Oleh
Kelompok VII
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
laporan praktikum “Apparent Depth” yang berujuan mengukur kedalaman semu
dan indeks bias dari trapesium akrilik dengan baik meskipun masih banyak
kekurangan didalamya. Tak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada asisten praktikum yang telah membimbimbing kami dalam melaksanakan
praktikum optika di Laboratorium Eksperimen Fisika, dan kepada pengawas
laboratorium dalam membantu mempersiapkan ruangan percobaan serta kepada
rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk semua agar dapat menerapkan
ilmu fisika dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
didalam laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
laporan ini.
Penulis
ii
APPARENT DEPTH
Oleh
Kelompok VII
ABSTRAK
Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan Apparent Depth yang
bertujuan untuk menentukan indeks bias dari pembiasan trapesium kaca akrilik
dan menghitung kedalaman semu dari kaca akrilik. Alat dan bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah lensa cembung transparan, lensa datar
transparan, kertas HVS, pensil, dan penggaris. Pada percobaan ini dilakukan
percobaan pada lensa cembung dan lensa datar dengan dua kali pengulangan.
Pada percobaan ini diukur kedalaman semu (d) dan kedalaman sebenarnya (t)
untuk menghitung indeks bias. Berdasarkan data pengamatan percobaan pertama
didapat besar (d) 5,3 cm dan besar (t) 7,4 cm lalu pada percobaan kedua didapat
besar (d) 6 cm dan besar (t) 7,4 cm. Hasil perhitungan pada data pertama
diperoleh n indeks bias (n) sebesar 1,39 dan %difference sebesar 6,9%. Hasil
perhitungan pada data kedua diperoleh indeks bias (n) sebesar 1,23 dan
%difference sebesar 19,11%.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan Percobaan .................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Cahaya .................................................................................. 3
B. Hukum Snellius ...................................................................................... 4
C. Sumber Cahaya ....................................................................................... 5
D. Pembiasan ............................................................................................... 6
III. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan ....................................................................................... 8
B. Prosedur Percobaan ................................................................................ 9
C. Sketsa Alat .............................................................................................. 9
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan .................................................................................. 11
B. Hasil Perhitungan ................................................................................. 11
C. Pembahasan .......................................................................................... 11
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Sumber cahaya .................................................................................... 8
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data pengamatan ................................................................................... 11
vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apperent depth merupakan kedalaman yang terlihat oleh manusia akibat dari
refraksi atau pembiasan cahaya oleh medium yang dimana tempat benda
tersebut. Refraksi atau pembiasan cahaya adalah peristiwa terjadinya
pembelokan cahaya akibat dari melewati dua buah medium yang berbeda
kerapatan atau indeks biasnya. Pembiasan terjadi apabila sinar datang
membentuk sudut tertentu cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang
batas. Biasanya apperent depth terjadi pada medium seperti air atau akrilik.
Pada percobaan ini akan diukur kedalaman semu dari trapesium akrilik dan
juga akan menentukan indeks bias dari akrilik dengan membandingkan
kedalaman semu dan kedalaman yang sebenarnya. Untuk lebih memahami
mengenai kedalaman semu, maka dilakukanlah percobaan ini.
2
B. Tujuan Percobaan
A. Pengertian Cahaya
Cahaya juga memiliki bergerak lebih laju melalui udara daripada melalui
kaca. Oleh itu cahaya yang bergerak secara serong dipesong kanapa bila
melalui dua medium yang berbeda. Cahaya yang bergerak lurus melalui
10
4
B. Hukum Snellius
Pada sekitar tahun 1621, ilmuwan Belanda bernama Willebrord Snell (1591 –
1626) melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang
dengan sudut bias. Hasil eksperimen ini dikenal dengan nama hukum Snell
yang berbunyi :
a) sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.
b) hasil bagi sinus sudut datang dengan sinus sudut bias merupakan bilangan
tetap dan disebut indeks bias (Konvergen and Surya, 2017). Ketika cahaya
melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian cahaya datang
dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru. Jika
seberkas cahaya datang membentuk sudut terhadap permukaan (bukan hanya
tegak lurus), berkas tersebut dibelokkan pada waktu memasuki medium yang
baru. Pembelokan ini disebut Pembiasan (Smith, 2010).
Sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua media dan pada sudut datang.
