Anda di halaman 1dari 35

TUGAS KELOMPOK LANDASAN PENDIDIKAN

“Lingkungan Pendidikan Keluarga”

Dosen Pengampu : Ode Sofyan Hardi, M.Pd, M.Si

Disusun oleh :

Aufeeazzahra Nurani Praninda Putri (1402618011)

Silvia Widyarini (1402618012)

Kelompok 4 (Kelas B)

Program Studi Pendidikan Geografi

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan yang Mahakuasa


karena atas kebaikan serta rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul: “Lingkungan Pendidikan Keluarga” disusun guna
memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Landasan Pendidikan yang
diampu oleh Bapak Ode Sofyan Hardi, M.Pd, M.Si.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan serta


pengetahuannya pembaca tentang lingkungan dalam pendidikan kelurga,
bagaimana lingkungan keluarga menciptakan sebuah pendidikan paling utama bagi
seseorang.

Kami sebagai penyusun makalah tidak lupa mengucapkan terima kasih


kepada Bapak dosen yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Landasan
Pendidikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran maupun kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Dan kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan bagi perkembangan dunia pendidikan.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga para pembaca dapat


mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini. Terima kasih.

Jakarta, 02 April 2019

(Penyusun)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i


KATA PENGANTAR …………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………….................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ……....……………………............................. 5

1.1 Latar Belakang …………………………………………..................... 5

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………........................ 10

1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………...................... 10

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………............... 11

2.1 Konsep dan Jenis Lingkungan Pendidikan ………………................... 11

2.2 Keluarga sebagai Lingkungan Pendidikan .……….............................. 13

2.3 Pengertian Keluarga ..........................................………………….….. 15

2.4 Fungsi Keluarga ................................................................................... 15

2.5 Perubahan Fungsi Keluarga ......………….....…………….................. 18

2.6 Peranan Keluarga dalam Pendidikan ................................................... 19

2.7 Peranan Anggota Keluarga dalam Pendidikan Anak ........................... 22

2.8 Tujuan dari Pendidikan Keluarga ......................................................... 24

2.9 Keluarga merupakan Pendidik yang Pertama dan Utama .................... 26

2.10 Pentingnya Pendidikan Keluarga dan Strategi dalam Pendidikan


Keluarga ..................................................................................................... 29

BAB III PENUTUP …………………………………….......................... 31

iii
3.1 Kesimpulan ……………………………………………….................. 31

3.2 Saran …………………………………………………………............ 33

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………........... 34

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlu kita ketahui bersama bahwa dalam proses belajar mengajar


keberhasilannya dipengaruhi tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai
faktor. Menurut Slamento ( 1990 : 56 ) faktor intern adalah faktor yang ada dalam
diri individu, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu.

Pendidikan keluarga merupakan salah satu bentuk pendidikan di luar sekolah


yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Dari
pendidikan keluarga yang maksimal, memiliki kecenderungan untuk meningkatkan
minat dan motivasi anak dalam belajar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pula terhadap belajar siswa dan sisi psikologis anak. Sedangkan lemahnya
pendidikan keluarga memiliki kecenderungan untuk melemahkan minat dan
motivasi anak dalam belajar dan akan melemahkan pula terhadap prestasi belajar
anak.
Jika membahas mengenai lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk
sistem sosial, tentunya bersifat terbuka, artinya pendidikan tersebut selalu
menerima masukan (input) dari lingkungan, dan memberikan hasil berupa output
pada lingkungan juga. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan dalam mencapai
tujuannya dipengaruhi oleh kondisi dan situasi yang ada disekelilingnya. Oleh
karena itu untuk memahami pendidikan secara lebih luas, guru dan pendidik pada
umumnya yang berperan penting dalam melaksanakan proses pembelaaran,
diperlukan pemahaman yang jelas tentang konsep lingkungan dan lingkungan
pendidikan. Pemahaman yang jelas tentang lingkungan pendidikan tersebut akan
mendorong para guru untuk berupaya secara optimal memanfaatkan lingkungan
tersebut sehingga memiliki kontribusi yang besar terhadap keberhasilan
pendidikan, Sadulloh, dkk. ( 2007 : 171 ).
Dalam pembahasan makalah ini untuk memahami keluarga sebagai
lingkungan pendidikan terlebih dahulu perlu didasari dengan pemahaman tentang

5
karakteristik lingkungan keluarga tersebut. Karakteristik lingkungan keluarga dapat
dipahami dengan mempelajari konsep tentang pengertian dan jenis-jenis keluarga,
peranan dan fungsi yang perlu dimainkan oleh masing-masing anggota keluarga
terutama peranan dan fungsi yang terkait dengan kegiatan pendidikan yang
berlangsung didalamnya, pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga
berlangsung alamiah dan wajar, tidak ada aturan yang mengikat, karena itu disebut
pendidikan informal.
Setiap anak dilahirkan kedunia ini dalam keadaan fitrah atau suci, artinya
manusia lahir membawa fitrah beragama dan potensi berbuat baik. Fitrah inilah
yang membedakan antara manusia dan makhluk Tuhan lainnya. Fitrah dan potensi
yang sudah ada semenjak dilahirkan itu tidak akan berkembang secara optimal
tanpa adanya pemeliharaan dan bimbingan khusus. Bimbingan untuk
pengembangan fitrah dan potensi yang masih berupa bibit atau benih itu dapat
melalui proses pendidikan. Seorang anak harus dipandu dan diarahkan agar mereka
tidak menyimpang dari fitrah dan potensinya yang sudah mereka bawa semenjak
lahir dengan memberikan pendidikan.
Kegiatan dan proses pendidikan dapat terjadi dalam tiga lingkungan yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini harus bekerja sama dan
saling mendukung untuk hasil yang maksimal dalam membentuk kepribadian
seorang anak yang baik. Lingkungan pertama yang punya peran begitu besar
tentunya lingkungan keluarga, disinilah anak dilahirkan, dirawat dan dibesarkan.
Disinilah proses pendidikan berawal, orang tua adalah guru pertama dan utama bagi
anak, dan tentunya peranan orang tua amatlah penting dalam proses pendidikan
keluarga. Orang tua adalah guru agama, bahasa dan sosial pertama bagi anak,
mengapa demikian? Dikarenakan orang tua adalah orang yang pertama kali
mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak mengucapkan kata ayah, ibu,
nenek, kakek dan anggota keluarga lainnya. Orang tua adalah orang yang pertama
mengajarkan anak bersosial dengan lingkungan sekitarnya.
Orang tua, khususnya seorang ibu yang biasanya punya banyak waktu
bersama anak dirumah, bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya, jika
seorang ibu mampu mengarahkan, membimbing dan mengembangkan kemampuan
dan potensi anak secara maksimal pada tahun-tahun pertama kelahiran anak dimana

