Anda di halaman 1dari 3

KERAJAAN HINDU

PERJUANGAN RAJA PURNAWARMAN

Raja Purnawarman Prasasti Ciaruteun

Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia setelah Kerajaan Kutai,
yang diperkirakan terletak di lembah Citarum, Jawa Barat.

Salah satu prasasti peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara adalah Prasasti Ciaruteun di
Bogor, Jawa Barat. Prasasti peninggalan ini menjelaskan bahwa Raja Tarumanegara bernama
Purnawarwan.

Tokoh sejarah yang terkenal pada masa masa kerajaan Tarumanegara adalah Raja
Purnawarman. Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah berani, bijaksana, dan tegar
dalam menghadapi musuh.

Beberapa hal yang dilakukan oleh Raja Purnawarman untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya antara lain sebagai berikut :

1. Membangun Sungai Gomati sepanjang 12 km untuk keperluan pengairan dan


mencegah banjir.
2. Mendukung usaha pertanian padi yang dilakukan rakyatnya.
3. Memberi hadiah 1.000 ekor lembu kepada para brahmana sebagai tanda keberhasilan
Raja Purnawarman membangun sungai-sungai.
KERAJAAN BUDHA

Patih Gajah Mada

Patih Gajah Mada Prasasti Gajah Mada

Patih Gajah Mada adalah seorang patih Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu
Hayam Wuruk. Kala itu, Kerajaan Majapahit berhasil mencapai era keemasannya. Di mana
wilayah kekuasaan Majapahit menjadi sangat luas, bahkan melebihi luas wilayah NKRI saat
ini.
Saat diangkat menjadi seorang patih, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang tercatat
dalam Kitab Pararaton. Sumpah Palapa ini kemudian disebut sebagai sumpah untuk
menyatukan bumi nusantara. Dalam upaya mempersatukan nusantara, Patih Gajah Mada
didukung beberapa tokoh, di antaranya Adityawarman dan Laksamana Nala.
Adapun Sumpah Palapa yang diucap Patih Gajah Mada berbunyi:

“Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa,


sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti
palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring
Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
samana ingsun amukti palapa,'
Artinya:
“Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa,
berkata Gajah Mada “Selama aku belum menyatukan Nusantara,
aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau
Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang,
Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik (Singapura), aku
takkan mencicipi palapa,”
Palapa dalam sumpah tersebut diartikan sebagai rempah-rempah
atau rempah kehidupan yang berarti Patih Gajah Mada tidak akan
menikmati kehidupan dunia sebelum sumpahnya itu terwujud.

KERAJAAN ISLAM

SULTAN MALIK AL SALEH

Sultan Malik AL Saleh Uang Dinar

Eloknya, peradaban Samudera Pasai tidak lepas dari keluhuran akhlaq dan kecakapan
pemimpin negeri tersebut. Tentu hal ini tidak lepas dari perjuangan Sultan Malik Ash Saleh,
sosok yang mula mula menjadi tonggak Kerajaan Samudera Pasai.
Dari Hikayat Raja-Raja Pasai, disebutkan bahwa sebelum menjadi raja Kesultanan Samudera
Pasai, Malikul Saleh ialah seorang Meurah, dengen gelar lengkap Meurah Silu. Meurah
adalah pemimpin suatu teritorial sebelum munculnya wilayah kerajaan. Seorang Meurah
menguasai beberapa gampong.
Prof. A. Hasmy dalam sejarah masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia menuturkan, gelar Sultan Al Malik Ash Saleh merupakan pemberian Syeh Ismail
Al Zarfi. Ia merupakan utusan Syarif yang memerintah kota Mekah. Gelar itu diberikan sebab
kemampuan Meurah Silu dalam memimpin dan membangun negeri muslim menjadi negeri
yang makmur, teratur dan memiliki angkatan militer yang kuat. Gelar ini juga sejatinya
merupakan gelar yang pada masa itu dipakai oleh Raja Mesir, Sultan Al Malik Al Saleh
Najmuddin Al Ayyubi. Ia adalah Sultan yang saat itu sedang berjihad menghadapi perang
Salib yang dipimpin Raja Perancis, Louis IX.

Anda mungkin juga menyukai