Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PROSES PEMBENTUKAN KARAKTER DALAM DIRI MANUSIA

Dosen pengampu : Siti Nurhidayati, M.Pd.

OLEH KELOMPOK 3:
GHINA AZZIZAH (18051018)
LINDA MULIANI (18051020)
SINTA ADEKAYANTI (18051023)
LALU RENGGI HASBANA S (18051028)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MATARAM
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kita nikmat dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Pendidikan Karakter ini sebagaimana mestinya. Tak lupa kami ucapkan shalawat
serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
anggota kelompok kami yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari akan ketidak sempurnaannya makalah kami. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan
dikemudian hari.

Mataram,16
April 2019

2
DAFTAR ISI

Kata
Pengantar……………………………………………………………………………
..2
Daftar
Isi…………………………………………………………………………………...
3
BAB I PROSES PEMBENTUKAN
KARAKTER………………………………………..4
1.1 Proses
Mengetahui…………………………………………………………………
6
1.2 Proses
Menghayati…………………………………………………………………
6
1.3 Proses Melakukan dan Membiasakan Karakter Yang
Baik………………………..6
1.4 Pengkondisian dan
Keteladanan…………………………………………………...7
1.5 Strategi/ Pembentukan Karakter Terpuji (Santun atau Menghormati Orang
Lain) Melalui Pengkondisian dan
Keteladanan………………………………………….7
BAB II
PENUTUP………………………………………………………………………..11
2.1 Kesimpulan…………………………………………………………………
……..11
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………..12

3
4
BAB I

PEMBAHASAN

Merupakan usaha atau suatu proses yang dilakukan untuk menanamkan hal
positif pada anak yang bertujuan untuk membangun karakter yang sesuai dengan
norma , dan kaidah moral dalam bermasyarakat. Ada tiga faktor yang sangat
penting dalam proses pembentukan karakter anak yaitu faktor pendidikan
(sekolah), lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga.

A. Pembentukan karakter di sekolah


Dalam lingkungan sekolah seorang figur yang berperan penting dalam
pembentukan karakter seorang anak adalah guru. Guru merupakan salah satu
komponen yang vital dalam proses pendidikan. Hal tersebut dikarenakan
proses pendidikan tanpa adanya guru akan menghasilkan hasil yang tidak
maksimal. Fungsi guru bukan hanya sekedar tenaga pengajar tetapi juga
merupakan tenaga pendidik. Mendidik dalam moral dan kualitas peserta
didiknya. Di sekolah, pendidikan karakter juga hendaknya diwujudkan dalam
setiap proses pembelajaran, seperti pada metode pembelajaran, muatan
kurikulum, penilaian dan lain-lain.Selain itu di sekolah juga diajarkan
beberapa macam hal yang dapat membentuk karakter pada anak diantaranya
adalah tentang pendidikan religius, kedisiplinan, toleransi, jujur dan semangat
kebangsaan. Semua hal tersebut diajarkan demi terciptanya seorang anak yang
berkarakter positif dalam dirinya.

B. Pembentukan karakter di lingkungan masyarakat


Lingkungan adalah salah satu tempat yang menentukan proses
pembentukan karakter diri seseorang. Lingkungan yang positif bisa
membentuk diri seseorang menjadi pribadi berkarakter positif, sebaliknya
lingkungan yang negatif dan tidak sehat bisa membentuk pribadi yang negatif
pula. Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun
karakter-karakter individu yang ada di dalamnya. Seorang anak kecil yang
terbiasa berkata kotor, tentu saja ia meniru dari sekitarnya. Hal itu terjadi

5
karena hasil meniru dari lingkungannya. Untuk mengatasinya, lebih baik
dengan cara mengatasi dari sumber masalahnya.
Lingkungan yang berkarakter sangatlah penting bagi perkembangan
individu. Lingkungan yang berkarakter adalah lingkungan yang mendukung
terciptanya perwujudan nilai-nilai karakter dalam kehidupan, sepeti karakter
cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggung jawab,
kejujuran / amanah, diplomatis, hormat dan santun, dermawan, suka tolong-
menolong, gotong royong / kerjasama dan lain-lain. Karakter tersebut tidak
hanya pada tahap pengenalan dan pemahaman saja, namun menjadi kebiasaan
dalam kehidupan sehari-hari. Sangat susah membentuk lingkungan yang
berkarakter. Semua itu harus dimulai dari diri sendiri yang selanjutnya
diteruskan dalam lingkungan keluarga. Diri sendiri harus dibenahi terlebih
dahulu sebelum membenahi orang lain. Biasakan membangun pola pikir
positif, melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, membangun karakter diri
yang pantang menyerah.