6
anak belum disentuh oleh lingkungan lain, dalam artian anak masih suci.
Pada masa-masa kanak-kanak, anak hanya berinteraksi dengan anggota
keluarga, ini adalah saat yang tepat bagi orang tua untuk membentuk karakter
seorang anak. Orang tualah yang mengarahkan kehidupan anak dengan kebiasaan
yang dilakukan sehari-hari dirumah yang merupakan teladan bagi anak. Seperti
membimbing dan mengarahkan agar seorang anak mengetahui mana hal yang baik
dan mana yang tidak baik. Disadari atau tidak oleh orang tua, gerak-gerik dan
tingkah laku mereka sehari-hari yang setiap waktu bahkan setiap saat dilihat,
dirasakan dan di dengar oleh anak adalah proses belajar bagi mereka.
Jika pembelajaran yang sering diterima anak baik, sebuah keluarga yang
harmonis, hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang serta dukungan, secara
otomatis unsur-unsur kebaikan itu akan tertransfer kedalam diri anak, dan tentu bisa
dipastikan anak tersebut akan mempraktikannya di kehidupannya, disaat itu bisa
dikatakan orang tua telah berhasil menjadi seorang guru yang baik bagi anaknya.
Namun jika pembelajaran yang sering diterima anak tidak baik, seperti kekerasan
dalam rumah tangga, perhatian dan kasih sayang serta dukungan yang kurang
karena orang tua sibuk dengan urusan masing-masing, ucapan-ucapan yang tidak
baik yang tidak sadar dilontarkan orang tua kepada anaknya, disaat itu orang tua
telah gagal menjadi guru pertama dan utama bagi anak, karena pada akhirnya anak
tersebut tidak mendapatkan pembelajaran yang baik dari lingkungan keluarganya
dan terkadang dalam kasus seperti ini anak memiliki mental yang kurang kuat
dalam menghadapi kehidupannya.
Proses kehidupan dalam sebuah keluarga adalah proses belajar pertama bagi
anak sebelum mereka hidup dalam lingkungan yang lebih luas yaitu sekolah dan
sosial masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya setiap orang tua harus mampu
memanfaatkan masa-masa ini untuk mengembangkan potensi dan kemampuan
anak untuk membentuk pribadi yang sempurna. Setiap oarng tua selalu mengatakan
dan berharap punya anak yang baik kepribadiannya. Jadi untuk mewujudkan
keinginan dan harapan itu, jadilah orang tua sekaligus guru bagi anak dirumah,
dengan menyajikan pembelajaran-pembelajaran yang mereka butuhkan bagi
kehidupan mereka kedepannya yaitu suasana yang tenang tanpa pertengkaran dan
kekerasan, kasih sayang dan perhatian serta dukungan yang cukup dari keluarga,

7
terutama sosok seorang ibu dan ayah (jadilah ayah dan ibu ideal bagi anak-anak
anda).
Selanjutnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga
masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa
pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Seperti kita ketahui bahwa
keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama yang harus anak dapatkan. Orang
tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai
lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.
Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan
keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar
kehidupan anak adalah di dalam keluarga, ketika seorang anak senang maupun
sedih tentunya akan kembali kepada lingkungan keluarganya, sehingga pendidikan
yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah
(1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga
sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam
perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak di rumah serta fungsi keluarga
atau orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi
utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan
mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar
dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan
kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pendidikan di
lingkungan keluarga menjadi hal penting dalam mendukung tumbuh kembang anak
serta menumbuhkan karakter positif pada anak. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga memberikan
Apresiasi Pendidikan Keluarga kepada orang tua atau keluarga hebat yang dinilai
telah menerapkan pendidikan keluarga dengan baik dan menjadi orang tua yang
terlibat aktif dalam pendidikan karakter anak.
Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat
yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan,

8
pendidikan, dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan
kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-
kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk
memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Tujuan pendidikan anak dalam keluarga menurut Hoghughi (2004)
menyebutkan bahwa pendidikan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar
anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik.
Prinsip pendidikan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku)
namun lebih menekankan pada tujuan dari perkembangan dan pendidikan anak.
Oleh karenanya tujuan Pendidikan meliputi pendidikan fisik, pendidikan emosi dan
pendidikan sosial.
1.) Pendidikan fisik mencakup semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat
bertahan hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya.
2.) Pendidikan emosi mencakup pendampingan ketika anak mengalami
kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasing dari teman-
temannya, takut, atau mengalami tekanan mental. Pendidikan emosi ini mencakup
pendidikan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu, mengetahui rasa
dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan untuk
mengetahui resikonya. Pendidikan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai
kemampuan yang stabil dan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
3.) Sementara itu, pendidikan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing
dari lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak
pada masa-masa selanjutnya.
Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup (sistem
nasional), dan keluarga menyediakan situasi belajar. Sebagai satu kesatuan hidup
bersama (sistem sosial), keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ikatan
kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih,
hubungan antarpribadi, kerja sama, disiplin, tingkah laku yang baik, serta
pengakuan akan kewibawaan.
Begitu besarnya pengaruh peranan keluarga sebagai lingkungan pendidikan
anak yang paling utama dalam pendidikan untuk memajukan pendidikan, terlebih
lagi apabila terjalinnya komunikasi yang baik antara lingkungan keluarga, sekolah,

