BISNIS INTENASIONAL
INTAN TASMILAH
11170000368
SENIN – KAMIS, 18:30, Ruang C101
Dilihat dari kedekatan visi dan fungsi dari masing-masing anggota aliansi, maka dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Aliansi Strategis
Menunjuk pada ‘sekutu dekat’ atau ‘lingkar inti’. Mereka tergabung dalam kelompok
kerja garis depan yang bertugas sebagai penggas, pemrakarsa, pendiri, penggerak utama,
sekaligus penentu dan pengendali arah kebijakan dari sebuah aliansi.
Kerja sama antar perusahaan internasioal dapat terjadi dalam bentuk, misalnya perjanjian
lisensi silanh (cross-licensing) teknologi kepemilikan hak, berbagai fasilitas produksi bersama-
sama atau pembiayaan bersama (co-funding) proyek-proyek riset, atau memasarkan produk
masing-masing dengan memkai jaringan distribusi yang sudah ada. Bentuk-bentuk kerja sama itu
disebut aliansi strategis (strategic alliances), yaitu perjanjian bisnis di mana dua atau lebih
perusahaan memutuskan untuk melakukan kerja sama guna mendapatkan keuntungan bersama.
2. Aliansi Taktis
Menunjuk pada ‘sekutu jauh’ atau ‘lingkar luar’ yang sering kali tidak terlibat langsung
dengan kegiatan aliansi. Mereka umumnya tergabung dalam kelompok kerja pendukung dan
kelompok kerja basis.
B. KEUNTUNGAN ALIANSI
Empat manfaat aliansi strategis: kemudahan masuk kepasar, berbagi resiko, berbagi
pengetahuan dan keahlian, serta sinergi dan keunggulan bersaing.
Perusahaan yang ingin masuk ke pasar baru sering mengahadapi berbagai masalah besar,
seperti persaingan yang ketan dan peraturan pemerintah yang tidak mendukung. Berpartner
dengan perusahaan local dapan membantu perusahaan untuk mengatasi hambatan-hambatan
seperti itu.
Contohnya, Warner Brothers, anak perusahaan time warner yang bergerak dalam bidang
distribusi film, baru-baru ini membidik pasar Eropa sebagai pasar yang penting. Untuk
mempercepat proses masuknya ke Eropa. Perusahaan ini membentuk usaha patungan dengan
jaringan bioskop-bioskop film di Eropa.
2. Berbagi Risiko
Saat ini industry-industri besar begitu kompetitif sehingga tidak perusahaan yang dapat
menjamin akan meraih kesuksesan ketika perusahaan memasuki pasar yang baru atau
mengembangkan produk baru. Aliansi strategis dapat dipakai untuk mengurangi atau
mengendalikan risiko perusahaan tunggal. Misalnya, Boeing membentuk aliansi strategis dengan
beberapa perusahaan Jepang untuk mengurangi risiko financial dalam pengembangan dan
produksi Boeing 777, pesawat jet penumpangnya terbaru.
Atau perhatikan aliansi strategis antara Kodak dan Fuji dan tiga produsen kamera asal
Jepang yang sudah dibahas sebelumnya. Tentu tampak aneh bagi Kodak untuk bekerja sama
dengan Fuji, pesaing terbesarnya, untuk mengembangkan film baru yang sekarang keduanya
memproduksi dan menjualnya. Akan tetapi, jika diamati lebih lanjut, perjanjian ini mengurangi
resiko Kodak secara signifikan.
Berbagai resiko menjadi pertimbangan yang sangat penting ketika perusahaan masuk ke
pasar yang relative baru atau yang memiliki tingkat ketidakpastian dan instabilitas tinggi.
Masih ada alas an lain untuk membentuk aliansi strategis, yakni potensi perusahaan untuk
memperoleh pengetahuan dan keahlian yang dianggap kurang.
