Anda di halaman 1dari 24

PAJAK PENGASILAN PASAL 21 (PPh 21)

Dosen Pengampu : Desy Amaliati Setiawan, SE, M.Ak


Disusun Oleh : Kelompok 1
1. Ariyanto 11170000152
2. Dina Anavia 11170000338
3. Romiyanti 11170000083
4. Khofifah 11170000320

PROGRAM STUDY AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nyalah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah perpajakan ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan. Makalah ini membahas tentang “PPH Pasal
21”.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menemukan berbagai kendala ,hambatan, dan
tantangan, tetapi dengan kerja keras dan ridho Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik,dan semua itu tidak lepas dari dukungan, bantuan, dan
dorongan dari orang-orang yang berada di sekeliling penulis. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan yang Maha Esa, Orang tua tercinta,
dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan maupun kesalahan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan guna
perbaikan kualitas dalam penyusunan makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca semua

2
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………………………………………………………………………………… 2

Daftar isi…………………………………………………………………………………………………………………………………….. 3

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar belakang……………………………………………………………………………………………………………………………. 4

Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………………………………………. 4

Tujuan Penulisan………………………………………………………………………………………………………………………… 4

BAB 2 PEMBAHASAN

Pengertian pajak penghasilan pasal 21……………………………………………………………………………………… 5

Pemotong pajak penghasilan pasal 21………………………………………………………………………………………. 7

Wajib pajak penghasilan pasal 21……………………………………………………………………………………………… 8

Tidak termasuk wajib pajak penghasilan pasal 21…………………………………………………………………….. 9

Tarif pajak dan pemotongannya……………………………………………………………………………………………….. 11

Tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 untuk yang tidak emiliki NPWP…………………………. 14

Cara mengitung pajak pengasilan pasal 21……………………………………………………………………………….. 14

BAB 3 PENELITIAN

Gambaran objek penelitian………………………………………………………………………………………………………… 22

Perhitungan PPh 21 oleh perusahaan………………………………………………………………………………………… 22

Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………………………………... 24

Saran…………………………………………………………………………………………………………………………………………. 24

3
Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai kepentingan
umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat,
pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat dan sebagainya. Sehingga pajak
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan Negara.
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan sumber terpenting dari
penerimaan Negara. Lagipula penerimaan Negara dari pajak dapat dijadikan indicator atas
peran serta masyarakat (sebagai subjek pajak) dalam kontribusinya melakukan kewajiban
perpajakan, karena pembayaran pajak yang dilakukan akan dikembalikan lagi kepada
masyarakat dalam bentuk tidak langsung.
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi
perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan
membahasnya secara perlahan-lahan agar mudah dimengerti.

Rumusam Masalah
Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang :
 Pengertian pajak penghasilan pasal 21
 Pemotong pajak penghasilan pasal 21
 Wajib pajak penghasilan pasal 21
 Tidak termasuk wajib pajak penghasilan pasal 21
 Tarif pajak dan pemotongannya
 Tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 untuk yang tidak emiliki NPWP
 Cara mengitung pajak pengasilan pasal 21

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Sebagai Syarat untuk penyelesaian mata kuliah Perpajakan 1
2. Menjelaskan mengenai semua tentang PPH pasal 21

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21


1) Pemotongan PPh 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib
Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
2) Penyelenggara Kegiatan adalah orang pribadi atau badan sebagai penyelenggara kegiatan
yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dan dalam bentuk apa pun
kepada kepada orang pribadi sehubung dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.
3) Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja,berdasarkan perjanjian
atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan
suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang
dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian kegiatan, atau ketentuan lain yang
ditetapkan pemberi kerja, termasuk pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang
melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri.
4) Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam
jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan
pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu
tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara
teratur.
5) Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan
apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, ber-dasarkan jumlah hari bekerja, jumlah
unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau peyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta
oleh pemberi kerja.
6) Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun dari pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai

5
imbalan atas jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dan pemberi
penghasilan.
7) Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu,
termasuk mengikuti rapat, siding, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan,
pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.Penerima pension adalah
orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk
pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang
menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
8) Penghasilan Pegawai Tetap Yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap
berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apa pun yang
diberikan secara periodic berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja,
termasuk uang lembur.
9) Penghasilan Pegawai Tetap Yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi
pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu
tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apa pun.
10) Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan secara harian.
11) Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau yang dibayar secara mingguan.
12) Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
13) Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.
14) Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai sehubungan dengan
ppekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee, dan penghasilan sejenis lainnya.
15) Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang terutang atau diberikan kepada peserta kegiatan tertentu, antara lain
berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honoranium, hadiah atau penghargaan,
dan penghasilan sejenis lainnya.

