Anda di halaman 1dari 26

APPARENT DEPTH

(Laporan Praktikum Optika)

Oleh

Kelompok VII

LABORATORIUM EKSPERIMEN FISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Judul Percobaan : Apparent Depth
Tanggal Percobaan : 05 November 2019
Tempat Percobaan : Laboratorium Eksperimen Fisika
Jurusan : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Kelompok : VII (Tujuh)
Anggota : 1. Janariah 1717041002
2. Nadia Febrianti 1717041008
3. Dwina Nurizky Syahputri 1717041024
4. Ridwan Pratama Yudha 1717041046
5. Firman Tohiri 1757041006

Bandar Lampung, 05 November 2019


Menyetujui,
Dosen Penanggung Jawab

Leni Rumiyanti, S.Pd, M.Sc


NIP. 198705222015042005

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
laporan praktikum “Apparent Depth” yang berujuan mengukur kedalaman semu
dan indeks bias dari trapesium akrilik dengan baik meskipun masih banyak
kekurangan didalamya. Tak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada asisten praktikum yang telah membimbimbing kami dalam melaksanakan
praktikum optika di Laboratorium Eksperimen Fisika, dan kepada pengawas
laboratorium dalam membantu mempersiapkan ruangan percobaan serta kepada
rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat untuk semua agar dapat menerapkan
ilmu fisika dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
didalam laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
laporan ini.

Bandar Lampung, 05 November 2019

Penulis

ii
APPARENT DEPTH

Oleh

Kelompok VII

ABSTRAK

Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan Apparent Depth yang
bertujuan untuk menentukan indeks bias dari pembiasan trapesium kaca akrilik
dan menghitung kedalaman semu dari kaca akrilik. Alat dan bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah lensa cembung transparan, lensa datar
transparan, kertas HVS, pensil, dan penggaris. Pada percobaan ini dilakukan
percobaan pada lensa cembung dan lensa datar dengan dua kali pengulangan.
Pada percobaan ini diukur kedalaman semu (d) dan kedalaman sebenarnya (t)
untuk menghitung indeks bias. Berdasarkan data pengamatan percobaan pertama
didapat besar (d) 5,3 cm dan besar (t) 7,4 cm lalu pada percobaan kedua didapat
besar (d) 6 cm dan besar (t) 7,4 cm. Hasil perhitungan pada data pertama
diperoleh n indeks bias (n) sebesar 1,39 dan %difference sebesar 6,9%. Hasil
perhitungan pada data kedua diperoleh indeks bias (n) sebesar 1,23 dan
%difference sebesar 19,11%.

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan Percobaan .................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Cahaya .................................................................................. 3
B. Hukum Snellius ...................................................................................... 4
C. Sumber Cahaya ....................................................................................... 5
D. Pembiasan ............................................................................................... 6
III. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan ....................................................................................... 8
B. Prosedur Percobaan ................................................................................ 9
C. Sketsa Alat .............................................................................................. 9
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan .................................................................................. 11
B. Hasil Perhitungan ................................................................................. 11
C. Pembahasan .......................................................................................... 11
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Sumber cahaya .................................................................................... 8

Gambar 2. Penggaris ............................................................................................ 8

Gambar 3. Lensa cembung transparan .................................................................. 8

Gambar 4. Kertas HVS .......................................................................................... 8

Gambar 5. Trapesium kaca transparan .................................................................. 8

Gambar 6. Sketsa alat ............................................................................................ 9

Gambar 7. Hasil pengamatan data 1 .................................................................... 13

Gambar 8. Hasil pengamatan data 2 .................................................................... 13

Gambar 9. Kedalaman semu data 1 ..................................................................... 14

Gambar 10. Kedalaman semu data 2 ................................................................... 14

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Data pengamatan ................................................................................... 11

Tabel 2. Hasil perhitungan ................................................................................... 11

vi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cahaya adalah sebuah gelombang elektromagnetik yang merambat. Sumber


cahaya yang memancarkan cahaya tersebut dapat kita lihat secara langsung,
dan banyak juga mengalami suatu fenomena-fenomena seperti fenomena
difraksi, interferensi, pembiasan atau juga pemantulan dan sebagainya. Suatu
pembiasan artinya suatu cahaya yang melewati dua buah medium transparan
yang berbeda kerapatan optiknya. Misalnya medium udara dan medium air.
Pada pembiasan cahaya kita kenal juga dengan istilah kedalaman nyata dan
kedalaman semu, kedalaman nyata ini artinya suatu jarak yang sebenrnya
yang tampak oleh mata, sedangkan kedalaman semu adalah bayangan yang
bisa dilihat jika menggunakan suatu alat pembantu seperti lensa dan
sebagainya. Istilah-istilah ini kita kenal dengan apparent depth.

