Disusun Oleh :
.
.
Gugun Gumelar Nugraha 46117010118
Fakultas Psikologi
Program Studi Psikologi
Universitas Mercu Buana
Maret 2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “metode
penelitian”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Faktor Pendidikan Anak Pada Usia Dini”.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terimakasih.
penulis
Abstrak
Pendidikan karakter pada anak usia dini merupakan upaya penanaman perilaku
terpuji pada anak, baik perilaku dalam beribadah, perilaku sebagai warga negara
yang baik, perilaku berinteraksi dengan orang lain dan lingkunga, dan perilaku
terpuji yang bermanfaat untuk kesuksesan hidupnya. Pendidikan karakter
dilaksanakan pada setiap lingkungan di mana anak berada. Lingkungan keluarga
adalah lingkungan pertama yang ditemukan anak. Orang tua memiliki tanggung
jawab untuk menanamkan sikap-sikap yang baik pada anak. Orang tua tidak
semestinya menyerahkan pendidikan karakter anak kepada guru. Orang tua dan
guru adalah model yang akan ditiru dan diteladani oleh anak, baik ucapan maupun
perbuatannya. Penanaman karakter pada anak dapat dilakukan melalui nasihat,
pembiasaan, keteladanan, dan penguatan.
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………..… ii
ABSTRAK…………………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………1
1.2 Pertanyaan Peneliti..……….……………………………………………. 8
1.3 Tujuan Penelitian...……………………………………………………… 9
1.4 Manfaat Penelitian….…………………………………………………… 9
1.4.1 Manfaat Teoristis……………..…………………………………... 9
1.4.2 Manfaat Praktis…………………………………….………………9
1.5 Sistematika Penulisan…………………………………………………... 9
3.6.2.1 trianggulasi………………………………………………51
3.6.2.2 tranfer ability atau keandalan…………………………….51
3.6.3 uji realibiltas………………………………………………..53
BAB I
PENDAHULUAN
Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar,
ternyata tidak benar, bahkan pendidikan yang dimulai usia taman kanak-kanakpun
sebenarnya sudah terlambat. Menurut hasil penelitian di bidang neurologi seperti
yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari
universitas Chicago, Amerika Serikat, mengemukakan bahwa pertumbuhan sel
jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50% (cropley,1994). Artinya
bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal
maka segala tumbuh kembang anak baik fisik maupun mental tidak akan
berkembang secara optimal.
Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang ditujukan untuk anak
usia 3 s/d 6 tahun (PP No. 27/1990 pasal 6). Akan tetapi, Undang-undang nomor
20 Tahun 2003 pasal 28 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini di
selenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Lalu, pendidikan perlu
dilakukan bagi anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun. Sementara Undang-
undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlidungan anak dalam pasal 4
menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Anak usia dini membutuhkan bimbingan dari orang dewasa, baik guru
maupun orang tua. Keberadaan anak usia dini sangat krusial, karena masing-
masing individu akan mengalami masa tersebut sekali seumur hidup. Usia dini
merupakan fase kehidupan dimana individu mengalami peningkatan secara
signifikan dalam perkembangannya. Perkembangan usia dini meliputi berbagai
aspek perkembangan, yaitu: nilai agama dan moral, sosial emosional, kognitif,
bahasa, fisik motorik, dan seni. Dalam Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Tahun 2013 terdapat empat kompetensi inti yang distimulasi dalam aktivitas main
anak, dua diantarannya adalah sikap dan sosial. Sikap berkaitan dengan perilaku
yang ditunjukkan individu dalam menghadapi suatu keadaan. Sosial berhubungan
dengan dengan perilaku yang tampilkan individu saat berinteraksi dengan orang lain,
baik dengan individu sebaya, individu yang lebih kecil, maupun individu yang lebih
dewasa. Sikap dan sosial yang ditunjukkan oleh anak tentunya harus sesuai dengan nilai
atau perilaku yang sesuai dengan kondisi masyarakat, dengan kata lain sikap dan sosial
tersebut dapat diterima oleh lingkungan. Agar anak mampu menunjukkan sikap dan sosial
yang dapat diterima masyarakat, maka diperlukan pendidikan karakter sejak usia dini.
Pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak sejak usia dini, tidak dapat dilaksanakan
oleh guru di lembaga pendidikan anak usia dini saja, tetapi orang tua sebagai model
utama bagi anak juga harus memberikan andil dengan porsi yang lebih banyak dari peran
guru.
1.2 Pertanyaan penelitian
1. Pengaruh apa yang terjadi pada anak jika diberi pendidikan sejak usia
dini?
2. Bagaimana pendidikan karakter yang di berikan pada anak agar
berkembang baik untuk pertumbuhannya?
c) Bagi Peneliti
KAJIAN PUSTAKA
Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi dan kemampuan. Semua
potensi yang dimiliki anak masih harus dikembangkan secara optimal agar dapat
berkembang dengan sebaik-baiknya Anak juga memiliki karakteristiknya sendiri
yang khas dan unik yang tidak sama dengan orang dewasa serta akan berkembang
menjadi manusia dewasa seutuhnya. Secara singkatnya dapat dikatakan bahwa
anak merupakan seorang manusia atau individu yang memiliki pola
perkembangan dan kebutuhan masing-masing yang berbeda dengan orang
dewasa. Pada dasarnya anak memiliki pola perkembangan yang bersifat umum
yang sama dan terjadi pada setiap anak. Namun, ritme perkembangan pada setiap
anak berbeda satu sama lainnya. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya anak
bersifat individual. Sehingga dapat dikatakan bahwa anak adalah anak dan bukan
manusia dewasa dalam bentuk kecil. Berikut ini akan dijabarkan tentang hakikat
anak.
Ditinjau dari segi usia, anak usia dini adalah anak yang berada dalam
rentang usia 0-8 tahun (Morrison, 1989). Standar usia ini adalah acuan yang
digunakan oleh NAEYC (National Assosiation Education for Young Child).
Menurut definisi ini anak usia dini merupakan kelompok yang sedang berada
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa
anak usia dini adalah individu unik yang memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosio-emosional, kreativitas, bahasa
dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak
tersebut. Anak usia dini terbagi menjadi 4 (empat) tahapan yaitu masa bayi dari
usia lahir sampai 12 (dua belas) bulan, masa kanakkanak/ batita dari usia 1 sampai
3 tahun, masa prasekolah dari usia 3 sampai 5 tahun dan masa sekolah dasar dari
usia 6 sampai 8 tahun. Pada setiap tahapan usia yang dilaluinya anak akan
menunjukkan karakteristiknya masing-masing yang berbeda antara tahap yang
satu dengan tahap yang lainnya. Oleh karenanya, proses pendidikan sebagai
bentuk perlakuan yang diberikan pada anak usia dini haruslah memperhatikan
karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan. Apabila perlakuan yang
diberikan tersebut tidak didasarkan pada karakteristik perkembangan anak maka
hasil yang akan dicapai tidak akan optimal dan bahkan dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak ke arah yang kurang baik. Pada masa usia
dini, terdapat beberapa masa yang perlu diketahui oleh seorang pendidik anak usia
dini sehingga ia dapat memberikan stimulasi dan rangsangan yang tepat pada anak
didiknya. Masa-masa tersebut dapat dijabarkan seperti berikut.
1. Masa Peka
Masa peka ini merupakan masa munculnya berbagai potensi (hidden
potency) atau suatu kondisi dimana suatu fungsi jiwa membutuhkan rangsangan
tertentu untuk berkembang.