9
dan masyarakat untuk membentuk anak didik yang berpendidikan baik dari sikap,
perilaku, dan agamanya. Ketiga hubungan ini menjadikannya sebagai sumber
pelajaran yang baik bagi perkembangan pendidikan yang terus berkembang.

1.2 Rumusan Masalah


1.) Apa yang dimaksud dengan konsep dan jenis lingkungan pendidikan?
2.) Apa yang dimaksud dengan keluarga sebagai lingkungan pendidikan?
3.) Apa yang dimaksud dengan keluarga?
4.) Apa fungsi dari keluarga?
5.) Apa yang dimaksud dengan perubahan fungsi keluarga?
6.) Bagaimana peranan keluarga dalam pendidikan?
7.) Apa peranan anggota keluarga dalam pendidikan anak?
8.) Apa tujuan dari pendidikan keluarga?
9.) Mengapa keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama?
10.) Bagaimana pentingnya pendidikan keluarga dan apa strateginya?

1.3 Tujuan Penulisan


1.) Mengetahui pengertian konsep dan jenis lingkungan pendidikan
2.) Mengetahui pengertian keluarga sebagai lingkungan pendidikan
3.) Mengetahui pengertian dari keluarga
4.) Mengetahui fungsi dari keluarga
5.) Mengetahui peranan keluarga dalam pendidikan
6.) Mengetahui tujuan dari pendidikan keluarga
7.) Mengetahui pengertian perubahan fungsi keluarga
8.) Mengetahui peranan anggota keluarga dalam pendidikan anak
9.) Mengetahui keluarga sebagai pendidik yang pertama dan utama
10.) Mengetahui pentingnya pendidikan keluarga dan strateginya

10
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Jenis Lingkungan Pendidikan

Lingkungan adalah semua makhluk yang yang berada dalam alam (dunia)
ini, yang hidup (biotik) maupun yang tidak hidup (abiotik) yang mempengaruhi
perilaku, pertumbuhan dan perkembanagn proses kehidupan manusia, termasuk
kegiatan pendidikan. Lingkungan hidup manusia dapat dibedakan menjadi
lingkungan alam dan lingkungan sosial. Lingkungan alam adalah segala sesuatu
atau benda diluar manusia yang berada di alam dunia ini, seperti batu, rumah,
tumbuh-tumbuhan, hewan, iklim, siang dan malam, dan sebagainya. Lingkungan
sosial adalah semua manusia atau orang lain yang berinteraksi dengan diri kita baik
langsung maupun tidak langsung yang salinh mempengaruhi antara manusia yang
satu dengan yang lainnya. Dalam interaksinya itu manusia mempengaruhi
lingkungan dan sebaliknya manusia pun dipengaruhi lingkungan sekitarnya, bisa
disebut juga dengan interaksi sosial. Agar terjadi keseimbangan dan keselarasan
dalam interaksinya dengan lingkungan manusia perlu melakukan penyesuaian
(adaptasi). Oleh karena itu, manusia perlu memelihara lingkungan baik yang
bersifat fisik maupun sosial, tidak melakukan perusakan lingkungan, agar
lingkungan tersebut dapat bermanfaat sebesar-besarnya kesejahteraan manusia.
Bertolak dari pandangan pendidikan sebagai sistem tersebut, maka keberhasilan
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh salah satu komponen yang ada didalamnya,
tetapi ditentukan oleh seluruh komponen dari sistem pendidikan tersebut yang
masing-masing mempunyai peranan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Salah
satu komponen penting yang turut yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan
adalah situasi dan kondisi tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan tersebut.
Karena pendidikan merupakan interaksi antar manusia, maka yang dimaksud
dengan lingkungan pendidikan adalah suatu tempat dimana memungkinkan
terjadinya suatu interaksi manusia dalam proses pendidikan dan untuk mencapai
tujuan pendidikan.

11
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No.20 Tahun 2003, menjelasakan bahwa
yang dimaksud sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Sistem pendidikan nasional dibangun dan dikembangkan melalui satuan
pendidikan. Satuan pendidikan merupakan kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal pada
setiap jenjang dan jenis pendidikan (pasal 1 ayat 10) Pasal dan ayat berikut dibawah
merupakan penjelasan dari pasal 1 ayat 10 antara lain pasal 1 ayat 11 berbunyi
“pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersetruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”.

Pasal 1 ayat 12 berbunyi “pendidikan non formal adalah jalur pendidikan


diluar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang“.

Pasal 1 ayat 13 berbunyi “pendidikan informal adalah jalur pendidikan


keluarga dan lingkungan”.

Dilihat dari tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan, nampak bahwa


ketiga jalur pendidikan tersebut menggambarkan adaya tiga jenis lingkungan
tempat berlangsungnya pendidikan, yaitu pendidikan informal yang biasanya
berlangsung pada lingkungan keluarga. Lingkungan pendidikan formal yang
biasanya berlangsung dalam dunia persekolahan, dan lingkungan pendidikan non
formal yang umumnya berlangsung di masyarakat diluar sistem persekolahan.
Dalam system pendidikan nasional ketiga jenis lingkungan pendidikan tersebut
bermuara pada sebuah tujuan nasional yakni “dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur serta memungkinkan para
warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaninya maupun
rohaniah berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945“.

