OLEH :
Hj. Erwani, SKM, M.Kes
PENGERTIAN
Karakter merupakan akar kata dari bahasa latin yang berarti
dipahat (Mark Rutland: 2009, 3).
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak (Puskur, 2010).
PROSES PEMBENTUKAN KARAKTER
PEMAHAMAN
Memberikan pengarahan atau pengertian tentang perbuatan baik
yang sudah kita kenalkan kepada si anak. Tujuannya agar dia tahu dan
mau melakukan hal tersebut dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
PENERAPAN
Memberikan kesempatan pada anak untuk menerapkan perbuatan baik
yang telah kita ajarkan.
PENGULANGAN / PEMBIASAAN
setelah si anak telah paham dan menerapkan perbuatan baik yang telah
kita kenalkan kemudian kita lakukan pembiasaan, dengan cara
melakakuan hal baik tersebut secara berualang ulang agar si anak
terbiasa melakukan hal baik tersebut.
PEMBUDAYAAN
Pembudayaan disini harus diikuti dengan adanya peran serta masyarakat
untuk ikut melakukan dan medukung terciptanya pembentukan karakter
baik yang telah diterapkan dalam masyarakat maupun di dalam keluarga.
MODEL PENDIDIKAN KARAKTER
Model otonomi
Model seperti ini biasanya mengasumsikan tanggung jawab pembentukan
karakter hanya ada pada guru bidang studi sehingga keterlibatan guru lain
sangat kecil.
Model integrasi
Model yang dimana saling mengintegrasikan satu sama lain untuk pelasanaan
pendidikan karakter itu sendiri, dengan model ini maka pendidikan karakter
menjadi tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah.
Model suplemen
Melalui suatu kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola oleh pihak sekolah
dengan seorang penanggung jawab dan melalui kemitraan dengan lembaga
lain yang memiliki kapabilitas dalam pembinaan karakter.
Model kolaborasi
Gabungan dari semua model yang telah ada dalam penerapan pendidikan
karakter itu sendiri. Langkah yang ada dalam model ini merupakan upaya
untuk mengoptimalkan kelebihan setiap model dan menutupi kekurangan
masing-masing pada sisi lain.
Model otonomi : dengan menempatkan pendidikan karakter
sebagai mata pelajaran tersendiri
Model integrasi : dengan menyatukan nilai-nilai dan karakter-
karakter yang akan dibentuk dalam setiap mata pelajaran
Model suplemen / ekstrakurikuler : melalui sebuah kegiatan
tambahan yang berorintasi pembinaan karakter siswa
Model kolaborasi : dengan menggabungkan ketiga model
tersebut dalam seluruh kegiatan sekolah
PROFIL INDIVIDU BERKARAKTER
Ciri Individu yang berkarakter :
Moral Knowing
Memahami dan mengetahui hal yang baik dan buruk sesuai dengan kaidah
moral. Penerapan dari hal ini ialah memahami bahaya narkoba bagi generasi
muda dan mengerti dampak korupsi bagi negara. Individu yang bermoral akan
memahami dengan baik konsekuensi dari contoh kedua kasus tadi bagi dirinya,
keluarga, dan lingkungannya.
Moral Feeling, atau disebut juga “loving the good”
Menyukai hal-hal yang bersifat baik dan cenderung menarik diri menuju
kebaikan. Semisal memiliki keinginan kuat untuk mempelajari cara
melestarikan budaya lokal ditengah budaya asing atau memiliki perasaan ingin
senantiasa menaati peraturan yang berlaku.
Moral Action
Perasaan dan pikiran yang baik akan mewujudkan perilaku yang baik di dalam
diri individu. Ketika menangkap realita yang ada individu akan bergerak dan
memberikan respons yang baik terhadap permasalahan yang ada.
PROSES MENGETAHUI, MENGHAYATI, MELAKUKAN
DAN MEMBIASAKAN KARAKTER YANG BAIK
Terbentuknya karakter seseorang melalui proses yang panjang. Dia
bukanlah proses sehari dua hari, namun bisa bertahun-tahun. Dalam
ilustrasi seorang yang tinggal sementara di Singapura sebelumnya, kita
berharap sepulangnya dia dari sana karakternya akan berubah, tapi
kenyataannya tidak. Ini menunjukkan, waktu satu tahun belum sanggup
membentuk karakter.
Suatu sikap atau prilaku dapat menjadi karakter melalui proses berikut:
Mengetahui
Menghayati
Melakukan
Membiasakan menjadi karakter yang baik
Mengetahui (knowledge)
Pembentukan karakter dimulai dari fase ini yaitu kesadaran
dalam bidang kognitif. Untuk seorang anak, dia mulai mengenal
berbagai karakter baik dari lingkungan keluarganya. Misalnya,
pada keluarga yang suka memberi, bersedekah dan berbagi. Dia
kenal bahwa ada sikap yang dianut oleh seluruh anggota
keluarganya, yakni suka memberi. Kakaknya suka membagi
makanan atau meminjamkan mainan. Ibunya suka menyuruh dia
memberikan sedekah ketika ada peminta-pinta datang ke
rumah. Ayahnya suka memberikan bantuan pada orang lain.