Apperent depth merupakan kedalaman yang terlihat oleh manusia akibat dari
refraksi atau pembiasan cahaya oleh medium yang dimana tempat benda
tersebut. Refraksi atau pembiasan cahaya adalah peristiwa terjadinya
pembelokan cahaya akibat dari melewati dua buah medium yang berbeda
kerapatan atau indeks biasnya. Pembiasan terjadi apabila sinar datang
membentuk sudut tertentu cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang
batas. Biasanya apperent depth terjadi pada medium seperti air atau akrilik.
Pada percobaan ini akan diukur kedalaman semu dari trapesium akrilik dan
juga akan menentukan indeks bias dari akrilik dengan membandingkan
kedalaman semu dan kedalaman yang sebenarnya. Untuk lebih memahami
mengenai kedalaman semu, maka dilakukanlah percobaan ini.
2
B. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan apparent depth ini sebagai berikut:


1. Untuk mengukur kedalaman semu dari trapesium akrilik.
2. Menentukan indeks bias dari akrilik dengan membandingkan kedalaman
semu dan kedalaman yang sebenarnya.
9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cahaya

Cahaya merupakan sejenis energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang


bisa dilihat dengan mata dan gelombang ini tentunya membawa energi. Jadi
sebenarnya cahaya itu sendiri merupakan salah satu bentuk energi. Energi ini
bergerak bersama gelombang itu sendiri. Cahaya juga merupakan dasar
ukuran meter: 1 meter adalah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada
1/299,792,458 detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 m/s. Cahaya juga
memiliki sifat sebagai partikel yang biasa disebut foton. Karena itulah cahaya
bisa juga dipandang sebagai kumpulan banyak partikel yang tidak bermassa
yang bergerak dengan kecepatan 3×108 m/s.Cahaya diperlukan
dalamkehidupan sehari-hari. Matahari adalah sumber cahaya utama diBumi.
Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat makanan. Sifat-sifat
cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah kita dapat
melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang
gelap. Apabila cahaya terhalang, bayanganyang dihasilkan disebabkan cahaya
yang bergerak lurus tidak dapat berbelok, namun cahaya dapat dipantulkan.
Keadaan ini disebut sebagai pantulan cahaya. Cahaya dipesongkan apabila
bergerak secara serong melalui medium yang berbeza seperti melalui udara
melalui kaca melalui air . Keadaan ini disebut sebagai pembiasan cahaya.
Cahaya bergerak lebih laju melalui udara daripada melalui air (Tipler, 2001).

Cahaya juga memiliki bergerak lebih laju melalui udara daripada melalui
kaca. Oleh itu cahaya yang bergerak secara serong dipesong kanapa bila
melalui dua medium yang berbeda. Cahaya yang bergerak lurus melalui
10
4

medium yang berbeda tidak dibiaskan. Cahaya dibiaskan apabila bergerak


miring melalui medium yang berbeda seperti dari udara ke kaca lalu melewati
air. Keadaan ini disebut sebagai pembiasan cahaya. Hal ini karena cahaya
bergerak lebih cepat di medium yang kurang padat. Namun cahaya yang
datang dengan sudut datang 90 derajat, (tegak lurus) melalui medium yang
berbeda tidak dibiaskan. Contoh hal pembiasan dalam hal sehari-hari adalah
seperti pada kasus sedotan minuman yang kelihatan bengkok dan lebih besar
di dalam air, atau pada kasus dasar kolam kelihatan lebih cetek dari
kedalaman sebenarnya (Sugito et al., 2005).

B. Hukum Snellius

Pada sekitar tahun 1621, ilmuwan Belanda bernama Willebrord Snell (1591 –
1626) melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang
dengan sudut bias. Hasil eksperimen ini dikenal dengan nama hukum Snell
yang berbunyi :

a) sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.
b) hasil bagi sinus sudut datang dengan sinus sudut bias merupakan bilangan
tetap dan disebut indeks bias (Konvergen and Surya, 2017). Ketika cahaya
melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian cahaya datang
dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru. Jika
seberkas cahaya datang membentuk sudut terhadap permukaan (bukan hanya
tegak lurus), berkas tersebut dibelokkan pada waktu memasuki medium yang
baru. Pembelokan ini disebut Pembiasan (Smith, 2010).

Sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua media dan pada sudut datang.
Hubungan analitis antara n1 dan n2 ditemukan secara eksperimental pada
sekitar tahun 1621 oleh Willebrord Snell (1591-1626). Hubungan ini dikenal
sebagai Hukum Snell dan dituliskan:
n1 sin Ɵ1 = n2 sin Ɵ2 .......................................................................... (1)

Ɵ 1 adalah sudut dating, dan Ɵ 2 adalah sudut bias (keduanya diukur terhadap
garis yang tegak lurus permukaan antara kedua media). n1 dan n2 adalah
5
11

indeks-indeks bias materi tersebut. Berkas-berkas datang dan bias berada pada
bidang yang sama, yang juga termasuk garis tegak lurus terhadap permukaan.
Hukum Snell merupakan dasar Hukum pembiasan. Jelas dari hukum Snell
bahwa jika n2 > n1, maka Ɵ2 > Ɵ1, artinya jika cahaya memasuki medium
dimana n lebih besar (dan lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan
menuju normal. Dan jika n2 > n1, maka Ɵ2 > Ɵ1, sehingga berkas dibelokkan
menjauhi normal (Nier, 2011).

C. Sumber Cahaya

Di sekitar kita, ada banyak sekali benda yang memancarkan cahaya. Benda
yang dapat memancarkan cahaya dinamakan sumber cahaya. Ada dua macam
sumber cahaya, yaitu sumber cahaya alami dan sumber cahaya buatan.
1. Cahaya Alam (Natural LigthingYang termasuk cahaya alam adalah cahaya
matahari dan bintang.
2. Cahaya Buatan (Artifasial) Cahaya buatan ini meliputi cahaya listrik,
cahaya gas, lampu minyak dan lilin. Cahaya buatan ini sebagai sarana
pelengkap untuk penerangan ruangan.

Pada saat kita berada di suatu ruangan, cahaya dari lampu akan menerangi
ruangan tersebut dan merambat lurus dari sumbernya. Ketika ada sebuah
penghalang yang menghalangi cahaya yang datang, maka akan terbentuk
daerah gelap di tempat dimana cahaya terhalang. Daerah itu dinamakan
daerah bayangan. Apabilla sumber cahaya cukup besar, terkadang terbentuk
dua bagian bayangan. daerah dimana sumber cahaya terhalang seluruhnya
dinamakan umbra dan daerah dimana cahaya terhalang sebagian dinamakan
penumbra. Benda-benda gelap yang menghalangi cahaya dinamakan opaque
atau benda tidak tembus cahaya (Setiawan, 2010).

Ketika seberkas cahaya mengenai permukaan suatu benda, maka cahaya


tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diteruskan. Jika benda tersebut
transparan seperti kaca atau air, maka sebagian cahaya yang diteruskan
terlihat dibelokkan, dikenal dengan pembiasan. Cahaya yang melalui batas
6
12

antar dua medium dengan kerapatan optik yang berbeda, kecepatannya akan
berubah. Perubahan kecepatan cahaya akan menyebabkan cahaya mengalami
pembiasan. Perambatan cahaya dalam ruang hampa udara memiliki kelajuan,
kemudian setelah memasuki medium tertentu akan berubah kelajuannya
Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan, kelajuannya akan turun
sebesar suatu faktor yang ditentukan oleh karakteristik bahan yang
dinamakan indeks bias (n). Indeks bias merupakan perbandingan (rasio)
antara kelajuan cahaya di ruang hampa terhadap kelajuan cahaya di dalam
bahan seperti dinyatakan oleh:
n=c/v ....................................... (2)
dengan,
n = indeks bias
c = kelajuan cahaya di ruang hampa
v = kelajuan cahaya di dalam bahan
(Reni, 2008).