Konsepsi Montessori ini cukup mendapat dukungan oleh penelitian terbaru
dalam bidang neurologi (ilmu syaraf). Para ahli ilmu syaraf telah menemukan
berjuta-juta pertumbuhan sel-sel syaraf pada seorang bayi. Selsel syaraf yang
tidak difungsikan atau tidak dirangsang untuk berfungsi maka sel-sel tersebut
akan mati dan tidak dapat dipergunakan lagi. Banyak sekali sel-sel syaraf yang
mati pada usia bayi secara sia-sia yang tidak dapat dipergunakan lagi ketika anak
memasuki usia remaja hingga dewasa. Montessori membagi fase penyerapan otak
menjadi dua tahap, yaitu fase sadar dan fase tidak sadar. Sejak lahir sampai usia 3
tahun anak belajar hanya dengan berhubungan dengan objek, dengan mengalami
lingkungan fisik. Fase ini merupakan fase tak sadar. Pikiran masih kosong dan
bebas menyerap informasi yang masih mentah dan tidak disensor. Pada tahap
penyerapan tak sadar ini, otak menyerap rangsangan fisik tanpa diskriminasi atau
rekayasa. Kepekaan seseorang terhadap peristiwa dan perubahan lingkungan
membuat otaknya terus menyerap sentuhan, rasa, pandangan, pendengaran dan
bau dengan demikian kinerja otaknya akan terus berkembang dan meningkat
semakin optimal. Oleh karena itu, pendidik perlu membangkitkan kepekaan anak
terhadap lingkungan dan perasaan orang lain agar kemampuan otaknya dapat
berkembang seoptimal mungkin. Sebagian pendidik baik orang tua maupun guru
belum sepenuhnya mampu menciptakan suatu kondisi yang kondusif, memberi
kesempatan dan menunjukkan permainan serta alat permainan tertentu yang dapat
memicu munculnya masa peka dan atau menumbuh kembangkan potensi yang ada
di masa peka.
2. Masa Egosentris
Orang tua harus memahami bahwa anak masih berada pada masa
egosentris yang ditandai dengan seolah-olah dialah yang paling benar,
keinginannya harus selalu dituruti dan sikap mau menang sendiri. Orang tua harus
memberikan pengertian secara bertahap pada anak agar dapat menjadi makhluk
sosial yang baik. Misalnya dengan melatih anak untuk dapat berbagi sesuatu
dengan temannya atau belajar antri/menunggu giliran saat bermain bersama.
Penjelasan lain mengungkapkan bahwa rentang perkembangan usia 0 tahun
sampai dengan 8 tahun muncul masa yang dinamakan dengan “masa trotz alter 1”
atau sering disebut masa “membangkang tahap 1” , terutama usia 3 tahun sampai
6 tahun. Masa ini diperkuat dengan munculnya “ego” (keakuan) yang merupakan
cikal bakal perkembangan “jati diri” anak. Tumbuhnya ego (keakuan) harus
didukung oleh tindakan edukatif orang dewasa sehingga keakuan anak akan
berkembang ke arah terbentuknya konsep diri atau jati diri yang positif pada anak,
tidak sebaliknya menjadi anak yang “keras kepala” dan “keras hati”.
3. Masa Meniru
Pada masa ini proses peniruan anak terhadap segala sesuatu yang ada di
sekitarnya tampak semakin meningkat. Peniruan ini tidak saja pada perilaku yang
ditunjukkan oleh orang-orang di sekitarnya tetapi juga terhadap tokohtokoh
khayal yang sering ditampilkan di televisi, koran, majalah maupun media lainnya.
Pada saat ini orang tua atau guru, sebagai pendidik haruslah dapat menjadi tokoh
panutan bagi anak dalam berperilaku. Menyadari kecenderungan alamiah otak
untuk meniru dapat menambah kedalaman pengertian dan arti terhadap hubungan
pendidik/anak. Anak dapat meniru segala sesuatu termasuk bahasa, gerakan,
bunyi mesin, semua suara alam, sahabat, orang tua dan yang paling penting
menirukan pendidik. Anak akan melakukan peniruan dengan sangat objektif dan
dengan ketepatan dan ketelitian luar biasa.