Salah satu usaha patungan yang sukse di Amerika adalah kerja sama antara Toyota dan
GM. General Motors menutup pabrik pembuatan mobilnya di Fremont, California, karena
dianggap tidak efisien dan biaya operasinya terlalu mahal. Toyota kemudian setuju untuk
membuka kembali pabrik itu dan mengelolanya melalui usaha patungan yang disebut NUMMI
(New United Motor Manufacturing, Inc).
Idenya adalah bahwa melalui beberapa kombinasi untuk masuk ke pasar, berbagau risiko,
dan potensi pengetahuan, setiap perusahaan yang berkolaborasi ini akan dapat mencapai lebih
banyak dan bersaing dengan lebih efisien di bandingkan jika perusahaan ini berusaha masuk ke
pasar atau industry baru sendirian.
Misalnya, mencipatakan citra merek yang baik di benak kkonsumen merupakan proses
yang membutuhkan waktu lama dan mahal, seperti halnya menciptakan jaringan distribusi yang
efisien dan meraih pengaruh kuat dari para pengecer untuk merebut rak-rak tempat meletakkan
produk-produk perusahaan.
Aliansi Komprehensif terbentuk ketika para partisipan setuju untuk melaksanakan secara
bersama-sama berbagai tahapan proses yang membuat produk atau jasa yang dapat dibawa
kepasar: R&D, desain, produksi, pemasaran, dan distribusi. Usaha patungan dapat memakai
prosedur operasi yang sesuai dengan kebutuhan tertentu, bukannya berusaha mengakomodasikan
prosedur induk perusahaan yang sering tidak sesuai, seperti kasus pada jenis aliansi strategis
yang lain.
2. Aliansi fungsional
Aliansi strategis juga dapat dibentuk dengan lingkup yang lebih sempit dengan
menyertakan hanya satu fungsi bisnis. Dalam kasus seperti itu, mengintergrasikan kebutuhan
induk perusahaan tidak komplek. Jadi biasanya aliansi yang berbasis fungsional tidak berbentuk
usaha patungan, walaupum usaha patungan tetap menjadi bentuk organisasi yang lebih umum.
Jenis-jenis aliansi fungsional meliputi aliansi produksi, aliansi pemasaran, aliansi keuangan, dan
aliansi R&D.
3. Aliansi Produksi
Merupakan aliansi fungsional dimana dua atau lebih perusahaan membuat produk atau
jasanya masing-masing dengan fasilitas yang dipakai bersama. Misalnya seperti yang sudah
dibahas sebelumnya, usaha patungan NUMMI antara Toyota dan GM dilakukan dipabrik
perakitan GM di California, yang sebelumnya sudah ditutp oleh perusahaan. Alternatif lain,
partner-partner dapat memilih untuk membangun pabrik baru, seperti pada kasus usaha patungan
silinder berukuran 1,4 liter di Amerika Selatan.
4. Aliansi Pemasaran
Merupakan aliansi fungsional dimana dua atau lebih perusahaan berbagai jasa atau
keahlian pemasaran. Dalam banyak kasus, salah satu partner memperkenalkan produk atau
jasanya ke pasar yang sudah dimasuki lebih dulu oleh partner yang lain. Perusahaan yang sudah
mapan ini membantu perusahaan pendatang baru dalam mempromosikan, mengiklankan dan
mendistribusikan produk atau jasanya.
5. Aliansi Keuangan
Keputusan untuk aliansi strategi harus berkembang dari proses perencanaan strategi
perusahaan. Setelah mengambil keputusan para manajer kemudian harus menangani beberapa isu
penting yang menentukan tahapan tentang cara pengelolaan perjanjian tersebut, isu tersebut
dibagi menjadi beberapa isu :
1. Pemilihan partner
Kesuksesan setiap kerja sama tergantung pada pemilihan partner yang tepat, dengan
menemukan partner yang tepat memungkinkan strategis yang telah ditentukan menjadi sukses.
Setiap perusahaan yang sedang memikirkan aliansi strategis harus mempertimbangkan 4 faktor
dalam memilih partner :
a. Kecocokan (compability)
Perusahaan harus memilih partner yang cocok dan dapat dipercaya, serta bekerja sama
dengen efektif. Tanpa adanya saling percaya, aliansi strategis tidak akan sukses. Ketidakcocokan
dalam filosofi perusahaan dapat menghancurkan aliansi.