6
16) Masa pajak lainnya adalah masa desember atau masa pajak tertentu di mana pegawai
tetap berhenti bekerja.

B. Pemotongan Pajak PPh Pasal 21


Yang termasuk pemotongan pajak PPh Pasal 21:
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun
cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, uah , honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintahan, termasuk bendahara atau pemegang kas
pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau
lembaga pemerintahan, lembaga-lembaga negara lainnnya dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri, yang membayar gai, upah ,honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pension dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegitan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar :
a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek pajak dalam negeri,
termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan
atas namanya sendiri, bkan untuk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imabalan sehungan dengan kegiatan dan
jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri.
c. Honorarium atau imabalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintahan, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan
suatu kegiatan.
Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah :
1. Kantor perwakilan Negara asing.
7
2. Organisasi-organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata memperkejakan orng pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.

WAJIB PAJAK PPh PASAL 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribaadi yang merupakan

1. Pegaiwai
2. Penerima uang pesangon,pensiun atau uang manffat pensiun ,tunjangan hari tua,atau
jaminan hari tua,termasuk ahli warisnya
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan ,jasa,atau kegiatan,antara lain meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan yang bebas,yang terdiri dari
pengacara,akuntan,arsitek,dokter,konsultan,notaris,penilai,dan aktuaris
b. Pemain musik,pembawa acara,penyanyi,pelawak,bintang film,bintang
sinetron,bintang iklan ,sutradara,kru film,foto
model,peragawan/peragawati,pemain drama,penari,pemahat,pelukis,dan
seniman lainnya.
c. Olahragawan
d. Penasehat,pengajar,pelatih,penceramah,penyuluhdan moderator
e. Pengarang,peneliti dan penerjemah
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya,telekomunikasinya,elektronika,fotografi,ekonomi dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
g. Agen iklan
h. Pegawai atau pengelola proyek
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara
j. Petugas penjaja barang dagangan
k. Petugas dinas luar asuransi
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya

8
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan ,antar lain meliputi:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga
,seni,ketangkasan,ilmu pengetahuan,teknologi,dan perlombaan lainnya
b. Peserta rapat ,konferensi,sidang,pertemuan,atau kunjungan kerja
c. Peserta atau anggota dalam kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu
d. Peserta pendidikan,pelatihan dan magang
e. Peserta magang lainnya

TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PASAL 21

Penghasilan yang tidak dipotong PPh 21 adalah:

1. Penghasilan perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing,dan orang-orang yang diperbankan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka,dengan syarat;
 Bukan warga negara indonesia
 Di indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatannya di indonesia.
 Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam
keputusan menteri keuangan dengan syarat;
a. Bukan warga negara indonesia
b. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan di indonesia

OBJEK PAJAK PPh PASAL 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap,baik berupa penghasilan


yang bersifat teratur maupun tidak teratur
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya

9
3. Penhasilan berupa uang pesangon,uang manfaat pensiun,tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus yang pembayarannya melewati jangka
waktu 2tahun sejak pegawai berhenti bekerja
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas,serta upah harian,upah
,upah satuan,upah borongan atau aupah yang dibayarkan secara bulanan .
5. Imbalan kepada bukan pegawai ,antar lain berupa honorarium ,komisi,fee,dan
imbalan sehubungan engan pekerjaan,jasa,dan kegiatan yyang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan,anatara lain berupa uang saku,uang
representasi,uang rapat,honorarium,hadiah atau penghargaan dengan nama dan
dalam bbbentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang
diterima atau diperoleh anggota dewa komisaris atau dewan pwngawas yang
tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perubahan yang sama.
8. Penghasilan berupa jasa produksi,tantiem,gratifikasi,bonus atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau di tolak mantan pegawai.
9. Penghasilan berupa dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai,dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh menteri keuangan
10. Penerimaan dalam bentuk natura ataaau keniiikmatannn laiiinnnnnnyyya dengan
nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh
a. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yamg bersifat final
b. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus

PENHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PPh 21

Tidak termasuk dalam pengertian dalam penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah:

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan


dengan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan,asuransi jiwa,asuransi
dwiguna,dan asuransi bea siswa
2. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan
oleh wajib pajak atau pemerintah,yang diberikan wajib yang dikenakan pajak
penghasilan yang bersifat final dan dikenakan pajak penghasilan berdasarkan
norma penghitungan khusus

10
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirinya telah
disahkan oleh menteri keuntungan,iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari
tua kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayarkan oleh
pemberi kerja
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu

BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUN

Biaya jabatan adalah biayan untuk mendapatkan menagih,dan memelihara penhasilan yang
sebesarnya 5% dari penghasilan bruto. Setingi-tingginya Rp 1.296.000 setahun atau Rp
108.000 sebulan

Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan,menagih dan memelihara uang pensiun yang
besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000
setahun atau Rp 36.000 sebulan.

TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYA


Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalam Pasal 21
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:
a. Pegawai tetap;
b. Penerima pensiun berkala;
c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan
d. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.

Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar:

Bagi pegawai tetap

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto
dikurangi PTKP. Sedangkan penghasilan neto dihitung seluruh penghasilan bruto
dikurangi dengan:
1) Biaya jabatan;

11
2) Iuran-iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau yang dipersamakan dengan dana pensiun
yang pendiriannya telah disebarkan oleh Menteri Keungan.

Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:


PPh Pasal 21 = Penghasilan Kena Pajak x tariff Ps 17 UU PPh = (Penghasilan netto –
PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh = (Penghasilan bruto – Biaya Jabatan – iuran pensiun dan
iuran THT/JHT yang dibayar sendiri – PTKP) x tariff Ps 17 UU PPh.

Bagi penerima pensiun berkala:


Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi penerima pensiun berkala adalah sebesar
penghasilan neto dikurangi PTKP. Besarnya penghasilan neto adalah seluruh jumlah
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun.
Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:
PPh Pasal 21 = Penghasilan Kena Pajak x tarif Ps 17 UU PPh
= (Penghasilan netto – PTKP) x tariff Ps 17 UU PPh
= (Penghasilan bruto – Biaya Pensiun – PTKP) x tariff Ps 17 UU PPh

Bagi pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan


Bagi pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi
RP3.000.000,00 (tiga juta rupiah), besarnya Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar
Penghasilan bruto dikurangi PTKP.
PPh Pasal 21 = (Penghasilan bruto – PTKP) x tariff Ps 17 UU PPh

2. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja
lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku
harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama
Pasal 17 UU PPh (5%) diterapkan atas:
a. Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu
rupiah), atau
b. Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah
penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
3. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, atas jumlah kumulatif dari:

12
a. Penghasilan Kena Pajak, sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto – PTKP
perbulan, yang diterima atau diperoleh bukan pegawai yang menerima imbalan
yang bersifat berkesinambungan, yang memenuhi ketentua:
 Yang bersangkutan tela mempunyai NPWP,
 Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu
Pemotong PPh Pasal 21, serta
 Tidak memperoleh penghasilan lainnya.
PPh Pasal 21 = 50% x (kumulatif penghasilan bruto – PTKP) x tariff Ps 17 UU
PPh
b. Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak
teratur yang diterima oleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang
tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
PPh Pasal 21 = Kumulatif penghasilan bruto x tariff Ps 17 UU PPh
c. Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai.
PPh Pasal 21 = Kumulatif penghasilan bruto x tariff Ps 17 UU PPh
d. Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
PPh Pasal 21 = Kumulatif penghasilan bruto x tariff Ps 17 UU PPh.

4. Tarif berdasarkan Pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah penghasilan bruto:


a. Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat
berkesinambungan;
b. Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang
diterima peserta kegiatan.
5. Tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang
menjadi beban APBN atau APBD adalah sebagai berikut:
a. Sebesar 0% dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan Golongan II,
Anggota TNI, Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya;
b. Sebesar 5% dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;

13
c. Sebesar 15% dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV,
Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Perwira Menengah dan Perwira
Tinggi, dan Pensiunannya.