4. Masa Berkelompok
Biarkan anak bermain di luar rumah bersama teman-temannya, jangan terlalu
membatasi anak dalam pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasi
dan beradaptasi sesuai dengan perilaku lingkungan sosialnya karena masa ini
adalah masa berkelompok. Masa berkelompok adalah pembelajaran anak dalam
pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasi dan beradaptasi sesuai
dengan perilaku lingkungan sosialnya. Pada dasarnya, anak usia dini memiliki
kecenderungan untuk membangun suatu kelompok. Namun, kelompok anak usia
dini biasanya berbeda dengan kelompok anak-anak berusia 6 sampai 12 tahun.
Kelompok anak usia dini aturannya belum jelas tanpa terstruktur, untuk itu masa
ini disebut dengan fase prasosial egosentris. Masa ini juga merupakan masa anak
mulai membentuk sebuah kelompok tetapi anak masih memusatkan perhatian
pada diri sendiri. Anak masih belum mempunyai orientasi mengenai pemisahan
subjek-subjek. Pada masa ini anak belum mampu bekerja sama dengan teman-
temannya sehingga terkadang menimbulkan konflik atau pertengkaran antar anak
usia dini adalah wajar.
5. Masa Bereksplorasi
Orang tua atau orang dewasa harus memahami pentingnya eksplorasi bagi
anak. Biarkan anak memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya dan
biarkan anak melakukan trial dan error, karena memang anak adalah seorang
penjelajah yang ulung. Kebutuhan suatu sel syaraf untuk berkembang ditunjukkan
oleh seorang anak melalui aktivitas gerakan tangan, kaki, mulut dan mata. Sebagai
contoh, gerakan motorik tangan dan jari tangan muncul pada saat bayi mulai
memainkan jari-jari tangan, seperti menggerakkan, memasukkan ke dalam mulut,
menggaruk anggota badan, menggosok mata dan telinga dan lain-lain. Saat anak
menjajaki (bereksplorasi) sesuatu dengan menggunakan jari tangan maka dalam
kondisi inilah stimulasi atau rangsangan lingkungan menjadi sangat penting
sehingga anak akan menunjukkan gerakan-gerakan yang berguna, seperti melatih
koordinasi motorik tangan kanan dan kiri, koordinasi tangan dan mata, koordinasi
mata dan telinga.
6. Masa Pembangkangan
Orang tua dan guru (pendidik) disarankan tidak selalu memarahi anak saat
ia membangkang karena ini merupakan suatu masa yang akan dilalui oleh setiap
anak. Selain itu, bila terjadi pembangkangan sebaiknya diberikan waktu
pendinginan (cooling down) misalnya berupa penghentian aktivitas anak dan
membiarkan anak sendiri berada di dalam kamarnya atau di sebuah sudut.
Beberapa waktu kemudian barulah anak diajak bicara dan mintalah penjelasan
pada anak mengapa ia melakukan itu semua. Tindakan membangkang seorang
anak merupakan wujud bahwa keakuan anak muncul.
Tabel 0.1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun
Lingkup Standar Tingkat Pencapaian
perkembangan Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun
2) Perkembangan kognitif
Pada perkembangan ini, anak-anak usia dini telah mampu memikirkan
solusi terhadap suatu masalah. Mereka dapat menggunakan berbagai macam
pendekatan yang fleksibel untuk menyelesaikan tantangan-tantangan jangka
panjang yang abstrak, seperti dapat mengenali nama sendiri ketika dituliskan
maupun menulis nama sendiri, dapat melihat dari berbagai sudut pandang pada
saat yang sama, misalnya konsep-konsep panjang, ukuran, jarak, waktu, volume,
maupun kapasitas. Berikut ini standar tingkat pencapaian perkembangan kognitif
anak usia 5-6 tahun.