C. Pembentukan karakter dalam keluarga


Dalam keluarga yang berperan penting dalam proses pembentukan
karakter pada anak adalah orang tua dan yang paling dominan adalah ayah
atau kepala keluarga yang berkewajiban mempin dalam suatu keluarga. Dalam
kehidupan keluarga kita harus membiasakan menerapkan nilai-nilai
kebiaasaan-kebiasaan positif yang pada akhirnya akan diteruskan oleh si anak
pada lingkungan sosial yang lebih besar, yakni di sekolah dan masyarakat.
Dalam keluarga kita dapat menanamkan sikap jujur dan terbuka pada anak,
memberi kesempatan anak berpendapat dalam menentukansebuah pilihan,
mengajak anak berunding, dan mengajak anak untuk ikut berbagi peran dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Hal itu bagian dari proses
membangun karakter anak. Saling tolong-menolong sesama anggota keluarga.
Membiasakan anak mengeksplor dirinya. Memberi kesempatan pada anak
untuk mengambil keputusan untuk dirinya. Pendidikan yang diberikan oleh
orang tua kepada anak hendaknya berorientasi pada kebutuhan anak sebagai

6
makhluk biopsikososialreligius serta menggunakan cara-cara yang sesuai
dengan perkembangan anak, baik perkembangan fisik-biologisnya,
perkembangan psikisnya, perkembangan sosial serta perkembangan
religiusitasnya. Selain itu dalam keluarga harus dilakukan pembiasaan sifat –
sifat atau sikap – sikap yang baik yang diperoleh dalam lingkungan sekolah
atau masyarakat yang dapat membentuk karakter anak. Cara yang lain yang
dapat dilakukan adalah dengan metode belajar pengalaman (experiential
learning) . Salah satu contoh pembiasaan sederhana membentuk karakter anak
dalam keluarga adalah dengan mengajarkan pembiasaan berdoa sebelum
melakukan suatu hal contohnya ketika akan makan, tidur,dll. Pada intinya
keluarga adalah lingkungan yang sangat penting dalam perkembangan
pembentukan karakter pada anak ketika anak sudah tidak dalam lingkungan
sekolah atau masyarakat.

D. Proses pembentukan karakter


Terbentuknya karakter seseorang melalui proses yang panjang. Dia
bukanlah proses sehari dua hari, namun bisa bertahun-tahun. Dalam ilustrasi
seorang yang tinggal sementara di Singapura sebelumnya, kita berharap
sepulangnya dia dari sana karakternya akan berubah, tapi kenyataannya tidak.
Ini menunjukkan, waktu satu tahun belum sanggup membentuk karakter.
Suatu sikap atau prilaku dapat menjadi karakter melalui proses berikut:
1. Mengetahui
2. Menghayati
3. Melakukan
4. Membiasakan menjadi karakter yang baik
Karakter menjadi kuat jika rangkaian proses tersebut dilewati. Tahapan
di atas dapat dikelompokkan lagi atas dua bagian. Bagian pertama dominan
aspek cognitifnya, yakni mulai dari Tahap Pengenalan hingga tahap
Penerapan. Selanjutnya bagian kedua mulai didominasi oleh ranah afektif,
yakni mulai dari pengulangan sampai internalisasi menjadi karakter. Bagian

7
ke dua ini, dorongan untuk melakukan sesuatu sudah berasal dari dalam
dirinya sendiri.
Pemahaman atas tahapan pembentukan karakter ini akan sangat
mempengaruhi jenis interfensi apa yang diperlukan untuk membentuk karakter
secara sengaja. Akan sangat berbeda interfensi yang dilakukan pada saat
karakter baru pada tahap pengenalanan dengan tahapan pengulangan atau
pembiasaan.

1. Mengetahui (knowledge)
Pembentukan karakter dimulai dari fase ini yaitu kesadaran dalam
bidang kognitif.. Untuk seorang anak, dia mulai mengenal berbagai
karakter baik dari lingkungan keluarganya. Misalnya, pada keluarga yang
suka memberi, bersedekah dan berbagi. Dia kenal bahwa ada sikap yang
dianut oleh seluruh anggota keluarganya, yakni suka memberi. Kakaknya
suka membagi makanan atau meminjamkan mainan. Ibunya suka
menyuruh dia memberikan sedekah ketika ada peminta-pinta datang ke
rumah. Ayahnya suka memberikan bantuan pada orang lain. Pada tahapan
ini dia berada pada ranah kognitif, dimana prilaku seperti itu masuk dalam
memorinya.