TARIF PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI PENERIMA PENGHASILAN YANG


TIDAK MEMPUNYAI NPWP

Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh 21 yang tidak memiliki NPWP,
dikenakan pemotongan PPH Pasal 21 dengan tariff lebih tinggi 20% daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

SAAT TERUTANG
Saat terutang PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dibagi menjadi 2 yaitu bagi penerima
penghasilan dan pemotong penghasilan. Bagi penerima penghasilan adalah pada saat dilakukan
pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sedangkan bagi
pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran
atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

Cara menghitung pajak penghasilan pasal 21


Perhitungan PPh pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pension berkala dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Perhitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh pasal 21 yang
terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa PPh pasal 21, selain
masa pajak Desember atau masa dimana pegawai tetap berhenti bekerja.
2. Perhitungan kembali sebagai dasar pengisian form 1721 A1 atau 1721 A2 dan
pemotongan PPh pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak
di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Perhitungan kembali ini dilakukan pada:
a. Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun.
b. Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan
bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.
Perhitungan masa atau bulanan selain masa pajak Desember atau masa pajak dimana pegawai
tetap berhenti bekerja:

14
1. Perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilan teratur
Bagi pegawai tetap
Untuk menghitung PPh pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu
dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang
meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk
uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
Untuk perusahaan yang masuk program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian
(JK) dan Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi
kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga
bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai
kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam perhitungan PPh pasal 21, premi tersebut
digabungkan dengan pengasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada
pegawai.
Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran
Jaminan Hari Tua, dan/atau Tunjangan Hari Tua yang dibayarkan sendiri oleh pegawai
yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada BPJS
Ketenagakerjaan.
Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan,
maka untuk perhitungan PPh pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu
dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan factor perkalian sebagai
berikut:
a. Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4
b. Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26
Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan
dikalikan 12.
Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib
Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan
Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto
setahun dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja
sampai dengan bulan Desember.
15
Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tariff pasal 17
UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP.
Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tariff Pasal 17 UU PPh terhadap
penghasilan kena pajak, selanjutnya dihitung PPh pasal 21 sebulan, yang ahrus
dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar:
a. Jumlah PPh pasal 21 setahun dibagi dengan 12; atau
b. Jumlah PPh pasal 21 setahun dibagi banyaknya bulan yang menjadi factor pengali
dalam hal wajib pajak mulai bekerja setelah bulan Januari.
PPh pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh pasal 21 sebulan
dibagi 4, sedangkan PPh pasal 21 atas penghasilan sehari berdasarkaan PPh pasal 21
sebulan dibagi 26.
Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang
berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, maka perhitungan PPh pasal 21
atas rapel tersebut adalah sebagai berikut ;
a. Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5
bulan).
b. Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya
kenikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh pasal 21.
c. PPh pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali
atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan.
d. PPh pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih
antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang
telah dipotong sebagaimana disebut pada huruf b.

Bagi penerima pension berkala


Perhitungan PPh pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh
penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut :
a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan
banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai
dengan bulan Desember.
b. Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan
penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari

16
pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangutan pensiun sesuai yang tercantum
dalam bukti pemotongan PPh pasal 21 sebelum pensiun.
c. Untuk menghitung penghasilan kena pajak, jumlah penghasilan pada huruf b
tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh pasal 21 atas
penghasilan kena pajak tersebut.
d. PPh pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan
cara mengurangi PPh pasal 21 dalam huruf c dengan PPh pasal 21 yang terutang
dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang
tercantum dalam bukti pemotongan PPh pasal 21 sebelum pensiun.
e. PPh pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah PPh pasal 21 seperti tersebut dalam
huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Perhitungan PPh pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya
adalah sebagai berikut :
a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun.
b. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto
sebulan dikalikan 12.
c. Selanjutnya dihitung penghasilan kerja kena pajak sebagai dasar penerapan tarif
Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun dikurangi PTKP.
d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap
penghasilan kena pajak, selanjutnya dihitung PPh pasal 21 sebulan, yang harus
dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar jumlah PPh pasal 21 setahun
dibagi dengan 12.

2. Perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilan tidak teratur bagi pegawai tetap
Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus,
premi tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap
dan biasanya dibayarka sekali setahun, maka PPh pasal 21 dihitung dan dipotong
dengan cara sebagai berikut :
a. Dihitung PPh pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah denga
penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
b. Dihitung PPh pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem,
jasa produksi, dan sebagainya.
17
c. Selisih antara PPh pasal 21 menurut perhitungan huruf a dan huruf b adalah PPh
pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa prduksi, dan sebagainya.

Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal
tahun, namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh pasal 21 atas
penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana diatas
dengan memerhatikan ketentuan mengenai perhitungan PPh pasal 21 bulanan atas
peghasilan teratur.

Perhitungan PPh pasal 21 terutang pada bulan Desember atau masa pajak tertentu untuk
pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember.

Perhitungan PPh pasal 21 terutang pada bulan Desember atau bulan tertentu untuk pegawai
tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebagai berikut :
1. Hitung PPh pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari pemotong pajak dalam kalender yag bersangkutan, baik penghasilan yang teratur
maupun yang tidak teratur.
a. Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal
tahun, namun mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja sebelum
bulan Desember, PPh 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah selurung
penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yag bersifat teratur maupun tidak
teratur, selama pegawai tetap yang bersangkutan bekerja dengan pemotong pajak.
b. Sedangkan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai
setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, PPh pasa 21 terutang
dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik
yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan.
2. PPh pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentu
untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah selisih
antara PPh pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang
diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, dengan PPh pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun
kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.
3. Dalam hal jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnya
tersebut lebih besar dari pada PPh pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur
18
dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang
bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun,
atas kelebihan pemotongan PPh pasal 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap
yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh pasal 21.
Atas kelebihan pemotongan PPh pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan,
pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh pasal 21 terutang atas
penghasilan pegawai tetap lainnya dalam masa pajak yang sama, sehingga jumlah PPh
pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk masa pajak tersebut telah
mempertimbangkan jumlah kelebihan pemotongan PPh pasal 21 yang telah diberikan
oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap yang bekerja.

Perhitungan PPh pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, pemagang dan
calon pegawai yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan,
uang saku harian atau mingguan.
1. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima
atau diperoleh dalam sehari:
a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu.
b. Upah satuan dilakukan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam
sehari.
c. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan borongan.
2. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi
Rp 450.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan
kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp 4.500.000,00 maka tidak ada PPh pasal
21 yang harus dipotong.
3. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telah melebihi Rp
450.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan
kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp 4.500.000,00 maka PPh pasal 21 yang
harus dipotong adalah sebesar uapah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku
harian setelah dikurangi Rp 450.000,00 dikalikan 5%.
4. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender
yang bersangkutan telah melebihi Rp 4.500.000,00 dan kurang dari Rp 10.200.000,00
maka PPh pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-
rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari dikalikan 5%.
19
5. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan
kalender telah melebihi Rp 10.200.000,00 maka PPh pasal 21 dihitung dengan
menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu
bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar PPh pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Perhitungan PPh pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga atau tenaga kerja lepas,
pemagang dan calon pegawai yang menerima upah yang dibayarkan secara bulanan
PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah
upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh pasal 21 yang harus dipotong
adalah sebesar PPh pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 21.

Perhitungan PPh pasal 21 untuk anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang
tidak merangkap sebagai pegawai tetap
PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif
jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.

Perhitungan PPh pasal 21 bagi mantan pegawai yang menerima penghasilan berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur
PPh pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun
kalender.

Perhitungan PPh pasal 21 bagi peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai
pegawai yang menarik dana pensiun
PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif
jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun kalender.

Pemotongan PPh pasal 21 bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
PPh pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas dihitung dengan cara menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah
kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan atau
20
terutang dalam 1 (satu) tahun kalender. Dalam hal tenaga ahli tersebut adalah dokter yang
melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto
adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum
dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

Pemotongan PPh pasal 21 bagi orang pribadi dalam negri bukan pegawai, selain tenaga
ahli, atas imbalan yang bersifat berkesinambungan
Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya menerima penghasilan dari pemotong pajak yang
bersangkutan PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

Bagi yang tidak memiliki NPWP atau menerima penghasilan dari selain pemotong pajak yang
bersangkutan PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tariff pasal 17 ayat (1) hurf a UU PPh
atas jumlah kumulatif penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.