Ki Hajar Dewantara mengungkapkan jenis lingkungan pendidikan yang


disebut tri pusat pendidikan yaitu alam keluarga, alam perguruan, dan alam
pemuda. Berdasarkan tri pusat pendidikan itulah muncul konsep lingkungan
pendidikan. Pedidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung

12
alamiah dan wajar, tidak ada aturan yang mengikat karena itu disebut lingkungan
pendidikan informal. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan sekolah adalah
pendidikan yang dirancang sedemikian rupa secara terencana, dilaksanakan dengan
berbagai aturan yang ketat, berjenjang, seleksi peserta didiknya ketat,seleksi
pendidik (guru) juga ketat, dan kegiatannya berlangsung secara berkesinambungan,
sehingga disebut lingkungan pendidikan formal. Pendidikan yang berlangsung di
masyarakat diprogramkam dalam aturan – aturan yang fleksibel dan lebih longgar
dibandingkan dengan pendidikan sekolah, tidak selalu disyaratkan berjenjang dan
berkesinambungan, sehingga disebut lingkungan pendidikan nonformal. Dalam
Undang-undang No.20 Tahun 2003 bahwa ketiga jalur pendidikan tersebut
berfungsi sebagai wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi
diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan pendidikan.

2.2 Keluarga sebagai Lingkungan Pendidikan

Secara Etimologis, kata keluarga berasal dari dua kata yaitu kawula dan
warga. Kawula berarti hamba dan warga berarti anggota, jadi pengertian keluarga
adalah suatu kesatuan (unit) dimana anggota-anggotanya mengabdikan diri kepada
kepentingan dan tujuan unit tersebut.

Horton dan Hunt yang dikutip oleh Tisna Amidaja (Sadulloh, 2007:173)
mendefinisikan keluarga adalah “suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang
yang sama, suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau
perkawinan, pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak, dan satu orang anak
dengan beberapa anak”. F.J Brown dalam M.I Soelaeman (Sadulloh, 2007:174)
pengertian keluarga ditinjau dari sudut pandang sosiologis. “Dalam arti sempit
keluarga merupakan orangtua dan anak –anaknya. Dalam arti luas keluarga meliputi
semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan”. Menurut Undang-Undang
No.10 Tahun 1992, yaitu “keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya”.

Ditinjau dari sudut pandang pedagogis, keluarga adalah suatu persekutuan


hidup yang dijalani rasa kasih sayang diantara dua jenis manusia, yang bermaksud

13
untuk saling menyempurnakan diri, terkandung juga kedudukan dan fungsi sebagai
orang tua. Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu keluarga dapat dikatakan keluarga
lengkap apabila keluarga tersebut terdiri atas ayah, ibu, dan anak.

M.I Soelaeman (Sadulloh, 2007:174) mengemukkan pendapat Mc.Iver


tentang ciri-ciri keluarga yaitu : 1) hubungan berpasangan kedua jenis (pria dan
wanita), 2) perkawinan atau bentuk ikatan lain yang mengokohkan hubungan
tersebut, 3) pengakuan akan keturunan, 4) kehidupan ekonomis yang
diselenggarakan dan dinikmati bersama, 5) kehidupan rumah tangga. Ditinjau dari
sudut pandang pedagogis, M.I Soelaeman (1994:12) “ciri hakiki suatu keluarga
adalah suatu persekutuan hidup yang dijalani kasih sayang antara pasangan dua
jenis mansia yang dikukuhkan dengan pernikahan yang sah,bermaksud untuk saling
menyempurnakan diri. Dalam menyempurnakan diri tersebut terkandung
pengungkapan peran dan fungsi orang tua”. Keluarga merupakan lingkungan yang
pertama bagi anak yang memberikan sumbangan bagi perkembangan dan
pertumbuhan mental maupun fisik anak dalam kehidupannya.

Melalui interaksi dalam keluarga, anak tidak hanya mengidentifikasikan diri


dengan kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya. Dalam kaitannya dengan
pendidikan, keluarga merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
diselenggarakan di non formal. Pendidikan yang diselenggarakan dalam keluarga
dapat digolongkan kedalam jenis pendidikan yang bersifat informal. Hal ini bukan
berarti bahwa kedudukan keluarga sebagai lembaga pendidikan kurang penting,
bahkan sebaliknya keluarga dianggap sebagai lembaga pendidikan yang pertama
dan utama bagi anak. Disebut sebagai lingkungan pendidikan pertama,karena pada
umumnya setiap anak dilahirkan dan kemudian dibesarkan pada awal pertama
dalam lingkungan keluarga. Kemudian disebut sebagai lingkungan pendidikan
yang utama bagi anak, karena keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga ketika
anak berada dalam usia dini yang dikenal juga sebagai usia emas (golden age), akan
sangat berpengaruh pada keberhasilan pendidikan pada periode perkembangan
anak berikutnya.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003


bab I pasal I ayat 13, yang menyebutkan bahwa : ”pendidikan informal adalah jalur

14
pendidikan keluarga dan lingkungan”. Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1991 :
”Pendidikan non formal yang sangat mendasar sifatnya adalah pendidikan keluarga.
Meskipun pendidikan keluarga sangat penting bahkan meletakkan dasar-dasar
kesiapan hidup sebagai anggota masyarakat pengaturannya merupakan wewenang
keluarga bersangkutan.”.