2. Menghayati (understanding)
Setelah seseorang mengenal suatu karakter baik, dengan melihat
berulang-ulang, akan timbul pertanyaan mengapa begitu? Dia bertanya,
kenapa kita harus memberi orang yang minta sedekah? Ibunya tentu akan
menjelaskan dengan bahasa yang sederhana. Kemudian dia sendiri juga
merasakan betapa senangnya ketika kakaknya juga mau berbagi
dengannya. Dia kemudian membayangkan betapa senangnya si peminta-
minta jika dia diberi uang atau makanan. Pada tahap ini, si anak mulai
paham jawaban atas pertanyaan ”mengapa”. Pada tahap ini yakni
kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.

8
3. Melakukan (acting) dan Membiasakan menjadi karakter yang baik
Jika kedua aspek diatas sudah terlaksana makan akan dengan mudah
dilakukan oleh seseorang yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melakukan suatu pekerjaan. Didasari oleh pemahaman yang diperolehnya,
kemudian si anak ikut menerapkannya. Pada tahapan awal, dia mungkin
sekedar ikut-ikutan, sekedar meniru saja. Mungkin saja dia hanya
melakukan itu jika berada dalam lingkungan keluarga saja, di luar dia
tidak menerapkannya. Seorang yang sampai pada tahapan ini mungkin
melakukan sesuatu atau memberi sedekah itu tanpa didorong oleh motivasi
yang kuat dari dalam dirinya. Seandainya dia kemudian keluar dari
lingkungan tersebut, perbuatan baik itu bisa jadi tidak berlanjut.
Tingkatan berikutnya, adalah terjadinya internalisasi nilai-nilai yang
terkandung dalam suatu sikap atau perbuatan di dalam jiwa seseorang.
Sumber motivasi melakukan suatu respon adalah dari dasar nurani.
Karakter ini akan menjadi semakin kuat jika ikut didorong oleh suatu
ideologi atau believe. Dia tidak memerlukan kontrol social untuk
mengekspresikan sikapnya, sebab yang mengontrol ada di dalam
sanubarinya. Disinilah sikap, prilaku yang diepresikan seseorang berubah
menjadi karakter.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang suka berbagi,
kemudian tinggal dalam masyarakat yang suka bergotong royong, suka
saling memberi, serta memiliki keyakinan ideologis bahwa setiap
pemberian yang dia lakukan akan mendapatkan pahala, maka suka
memberi ini akan menjadi karakternya.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak menekankan
sopan santu, tinggal dalam lingkungan yang suka bertengkar dan
mengeluarkan makian dan kata-kata kotor, dan tidak memiliki pemahaman
ideologi yang baik, maka berkatan kotor mungkin akan menjadi
karakternya.
Tahapan yang telah dipaparkan diatas akan saling pengaruh
mempengaruhi. Mekanismenya ibaratkan roda gigi yang sling

9
menggerakkan. Mengenal sesuatu akan menggerakkan seseorang untuk
memahaminya. Pemahaman berikutnya akan memudahkan dia untuk
menerapkan suatu perbuatan. Perbuatan yang berulang-ulang akan
melahirkan kebiasaan. Kebiasaan yang berkembang dalam suatu
komunitas akan menjelma menjadi kebudayaan, dan dari kebudayaan yang
didorong oleh adanya values atau believe akan berubah menjadi karakter.

4. Pengkondisian dan Keteladanan


a. Pengkondisian
Pengkondisian berkaitan dengan upaya untuk menata lingkungan
fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung
terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik
misalnya adalah mengkondisikan tempat sampah, halaman yang hijau
dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang. Sedangkan
pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik supaya
tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan
konflik tersebut.
b. Keteladanan
Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi
contoh merupakan perilaku dan sikap tenaga kependidikan dan peserta
didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik
sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik atau warga
belajar lain. Contoh kegiatan ini misalnya tenaga kependidikan
menjadi contoh pribadi  yang bersih, rapi, ramah, dan patut dicontoh.

5. Pembentukan Karakter Terpuji (Santun atau Menghormati Orang


Lain) Melalui
a) Pengkondisian
Pembentukan karakter sopan santun (menghormati orang lain) melalui
pengkondisian dapat dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya
(Lickona, 2013):
1. Menciptakan Komunitas yang Bermoral

