KEY PARTNERSHIP
KELOMPOK 4:
1. Optimasi operasi: fokus pada kompetensi dan kegiatan inti. Kegiatan dan kompetensi
non inti diserahkan kepada mitra. Bentuk semacam ini dikenal dengan istilah
alihdaya/outsourcing.
2. Mendapatkan sumber daya yang tidak dimiliki: salah satu bentuk sumber daya paling
lumrah untuk didapatkan dari mitra kerja antara lain: basis data konsumen, brand yang
kuat, atau teknologi dan paten teknologi
3. Mendapatkan pengetahuan secara organisasi: organisasi membutuhkan pengetahuan
untuk menjalankan operasinya, dan pengethuan tersebut dimiliki oleh mitra. Bentuk
kemitraan semacam ini dikenal sebagai joint operation.
4. Akuisisi pasar, baik untuk mengembangkan ataupun membuka pasar baru: bentuk yang
paling sering dijumpai ialah joint venture untuk mengembangkan pasar internasional.
Khusus kemitraan dalam pengembangan pasar, organisasi yang bermitra bisa bekerja
sama namun tetap bersaing pada saat penjualan.
Osterwalder (2010) menyederhanakan perspektif ini dalam empat bentuk kemitraan, antara
lain: aliansi strategis antara non-pesaing, coopetition (kemitraan strategis antarpesaing), joint
venture (usaha patungan untuk mengembangkan bisnis baru), dan hubungan buyer-supplier untuk
menjamin ketersediaan pasokan.
Osterwalder dan Pigneur mengklasifikasikan motivasi para pihak yang bermitra dalam tiga
kelompok:
Kaskus dapat tumbuh menjadi situs lokal yang terbesar, memiliki keleluasaan dalam
mendapatkan sejumlah uang tanpa membebankannya kepada konsumen. Hal ini dapat dilakukan
karena peran Kaskuser sebagai konsumen dan mitra secara bersamaan. Beberapa argumentasi
penguat untuk alasan ini:
1. Pada saat proses binis sedang berlangsung, Kaskus memainkan peran sebagai fasilitator,
sedangkan konsumen mengambil dua peran secara timbal balik, sebagai penerima dan
penyedia informasi. Kaskuser sebagai konsumen membutuhkan informasi sedangkan
Kaskuser sebagai penyedia informasi dengan sukarela membagikannya. Kaskus bisa saja
menjadi penyedia informasi seperti koran, namun kini konsumen mempunyai keinginan
yang kuat untuk berkontribusi aktif dalam komunitas; menjadi lebih aktif. Perubahan
tersebut ditangkap oleh Kaskus dan menjadikan suatu patron bahwa: satu kegiatan penting
bisa saja diserahkan kepada mitra lain, dalam hal ini ialah konsumen.
2. Kaskus banyak menggunakan sumber daya yang memang berasal dari Kaskuser itu sendiri
secara sukarela. Salah satu sumber daya yang dibutuhkan oleh Kaskus ialah sumber daya
manusia, moderator (memiliki peran vital karena berfungsi untuk menjaga ketertiban dan
kelancaran proses komunikasi dalam forum yang ada), dan programmer. Moderator dalam
Kaskus adalah Kaskuser itu sendiri. Syarat mutlak menjadi moderator ialah aktif dalam
kegiatan Kaskus, moderator Kaskus juga bersifat sukarela atau tidak pernah mendapatkan
upah atas pekerjaannya.
Kaskus menangkap peluang untuk bermitra dengan konsumen dalam bentuk partisipasi aktif.
Partisipasi aktif dalam bentuk ‘posting-an’ yang menarik dapat mengundang jumlah
pengunjung yang lebih banyak lagi. Ketika jumlah pengunjung lebih banyak maka kesempatan
untuk bekerja sama dengan pengiklan menjadi semakin besar. Ketika Kaskus sudah
sedemikian besar seperti sekarang, bahkan memiliki potensi yang lebih besar lagi, maka dapat
mengundang sumber dana (revenue stream) lainnya. Contohnya adalah kemitraan dengan PT
Global Digital Prima (Grup Djarum) yang dapat membuat Kaskus merencanakan menambah
250 server dan menambah 80 personel. Semua dimulai dari kemitraan yang lebih tinggi, hingga
proses membesarkan bisnis secara berkelanjutan.