2.3 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis
(1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Dengan itu mengapa pendidikan utama berasal dari keluarga dikarenakan


dalam lingkungan keluarga lah kita pertama kali melihat apa yang bisa kita pelajari,
kita tiru, dan membedakan mana yang baik dan buruk. Dengan itu peranan keluarga
sangatlah penting dalam pendidikan seorang anak.

2.4 Fungsi Keluarga

Keluarga berfungsi untuk membekali setiap anggota keluarganya agar dapat


hidup sesuai dengan tuntutan nilai-nilai religius, pribadi, dan lingkungan. M.I
Soelaeman (Sadulloh, 2007:175) mengemukakan beberapa fungsi keluarga sebagai
berikut :

1.) Fungsi Edukasi

Fungsi ini mengarahkan keluarga sebagai wahana pendidikan pertama dan


utama bagi anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang sehat, tangguh, mau
dan mandiri, sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan yang semakin tinggi.

15
Dalam arti mereka menjadi manusia yang matang dan dapat bertanggung jawab
juga dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakatnya.

2.) Fungsi Sosialisasi Anak

Dalam fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga memiliki tugas untuk


mengentarkan dan membimbing anak agar anak dapat beradaptasi dengan
kehidupan sosial (masyarakat) yang lebih luas, sehingga kehadirannya akan
diterima bahkan mungkin bahkan dinantikan oleh masyarakat luas, karena banyak
memiliki manfaat bagi orang lain yang ada di lingkungan masyarakatnya. Keluarga
memiliki kedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial, meliputi
penerangan, penyaringan nilai-nilai dan penafsirannya kedalam bahasa yag
dimengerti anak. Keluarga merupakan lembaga sosial dimana si anak mengadakan
proses sosialisasi (belajar sosial atau mempelajari nilai-nilai sosial) yang pertama
dalam kehidupannya.

3.) Fungsi Proteksi

Fungsi ini mengarahkan dan mendorong keluarga agar berfungsi sebagai


wahana atau tempat memperoleh rasa aman, nyaman, damai, dan tentram bagi
seluruh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagiaan batin, juga secara fisik
keluarga harus melindungi anggota keluarganya supaya tidak kelaparan, kehausan,
kedinginan, kepanasan, kesakitan, dan lain-lain. Perlindungan mental dimaksudkan
supaya itu orang itu tidak kecewa (frustasi) karena memiliki konflik yang
mendalam dan berkelanjutan, yang disebabkan kurang pandai mengatasi masalah
hidupnya. Perlindungan moral perlu dilakukan supaya anggota keluarga itu
menghindarkan diri dari perbuatan jahat dan buruk. (Sadulloh, dkk. 2007:176).

4.) Fungsi Afeksi (Perasaan)

Fungsi ini diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana untuk


menumbuhkan dan membina rasa cinta dan kasih sayang antara sesama anggota
keluarga dan masyarakat serta lingkungannya. Selain itu keluarga harus dapat
menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin yang kuat
antar anggotanya,sesuai dengan status peranan sosial masing-masing dalam
kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam dan kuat ini harus dapat dirasakan

16
oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Kasih sayang dan
kehangatan yang diberikan orang tua kalau terlalu berlebihan dapat memanjakan
anak, sedangkan kalau terlalu kurang akan gersang atau kekeringan atau bisa
membuat anak menjadi merasa jauh dari orang tuanya. (Sadulloh, dkk. 2007:177).

5.) Fungsi Religius

Fungsi ini diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana


pembangunan insan-insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, bermoral, berakhlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agamanya.
Disini orang tua berperan sebagai penyampai, penyeleksi dan penafsir norma-
norma dalam kehidupan sehari-hari. (Sadulloh, dkk. 2007:177).

6.) Fungsi Ekonomi

Fungsi ini diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana


pemenuhan kebutuhan ekonomi, fisik, dan materil yang sekaligus mendidik
keluarga hidup efisien, ekonomis dan rasional. Fungsi ekonomi meliputi pencarian
nafkah, perencanaan, serta penggunaan atau pembelajarannya. (Sadulloh, dkk.
2997:177).

Pelaksanan fungsi ekonomi oleh seluruh anggota keluarga mempunyai


kemungkinan menambah saling pengertian, solidaritas, dan tanggung jawab
bersama dalam keluarga, serta dengan segala akibatnya.

7.) Fungsi Rekreasi

Sadulloh, dkk. (2007:178) mengemukakan bahwa dalam menjalankan


fungsi ini, keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah,
ceria, hangat dan penuh semangat. Melaksanakan fungsi rekreasi oleh seluruh
anggota keluarga sangat penting dikarenakan :

-) Terjaminnya keseimbangan kepribadiaan anggota keluarga, dapat


menghindari atau setidaknya akan dapat mengurangi ketegangan yang mudah
timbul dalam keadaan lelah.

17
-) Rasa aman dan santai yang ditimbulkan rekreasi mempermudah
munculnya kesenangan lahir batin, muncul saling mengerti, memperkokoh
kerukunan dan solidaritas serta saling memperhatikan kepentingan masing-masing.

-) Rasa nyaman dan betah dalam keluarga menimbulkan rasa sayang dan
rasa memiliki kepada keluarga, serta keinginan untuk memeliharanya secara
bersama-sama, kerjasama, dan tanggung jawab.

-) Menghormati serta memperhatikan kepentingan masing-masing anggota


keluarga, diseratai dengan identifikasi terhadap norma yang berlaku dalam
keluarga.