Hubungan analitis antara n1 dan n2 ditemukan secara eksperimental pada
sekitar tahun 1621 oleh Willebrord Snell (1591-1626). Hubungan ini dikenal
sebagai Hukum Snell dan dituliskan:
n1 sin Ɵ1 = n2 sin Ɵ2 .......................................................................... (1)
Ɵ 1 adalah sudut dating, dan Ɵ 2 adalah sudut bias (keduanya diukur terhadap
garis yang tegak lurus permukaan antara kedua media). n1 dan n2 adalah
5
11
indeks-indeks bias materi tersebut. Berkas-berkas datang dan bias berada pada
bidang yang sama, yang juga termasuk garis tegak lurus terhadap permukaan.
Hukum Snell merupakan dasar Hukum pembiasan. Jelas dari hukum Snell
bahwa jika n2 > n1, maka Ɵ2 > Ɵ1, artinya jika cahaya memasuki medium
dimana n lebih besar (dan lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan
menuju normal. Dan jika n2 > n1, maka Ɵ2 > Ɵ1, sehingga berkas dibelokkan
menjauhi normal (Nier, 2011).
C. Sumber Cahaya
Di sekitar kita, ada banyak sekali benda yang memancarkan cahaya. Benda
yang dapat memancarkan cahaya dinamakan sumber cahaya. Ada dua macam
sumber cahaya, yaitu sumber cahaya alami dan sumber cahaya buatan.
1. Cahaya Alam (Natural LigthingYang termasuk cahaya alam adalah cahaya
matahari dan bintang.
2. Cahaya Buatan (Artifasial) Cahaya buatan ini meliputi cahaya listrik,
cahaya gas, lampu minyak dan lilin. Cahaya buatan ini sebagai sarana
pelengkap untuk penerangan ruangan.
Pada saat kita berada di suatu ruangan, cahaya dari lampu akan menerangi
ruangan tersebut dan merambat lurus dari sumbernya. Ketika ada sebuah
penghalang yang menghalangi cahaya yang datang, maka akan terbentuk
daerah gelap di tempat dimana cahaya terhalang. Daerah itu dinamakan
daerah bayangan. Apabilla sumber cahaya cukup besar, terkadang terbentuk
dua bagian bayangan. daerah dimana sumber cahaya terhalang seluruhnya
dinamakan umbra dan daerah dimana cahaya terhalang sebagian dinamakan
penumbra. Benda-benda gelap yang menghalangi cahaya dinamakan opaque
atau benda tidak tembus cahaya (Setiawan, 2010).
antar dua medium dengan kerapatan optik yang berbeda, kecepatannya akan
berubah. Perubahan kecepatan cahaya akan menyebabkan cahaya mengalami
pembiasan. Perambatan cahaya dalam ruang hampa udara memiliki kelajuan,
kemudian setelah memasuki medium tertentu akan berubah kelajuannya
Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan, kelajuannya akan turun
sebesar suatu faktor yang ditentukan oleh karakteristik bahan yang
dinamakan indeks bias (n). Indeks bias merupakan perbandingan (rasio)
antara kelajuan cahaya di ruang hampa terhadap kelajuan cahaya di dalam
bahan seperti dinyatakan oleh:
n=c/v ....................................... (2)
dengan,
n = indeks bias
c = kelajuan cahaya di ruang hampa
v = kelajuan cahaya di dalam bahan
(Reni, 2008).
D. Pembiasan
Ketika sebuah berkas cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang
memisah dua medium berbeda, seperti misalnya sebuah permukaan udara
kaca, energi cahaya tersebut dipantulkan dan memasuki medium kedua,
perubahan arah dari sinar yang ditransmisikan tersebut disebut pembiasan.
Gelombang yang ditransmisikan adalah hasil interferensi dari gelombang
datang dan gelombang yang dihasilkan oleh penyerapan dan radiasi ulang
energi cahaya oleh atom – atom dalam medium tersebut. Untuk cahaya yang
memasuki kaca dari udara, ada sebuah ketertinggalan fase (phase lag) antara
gelombang yang diradiasikan kembali dan gelombang datang. Demikian juga
ada ketertinggalan fase antara gelombang hasil (resultan) dan gelombang
datang. Ketertinggalan fase ini berarti bahwa posisi puncak gelombang dari
gelombang yang dilewatkan diperlambat relatif terhadap posisi puncak
gelombang dari gelombang datang di dalam medium tersebut. Jadi, pada
waktunya, gelombang yang dilewatkan tidak berjalan di dalam medium sejauh
gelombang datang aslinya, jadi kecepatan gelombang yang dilewatkan lebih
13
7
kecil dari kecepatan gelombang datang. Indeks bias, yaitu perbandingan laju
cahaya di ruang hampa terhadap laju cahaya di dalam medium, selalu lebih
besar dari 1. Sebagai contoh laju cahaya di dalam kaca kira – kira dua per tiga
dari laju cahaya di ruang bebas. Jadi kaca kira – kira n = c/v = 3/2 (Poedji,
2011).