Tabel 0.2. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun
II. Kognitif
A. Belajar dan a. Menunjukkan aktivitas yang brsifat eksploratif dan
Pemecahan menyelidik (seperti: apa yang terjadi ketika air
Masalah ditumpahkan)
b. Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-
hari dengan cara yang fleksibel dan diterima sosial
c. Menerapkan pengetahuan atau pengelaman dalam konteks
yang baru
d. menyelesaikan masalah (ide, gagasan, diluar kebiasaan)
e. menyelesaikan masalah (ide, gagasan, di luar kebiasaan)
f. Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran: “lebih dari”;
“kurang dari”; dan “paling/ter”
Menunjukkan inisiatif dalam memilih tema permainan
(seperti: “ayo kita bermain pura-pura seperti burung”)
B. Berpikir Logis
a. Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan
b. Mengenal sebab-akibat entang lingkungannya (angin
bertiup menyebabkan dan bergerak, air dapat menyebabkan
sesuatu menjadi basah)
c. Mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk,
dan ukuran (3 variasi)
d. Mengklasifikasikan benda yag lebih banyak ke dalam
kelompok yang sama
e. atau kelompok yang sejenis, atau kelompok berpasangan
yang lebih daridua variasi
f. Mengenal pola ABCD-ABCD
g. Mengurutkan benda berdasarkan ukuran
C. Berpikir
Simbolik a. Menyebut lambing bilangan 1-10
b. Menggunakan lambing bilangan untuk menghitung
c. Mencocokkan bilangan dengan lambing bilangan
d. Mengenal berbagai macam lambang huruf vocal dan
konsonan
e. Mempresentasikan berbagai macam benda dalam bentuk
gambar atau tulisan (ada benda pensil yang diikuti tulisan
dan gambar pensil)
Tabel 0.3. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun
III. Bahasa
a. Mengerti beberapa perintah secara bersamaan
A. Memahami b. Mengulang kalimat yang lebih kompleks
Bahasa c. Memahami aturan dalam suuatu permainan
d. Senang dan menghargai bacaan
B. Mengungkapkan a. Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks
Bahasa b. Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi
yang sama
c. Berkomunikasi secara lisan, memiliki pembendaharaan
kata, serta mengenal
simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis, dan
berhitung
d. Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap
(pokok kalimat-predikat-keterangan)
e. Memiliki lebih banyak kata-kata untukmengekspresikan
ide kepda orang lain
f. Melanjutkan sebagian cerita / dongeng yang telah
diperdengarkan
g. Menunjukkan pemahaman konsep-konsep dalam buku
cerita.
Lingkup Standar Tingkat Pencapaian
perkembangan Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun
C. Keaksaraan
a. Menyebutkan symbol-simbol huruf yang dikenal
b. Mengenal suatu huruf awal dari nama
c. benda-benda yang ada disekitarnya
Tabel 0.4. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun
B. Rasa
tanggungjawab a. Tahu akan haknya
untuk diri sendiri b. Mentaati aturan kelas (kegiatan, aturan)
dan orang lain c. Mengatur diri sendiri
d. Bertanggungjawab atas perilakunya
e. untuk kebaikan diri sendiri
Tabel 0.5. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun
3) Perkembangan perseptual-kognitif
Pada perkembangan perceptual konitif, anak memiliki rentang konsentrasi yang
lebih panjang, memahami konsep-konsep, percaya pada sulap dan fantasi, serta
masih terbatas dalam memahami kematian.
5) Perkembangan sosial-personal
Pada usia ini, emosi anak masih mudah berubah-ubah secara tiba-tiba, anak
sudah lebih mandiri dan tidak terlalu bergantung dengan orangtua karena jalinan
pertemanan semakin luas, dan sudah dapat memahami perilaku baik dan buruk.
8) Setiap periode perkembangan pasti ada haraan sosial untuk anak. Harapan
sosial tersebut adalah tugas perkembangan yang memungkinkan para orang tua
dan guru TK mengetahui pada usia berapa anak mampu menguasai berbagai
polaperilaku yang diperlukan bagi penyesuaian sosial yang baik.
6) Anak belajar dari hal-hal sederhana sampai yang kompleks, dari yang konkret ke
abstrak, dari yang berupa gerakan ke bahasa verbal, dan dari diri sendiri ke interaksi
dengan orang lain.