8.) Fungsi Biologis

Fungsi ini diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana untuk


menyalurkan kebutuhan reproduksi sehat bagi semua anggota keluarganya.
Keluarga disini menjadi tempat untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
seperti kebutuhan akan keterlindungan fisik seperti kesehatan, sandang, pangan,
dan papan dengan syarat-syarat tertentu sehingga keluarga memungkinkan seluruh
anggotanya dapat hidup didalammya, sekurang-kurangnya dapat mempertahankan
hidup. (Sadulloh, dkk. 2007:178).

2.5 Perubahan Fungsi Keluarga

Pada masyarakat tradisional orang tua memiliki tanggung jawab penuh


terhadap pendidikan anak mereka. Pada masyarakat tradisional orang tua mengajar
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, orang tua pula yang
melatih dan memberi petunjuk anak-anaknya sampai anak mencapai dewasa.
Dalam keluarga tradisional orang tua memegang otoritas penuh atas anak-anak
mereka. (Sadulloh, dkk. 2007:180).

Dengan berubahnya kehidupan masyarakat dari masyarakat tradisional ke


masyarakat modern, maka pola kehidupan keluarga pada masyarakat modern pun
mengalami perubahan. Pada masyarakat modern anggota keluarga cenderung lebih
kecil, memiliki stuktur yang kurang stabil, lebih demokratis dalam mengambil

18
keputusan, amat tergantung kepada jasa pelayanan orang lain, dan kehidupan yang
terdiferensiasi serta terspesialisasi yang makin jelas dan tajam. Dalam masyarakat
modern orang tua harus membagi otoritas dengan orang lain, terutama guru dan
dengan anak mereka sendiri yang memperoleh pengetahuan baru dari luar keluarga.
Hubungan orangtua pun berubah dari hubungan orang tua dengan anak yang
bersifat otoritatif menjadi hubungan yang bersifat kolegial. (Sadulloh, dkk.
2007:180).

Dengan gambaran seperti diatas, maka pendidikan yang mulanya tanggung


jawab keluarga sepenuhnya ,sekarang diambil alih oleh sekolah dan lembaga-
lembaga sosial lainnya. Tugas ibu dalam membimbing dan membimbing anaknya
diambil alih “babby sitter”, ”kelompok bermain dan taman kanak-kanak’. Demikian
pula dalam memberi bekal pengetahuan dan keterampilan sebagai persiapan untuk
kerja dan hidup pada anak tidak dilakukan lagi oleh ayah, tetapi oleh lembaga
pendidikan formal yaitu sekolah. (Sadulloh, dkk. 2007:181).

Dengan adanya perubahan fungsi keluarga seperti penjelasan diatas,


diperlukan effort lebih dari keluarga terutama ayah dan ibu untuk mendidik anaknya
terlebih dahulu sebelum lingkungan di luar keluarga mendidik anak mereka,
pentingnya pendidikan dalam keluarga akan terlihat dalam fungsi keluarga itu
sendiri.

2.6 Peranan Keluarga dalam Pendidikan

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga


masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa
pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan
pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang
tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua
berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan
lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam
keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam
keluarga.

19
Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu
pendidikan, “bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa
fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak di
rumah serta fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah”.

Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam


menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga
adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga-keluarga
yang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah.
Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat
seperti kejahatan seksual, kekerasan yang merajalela, serta segala macam
kebobrokan di masyarakat merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.

Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi
utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan
mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar
dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan
kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.

Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat


yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan
kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-
kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk
memperbaiki kegagalan-kegagalannya.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana


pertama dan utama bagi pendidik karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan
pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain
di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga
dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang
tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa
karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.

20
Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi
terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut megawangi ada 3 kebutuhan dasar
anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik
dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan
dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam
pembentukan dasar kepercayaan kepad orang lain (anak). Kelekatan ini membuat
anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan
rasa percaya.

Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan


ibu-anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi
kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain,
ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk
kepribadian yang baik pada anak. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak
akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan
karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan
perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh
negatif pada perkembangan emosi anak.

Menurut Bowlby, normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan
hanya 1 orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi
anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi
berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak
kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan
mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu
saja ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik
antara ibu dan anaknya.

Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang
diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan
berbicara kepada anaknya) terhadapanaknya yang berusia dibawah 6 bulan akan
mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias
mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.

21
Sedangkan Menurut Popov dan kawan-kawan (1997), orang tua dapat
berperan sebagai :

-) Educator yaitu bisa menciptakan dan menyadari adanya teach able


momentdalam keluarga.

-) Autority yaitu bisa mengembangkan batas-batas normatif.

-) Guide yaitu bisa share your skills kepada anak-anak.

-) Conselor yaitu mampu memberi dukungan pada anak ketika mengalami


dilema moral.

Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan pada anak


sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya.
Pola asuh dapat didefinisikan sebagaipola interaksi antara anak dengan orang tua
yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti: makan, minum, dan lain-lain)
dan kebutuhan psikologis (seperti: rasa aman, kasih sayang), serta sosialisasi
norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan
lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua
dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.

2.7 Peranan Anggota Keluarga dalam Pendidikan Anak

Tiap anggota dalam suatu keluarga memiliki peranan tersendiri dalam


pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga, yaitu sebagai berikut :

1.) Peranan Ibu

Ibu dalam keluarga merupakan orang yang pertama kali berinteraksi dengan
anaknya, dari ibunya anak mengenal keamanan lahir batin. Ibu mengenalkan
kepada anak dunia yang sangat membahagiakan, yaitu dunia kasih sayang yang
amat tulus, dunia aman serta damai. Dari seorang ibu diharapkan ia menghadapi
anaknya dengan penuh kasih sayang, sehingga dikatakan bahwa “ibu berperan
sebagai lambang kasih sayang”. (Sadulloh, dkk. 2007:183).