D. Pembiasan

Ketika sebuah berkas cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang
memisah dua medium berbeda, seperti misalnya sebuah permukaan udara
kaca, energi cahaya tersebut dipantulkan dan memasuki medium kedua,
perubahan arah dari sinar yang ditransmisikan tersebut disebut pembiasan.
Gelombang yang ditransmisikan adalah hasil interferensi dari gelombang
datang dan gelombang yang dihasilkan oleh penyerapan dan radiasi ulang
energi cahaya oleh atom – atom dalam medium tersebut. Untuk cahaya yang
memasuki kaca dari udara, ada sebuah ketertinggalan fase (phase lag) antara
gelombang yang diradiasikan kembali dan gelombang datang. Demikian juga
ada ketertinggalan fase antara gelombang hasil (resultan) dan gelombang
datang. Ketertinggalan fase ini berarti bahwa posisi puncak gelombang dari
gelombang yang dilewatkan diperlambat relatif terhadap posisi puncak
gelombang dari gelombang datang di dalam medium tersebut. Jadi, pada
waktunya, gelombang yang dilewatkan tidak berjalan di dalam medium sejauh
gelombang datang aslinya, jadi kecepatan gelombang yang dilewatkan lebih
13
7

kecil dari kecepatan gelombang datang. Indeks bias, yaitu perbandingan laju
cahaya di ruang hampa terhadap laju cahaya di dalam medium, selalu lebih
besar dari 1. Sebagai contoh laju cahaya di dalam kaca kira – kira dua per tiga
dari laju cahaya di ruang bebas. Jadi kaca kira – kira n = c/v = 3/2 (Poedji,
2011).

Karena frekuensi cahaya di medium kedua sama dengan frekuensi cahaya


datang atom–atom menyerap dan meradiasi ulang cahaya tersebut pada
frekuensi yang sama tetapi laju gelombang berbeda maka panjang gelombang
cahaya yang ditransmisikan berbeda dari panjang gelombang cahaya datang
(Priono, 2016). Penurunan hukum snellius tentang pembiasan dari prinsip
Fermat lebih rumit dari penurunan hukum pemantulan. Lintasan – lintasan
yang mungkin dilalui cahaya dari titik A di udara ke titik B di lintasan kaca.
Titik P1 berada pada garis lurus antara A dan B, tetapi lintasan ini bukan satu –
satunya waktu perjalanan tersingkat karena cahaya melaju dengan kecepatan
lebih kecil di dalam kaca. Jika kita bergerak sedikit ke bagian kanan P 1,
panjang lintasan total lebih besar, tetapi jarak yang dilalui di dalam medium
yang lebih lambat sedikit dari lintasan yang melalui P1. Tidak jelas dari
gambar lintasan mana yang merupakan lintasan dengan waktu tersingkat,
tetapi tidak mengherankan bahwa sebuah lintasan yang sedikit ke kanan dari
lintasan garis lurus memerlukan waktu lebih sedikit karena waktu yang
didapat melalui jarak yang lebih pendek di dalam kaca daripada pengganti
kehilangan waktu melewati jarak yang lebih panjang di udara (Wibowo,
2011).
III. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebagai
berikut :

Gambar 1. Sumber Cahaya

Gambar 2. Penggaris

Gambar 3. Lensa Cembung Transparan

Gambar 4. Kertas HVS

Gambar 5. Trapesium Kaca Transparan


9

B. Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :


1. Metode Paralaks
a. Menempatkan selembar kertas kosong datar diatas meja.
b. Melihat ke bawah melalui bagian atas trapezium menggunakan kedua
mata.
c. Memegang pensil dekat trapezium akrilik menentukan posisi garis
semua.
d. Melihat ke bawah melalui trapesium dengan satu mata, memegang
sebuah pensil runcing sehingga tampak bergaris dengan garis di dalam
trapesium.
2. Metode Ray-Tracing
a. Menempatkan sumber cahaya dalam ray kotak pada selembar kertas
putih.
b. Menandai tempat diatas kertas dimana dua sinar saling silang.
c. Memposisikan trapesium harus tepat pada titik dimana dua sinar lintas.
d. Melacak trapesium dan melacak sinar divergen dari atas permukaan.
e. Melepaskan trapesium dari sumber cahaya. Melacak sinar divergen
kembali ke trapesium.