Dari prinsip-prinsip diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa menjadi seorang guru TK
dan orang tua harus memahami prinsip-prinsip tersebut agar mengetahui anak didik
yang dihadapi sedang menempuh perkembangan pada prinsip tertentu.Pengetahuan
tersebut bermanfaat untuk mengubah pola perkembangan anak yang kurang baik
menjadi kebiasaan. Jika pola perkembangan tertentu telah lewat masanya, ia akan
permanen dan tidak dapat dirubah lagi.
Berbicara tentang karakter, maka perlu disimak apa yang ada dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang
menyebutkan: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa” Dalam UU ini secara jelas ada kata “karakter”
(Sutarjo Adisusilo, 2012:76)
Pengertian karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku , bersipat, dan
berwatak. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNJ, 2008) karakter mengacu kepada
serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan. Karakter berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaflikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Konsep pendidikan
karakter dapat dilihat pada contoh karakter mulia yang berarti memiliki
pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai nilai, seperti
reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, dan inovatif, mandiri,
hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu,sabar, berhati-hati, rela berkorban,
pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat
salah, perhati lembut , pemaap, setia, bekerja keras, tekun, ulet, gigih, teliti,
berpikir positip, disiplin, ansisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, betrsemangat,
dinamis, hemat efisisien, menghargai waktu, pengabdian, pengendalian diri,
produktif, ramah ,estetis, sportif, tabah, terbuka tertib.
Karakter yang baik merupakan hal-hal yang kita inginkan bagi anak-anak
kita. Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles mendefinisikan karakter yang
baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar
sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain (Thomas Lickona, 2012:81).
Sedangkan istilah pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-
an. Thomas Lickona disebut-sebut sebagai pengusungnya, terutama ketika ia
menulis buku yang berjudul The Return of Character Education, kemudian
disusul buku berikutnya, yakni Educating for Character. How Our School Can
Teach Respect and Responsibility.
Menurut Lickona, pendidikan karakter mencakup tiga unsur pokok, yaitu
mengetahui kebaikan (knowing the good), mecintai kebaikan (desiring the good),
dan melakukan kebaikan (doing the good). Dalam pendidikan karakter, kebaikan
itu sering kali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik. Dengan demikian,
pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia
menuju standar-standar baku (Abdul Majid, 2011:11).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter menurut Lickona merupakan
pendidikan yang mencakup tentang kebaikan untuk menuntun seseorang memiliki
perilaku lebih baik.
Senada dengan Lickona, Frye mendefinisikan pendidikan karakter sabagai,
“A national movement creating school that foster ethical, responsible, and
carinyoung people by modeling and teaching good character through an
emphasis on universal values that we all share” (Frye, 2002:2). Sedangkan
menurut Kemendiknas (2010:8) pendidikan karakter adalah pendidikan yang
menanamkan dan mengembangkan karakter-karekter luhur kepada peserta didik,
sehingga mereka memiliki karakter itu, menerapkan, dan mempraktikkan dalam
kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan warga
Negara (Agus Wibowo, 2013:13).
Dengan demikian, pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya sadar
dan terencana dalam mengetahui kebenaran dan kebaikan, mencintainya dan
melakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Suyadi, 2013:6).
Banyak hal yang harus dilakukan untuk membangun karakter anak usia
dini yang diharapkan dapat mengubah perilaku negatif ke positif. Pertama kurangi
jumlah mata pelajaran berbasis kognitif dalam kurikulum-kurikulum pendidikan
anak usia dini. Pendidikan intelektual (kognitif) yang berlebihan akan memicu
pada ketidak seimbangan aspek-asepk perkembangannya.
2.2.5 Peran Guru dan Orang Tua Dalam Pendidikan Karakter Anak Usia
Dini
Karakter terbentuk sebagai hasil pemahaman dari hubungan dengan diri
sendiri, dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan
dengan Tuhan YME (triangle relationship). Namun, pengembangan karakter anak
yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan terutama dari orangtua. Dalam
pengembangan karakter anak, peranan orangtua dan guru sangatlah penting,
terutama pada waktu anak usia dini.