Pemotongan PPh pasal 21 bagi orang pribadi dalam negri bukan pegawai, selain tenaga
ahli, atas imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan
PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah
penghasilan bruto.

Perhitungan PPh pasal 21 bagi peserta kegiatan


PPh pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah
penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang
diterima oleh pesert kegiatan.

21
BAB 3 PENELITIAN

Gambaran objek penelitian

Objek yang kamia teliti yaitu PT. CEVA Logistik Indonesia, CEVA Logistik Indonesia adalah
salah satu perusahaan logistik yang terbaik di dunia, menawarkan design end-to-end,
kemampuan implementasi dan operasional di bidang freight forwarding, contract logistics,
transportation management dan distribution management. Alamat kantor pusat: Jl. Jend
Sudirman Kav. 61- 62, Ged Summitmas lt. 18 Senayan, Jakarta 12190. Yang kami teliti salah
satu gudang PT CEVA Logistik Indonesia di Bekasi yang beralamat Komplek Pergudangan
Widya Sakti Kusuma Blok A, B, E, G, Jalan Raya Bekasi No.KM. 28, RT.006/RW.003, Medan
Satria, Kecamatan Medan Satria, Kota Bks, Jawa Barat 17125, Jumlah karyawan 40 orang.
Perhitungan PPh Pasal 21 Pada PT. CEVA Logistik Indonesia
Kmai mengambil contoh perhitungan PPh pasal 21 salah satu karyawan gudang dengan biodata
berikut :
Nama karyawan : Ade Chandra Dwiputra
Status : Karyawan Tetap
Jabatan : Operator Forklift
Sattus : K/2
Pehitungan Tanpa Bonus
Gaji Pokok Rp 4.015.000
Uang Makan Rp 572.000
Uang Lembur Rp 4.345.364
BPJSTK Rp 234.922
BPJS TK & Pensiun (4,24% + 2%) Rp 250.536
BPJS Kesehatan (4%) Rp 160.600
Gaji Bruto Rp 9.578.422
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5%) Rp 478.921
BPJSTK (3%) Rp 120.450
BPJS Kesehatan (1%) Rp 40.150
Total Pengurangan Rp 639.521
Penhasilan Neto Rp 8.938.901
Penghasilan Neto 1 Tahun Rp 107.266.811
PTKP K/2 Rp 67.500.000
Penghasilan Kena
Pajak Rp 39.766.811
PPh Pasal 21 Setahun (5%) Rp 1.988.341
PPh Pasal 21 Sebulan Rp 165.695

22
Perhitungan dengan Bonus
Gaji Pokok Rp 4.015.000
Uang Makan Rp 572.000
Uang Lembur Rp 4.345.364
BPJSTK Rp 234.922
BPJS TK & Pensiun (4,24% + 2%) Rp 250.536
BPJS Kesehatan (4%) Rp 160.600
Gaji Bruto Rp 9.578.422
Gaji Bruto 1 Tahun Rp 114.941.064
THR Rp 4.015.000
Total Rp 118.956.064
Pengurangan (disetahunkan)
Biaya Jabatan (5%) Rp 5.947.803
BPJSTK (3%) Rp 1.445.400
BPJS Kesehatan (1%) Rp 481.800
Total Pengurangan Rp 7.875.003
Penhasilan Neto Rp 111.081.061
PTKP K/2 Rp 67.500.000
Penghasilan Kena
Pajak Rp 43.581.061
PPh Pasal 21 Setahun (5%) Rp 2.179.053
PPh Pasal 21 Atas Gaji Rp 1.988.341
PPh Pasal 21 Bonus Rp 181.588

23
Kesimpulan
PPh 21 memiliki bnyak komponen yang harus dimasukkan seperti:

 Penghasilan Bruto Wajib Pajak


 Penghasilan Tidak Rutin
 Biaya BPJS
 Jaminan Kecelakaan Kerja
 Jaminan Kematian
 Jaminan Kesehatan
 Tunjangan PPh 21 & BPJS yang dibayarkan perusahaan
 Pengurangan Penghasilan Bruto

Perhitungan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 oleh PT. CEVA Logistik Indonesia telah
sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17.

Saran
Penulis sangat berharap jika pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung
jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu disalahgunakan.
Tujuan adanya pajak adalah untuk pembangunan bersama bukan untuk segelintir orang.

24

Anda mungkin juga menyukai