Anda di halaman 1dari 9

STRATEGI ALIANSI INTERNASIONAL

A. Pengertian Strategi Aliansi


Strategi Aliansi (Strategic Alliances) yaitu perjanjian bisnis di mana dua atau lebih
perusahaan memutuskan untuk melakukan kerjasama guna mendapatkan keuntungan bersama.
Partner-partner dalam aliansi strategi setuju untuk menggabungkan aktivitas riset dan
pengembangan, keahlian dalam pemasaran dan kemampuan manajerial. Aliansi strategi hanyalah
salah satu metode yang dilakukan perusahaan agar dapat masuk atau melakukan ekspansi operasi
internasional. Usaha patungan (join venture) adalah bentuk khusus aliansi strategis yang
merupakan gabungan dua atau lebih perusahaan untuk menciptakan entitas bisnis baru yang
secara hokum terpisah dan berbeda dari induk perusahaannya. Usaha patungan biasanya
berbentuk perusahaan dan dimiliki oleh induk perusahaan dengan proporsi sesuai hasil negoisasi.
Aliansi strategis non usaha patungan dapat dibentuk semata-mata untuk membuat
partner-partner mampu mengatasi halangan yang dihadapi setiap partner dalam jangka pendek.
Aliansi strategis non usaha patungan  biasanya memiliki tujuan dan lingkup yang lebih sempit.
Aliasi strategis non usaha patungan sering dibentuk untuk tujuan tertentu yang akan berakhir
secara alami. Karena misinya sempit dan tidak adanya struktur organisasi formal, aliansi strategi
non usaha patngan biasanya kurang stabil dibandingkan dengan usaha patungan (joint venture).

B. Keuntungan Strategi Aliansi


Ada empat keuntungan dari strategi aliansi yaitu:
Kemudahan masuk pasar : strategi aliansi akan membuat perusahaan mampu memperoleh
manfaat dari cepatnya masuk ke pasar baru dengan biaya rendah.
1. Berbagi resiko : berbagi resiko menjadi petimbangan yang sangat penting ketika
perusahaan masuk ke pasar yang relative baru atau memiliki tingkat ketidakpastian dan
instabilitas tinggi.
2. Berbagi pengetahuan dan keahlian : dengan strategi aliansi, perusahaan berpotensi untuk
memperoleh pengetahuan dan keahlian yang dianggap kurang baik mengenai cara
produksi, cara memperoleh sumber daya tertentu, cara menghadapi peraturan pemerintah
local atau cara mengelola lingkungan yang berbeda.
3. Sinergi dan keunggulan bersaing : melalui beberapa kombinasi untuk masuk ke pasar,
berbagi resiko dan potensi pengetahuan, setiap perusahaan yang berkolaborasi ini akan
dapat mencapai lebih banyak keunggulan dan bersaing dengan lebih efisien dibandingkan
jika perusahaan ini berusaha masuk ke pasar atau industry baru sendirian.

C. Faktor-faktor Penyebab Kegagalan Strategis Aliansi


 Beberapa sumber masalah yang mengancam kelangsungan strategi aliansi antara lain:
1. Ketidakcocokan antar partner (incompatibility of partner) : ketidakcocokan dapat
mengahsilkan konflik yang serius walaupun biasanya hanya menghasilkan penurunan
kinerja aliansi
2. Akses ke informasi : perusahaan harus dapat berbagi informasi, maka jika tidak
efektifitas kolaborasi akan terganggu
3. Konflik tentang distribusi penghasilan : salah satu keterbatasan strategi aliansi adalah
distribusi pendapatan.\
4. Hilangnya otonomi : karena perusahaan-perusahaan berbagi resiko dan profit, perusahaan
tersebut juga berbagi pengendalian, dengan demikian membatasi kegiatan masing-masing
perusahaan.
5. Perubahan keadaan : kondisi ekonomi yang dulunya memotivasi perjanjian kerjasama
sudah tidak ada lagi atau keunggulan teknologi membuat perjanjian tidak
menguntungkan.