Banyak hal yang harus dilakukan oleh guru dan orang tua untuk
mengambangkan karakter anak usia dini, berikut beberapa upaya yang dapat
dilakukan oleh guru dan orangtua dalam membangun karakter anak usia dini:
3) Ajak anak merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Bantu anak berbuat
sesuatu dengan harapan-harapan kita, tidak semata karena ingin dapat pujian atau
menghindari hukuman. Ciptakan hubungan dengan mesra agar anak peduli terhadap
keinginan dan harapan-harapan kita.
2) Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efisien jika dikerjakan tidak hanya
untuk sekolah, melainkan harus ada kerjasama antara sekolah dengan orang tua
peserta didik.
3) Menyadarkan pada semua guru akan peran penting dan tanggungjawab dalam
keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan karakter peserta
didik.
7) Orang tua peserta didik juga memonitor dan mengontrol perilaku sehari-hari
peserta didik di lingkungan keluarga dan masyarakat.
2) Pembiasaan spontan
3) Pembiasaan keteladanan
4) Pengkondisian
b. Ketelitian
d. Ketepatan waktu
f. Kejujuran
h. Manajemen waktu
i. Penuh persiapan
Salls mengatakan bahwa, “ruang kelas adalah tempat untuk belajar dan
mempraktekkan semua kebiasaan”.
3) Moral Doing/learnig to do
Inilah puncak keberasilan mata pelajaran akhlak, siswa mempraktikkan
nilai-nilai akhlak mulia dalam perilakunya sehari-hari.Siswa menjadi semakin
sopan, ramah, hormat, penyayang, jujur, disiplin, cinta, kasih dan sayang, adil
serta murah hati dan seterusnya.Selama perubahan akhlak ini belum terlihat dalam
perilaku anak walaupun sedikit, selama itu pula kita memiliki setumpuk
pertanyaan yang harus selalu dicari jawabannya.Contoh atau teladan adalah guru
yang paling baik menanamkan nilai. Siapa kita dan apa yang kita berikan.
Tindakan selanjutnya adalah pembiasaan dan pemotivasian.
2) Kegiatan spontan
Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara spontan saat
itu juga.Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengatahui sikap atau
tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu dengan
berteriak, mencoret dinding.
3) Teguran
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan
menginggatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat
membantu mengubah tingkah laku mereka.
4) Pengkondisian lingkungan
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana
fisik. Contohnya, penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan
mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, tata tertib sekolah.
5) Kegiatan rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara
terus-menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris
masuk kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila
bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas.
Mencetak anak yang berprestasi secara nalar memang tidak mudah, tetapi
mencetak anak bermoral lebih sulit dilakukan, apalagi dengan perkembangan
teknologi canggih yang semakin cepat dan pesat yang tentunya berdampak
terhadap perkembangan anak.
Selain itu, Saat usia dini, lebih mudah membentuk karakter anak. Sebab, ia
lebih cepat menyerap perilaku dari lingkungan sekitarnya. Pada usia ini,
perkembangan mental berlangsung sangat cepat. Oleh karena itu, lingkungan yang
baik akan membentuk karakter yang positif. Pengalaman anak pada tahun pertama
kehidupannya sangat menentukan apakah ia akan mampu menghadapi tantangan
dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk
belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.
2.3 Penelitian terdahulu
5. PHI DELTA KAPPAN How Not to Teach Research has found that
Values A Critical the attitudes students take
Look at Character toward learning are
Education heavily influenced
by whether they have
been led to attribute their
success (or failure) to
innate ability, to effort, or
to other factors - and that
traditional classroom
practices such as grading
and competition lead
them to explain the
results in terms of ability
(or its absence) and to
minimize effort whenever
possible
kenyataan :
terdapat beberapa
2.3 Paradigma penelitian hambatan dalam
melakukannya. Karena
banyak factor yang
mempengatuhi tumbuh
Harapan : kembang anak.