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebagai
berikut :
Gambar 2. Penggaris
B. Prosedur Percobaan
C. Sketsa Alat
Keterangan :
A = Permukaan atas
B = Permukaan bawah
C = Lensa cembung
D = Trapesium kaca
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan
B. Hasil Perhitungan
C. Pembahasan
Ketika cahaya melewati bidang batas dua bahan yang memiliki perbedaan
indeks bias, maka cahaya akan dibiaskan. Misalnya, ketika ada seberkas sinar
laser yang diarahkan pada sebuah permukaan kaca plan parallel maka berkas
sinar laser akan dibiaskan tepat di perbatasan antara udara-kaca. Pembiasan
cahaya merupakan pembelokan gelombang cahaya yang disebabkan adanya
perubahan kelajuan gelombang cahaya ketika cahaya merambat melalui dua
zat yang indeks biasnya berbeda. Dengan demikian, pembiasan cahaya sangat
ditentukan oleh indeks bias bahannya. Pembiasan cahaya menyebabkan
kedalaman semu dan pemantulan sempurna. Apparent depth atau yang biasa
1312
disebut kedalaman semu adalah kedalaman yang dapat dilihat oleh mata
manusia yang bukan merupakan kedalaman sebenarnya dari benda yang
dilihat. Apparent depth tersebut merupakan kedalaman yang terlihat oleh
manusia akibat dari refraksi atau pembiasan cahaya oleh medium yang
dimana tempat benda tersebut. Biasanya apparent depth terjadi pada medium
seperti air atau akrilik. Pembiasan cahaya ini dijabarkan oleh Willeboard
Snellius dalam hukum Snellius tentang pembiasan. Dimana syarat terjadinya
pembiasan yaitu cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan
optiknya dan cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut
datang lebih kecil dari 90º).
perpotongan sinar yang terdapat pada lensa datar. Perpotongan itulah yang
menunjukkan panjang d kedalaman semu.
Pada data kedua menggunakan langkah yang sama seperti pada data pertama
hanya saja pada data kedua kita mengatur kembali sumber cahaya ditempat
yang berbeda. Setelah kertas HVS diletakkan didepan sumber cahaya
selanjutnya meletakkan lensa cembung sampai menemukan tiga sinar parelel
lalu meletakkan trapesium di titik perptongan tiga sinar paralel tersebut dan
menggambarnya. Setelah data pertama dan data kedua sudah ditemukan
langkah terakhir yaitu mengukur kedalaman semu menggunakan penggaris.
5,3 cm
6 cm
melihat ikan di akuarium ikan terlihat lebih besar dari kenyataan nya berkuran
sedang. Dan ketika mata menggunakan kacamata rabun benda terlihat lebih
jauh padahal benda berada pada jarak dekat.
V. KESIMPULAN
79–89.
Reni. 2008. Fisika Dasar Untuk Sains dan Teknik. Graha Ilmu. Jakarta
Berdasarkan Pola Interferensi Celah Banyak’, Berkala Fisika, 8(2), pp. 37–44.
Tipler. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.
𝑡
𝑛=
𝑑
7,4
1. 𝑛 = = 1,39
5,3
𝑛𝑎𝑘𝑟𝑖𝑙𝑖𝑘 − 𝑛
%𝑑𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒 = | (𝑛𝑎𝑘𝑟𝑖𝑙𝑖𝑘 +𝑛)
| 𝑥 100%
2
1,49−1,39
= |(1,49+1,39)/2| 𝑥 100%
= 6,9%
7,4
2. 𝑛 = = 1,23
6
𝑛𝑎𝑘𝑟𝑖𝑙𝑖𝑘 − 𝑛
%𝑑𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒 = | (𝑛𝑎𝑘𝑟𝑖𝑙𝑖𝑘 +𝑛)
| 𝑥 100%
2
1,49−1,23
= |(1,49+1,23)/2| 𝑥 100%
= 19,11%