D. Pemilihan Partner Aliansi


Setidaknya ada empat faktor dalam memilih partner antara lain:
1. Kecocokan (compability)
Perusahaan harus memilih partner yang cocok dan dapat dipercaya serta dapat bekerja
sama secara efektif.
2. Sifat produk atau jasa calon parter : perusahaan sebaiknya bekerja sama dengan partner
yang produk atau jasanya saling melengkapi (komplementer) tetapi tidak langsung
bersaing dengan produknya sendiri.
3. Keamanan aliansi secara relative : dengan adanya kompleksitas dan potensi kerugian
karena gagalnya kerjasama, para manajer perusahaan harus memperoleh sebanyak
mungkin informasi dari calon partner sebelum membentuk aliansi strategis.
4. Potensi pembelajaran aliansi : sebelum membentuk aliansi strategi, para partner harus
menilai potensi untuk saling belajar.

E. Lingkup Strategi Aliansi


            Lingkup strategi aliansi antara lain:
1. Aliansi Komprehensif (comprehensive alliances)
Aliansi komprehensif terbentuk ketika para partisipan setuju untuk melaksanakan secara
bersama-sama berbagai tahapan proses yang membuat produk atau jasa yang dapat
dibawa ke pasar meliputi : R&D, desain, produksi, pemasaran dan distribusi.
2. Aliansi Fungsional
Aliansi fungsional merupakan lingkup strategi aliansi yang lebih sempit dengan  
menyertakan hanya satu fungsi bisnis meliputi:
3. Aliansi produksi : merupakan aliansi fungsional dimana dua atau lebih perusahaan
membuat produk atau jasanya masing-masing dengan fasilitas yang dipakai bersama .
Aliansi produksi dapat memakai fasilitas yang telah dimiliki oleh salah satu partner.
4. Aliansi pemasaran : merupakan aliansi fungsional dimana dua atau lebih perusahaan
berbagi jasa atau keahlian pemasaran. Perusahaan yang sudah mapan membantu
perusahaan pendatang baru dalam mempromosikan, mengiklankan dan mendistribusikan
produk atau jasanya.
5. Aliansi keuangan : merupakan aliansi fungsional dimana perusahaan-perusahaan ingin
mengurangi resiko finansial yang terkait dengan proyek tertentu. Partner-partner
memberikan sumber finansial ke proyek dalam proporsi yang sama atau salah satu
partner memberikan sebagian besar finansial sementara partner-partner lain menyediakan
keahlian khusus atau memberikan kontribusi lain untuk mengimbangi kecilnya investasi
finansial yang diberikan.
6. Aliansi riset dan pengembangan : merupakan aliansi fungsional dimana partner-partner
setuju untuk mengadakan riset (research and development = R&D) bersama untuk
mengembangkan produk atau jasa baru.
F. Mengelola Aliansi
            Keputusan untuk membentuk aliansi strategis harus berkembang dari proses perencanaan
strategis perusahaan. Setelah membuat keputusan, para manajer perusahaan kemudian harus
menangani beberapa isu penting yang menentukan tahapan-tahapan tentang cara pengelolaan
aliansi tersebut antara lain :
1. Pemilihan Partner
Kesuksesan setiap kerjasam tergantung pada pemilihan partner yang tepat. Aliansi
strategis kemungkinan akan sukses jika keterampilan dan sumber daya para partner saling
melengkapi dimana masing-masing membawa kekuatan organisasi yang tidak dimiliki
oleh yang lain.
2. Bentuk Kepemilikan
Bentuk pasti kepemilikan yang akan dipakai sangat penting dalam strategi aliansi. Bentuk
korporat akan membuat para partner mampu mengatur struktur pajak yang
menguntungkan, mengimplemntasikan perjanjian kepemilikan baru dan melindungi asset
lain dengan baik. Hal ini juga membuat usaha patungan dapat menciptakan identitasnya
sendiri yang berbeda dengan partner.
3. Pertimbangan manajemen bersama
Secara umum, ada tiga alat yang dipakai untuk pertimbangan manajemen bersama dalam
mengelola aliansi antara lain
4. Perjanjian bersama manajemen : setiap partner berpartisipasi penuh dan aktif ke dalam
mengelola aliansi. Partner-partner menjalankan aliansi tersebut dan manajer-manajernya
secara teratur menyampaikan instruksi dan rinciannya ke manajer aliansi.
5. Perjanjian berbagi tugas : salah satu partner memiliki tanggung jawab utama atas operasi
aliansi strategis.
6. Perjanjian pendelegasian : partner-partner mendelegasikan pengendalian manajemen ke
eksekutif usaha patungan itu sendiri. Para eksekutif tersebut direkrut khusus untuk
menjalankan operasi perusahaan baru atau ditransfer dari perusahaan partisipan dan
bertanggung jawab atas keputusan sehari-hari.
Enam Langkah Bangun Budaya
Perusahaan
Keberhasilan dan kesuksesan bisnis yang berkelanjutan dalam perusahaan tidak akan
pernah terjadi tanpa adanya budaya yang luar biasa. Bahkan, tanpa adanya budaya
tersebut, kesuksesan tersebut hanya akan berada pada benak semua karyawan saja,
tanpa pernah terealisasi.