Kebanyakan orangtua 1. faktor internal
mengharapkan anaknya
2. faktor eksternal
tumbuh kembang dengan
baik
Melakukan apa :
Melakukan apa :
Menyekolahkan & member
Dari mulai mengajarkan
pendidikan anaknya
anak semua hal yang baik
ditempat yang terbaik
pada usia dini(golden age),
terutama di bekali
pendidikan karakter
Pada akhirnya :
anak akan menjadi seorang
Pada akhirnya : yang baik akal dan budinya
dengan arahan dan karena mendapatkan
bimbingan orang tua yang pendidikan karakter yang
baik, maka anak akan lebih spesifik disekolahnya
tumbuh dan berkembang
sesuai apa yang di
harapkan orangtua
Rangkuman :
dari seusia dini mungkin
anak harus sudah
mendapatkan arahan
danpembekalan pendidikan
karakter dari orangtuanya,
agar dapat berkembang
baik fisik motorik dan
perkembangan kognitif
dengan baik.
BAB III
Metode penelitian
Pada dasarnya metode kualitatif memiliki beberapa ciri yang sangat jelas,
yaitu antara lain:
1. Desain penelitian bersifat lentur dan terbuka
2. Data penelitian diambil dari latar alami (natural setting)
3. Data yang dikumpulkan berupa data deskriptif dan reflektif
4. Lebih meningkatkan proses dari pada hasil
5. Sangat mementingkan makna.
6. Sampling dilakukan secara internal yang didasarkan pada subyek yang
memiliki informasi yang paling representative.
7. Analisis data dilakukan pada saat dan setelah pengumpulan data.
3.3.2 Informan
3.4.3.1 Observasi
3.4.3.2 Wawancara
2. Wawancara
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan
sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau responden. Caranya adalah
dengan bercakap-cakap secara tatap muka.Wawancara dapat dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara atau dengan Tanya jawab secara langsung
(Afifuddin, 2012: 131).
3. Dokumentasi
Teknik analisis data pada penelitian ini mengacu pada teknik analisis data
kualitatif dengan mengumpulkan data di lapangan yang dilakukan dengan redeksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data (Miles dan
Hurburmen, 1992: 16).
Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah,
karena dengan analisislah, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna
dalam memecahkan masalah penelitian. “Data mentah yang telah dikumpulkan
perlu dipecahkan dalam kelompok-kelompok, diadakan kategorisasi, dilakukan
manipulasi, serta diperas sedemikian rupa, sehingga data tersebut mempunyai
makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menguji hipotesis” (Moh.
Nazir, 2005: 346). “Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif,
dengan demikian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif” menurut H.B. Sutopo (2006:105). Teknik analisis
data kualitatif bersifat induktif karena analisis sama sekali tidak dimaksudkan
untuk membuktikan kebenaran suatuprediksi atau hipotesis penelitian, tetapi
semua simpulan yang dibuat sampai dengan teori yang mungkin
dikembangkandibentuk dari semua data yang telah berhasil ditemukan dan
dikumpulkan di lapangan. Analisis data yang bersifat induktif ini keseluruhan
prosesnya pada umumnya dilakukan dengan tiga macam kegiatan yakni
1. Reduksi Data
2. Sajian Data
3.6.2.1 trianggulasi
1. Trianggulasi sumber yaitu teknik pengecekan kebenaran data dari sumber yang
beragam yang masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain. Misalnya
menguji motivasi guru, pengujian, dan pengumpulan data diperoleh dari kepala
sekolah, guru, dan murid.
2. Trianggulasi teknik yaitu penggunaan beragam teknik pada sumber yang sama.
Misalnya mengungkap data tentang pengalaman ibu, pengumpulan dan pengujian
data diperoleh dengan menggunakan wawancara, observasui, dan dokumentasi
terhadap subyek yang sama.
3.6.2.2 Transferability
Saidah, E.S. (2003). Pentingnya stimulasi mental dini. Padu Jurnal Ilmiah
PAUD.2(51)
Sujiono, Y.N. (2009). Konsep dasar pendidikan anak usia dini. Jakarta :
P.T Indeks.
Suyanto, S. (2005). Konsep dasar pendidikan usia dini. Jakarta : Diknas,
Dirjen Dikti.