Faktor yang harus dipetimbangkan adalah sifat produk atau jasa calon partner. Para ahli takin
bahwa perusahaan sebaiknya bekerja sama dengan partner yang produk atau jasanya saling
melengkapi (komplementer), tetapi tidak langsung bersaing dengan produknya sendiri.
Adanya kompleksitas dan potensi kerugian karena gagalnya kerja sama. Manajer harus
memperoleh sebanyak mungkin informasi dari calon partner sebelum membentu aliansi strategi.
Misalnya, para manajer harus menilai kesuksesan atau kegagalan aliansi yang sebelumnya
dibentuk oleh para partner.
Dalam membentuk aliansi strategis, calon partner harus spesifik. Misalnya, dengan cara
mengelola persediaan dengan efisien atau cara melatih karyawan supaya lebih efektif sampai ke
yang sangat umum, yaitu dengan memodifikasi budaya perusahaan dengan lebih strategis.
2. Bentuk kepemilikan
Bentuk kepemilikan pasti kepemilikan yang akan dipakai. Usaha patungan hampir selalu
berbentuk korporat (PT), biasanya dibentuk dinegara dimana bisnis akan dilakukan. Usaha
patungan bibentuk di negara lain yang dapat memberikan keuntungan pajar atau hukum.
Bentuk korporta akan membentuk para petner mampu mengatur struktur pajak yang
menguntungkan, mengimplementasikan perjanjian tentang kepemilikan baru, dan melindungi
asset lain dengan baik.
Perusahaan baru memberikan suasana netral bagi lingkungan dimana para petner melakukan
kegiatan bisnis. Potensi konflik dapat dikurangi jika interaksi diantara partner dilakukan diluar
fasilitas atau organisasi mereka.
Dalam perjanjian manajemen bersama, setiap partner berpartisipasi penuh aktif kedalam
mengelola aliansi. Partner yang menjalankan aliansi dan manajer secara teratur menyampaikan
instruksi dan rincian ke manajer aliansi. Manajer memiliki kekuasaan yang terbatas dan harus
menangguhkan sebagian besar keputusan manajer ke induk perusahaan. Tipe perjanjian ini
mengharuskan tingginya tingkat koordinasi dan perjanjian yang mendekati sempurna diantara
partnernya. Jadi, perjanjian ini paling sulit dikelola adalah yang paling rentan menimbulkan
konflik. Contoh usaha patungan yang memakai perjanjian manajemen bersama adalah
perusahaan yang dibentuk oleh Coca Cola dan Group Danone dari Prancis yang
mendistribusikan jus jeruk Coke’s minute Maid di Eropa dan Amerika Latin. Usaha patungan ini
menggabungkan jaringan distribusi dan fasilitas beroperasi dengan sistem perjanjian bersama.
Dalam perjanjian tugas, salah satu partner memiliki tanggung jawab utama atas operasi
aliansi strategis. Manajemen aliasni ini sangat sederhana karena partner yang dominan meiliki
kekuasaan untuk membuat keputusan dan menolak pendapat partner lain.
Masalah ketidakcocokan dapat diantisipasi jika partner lebih dulu membhas dan menganlisa
dengan hati-hati alasan masing-masing partner ikut serta dalam aliansi. Titik awal yang menjadi
pertemuan antar manajemen puncak, kedua belah pohan membahas kepentingan bersama,
sasaran serta keyakinan tentang strategi.
2. Akses ke Informasi
Akses ke informasi merupakan kekurangan lain dari banyak aliansi strategis. Kolaborasi
dapat berjalan dengan efektif, satu partner harus memberikan informasi yang lebih suka
dirahasiakan oleh salah satu partner. Awalnya, memang sering sulit unruk mengidetifikasi
kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan membuat perjanjian tanpa antisipasi harus
berbagi informasi tertentu.