22
Menurut Ngalim Purwanto (Sadulloh, 2007:183) sesuai dengan fungsi serta
tanggung jawabnya bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya, yaitu : 1)
sumber dan pember kasih sayang, 2) pengasuh dan pemelihara, 3) tempat
mencurahkan isi hati, 4) pengatur dalam kehidupan berumah tangga, 5)
pembimbing hubungan pribadi, 6) pendidik dalam segi-segi emosional.

2.) Peranan Ayah

Ayah sering tampil sebagai tampuk pimpinan dalam keluarga, sehingga


sehubungan dengan anak dikatakan “ayah sebagai lambang wibawa”. Tindakan
ayah dan ibu diharapkan saling mengimabangi dan melengkapi, sehingga keduanya
tampil sebagai penjelas nilai-nilai yang dianut keluarga yang bersangkutan. (Waini
Rasyidin dan M.I Soelaeman dalam Depdikbud,1985).

Menurut Ngalim Purwanto (Sadulloh, 2007:184) peranan ayah yaitu : 1)


sumber kekuasaan dalam keluarga, 2) penghubung intern antara keluarga dengan
masyarakat atau dunia luar, 3) pemberi rasa aman bagi seluruh anggota keluarga,
4) pelindung terhadap ancaman dari luar, 5)hakim atau yang mengadili ika terjadi
perselisihan, dan 6) pendidik dalam segi-segi rasional.

3.) Peranan Nenek dan Kakek

Selain oleh ibu dan ayahnya, banyak pula anak-anak yang menerima
pendidikan dari nenek kakeknya. Umumnya nenek dan kakek itu merupakan
sumber kasih sayang yang mencurahkan kasih sayang yang berlebihan terhadap
cucunya, tetapi biasanya mereka tidak mengharapkan sesuatu dari cucunya itu.
Tidak jarang dalam satu keluarga yang tinggal bersama nenek kakeknya mengalami
suatu perselisihan antara orang tua dengan neneknya tersebut dalam hal
menentukan dalam cara mendidik anak atau cucunya tersebut. Memang ada
kecenderungan bahwa pihak nenek merasa terpanggil untuk ikut campur dalam
merawat dan membesarkan cucunya sesuai dengan pola dan pengalamannya, serta
tingkat keikut campurannya itu bermacam-macam dari yang sekedarnya sampai
dengan sebagai penentu segala-galanya yang berhubungan dengan cucunya.

23
4.) Peranan Anggota Keluarga yang Lain

Dalam kehidupan keluarga yang besar (extended family) biasanya bukan


orang tuanya saja yang berperan dalam memberikan pendidikan terhadap anaknya,
tetapi anggota keluarga yang lain pun turut berperan. Misalnya seorang bibi (tante)
yang diberi tugas untuk mendidik keponakannya dikala orangtua anak tersebut
sedang sibuk bekerja. Oleh karena itu, masing- masing anggota keluarga hendaknya
berupaya melaksanakan peranannya dalam mempersiapkan anak agar menjadi
manusia yang berguna baik bagi pribadinya, keluarganya, masyarakat dan bahkan
bagi bangsa dan umat manusia serta sebagi makhluk Tuhan Yanga Maha Esa.

2.8 Tujuan dari Pendidikan Keluarga

Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga


dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup
bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan
utama.

Proses pendidikan awal di mulai sejak dalam kandungan. Latar belakang


sosial ekonomi dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota
keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua akan sangat mempengaruhi
sikap dan perilaku anak. Keberhasilan anak di sekolah secara empirik sangat
dipengaruhi oleh besarnya dukungan orang tua dan keluarga dalam membimbing
anak.

Jadi menurut pendapat kami, bahwa lingkungan keluarga merupakan


lingkungan pendidikan yang pertama dan amat sangat penting, karena dalam
keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan. Tugas utama
dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi anak. Bisa
diartikan bahwa keluarga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses
belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya.

1.) Fungsi dan Peranan Pendidikan Keluarga

-) Pengalaman pertama masa kanak-kanak

24
Lingkungan pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang
merapakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan
keluarga ini sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di
dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.

-) Menjamin Kehidupan Emosional Anak

Melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional atau kebutuhan akan


rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik, hal ini
dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidikan dengan anak didik, sebab
orang tua hanya menghadapi sedikit anak didik dan karena hubungan tadi
didasarkan atas rasa cinta kasih sayang murni.

-) Menanamkan Dasar Pendidikan Moral

Di dalam keluarga juga merapakan penanaman utama dasar-dasar moral


bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai
teladan yang dapat di contoh anak.

-) Memberikan Dasar Pendidikan Sosial

Perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk


sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-
menolong, gotong royong secara kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga
yang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan dan
keserasian dalam segala hal.

-) Peletakan Dasar-Dasar Agama

Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-
dasar kehidupan beragama, dalam hal ini tentu terjadi dalam keluarga. Anak-anak
seharusnya dibiasakan ikut serta ke masjid bersama-sama untuk menjalankan
ibadah, mendengarkan khutbah atau ceramah keagamaan, kegiatan seperti ini besar
sekali pengaruhnya terhadap kepribadian anak.

25
2.) Tanggung Jawab Keluarga

-) Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang


menjiwaihubungan orang tua dan anak.

-) Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi


kedudukan orang tua terhadap keturunannya.

-) Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang pada gilirannya
akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan Negara.

-) Memelihara dan membesarkan anak.

-) Memberi pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan


keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak.

2.9 Keluarga Merupakan Pendidik yang Pertama dan Utama

Pendidikan keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama.


Dikatakan pendidikan pertama karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan
dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga. Pendidikan pertama
ini dapat dipandang sebagai fondasi pengembangan-pengembangan berikutnya.
Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Jika tidak,
bisa memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-perkembangan
berikutnya.