C. Sketsa Alat

Adapun sketsa alat pada percobaan ini adalah sebagai berikut :


a
t d

Gambar 6. Sketsa Alat


910

Keterangan :
A = Permukaan atas
B = Permukaan bawah
C = Lensa cembung
D = Trapesium kaca
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan

Adapun data pengamatan yang diperoleh sebagai berikut :


Tabel 1. Data Pengamtan
No d (cm) t (cm)
1. 5,3 7,4
2. 6 7,4

B. Hasil Perhitungan

Adapun hasil perhitungan yang diperoleh sebagai berikut :


Tabel 2. Hasil Perhitungan
No n Difference (%)
1 1,39 6,9
2 1,23 19,11

C. Pembahasan

Ketika cahaya melewati bidang batas dua bahan yang memiliki perbedaan
indeks bias, maka cahaya akan dibiaskan. Misalnya, ketika ada seberkas sinar
laser yang diarahkan pada sebuah permukaan kaca plan parallel maka berkas
sinar laser akan dibiaskan tepat di perbatasan antara udara-kaca. Pembiasan
cahaya merupakan pembelokan gelombang cahaya yang disebabkan adanya
perubahan kelajuan gelombang cahaya ketika cahaya merambat melalui dua
zat yang indeks biasnya berbeda. Dengan demikian, pembiasan cahaya sangat
ditentukan oleh indeks bias bahannya. Pembiasan cahaya menyebabkan
kedalaman semu dan pemantulan sempurna. Apparent depth atau yang biasa
1312

disebut kedalaman semu adalah kedalaman yang dapat dilihat oleh mata
manusia yang bukan merupakan kedalaman sebenarnya dari benda yang
dilihat. Apparent depth tersebut merupakan kedalaman yang terlihat oleh
manusia akibat dari refraksi atau pembiasan cahaya oleh medium yang
dimana tempat benda tersebut. Biasanya apparent depth terjadi pada medium
seperti air atau akrilik. Pembiasan cahaya ini dijabarkan oleh Willeboard
Snellius dalam hukum Snellius tentang pembiasan. Dimana syarat terjadinya
pembiasan yaitu cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan
optiknya dan cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut
datang lebih kecil dari 90º).

Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya


karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah
pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu:
Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium
optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat
dari udara kedalam air. Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya
merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat,
contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara. Syarat-syarat terjadinya
pembiasan:
1) cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya;
2) cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut datang lebih
kecil dari 90 derajat).

Dalam melakukan percobaan apparent depth terlebih dahulu kita menyiapkan


alat dan bahan yang digunakan seperti sumber cahaya, lensa cembung
transparan, lensa datar transparan, kertas HVS, pensil, dan penggaris. Awal
mulanya kita menghidupkan sumber cahaya dengan menghubungkan kabel
positif ke positif dan negatif ke negatif. Selanjutnya kita meletakkan dua
kertas HVS di atas meja dan lensa (cembung dan datar) diletakkan di atas
kertas HVS, dimana lensa cembung berada didekat sumber cahaya (dibawah)
dan lensa datar dekat dengan pengamat (diatas). Selanjutnya kita melihat
1413

perpotongan sinar yang terdapat pada lensa datar. Perpotongan itulah yang
menunjukkan panjang d kedalaman semu.

Dalam percobaan apparent depth kami melakukan percobaan sebanyak dua


kali percobaan, dengan menggunakan alat dan bahan yang sama. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akan dibandingkan dalam
pembahasan selanjutnya. Pada percobaan pertama diperoleh pengamatan
yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7. Pengamatan data 1

Pada data kedua menggunakan langkah yang sama seperti pada data pertama
hanya saja pada data kedua kita mengatur kembali sumber cahaya ditempat
yang berbeda. Setelah kertas HVS diletakkan didepan sumber cahaya
selanjutnya meletakkan lensa cembung sampai menemukan tiga sinar parelel
lalu meletakkan trapesium di titik perptongan tiga sinar paralel tersebut dan
menggambarnya. Setelah data pertama dan data kedua sudah ditemukan
langkah terakhir yaitu mengukur kedalaman semu menggunakan penggaris.

Gambar 8. Pengamatan data 2


15
14

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan diperoleh data


pengamatan dengan menarik garis sinar bias pada masing–masing lensa.
Sehingga diperoleh data pengamtan yang dapat dilihat pada Gambar 9.

5,3 cm

Gambar 9. Kedalaman semu data 1.

Berdasarkan hasil pengukuran pada percobaan pertama diperoleh kedalaman


semu (d) sebesar 5,3 cm, dengan kedalaman yang sebenarnya sebesar 7,4 cm.
Pada percobaan kedua dapat dilihat pada Gambar 10.