Namun untuk jangka panjang, setiap bisnis membutuhkan orang-orang untuk membuat
budaya tersebut berjalan baik. Setiap perusahaan, khususnya, sangat membutuhkan
orang-orang yang bahagia – maksudnya adalah suatu tim yang bekerja dengan
sungguh-sungguh bukan hanya sekadar untuk mendapatkan upah. Sebuah organisasi
dengan karyawan yang bahagia akan lebih bertahan lama dan mampu berkembang
dengan pesat sekalipun terdapat hambatan-hambatan.

Apabila suatu perusahaan memiliki budaya yang tidak sehat, kacau, dan tidak
mendukung, bagaimana perusahaan tersebut memperbaiki suatu kesalahan yang telah
mengakar selama bertahun-tahun? Berikut adalah 6 hal yang perlu menjadi
pertimbangan suatu perusahaan yang ingin memperbaiki dan menciptakan budaya
perusahaan yang mendukung dan sehat.

1. Jangan menunggu besok untuk mengambil tindakan

Budaya perusahaan yang buruk dan tidak sehat akan menurunkan produktivitas dan
menekan bakat kreatif para karyawan. Sehingga, untuk mengubah budaya perusahaan
menjadi lebih mendukung, jangan pernah menunggu hari esok berlalu tanpa mengatasi
masalah. Setiap hari yang terlewati oleh perusahaan, maka semakin banyak perusahaan
tersebut akan kehilangan profit.

2. Temukan budaya perusahaan yang diinginkan


Hal terpenting dalam budaya perusahaan adalah tidak pernah ada budaya terbaik
dalam setiap perusahaan. Setiap tim harus menentukan apa yang terbaik bagi
perusahaan. Komunikasi dengan para lini atas juga menjadi hal yang sangat dibutuhkan
untuk menentukan perilaku dan tindakan yang akan diambil yang menambah nilai
perusahaan.

3. Memahami pengertian “budaya” yang salah

Suatu budaya perusahaan sangat bergantung pada semua orang di organisasi dan sifat
serta kebiasaan mereka, bukan pada hal lain. Pemilihan inventaris dengan kualitas
tinggi dan makan siang gratis bukan merupakan kebiasaan. Suatu budaya perusahaan
harus mengacu pada perilaku, bukan pada alat atau kedok.

4. Akui adanya seorang penggerak

Suatu perusahaan dan bahkan organisasinya pasti sudah sangat paham dan mengetahui
dengan pasti ketika budaya perusahaan menjadi tidak produktif. Orang yang tepat akan
sangat mendukung seorang penggerak yang berinisiatif untuk mengatasinya. Tanamkan
pada setiap karyawan yang lain bahwa menguatkan budaya merupakan prioritas yang
utama dan membutuhkan setiap bantuan anggota tim.