Pada tahapan ini dia berada pada ranah kognitif, dimana prilaku
seperti itu masuk dalam memorinya.
Menghayati (understanding)
Setelah seseorang mengenal suatu karakter baik, dengan melihat
berulang-ulang, akan timbul pertanyaan mengapa begitu? Dia
bertanya, kenapa kita harus memberi orang yang minta sedekah?
Ibunya tentu akan menjelaskan dengan bahasa yang sederhana.
Kemudian dia sendiri juga merasakan betapa senangnya ketika
kakaknya juga mau berbagi dengannya. Dia kemudian
membayangkan betapa senangnya si peminta-minta jika dia diberi
uang atau makanan. Pada tahap ini, si anak mulai paham jawaban
atas pertanyaan ”mengapa”. Pada tahap ini yakni kedalaman kognitif
dan afektif yang dimiliki oleh individu.
Melakukan (acting)
Jika kedua aspek diatas sudah terlaksana makan akan dengan mudah
dilakukan oleh seseorang yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu
untuk melakukan suatu pekerjaan. Didasari oleh pemahaman yang
diperolehnya, kemudian si anak ikut menerapkannya. Pada tahapan
awal, dia mungkin sekedar ikut-ikutan, sekedar meniru saja.
Mungkin saja dia hanya melakukan itu jika berada dalam lingkungan
keluarga saja, di luar dia tidak menerapkannya. Seorang yang
sampai pada tahapan ini mungkin melakukan sesuatu atau memberi
sedekah itu tanpa didorong oleh motivasi yang kuat dari dalam
dirinya. Seandainya dia kemudian keluar dari lingkungan tersebut,
perbuatan baik itu bisa jadi tidak berlanjut.
Membiasakan menjadi karakter yang baik
Tingkatan berikutnya, adalah terjadinya internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
sikap atau perbuatan di dalam jiwa seseorang. Sumber motivasi melakukan suatu respon
adalah dari dasar nurani. Karakter ini akan menjadi semakin kuat jika ikut didorong oleh
suatu ideologi atau believe. Dia tidak memerlukan kontrol social untuk mengekspresikan
sikapnya, sebab yang mengontrol ada di dalam sanubarinya. Disinilah sikap, prilaku yang
diepresikan seseorang berubah menjadi karakter.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang suka berbagi, kemudian tinggal dalam
masyarakat yang suka bergotong royong, suka saling memberi, serta memiliki keyakinan
ideologis bahwa setiap pemberian yang dia lakukan akan mendapatkan pahala, maka suka
memberi ini akan menjadi karakternya.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak menekankan sopan santu, tinggal
dalam lingkungan yang suka bertengkar dan mengeluarkan makian dan kata-kata kotor, dan
tidak memiliki pemahaman ideologi yang baik, maka berkatan kotor mungkin akan menjadi
karakternya.
Tahapan yang telah dipaparkan diatas akan saling pengaruh mempengaruhi. Mekanismenya
ibaratkan roda gigi yang sling menggerakkan. Mengenal sesuatu akan menggerakkan
seseorang untuk memahaminya. Pemahaman berikutnya akan memudahkan dia untuk
menerapkan suatu perbuatan. Perbuatan yang berulang-ulang akan melahirkan kebiasaan.
Kebiasaan yang berkembang dalam suatu komunitas akan menjelma menjadi kebudayaan,
dan dari kebudayaan yang didorong oleh adanya values atau believe akan berubah menjadi
karakter.
PENGKONDISIAN DAN KETELADANAN
Pengkondisian yaitu, pembentukan karakter sopan santun
(menghormati orang lain) melalui pengkondisian dapat dilakukan
dengan beberapa cara. Diantaranya (Lickona, 2013):
Menciptakan Komunitas yang Bermoral
Disiplin Moral
Menciptakan Lingkungan Kelas yang Demokratis: Bentuk
Perteman Kelas
Mengajarkan Nilai Melalui Kurikulum
Pembelajaran Kooperatif
Meningkatkan Tingkat Diskusi Moral
Keteladanan
Pembudayaan merupakan suatu proses pembiasaan.
Pembudayaan sopan santun dapat dimaksudkan sebagai supaya
pembiasaan sikap sopan santun agar menjadi bagian dari pola
hidup seorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan
perilaku kesehariannya. Sopan santun sebagai perilaku dapat
dicapai oleh anak melalui berbagai cara. Proses ini dapat
dilakukan di rumah maupun di sekolah.
TERIMAKASIH