Keterbatasan aliansi strategis adalah distribusi pendapatan. Partner berbagi resiko dan biaya
dan membagi profit. Pada awal perjanjian sudah dijelaskan perbandingan penghasilan yang telah
disepakati, tetapi hal tersebut bisa berubah jika dinegosiasikan.
Akan tetapi, ada pertimbangan financial lain diliar distribusi tersebut yang bisa
mengnimbulkan perselisihan. Partner harus meyetujui proporsi penghasilan yang akan dibagi
diantara mereka.
4. Hilangnya Otonomi
Perusahaan berbagi resiko dan profit, perusahaan melakukan pengendalian untuk membatasi
kegiatan bisnis masing-masing perusahaan. Usaha untuk memperkenalkan produk atau jasa baru,
perubahan cara bisnis aliansi, memperkenalkan perubahan organisasi yang penting untuk dibagas
dan di negosiasikan.
5. Perubahan Keadaan
Kondisi ekonomi yang dulunya memotivasi perjanjian kerja sama sudah tidak ada lagi atau
keunggulan teknologi membuat perjanjian menjadi tidak menguntungkan. Misalnya, Ford Morot
Co dan Volkswagen mengakhiri usaha patungan mereka karena sedang menghadapi masalah
inflasi dan krisis hutang nasional di Brazil dan Argentina dan berkurangnya hambatan
perdagangan karena munculnya Mercosur Accord dan Putaran Uruguay.
Sebelum memulai aliansi harus ada beberapa persiapan agar aliansi dapat berhasil. Pemikiran
yang mendalam tentang struktur dan rincian bagaimana aliansi dapat dikelola perlu
pertimbangan beberapa hal dalam perencanaan aliansi. Sesungguhnya proses pembentukan
aliansi agar sukses ada beberapa hal, yaitu :
1. Pengembangan strategi, pada tahap ini dilakukan kajian kelayakan aliansi, sasaran dan
resionalisasi, pemilihan focus isu yang utama dan menantang, pengembangan
sumberdaya strategi untuk mendukung produksi serta sumber daya manusia.
2. Penilaian rekan, pada tahap ini melakukan analisis potensi rekan yang dilibatkan baik
kekuatan maupun kelemanan, penciptaan strategi untuk mengakomodasikan semua gaya
manajemen rekanan, menyiapkan criteria pemilihan rekanan, memahami motivasi
rekanan.
3. Operasionalisasi aliansi, hal ini mencakup penegasan komitmen manajemen senior
masing masih pihak, penentuan sumber daya yang digunakanoleh aliansi,
menghubungkan dan menyesuaikan anggaran dan sumber daya prioritas dengan strategis.
Dua perusahaan saling mempertukarkan saham kepemilikan, kasus aliansi strategis Bang &
Olufsen dan Philips :
Pada tahun 1990. Philips merupakan perusahaan multinasional terbesar di dunia dan perusahaan
consumer elektronik terkemuka di Eropa dan B&O. B&O dipasar elektronika konsumen tingkat
atas dimana Philips tidak memiliki citra kualitas yang dimiliki B&O. Philips khawatir bahwa
tekanan keuangan mungkin memaksakan B&O memilih competitor Jepang sebagai mitra
jepangnya.
Motivasi B&O
B&O berniat dalam aliansi strategis bisnis Philips untuk mendapatkan kesuksesan akses cepat ke
teknologi yang barunya serta bantuan dalam mengkonversikan tekonologi itu ke aplikatif produk
B&O. Ia inginjaminan penyampaina komponen dengan tepat waktu dengan volume besar dan
harga diskon dari Philips itu sendiri, maupun akses ke jaringan pemasok Philips yang luas
dengan ketentuan yang di dinikmati Philips. B&O juga ingin menikmati hal yang sama
Aliansi Strategi
Disepakatilan sebuah aliansi strategis yang akan memberikan masing-masing mitra apa yang
diingingkan secara komersial Philips setuju untuk menginvestasikan sekitar $50 juta untuk
meningkatkan secara equity dari anak perusahaan operasi B&O.