5. Mengatasi budaya karyawan yang tidak sesuai dengan budaya


perusahaan

Beberapa orang akan dengan mudah beradaptasi terhadap adanya budaya baru yang
telah diusulkan oleh penggerak tersebut. Namun, beberapa yang lain pasti akan
menyatakan sikap tidak setuju apabila budaya perusahaan perlu diubah. Berikan
kesempatan kepada karyawan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan, karena
mereka mungkin memiliki kebiasaan yang keliru yang telah mendarah daging dalam
diri mereka, dan perubahan ini pasti menjadi hal baru untuk mereka. Namun tetap
perlu diingat bahwa penyesuaian mereka akan menjadi faktor penentu keberhasilan
perubahan budaya perusahaan.
6. Komitmen semua pihak

Dalam suatu perubahan budaya perusahaan, dibutuhkan komitmen yang kuat dari
seluruh bagian organisasi dari perusahaan. Organisasi perlu memastikan bahwa semua
orang dalam perusahaan terfokus dan berkomitmen sepenuhnya untuk perubahan
budaya perusahaan untuk jangka panjang.

Seberapa buruk budaya perusahaan, selalu ada kesempatan untuk memperbaikinya.


Suatu budaya perusahaan yang positif akan memberikan keuntungan terbesar dalam
perkembangan perusahaan, karena ketika semua karyawan dalam perusahaan
menikmati pekerjaan dan lingkungan perusahaan membuat mereka nyaman, maka
produktivitas akan melonjak. Yang dibutuhkan hanyalah waktu dan kemauan
Tantangan & Solusi Perubahan Budaya Kerja bagi HRD

Terjadinya krisis, permasalahan internal karyawan dan manajer, proses merger antar


perusahaan, pergantian kepemimpinan perusahaan serta perkembangan teknologi,
setiap hal ini bisa menjadi pemicu terjadinya perubahan budaya kerja di perusahaan.
Respon yang tepat dan akurat perlu dilakukan, agar perubahan yang terjadi bisa
mengarah pada perusahaan yang lebih baik.
Berubahnya budaya kerja akan membawa pengaruh untuk setiap bagian perusahaan.
Karyawan, sistem kerja, produksi, hubungan dengan klien, hingga sampai pada proses
mendasar seperti administrasi. Perubahan ini tidak terjadi serta merta, melainkan
secara bertahap. Sebagai HR, kepekaan terhadap hal ini perlu dimiliki agar tidak
terlambat untuk melakukan perubahan yang diperlukan.

Sebenarnya perubahan budaya kerja bukan hanya tanggung jawab divisi HR namun
menjadi tanggung jawab setiap bagian dari perusahaan. Perubahan budaya yang lebih
baik diperlukan agar perusahaan tetap bisa berkembang dan mempertahankan
keberadaannya di dunia industri. Dalam melakukan perubahan, terdapat serangkaian
tantangan yang pasti akan dihadapi HR.

Tantangan ini, sekali lagi, perlu disikapi dengan perhitungan yang cermat serta
pembacaan kondisi yang baik. Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi ketika HR
ingin melakukan perubahan budaya di lingkungan kerja. Berikut jabaran hambatan,
beserta solusi yang bisa menjadi opsi untuk HR dalam menyikapi hambatan tersebut.

1. Penolakan Terhadap Perubahan


Setiap perubahan tentu akan menghadapi hambatan ini. Kondisi yang telah ada dan
‘dinikmati’ setiap bagian perusahaan biasanya menjadi alasan utama penolakan ini.
Hal ini disertai dengan ketakutan bahwa perubahan yang terjadi akan berdampak
buruk secara personal untuk karyawan sehingga karyawan cenderung menolak
perubahan ini.

