berdasarkan analisa laman dunia notaris.com, perseroan yang menggabungkan diri
resmi bubar sejak.
- Perseroan yang menggabungkan diri bubar, terhitung sejak tanggal persetujuan
menteri atas perubahan anggaran dasar bila penggabungan menyertakan perubahan
anggaran dasar perseroan.

- Perseroan yang menggabungkan diri bubar terhitung sejak tanggal pendaftaran akta
penggabungan dan akta perubahan anggaran dasar perseroan dalam Daftar Perusahaan.
Apabila penggabungan perusahaan disertai perubahan anggaran dasar, namun
perubahan tersebut tak perlu mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM.

- Perseroan yang menggabungkan diri bubar, terhitung sejak tanggal


penandatanganan akta penggabungan. Apabila penggabungan perseroan tanpa disertai
perubahan anggaran dasar

Beralihnya aktiva dan passiva perseroan yang menggabungkan diri kedalam perseroan
penerima penggabungan dalam dunia perbankan dapat diartikan bahwa nasabah
pembiayaan/debitur yang dalam neraca keuangan termasuk katagori aktiva serta dana
pihak ketiga (nasabah deposan) dan modal yang termasuk passiva beralih menjadi
“milik”perusahaan penerima penggabungan.

Dari uraian tersebut secara hukum positif aktiva dalam hal ini akad-akad penyaluran
dana dapat secara otomatis menjadi milik atau dilanjutkan dengan bank penerima
merger (survivor). Demikian pula dengan passiva baik berupa modal dan dana pihak
ketiga lainnya sebagai simpanan atau tabungan dan deposito serta akun passiva lainnya
menjadi hak bank penerima penggabungan.

Pasal 2 angka 2 PP 28/1999 menyatakan, dalam merger, aktiva dan pasiva bank yang
melakukan merger beralih karena hukum kepada bank hasil merger. Jadi, simpanan
dari nasabah penyimpan dana juga ikut beralih demi hukum kepada bank hasil merger.

Sesuai dengan pasal 122 Undang-Undang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah


Nomor 28 tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Likuidasi serta Peraturan OJK
No.74 tahun 2016 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan
Terbuka, sebagai akibat dari penggabungan Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah
akan berakhir demi hukumnya pada tanggal efektif penggabungan, tanpa dilakukannya
likuidasi sebelumnya, dan karenanya:
a. Seluruh aktiva dan pasiva Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah demi hukum
kepada BRI Syariah, sebagai yang menerima penggabungan, dan
b. Pemegang saham Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah kerena hukum
menjadi pemegang saham bank yang menerima penggabungan secara hukum.

Dalam penggabungan perusahaan bank yang dilakukan BRI Syariah, Bank Syariah
Mandiri dan BNI Syariah meminta pendapat konsultan hukum untuk mengetahui
pandangan ahli hukum pada penggabungan perusahaan tersebut. Kantor konsultan
hukum Hadiputra, Hadinoto & Patners ditunjuk berdasarkan Surat Penunjukan
No.S.B.109-MDO/10-2020 tanggal 16 Oktober 2020, No.22/1030-3/DIRCAT tanggal
16 Oktober 2020, dan No. BNISy/DIR/695 tanggal 15 Oktober 2020 sebagai konsultan
hukum bank peserta penggabungan mengenai aspek hukum sehubung dengan
penggabungan bank.

Menurut konsultan hukum Hadiputranto, Hadinoto & Patners menyatakan pendapat


dari segi hukum sebagai akibat dari penggabungan Bank Syariah Indonesia yakni :

1. Dengan dilakukannya penggabungan bank ini, maka Bank Mandiri akan


menjadi pengendali atas BRI syariah sebagai bank yang menerima
penggabungan, sementara Pemerintah Republik Indonesia secara tidak
langsung tetap menjadi pengendali BRI Syariah sebagai bank yang menerima
penggabungan. Dengan demikian, penggabungan ini menyebabkan perubahan
pengendalian secara tidak langsung tetapi tidak menyebabkan terjadinya
perubahan pengendalian secara tidak langsung. Berdasarkan Peraturan OJK
No.9/PJOK.04/2018 tetntang Pengambilalihan Perusahaan Terbuk, perubahan
pengendalian terjadi karena penggabungan usaha dikecualikan dari ketentuan
pelaksanaan pengumuman pengambilalihan dan penawaran tender wajib.

2. Transaksi penggabungan merupakan transaksi afilasi sebagaimana dimaksud


dalam Peraturan OJK No.42/PJOK.04/2020 tentang Transaksi Benturan
Kepentingan. Hal ini mengingat transaksi dilakukan oleh BRI Syariah dengan
Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah yang merupaka perusahaan yang
dikendalikan pihak yang sama (baik secara langsung atau tidak langsung) yaitu
Pemerintah Republik Indonesia (masing-masing melalui BRI, Bank Mandiri,
dan BNI). Untuk melakukan penggabungan tersebut BRI Syariah telah
memperoleh pendapat kewajaran dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)
Sewendho Rinaldy & Rekan selaku penilai independen sebagimana dinyatakan
dalam laporan pendapat kewajaran No.00373/2.005902/BS/07/0242/1/X/2020
tanggal 12 Oktober 2020, yang berpendapat bahwa penggabungan adalah wajar.