10
Menciptakan komunitas yang bermoral dengan mengajarkan
siswa untuk saling menghormati, menguatkan, dan peduli. Dengan
ini, rasa empati siswa akan terbentuk.
2. Disiplin Moral
Disiplin moral menjadi alasan pengembangan siswa untuk
berperilaku dengan penuh rasa tanggung jawab di segala sitasi,
tidak hanya ketika mereka di bawah pengendalian atau pengawasan
guru atau orang dewasa saja. Disiplin moral menjadi alasan
pengembangan siswa untuk menghormati aturan, menghargai
sesame, dan otoritas pengesahan atau pengakuan guru.
3. Menciptakan Lingkungan Kelas yang Demokratis: Bentuk
Perteman Kelas
Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis dapat
dilakukan dengan membentuk pertemuan kelas guna membentuk
karakter terpuji santun atau menghoramti orang lain. Menurut
Lickona (2013:212), tujuan perkembangan karakter dari pertemuan
kelas yaitu:
1) mengembangkan siswa melalui kebiasaan tatap muka untuk mencapai
kemampuan siswa yang mampu mendengarkan, menghargai, dan
menghormati pendapat orang lain.
2) menyediakan sebuah forum untuk bertukar pikiran sehingga akan
mncul rasa kepercayaan diri masing-masing individu.
3) membantu perkembangan ketiga bagian karakter, kebiasaan moral,
perasaan, dengan melakukan latihan setiap hari dalam kehidupan di
kelas.
4) menciptakan komunitas moral sebagai sebah struktur dukungan untuk
memelihara wilayah sebuah kualitas karakter yang baik bahwa
sejatinya para siswa itu berkembang.
5) mengembangkan sikap dan kemampuan yang dibutuhkan untuk
mengambil peranan dalam kelompok pengambil keputusan secara
demokratik.

11
4. Mengajarkan Nilai Melalui Kurikulum
Kurikulum berbasis nilai moral akan membantu membentuk
atau mengkondisikan siswa dalam membentuk karakter terpuji.
Dan salah satunya adalah karakter santun. Dari kurikulum berbasis
nilai moral ini bergerak dan menuju pusat dari proses belajar-
mengajar.
5. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan dan
membentuk karakter terpuji santun atau menghargai orang lain
karena pembelajaran kooperatif memiliki banyak keuntungan.
Keuntungan-keuntungan tersebut diantaranya, proses belajar
kooperatif dapat mengajarkan nilai-nilai kerja sama, membangun
komunitas di dalam kelas, keterampilan dasar kehidupan,
memperbaiki pencapaian akademik, rasa percaya diri, dan
penyikapan terhadap sekolah, dapat menawarkan alternative dalam
pencatatan, dan yang terakhir yaitu memiliki potensi untuk
mengontrol efek negatif.
6. Meningkatkan Tingkat Diskusi Moral
Melalui diskusi moral, siswa mampu bertukar pendapat dengan
siswa lain. Hasilnya, mampu membat siswa tersebt saling
menghargai pendapat-pendapat yang memang berbeda dengan
pendapatnya. Diskusi moral ini lebih kebanyakan bertujuan untuk
menyamakan pendapat antara pendapat yang satu dengan lainnya.
b) Keteladanan
Pembudayaan merupakan suatu proses pembiasaan.
Pembudayaan sopan santun dapat dimaksudkan sebagai supaya
pembiasaan sikap sopan santun agar menjadi bagian dari pola hidup
seorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan perilaku
kesehariannya. Sopan santun sebagai perilaku dapat dicapai oleh anak
melalui berbagai cara. Proses ini dapat dilakukan di rumah maupun di
sekolah.

12
Pembudayaan sopan antun di rumah dapat dilakukan melalui
peran orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua dapat melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1 Orang tua memberikan contoh-contoh penerapan perilaku sopan
santun di depan anak. Contoh merupakan alat pendidikan yang
sekaligus dapat memberikan pengetahuan pada anak tentang makna
dan implementasi dari sikap sopan santun itu sendiri. Menurut 
pendapat  Dyah  Kusuma  (2009) “pembentukan perilaku sopan
santun sangat dipengaruhi lingkungan. Anak pasti menyontoh
perilaku orang tua sehari-hari. Tak salahlah kalau ada yang
menyebutkan bahwa ayah/ibu merupakan model yang tepat bagi
anak. Di sisi lain, anak dianggap sebagai sosok peniru yang ulung.
Lantaran itu, orang tua sebaiknya selalu menunjukkan sikap sopan
santun. Dengan begitu, anak pun secara otomatis akan mengadopsi
tata- krama tersebut.”
Contoh merupakan sarana yang paling ampuh dalam menanamkan 
sikap sopan santun pada anak dengan contoh anak dapat secara
langung melihat model dan sekaligus dapat meniru dan mengetahui 
implementasinya. Orang tua dapat menanamkan makna dari sikap s
opan ini akan lebih mudah.
2 Menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan. Anak
dibiasakan bersikap sopan dalam kehidupan sehari hari baik dalam
bergaul dalam satu keluarga maupun dengan lingkungan. Seperti
yang diungkapkan oleh Dyah Kusuma (2009) dalam  yaitu: “Kelak,
anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun akan
lebih mudah bersosialisasi. Dia akan mudah memahami aturan-
aturan yang ada di masyarakat dan mau mematuhi aturan umum
tersebut. Anak pun relatif mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru, supel, selalu menghargai orang lain, penuh
percaya diri, dan memiliki kehidupan sosial yang baik. Pen-dek
kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradab.”

