Anda di halaman 1dari 3

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 01/PKPU/2012/PN.

NIAGA.MKS.
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Makasar berdasarkan UndangUndang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara
Heryanto Wijaya dengan Firma Litha & Co, dalam persidangan kasus ini berisi mengenai
perkara permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), dimana Majelis Hakim
Pengadilan Niaga Makassar dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh Heryanto Wijaya.
Dalam hal ini Termohon PKPU, yakni Firma Litha & Co mengajukan Peninjauan Kembali.
Adapun yang menjadi dasar dari permohonan PKPU yang diajukan oleh Heryanto Wijaya
terhadap Firma Litha & Co adalah:
1. Termohon PKPU dalam hal ini Firma Litha & Co mempunyai utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih kepada Pemohon PKPU, dalam kasus ini yang menjadi Pemohon PKPU adalah
Heryanto Wijaya.
2. Termohon PKPU telah dihukum untuk membayar utang sebesar Rp150.219.700,00 ( seratus
lima puluh juta dua ratus sembilan belas ribu tujuh ratus Rupiah) dan ditambah denda sebesar 2
%, untuk setiap bulannya, selama 2 (dua) tahun, sehingga total utang Termohon PKPU
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 2051/K/Pdt/2009 tanggal 15 Januari 2010 sebesar
Rp222.325.156,00 (dua ratus dua puluh dua juta tiga ratus dua puluh lima ribu seratus lima puluh
enam Rupiah).
3. Termohon PKPU Firma Litha & Co telah mendapat surat teguran Aanmaning dari Pengadilan
Negeri Makassar No. 20 EKS/2011/PN.Mks jo No. 37/Pdt. G/208/PN. Mks tanggal 1 Agustus
2011, namun sejak dikeluarkan surat Aanmaning tersebut Termohon PKPU tidak dapat
melaksanakan kewajibannya.
4. Sejak diajukannya Permohonan PKPU terhadap Firma Litha & Co ke Pengadilan Niaga
Makassar, Termohon PKPU belum pernah melakukan pembayaran secara tunai dan penuh
kepada Pemohon PKPU atas seluruh Ronny Roy Fernando| 7 Utang/Kewajiban Termohon PKPU
sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
Inti Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Niaga Makassar adalah Termohon PKPU
dalam hal ini Firma Litha & Co mempunyai utang yang telah jatuh waktu dan yang dapat
ditagih kepada Pemohon PKPU, Heryanto Wijaya. Adapun Firma Litha & Co tidak
menjalankan kewajibannya sebagai Termohon PKPU tersebut. Pemohon PKPU
memperkirakan Termohon PKPU Firma Litha & Co tidak dapat melanjutkan membayar
utangnya tersebut.
Adapun bentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum seperti Firma dan CV di atur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 15 sampai dengan Pasal 35.
Ada dua alasan dikatakan sebagai badan usaha non badan hukum, yaitu yang pertama
dalam hal Subjek Hukum, yang menjadi subjek hukumnya adalah orang-orang yang
menjadi pengurusnya, bukan badan usaha itu sendiri karena ia bukanlah badan hukum
sehingga tidak dapat menjadi subjek hukum. Jika seorang pengurus melakukan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, maka merupakan satu kesatuan tanggung jawab antara para
pengurus. Kedua, dalam hal harta perusahaan. Dimana harta perusahaan bersatu dengan
harta pribadi para pengurus/anggotanya. Akibatnya kalau perusahaannya pailit, maka
harta pengurus/anggotanya ikut tersita juga.
Adapun yang menjadi syarat kepailitan menurut Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu memiliki
lebih dari satu Kreditor, dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada Kreditur. Yang
menjadi objek dalam UndangUndang Kepailitan adalah Debitor, yaitu Debitor yang tidak
membayar utangutangnya kepada para Kreditornya. Dimana dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor
37 Tahun 2004 mendefinisikan debitur sebagai orang yang mempunyai utang karena
perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
Debitur tersebut dapat berupa orang perorangan maupun badan hukum.
Dalam badan usaha non badan hukum, Debitur dalam kepailitan adalah tertuju pada para
sekutu atau pengurusnya. Karena bukanlah merupakan badan hukum, jadi tidak mungkin
dinyatakan pailit terhadap badan usaha non badan hukum tersebut. Kepailitan badan
usaha non badan hukum berarti kepailitan dari sekutunya, bukan dari persekutuannya.
Para sekutu atau pengurus masing-masing bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
perikatan-perikatan persekutuan komanditernya. Utang-utang yang tidak dibayar oleh
badan usaha tersebut adalah utang-utang dari para persero badan usaha non badan
hukum tersebut.
Bahwa Termohon PKPU FIRMA LITHA & CO dapat mengajukan Permohonan Peninjauan
Kembali terhadap Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar No.
01/PKPU/2012/PN.Niaga.MKS. Karena dalam Putusan Peninjauan Kembali No. 156
PK/Pdt.Sus/2012 tersebut bahwa, FIRMA LITHA & CO sebagai Termohon PKPU tidak
mempunyai legal standing, dikarenakan FIRMA LITHA & CO bukanlah berstatus badan hukum,
sehingga tidak dapat dijadikan sebagai termohon PKPU. Dalam hal permohonan PKPU, adapun
yang menjadi termohon PKPU adalah orang perorangan, badan hukum, persekutuan yang tidak
berbadan hukum, harta peninggalan. Dalam hal ini Firma sebagai Termohon PKPU, adalah
sebuah perusahaan yang tidak berbadan hukum.
Dalam hal pertanggungjawaban dalam Pasal 18 KUHD, pertanggungjawaban sekutu yang
bersifat pribadi untuk keseluruhan, yang merupakan syarat materiil, maksudnya
pertanggungjawaban sekutu firma tidak terbatas pada pemasukan yang dimasukkannya,
melainkan juga bertanggungjawab secara pribadi atas harta kekayaan milik pribadi terhadap
persekutuan firmanya. Mengenai tanggung jawab, masing-masing anggota Firma dalam Pasal 18
KUHD, bahwa tiap-tiap anggota perseroan, secara tanggung-menanggung bertanggung jawab
untuk seluruhnya atas segala perikatan dari perseroan firma. Dengan demikian, para
sekutu/pengurus bertanggung jawab secara bersama-sama terhadap utang maupun segala
kewajiban yang dimiliki oleh perseroan Firma tersebut
Dengan dikatakannya Firma sebagai perseroan bukan badan hukum, dan karena para pesero
tidak terbatas tanggung jawabnya, maka mereka harus menanggung segala utang-utang yang
telah terjadi sebelumnya. Jika dalam hal perseroan tidak bisa melunasi utang-utangnya, maka
bukan lah seharusnya perseroan tersebut dikatakan pailit, melainkan para pesero/sekutunya.
Dalam hal pailitnya sebuah firma, maka para sekutu/pengurusnya pun ikut jatuh pailit. Hal ini
dapat dimengerti, karena utang perseroan firma juga menjadi utang mereka yang menjadi
tanggungannya dengan harta kekayaan pribadinya. Hal ini memperlihatkan, bahwa Firma
sebagai non badan hukum dimana didalamnya tidak terdapat pemisahan harta antara Firma
dengan para sekutu/pengurusnya.

Anda mungkin juga menyukai