3. Penggabungan hanya dapat dilaksanakan setelah persyaratan-persyaratan ini


terpenuhi :

a. Diajukan pernyataan penggabungan usaha kepada OJK sebagai


pengawas pasar modal yang berisi Rancangan Penggabungan beserta
dokumen pendukung sebagimana dipersyaratkan dalam Peraturan OJK
No.74/PJOK.04/2016 tentang Penggabungan atau Peleburan usaha
Perusahaan Terbuka dan diperolehnya pernyataab efektif dari OJK
sehubungan dengan pernyataan penggabungan usaha yang diajukan
oleh BRI Syariah

b. Diumumkan ringkasan Rancangan Penggabungan dalam satu surat


kabar garian yang berperedaran nasional dan situs web BRI Syariah,
Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah.

c. Diumumkannnya rencana penggabungan secara tertulis kepada


karyawaan BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah yang
dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2020

d. Diperolehnya persetujuan atau tidak adanya keberatan dari kreditur dari


masing-masing BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah
dan atau telah dilakukannya tindakan sebagaimana diisyaratkanb dalam
perjanjian-perjanjian dimana masing-masing BRI Syariah, Bank
Mandiri Syariah dan BNI Syariah merupakan pihak

e. Diperolehnya persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham BRI


Syariah, Bank Syariah Mandir dan BNI Syariah

f. Diperolehnya persetujuan-persetujuan yang diperlukan untuk


melakukan penggabungan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar
masing-masing BRI, Bank Mandiri, dan BNI, termasuk namun tidak
terbatas untuk memperoleh persetujuan dari dewan komisaris masing-
masing BRI, Bank Mandiri dan BNI

g. Diperolehnya izin penggabungan dari OJK (Direkrorat Pengaturan dan


Perizinan Perbankan Syariah) termasuk diperolehnya persetujuan
penilian kemampuan dan kepatutan atas pemegang saham pengendali,
anggota direksi dan anggota dewan komisaris, serta hasil wawancara
anggota dewan pengawas syariha BRI Syariah sebagai bank yang
menerima penggabungan

h. Ditandatanganinya Akta Penggabungan Oleh BRI Syariah, Bank


Mandiri Syariah dan BNI Syariah Diperolehnya bukti persetujuan dan
pemberitahuan dari Menkumham ata perubahan anggaran dasar BRI
Syariah sebagai bank yang menerima penggabungan.

4. Sehubungan dengan penggabungan BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah dan


BNI Syariah secara bersama-sama telah mempersiapkan rancangan
penggabungan sebagaimana disyaratkan oleh Undang-Undang No.40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas , Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999
tentang Merger, Konsolidasi dan Akusisi Bank, PJOK No.74 Tahun 2016
Peraturan No.41 Tahun 2019 Tentang Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, Integrasi dan Konversi Bank Umum. Rancangan
penggabungan yang dilakukan secara bersama-sama direksi bank yang
melakukan penggabungan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari
masing-masing dewan komisaris bank yang bersangkutan pada tannggal 20
Oktober 2020.

5. Penggabungan memerlukan perubahan anggaran dasar dari BRI Syariah


sebagai bank yang menerima penggabungan yaitu sehubungan dengan
peningkatan modal dasar dan peningkatan modal ditempatkan dan disetor.
Perubahaan anggaran dasar tersebut akan berlaku sejak tanggal persetujuan dan
pemberitahuan penerimaan dari Menkumham atas perubahaan anggaran dasar
sehubungan dengan peningkatan modal dasar serta peningkatan modal
ditempatkan disetor.
6. Sebagaimana diungkapakan dalam Rancangan Penggabungan, dalam
mempersiapkan penggabungan direksi dari BRI Syariah, Bank Mandiri
Syariah dan BNI Syariah secara bersama-sama telah melakukan penjajakan
kelayakan dengan memperhatikan kepentingan BRI Syariah, Bank Mandiri
Syariah dan BNI Syariah, Masyarakat, dan persaingan sehat dalam melakukan
usaha, serta menjamin tetap terpenuhi hak-hak pemegang saham minoritas dan
karyawan.

7. BRI Syariah telah menunjuk kantor jasa penilia publik Suwendho, Rinaldy dan
Rekan sebagai independen yang menganalisa kewajaran nilai saham BRI
Syariah, Bank Mandiri Syariah telah menunjuk kantor jasa penilai publik
Kusnanto & Rekan sebagai pihak independen yang menganalisa kewajaran
nilai saham Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah telah menunjuk kantor
jasa penilai publik Iwan Bachron dan Rekan sebagai pihak independen yang
menganalisa kewajaran nilaisaham BNI Syariah.

8. Para pemegang saham yang tidak menyetujui rencana penggabungan dalam


Rapat Umum Penggabungan Saham BRI Syariah, berhak untuk meminta agar
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar sesuai dengan ketentuan pasal 15
PJOK No.41 Tahun 2019 dan pasal 126 Jo Pasal 62 UUPT. Pembelian atas
saham-saham yang dimiliki oleh para pemegang saham BRI Syariah dalam
rangka penggabungan oleh BRI dan/atau pihak lain yang akan ditunjuk oleh
BRI (apabila merupakan suatu bank) termasuk sebagai penyertaan modal
sebagai mana dimaksud dalam peraturan OJK No.36 /PJOK.03/2017 tentang
Prinsip Kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan modal, yang mana wajib untu
disetujui oleh OJK.

9. Sebagaimana hasil dari penggabungan, apabila terdapat penggabungan, apabila


tenaga kerja BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah yang tidak
bersedia melanjutkan hubungan dengan ketenagakerjaanya pada BRI Syariah
sebagai bank yang menerima penggabungan maka akan berlaku kententuan di
bidang ketenagakerjaan yang berlaku.

10. Penegasan atas pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari Bank Syariah
Mandiri dan BNI Syariah kepada BRI Syariah dan penerimaan atas pengalihan
hak dan kewajiban tersebut oleh BRI Syariah akan dinyatakan di dalam Akta
Penggabungan. Akta Penggabungan tersebut akan ditandatangani setelah
rencana penggabungan telah disetujui oleh masingmasing pemegang sagam
BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah.

Anda mungkin juga menyukai