Solusi utama dari permasalahan ini adalah komunikasi yang baik. Setiap perubahan
yang ingin dilakukan, sebaiknya dikomunikasikan dengan baik kepada setiap
karyawan agar karyawan memahami urgensi perubahan tersebut.
Berikan insight secara mendalam, sehingga karyawan bisa melihat tujuan besar
dibalik perubahan budaya kerja yang akan dilakukan.
2. Kurangnya Keinginan untuk Berubah
Langkah awal untuk melakukan perubahan adalah mendapatkan dukungan dari level
eksekutif dari perusahaan. Ketika level eksekutif menyetujui perubahan yang akan
dilakukan, maka penerapan perubahan yang direncanakan bisa lebih mudah karena
setiap staff eksekutif akan turut serta membantu pada level di bawahnya.

Terkadang hal ini menjadi sedikit sulit ketika level eksekutif ‘menolak’ perubahan
yang direncanakan. Comfort zone yang tercipta dan kurangnya keinginan untuk
melakukan perubahan menjadi problem utama. Hal ini sangat awam terjadi pada staf
dengan usia yang cukup senior serta pikiran yang masih konservatif.
Pendekatan secara personal dan profesional perlu dilakukan dengan intens. staff
senior biasanya mengandalkan pengalaman yang dimiliki, padahal tidak semua staff
senior pernah mengalami revolusi industri dengan orientasi pada optimalisasi sistem
informasi berlandaskan teknologi internet. Hal ini yang perlu disampaikan dan
dimengerti oleh staf senior tersebut agar perubahan bisa diterapkan lebih mudah.

3. Minimnya Rasa Memiliki


Perubahan budaya dalam perusahaan, tidak hanya tanggung jawab dari staf HR saja,
namun juga menjadi tanggung jawab setiap staf perusahaan. Seringkali hal ini
menemui hambatan ketika staf perusahaan kurang memiliki sense of ownership.
Artinya staf tidak merasa ikut memiliki dan menjadi bagian dari perusahaan tersebut.
Hal ini jelas membuat kerja HR semakin berat karena harus melakukan perubahan
secara sepihak. Hambatan ini bisa disikapi dengan pemberian pengertian yang jelas
pada perubahan yang akan terjadi, dan bahwa partisipasi setiap karyawan diperlukan
dalam rangka menerapkan perubahan ini. Berikan kesan pada setiap karyawan bahwa
mereka memiliki peran vital dalam perubahan, sehingga perusahaan dapat berubah
menjadi lebih baik lagi.

4. Risiko Kehilangan Status Quo


Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, karyawan yang sudah bekerja dalam
kurun waktu tertentu cenderung akan menikmati kondisi yang ada. Karyawan seperti
ini akan menjadi hambatan ketika perubahan baru terkait budaya perusahaan
diterapkan. Mereka akan melawan perubahan ini karena dianggap berisiko
menghilangkan apa yang sudah mereka kenal.

Kemampuan adaptasi karyawan dan negosiasi HR akan sangat dituntut untuk


menghadapi situasi ini. Kepandaian HR dalam mengarahkan dan memberi pengertian
harus menjadi senjata utama, agar karyawan mau menerima perubahan yang akan
diterapkan. Perubahan yang dilakukan juga tidak bisa serta merta terjadi, karena tentu
penolakan keras juga akan muncul.
Lakukan perubahan secara bertahap sehingga karyawan dapat melihat efek positif dari
perubahan yang terjadi. Dengan melihat dampak positif ini, sikap karyawan bisa turut
berubah, dari menolak menjadi mendukung perubahan. Dengan demikian perubahan
budaya kerja bisa diterapkan lebih efektif.
Perubahan budaya kerja dalam perusahaan memang bukan hal yang mudah. Meski
staf HR memiliki kemampuan negosiasi dan persuasi yang mumpuni, langkah yang
diambil harus berdasarkan data yang valid sehingga memiliki pondasi kuat. Untuk
menyediakan data terkait SDM ini, sangat disarankan
menggunakan software HR terpadu seperti Sleekr yang bisa merekam setiap data
secara real time dan akurat. Dengan demikian, HR memiliki data yang kuat atas
pengambilan keputusan yang dil akukan.

Anda mungkin juga menyukai