Namun untuk jangka panjang, setiap bisnis membutuhkan orang-orang untuk membuat
budaya tersebut berjalan baik. Setiap perusahaan, khususnya, sangat membutuhkan
orang-orang yang bahagia – maksudnya adalah suatu tim yang bekerja dengan
sungguh-sungguh bukan hanya sekadar untuk mendapatkan upah. Sebuah organisasi
dengan karyawan yang bahagia akan lebih bertahan lama dan mampu berkembang
dengan pesat sekalipun terdapat hambatan-hambatan.
Apabila suatu perusahaan memiliki budaya yang tidak sehat, kacau, dan tidak
mendukung, bagaimana perusahaan tersebut memperbaiki suatu kesalahan yang telah
mengakar selama bertahun-tahun? Berikut adalah 6 hal yang perlu menjadi
pertimbangan suatu perusahaan yang ingin memperbaiki dan menciptakan budaya
perusahaan yang mendukung dan sehat.
Budaya perusahaan yang buruk dan tidak sehat akan menurunkan produktivitas dan
menekan bakat kreatif para karyawan. Sehingga, untuk mengubah budaya perusahaan
menjadi lebih mendukung, jangan pernah menunggu hari esok berlalu tanpa mengatasi
masalah. Setiap hari yang terlewati oleh perusahaan, maka semakin banyak perusahaan
tersebut akan kehilangan profit.
Suatu budaya perusahaan sangat bergantung pada semua orang di organisasi dan sifat
serta kebiasaan mereka, bukan pada hal lain. Pemilihan inventaris dengan kualitas
tinggi dan makan siang gratis bukan merupakan kebiasaan. Suatu budaya perusahaan
harus mengacu pada perilaku, bukan pada alat atau kedok.
Suatu perusahaan dan bahkan organisasinya pasti sudah sangat paham dan mengetahui
dengan pasti ketika budaya perusahaan menjadi tidak produktif. Orang yang tepat akan
sangat mendukung seorang penggerak yang berinisiatif untuk mengatasinya. Tanamkan
pada setiap karyawan yang lain bahwa menguatkan budaya merupakan prioritas yang
utama dan membutuhkan setiap bantuan anggota tim.
Beberapa orang akan dengan mudah beradaptasi terhadap adanya budaya baru yang
telah diusulkan oleh penggerak tersebut. Namun, beberapa yang lain pasti akan
menyatakan sikap tidak setuju apabila budaya perusahaan perlu diubah. Berikan
kesempatan kepada karyawan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan, karena
mereka mungkin memiliki kebiasaan yang keliru yang telah mendarah daging dalam
diri mereka, dan perubahan ini pasti menjadi hal baru untuk mereka. Namun tetap
perlu diingat bahwa penyesuaian mereka akan menjadi faktor penentu keberhasilan
perubahan budaya perusahaan.
6. Komitmen semua pihak
Dalam suatu perubahan budaya perusahaan, dibutuhkan komitmen yang kuat dari
seluruh bagian organisasi dari perusahaan. Organisasi perlu memastikan bahwa semua
orang dalam perusahaan terfokus dan berkomitmen sepenuhnya untuk perubahan
budaya perusahaan untuk jangka panjang.
Sebenarnya perubahan budaya kerja bukan hanya tanggung jawab divisi HR namun
menjadi tanggung jawab setiap bagian dari perusahaan. Perubahan budaya yang lebih
baik diperlukan agar perusahaan tetap bisa berkembang dan mempertahankan
keberadaannya di dunia industri. Dalam melakukan perubahan, terdapat serangkaian
tantangan yang pasti akan dihadapi HR.
Tantangan ini, sekali lagi, perlu disikapi dengan perhitungan yang cermat serta
pembacaan kondisi yang baik. Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi ketika HR
ingin melakukan perubahan budaya di lingkungan kerja. Berikut jabaran hambatan,
beserta solusi yang bisa menjadi opsi untuk HR dalam menyikapi hambatan tersebut.
Solusi utama dari permasalahan ini adalah komunikasi yang baik. Setiap perubahan
yang ingin dilakukan, sebaiknya dikomunikasikan dengan baik kepada setiap
karyawan agar karyawan memahami urgensi perubahan tersebut.
Berikan insight secara mendalam, sehingga karyawan bisa melihat tujuan besar
dibalik perubahan budaya kerja yang akan dilakukan.
2. Kurangnya Keinginan untuk Berubah
Langkah awal untuk melakukan perubahan adalah mendapatkan dukungan dari level
eksekutif dari perusahaan. Ketika level eksekutif menyetujui perubahan yang akan
dilakukan, maka penerapan perubahan yang direncanakan bisa lebih mudah karena
setiap staff eksekutif akan turut serta membantu pada level di bawahnya.
Terkadang hal ini menjadi sedikit sulit ketika level eksekutif ‘menolak’ perubahan
yang direncanakan. Comfort zone yang tercipta dan kurangnya keinginan untuk
melakukan perubahan menjadi problem utama. Hal ini sangat awam terjadi pada staf
dengan usia yang cukup senior serta pikiran yang masih konservatif.
Pendekatan secara personal dan profesional perlu dilakukan dengan intens. staff
senior biasanya mengandalkan pengalaman yang dimiliki, padahal tidak semua staff
senior pernah mengalami revolusi industri dengan orientasi pada optimalisasi sistem
informasi berlandaskan teknologi internet. Hal ini yang perlu disampaikan dan
dimengerti oleh staf senior tersebut agar perubahan bisa diterapkan lebih mudah.