6 cm

Gambar 10. Kedalaman semu data 2

Berdasarkan hasil pengukuran pada percobaan kedua diperoleh kedalaman


semu (d) sebesar 6 cm, dengan kedalaman yang sebenarnya sebesar 7,4 cm.

Dari hasil pengamatan diperolehlah hasil perhitungan indeks bias dan


perbedaan % differencenya. Pada percobaan pertama diperoleh indeks bias
sebesar 1,39, dan pada percobaan kedua diperoleh indeks bias sebesar 1,23.
Jika indeks bias percobaan dilakukan perbandingan antara indeks bias (n)
sebenarnya (teori) sebesar 1,49. Maka diperoleh perbedaan (difference) Pada
percobaan pertama sebesar 6,9% dan pada percobaan kedua diperoleh sebesar
19,11%.

Apparent depth sering dijumpai dalam kehidupan kita sehari-hari misalnya


saja permukaan kolam yang tampak lebih dangkal dari nyatanya. Hal tersebut
terjadi karena pembiasan oleh dua medium yang berbeda. Kemudian pada saat
1615

melihat ikan di akuarium ikan terlihat lebih besar dari kenyataan nya berkuran
sedang. Dan ketika mata menggunakan kacamata rabun benda terlihat lebih
jauh padahal benda berada pada jarak dekat.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulann dari percobaan ini adalah sebagai berikut:


1. Kedalaman sebenarnya (t) dari data satu maupun data kedua sebesar 7,4 cm.
2. Kedalaman semu (d) pada data satu sebesar 5,3 cm dan pada data dua sebesar
6 cm.
3. Hasil perhitungan pada percobaan pertama diperoleh indeks bias (n) sebesar
1,39 dan % difference sebesar 6,9%.
4. Pada percobaan kedua diperoleh indeks bias (n) sebesar 1,23 dan % difference
sebesar 19,11%.
5. Indeks bias sebenarnya pada percobaan ini sebesar 1,49.
6. Pada percobaan pertama indeks bias yang didapat berhasil karena berbeda %
difference kurang dari 10%. Sedangkan percobaan kedua melebihi 10%
sehingga indeks bias berbeda terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Konvergen, L. and Surya, P. (2017) ‘Anggota Peneliti Muda Utama , Kelompok

Peneliti Muda Universitas Negeri Jakarta Email : amrultdk@yahoo.com’, 2, pp.

79–89.

Nier. 2011. Optics dan Waves. Uxford University. London.

Poedji. 2011. Gelombang dan Optika Jilid 1. Yogyakarta. Yudhistira.

Priono. 2016. Fisika Dasar Universitas Jilid V. Graha Ilmu. Jakarta.

Reni. 2008. Fisika Dasar Untuk Sains dan Teknik. Graha Ilmu. Jakarta

Setiawan. 2010. Dasar – dasar Optika. Yudhistira. Jakarta.

Smith. 2010. Optics for science and engineer. UCL. London.

Sugito, H. et al. (2005) ‘Pengukuran Panjang Gelombang Sumber Cahaya

Berdasarkan Pola Interferensi Celah Banyak’, Berkala Fisika, 8(2), pp. 37–44.

Tipler. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Wibowo. 2011. Prinsip Optika Dasar. Graha Ilmu. Jakarta.


LAMPIRAN
PERHITUNGAN

𝑡
𝑛=
𝑑
7,4
1. 𝑛 = = 1,39
5,3

𝑛𝑎𝑘𝑟𝑖𝑙𝑖𝑘 − 𝑛
%𝑑𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒 = | (𝑛𝑎𝑘𝑟𝑖𝑙𝑖𝑘 +𝑛)
| 𝑥 100%
2
1,49−1,39
= |(1,49+1,39)/2| 𝑥 100%

= 6,9%
7,4
2. 𝑛 = = 1,23
6

𝑛𝑎𝑘𝑟𝑖𝑙𝑖𝑘 − 𝑛
%𝑑𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒 = | (𝑛𝑎𝑘𝑟𝑖𝑙𝑖𝑘 +𝑛)
| 𝑥 100%
2
1,49−1,23
= |(1,49+1,23)/2| 𝑥 100%

= 19,11%

Anda mungkin juga menyukai