13
3 Menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil, anak
yang sejak kecil dibiasakan bersikap sopan akan berkembang
menjadi anak yang berperilaku sopan santun dalam bergaul dengan
siapa saja dan selalu dpat menempatkan dirinya dalam suasana
apapun. Sehingga sikap ini dapat diajadikan bekal awal dalam
membina karakter anak.
Pembudayaan sikap sopan santun di sekolah dapat dilakukan
melalui program yang dibuat oleh sekolah untuk mendesain skenario
pembiasaan sikap sopan santun. Sekolah dapat melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Peran sekolah dalam membiasakan sikap sopan santun dapat dilakukan
dengan memberikan contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan
oleh guru. Siswa sebagai pembelajar dapat menggunakan guru sebagai
model. Dengan contoh atau model dari guru ini siswa dengan mudah
dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah menananmkan sikap
sopan santun.
2) Guru dapat mengitegrasikan perilakuk sopan santun ini dalam setiap
mata pelajaran, sehingga tanggungjawab perkembanagn anak didik
tidak hanya menjadi beban guru agama, pendidikan moral pancasila,
dan guru BP.
3) Guru agama, guru pendidikan moral pancasila dan guru BP dapat
melakukan pembiasaan yang dikaitkan dalam penilaian secara afektif.
Penilaian pencapain kompetensi dalam 3 mata pelajaran ini hendaknya
difokuskan pada pencapain kompetensi afektif. Kompetensi kognitif
hanya sebagai pendukung mengusaan secara afektif.

14
BAB II
PENUTUP
1.2 Kesimpulan
pembentukan Karakter Merupakan usaha atau suatu proses
yang dilakukan untuk menanamkan hal positif pada anak yang
bertujuan untuk membangun karakter yang sesuai dengan norma ,
dan kaidah moral dalam bermasyarakat. Ada tiga faktor yang
sangat penting dalam proses pembentukan karkter anak yaitu faktor
pendidikan (sekolah), lingkungan masyarakat, dan lingkungan
keluarga. Faktor-faktor yang membentuk karakter seseorang
dipengaruhi oleh faktor biologis dan factor lingkungan, dan nanti
nya akan ditentukan melalui suatu proses pembentukan karakter
yang akan menunjukkan keterkaitan yang erat antara fikiran,
perasaan dan tindakan. Dari fikiran terbentuk cara berfikir dan dari
tubuh terbentuk cara berperilaku. Cara berfikir menjadi
kepribadian, cara merasa menjadi pemikiran dan cara berperilaku
menjadi karakter. Dalam proses pembentukan karakter seseorang
pasti akan menciptakan sebuah karakter yang positif dan negative,
agar karakter dapat mengarah ke positif adalah melakukan
perbaikan dan pengembangan cara berfikir, melakukan perbaikan
dan pengembangan cara merasa, melakukan perbaikan dan
pengembangan pada cara bertindak, dan dapat memilah dan
memilih suatu perbuatan yang baik, karena perbuatan baik ini akan
berdampak pada perilaku manusia.

15
DAFTAR PUSTAKA
Agustiana, Siti Lulus. 2015. Hubungan latar belakang keluarga terhadap
pembentukan
karakter siswa di mts.wachid hasyim Surabaya.
Undergraduate thesis, Fakultas tarbiyah dan
keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya.
Burhanuddin, afid.2015.Tahapan Pembentukan Karakter.
https://afidburhanuddin.wordpress.com/
2015/01/17/tahapan-pembentukan-karakter/
(diakses 19 Apr. 19)

Zainal Aqila dan Sujak.2011.Panduan dan Aplikasi Pendidikan


Karakter.Bandung:
Yram Widya.

16
LEMBAR SELF ASSESSMENT

No Nim/NIM Buku yang dibaca Lama Kontribusi dalam


Mengakse kelompok
s
1 Ghina Azizah T S R
(18051018)
2 Linda Muliani
(18051020)
3 Sinta Adekayanti
(18051023)
4 Lalu Renggi Hasbana
S (18051028)

17

Anda mungkin juga menyukai