Karena sifat pekanya perkembangan-perkembangan pada awal ini membuat


pendidikan ini dikatakan sebagai pendidikan yang utama. Kepekaan
perkembangan-perkembangan awal ini tidak hanya menyangkut psikologi, tetapi
juga fisiologi. Dengan kata lain pertumbuhan jasmani pada fase-fase awal ini juga
sangat peka. Memang pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anak
berkaitan satu dengan yang lain. Kalau dalam kedokteran ada dalil yang
mengatakan kualitas makanan yang diberikan kepada anak balita akan menentukan
kualitas kecerdasan atau kemampuan mereka kelak, maka dalam pendidikan ada
konsep yang mengatakan bagaimana perlakuan terhadap anak 4 tahun ke bawah
seperti itulah jadinya anak itu setelah dewasa. Dari dalil itu muncul himbauan agar

26
keluarga member makanan bergizi kepada anak balita agar otaknya tumbuh dengan
sempurna. Begitu pula konsep di atas membuat para orang tua memperlakukan
anak-anak kecil itu dengan baik, penuh kasih saying agar anak itu menjadi orang
yang berguna kelak.

Namun informasi yang diterima oleh orang tua berat sebelah. Informasi
tentang pentingnya memberikan makanan bergizi kepada balita lebih banyak
diterima dibandingkan dengan informasi tentang pentingnya memperlakukan anak-
anak dengan baik. Buktinya kini semakin banyak anak sehat dan cerdas, tetapi
masih banyak sekali anak-anak nakal yang membuat berbagai kerusuhan.
Kenakalan ini sebagian besar disebabkan oleh perlakuan lingkungan yang tidak
benar, antara lain terlalu keras atau disiplin kaku, kurang diperhatikan, kurang kasih
sayang, terlalu diberi kebebasan, dan sebagainya.

Kenyataan di atas tampaknya bertalian dengan kurang intensifnya


pengembangan pendidikan keluarga itu sendiri. Pendidikan keluarga, memang
belum ditangani seperti pada pendidikan jalur sekolah. Sehingga masuk akal kalau
sebagian besar keluarga tidak paham tentang cara mendidik anak-anak dengan
benar. Walaupun isi pendidikan itu sebagian besar ditekankan pada pengembangan
afeksi, seperti kerajinan, kejujuran, kesetiaan, toleransi, disiplin, gotong royong,
keimanan, ketakwaan, menghormati orang tua, bisa berterima kasih, suka
menolong, dan sebagainya. Di sini tampak masih ada yang belum terselesaikan
sampai sekarang, di satu pihak dipandangkan pendidikan ke keluarga adalah yang
pertama dan utama namun di pihak lain macam pendidikan ini tidak ditangani
secara utama atau diterlantarkan.

Oleh karena itu, keluarga adalah institusi yang sangat berperan dalam
rangka melakukan sosialisasi, bahkan internalisasi, nilai-nilai pendidikan.
Meskipun jumlah institusi pendidikan formal dari tingkat dasar sampai ke jenjang
yang paling tinggi semakin hari semakin banyak, namun peran keluarga dalam
transformasi nilai edukatif ini tetap tidak tergantikan.

Karena itulah, peran keluarga dalam hal ini tidak ringan sama sekali.
Bahkan bisa dikatakan, bahwa tanpa keluarga nilai-nilai pengetahuan yang
didapatkan di bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas

27
memang tampak bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika
direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa berat peran yang
disandang keluarga.

Masalah yang dialami oleh anak jalanan untuk memperoleh pendidikan


salah satunya adalah minusnya, karena tidak adanya peran keluarga. Kalaupun
akhirnya mereka bersekolah, mereka hanya mendapatkan pengetahuan formal saja.
Sementara kasih sayang, sopan santun, moralitas, cinta dan berbagai nilai afektif
lainnya sulit mereka dapatkan. Mereka merasa tidak ada tempat yang baik untuk
berlindung dan mengungkapkan seluruh perasaan secara utuh dan bebas.

Umumnya mereka tidak memiliki keluarga yang mengemban peran


tersebut. Kalaupun mereka memiliki keluarga, tidak ada situasi yang kondusif
untuk saling berbagi perasaan antar anggota dalam sebuah keluarga. Ini merupakan
salah satu kesulitan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat
yang mencoba memberdayakan ‘anak jalanan’. Mungkin persoalan sulitnya
bagaimana dia mendapatkan pendidikan secara formal, tidak sesulit bagaimana dia
memperoleh kasih sayang sejati.

Dari paparan di aatas kita bisa mengerti betapa penting peran keluarga
dalam rangka mengemban misi-misi pendidikan tidak bisa diabaikan. Di dalam
keluarga tercermin jalinan kasih dan cinta dalam mana ikatan emosional, darah dan
kekerabatan sangat mendominasi. Dengan demikian, keluarga merupakan pendidik
pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sebagian orang secara tidak sadar
mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalah sekunder, alias hanya
menjadi pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal sudah mereka dapatkan di
bangku sekolahan. Logika ini tidak saja keliru secara etis, tapi juga patut
dipertanyakan pula pandangan moralnya terhadap keluarga. Yang logis, keluarga
justru merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru
dilengkapi dengan nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku sekolahan
ataupun masyarakat.

28
2.10 Pentingnya Pendidikan Keluarga dan Strategi dalam Pendidikan
Keluarga

1.) Pentingnya Pendidikan Keluarga

Urgensi dan strateginya penguatan institusi keluarga sebagai wahana


pengembangan sumber daya manusia. Brean Frenbrenner dalam Syakrani (2001)
mengemukakan bahwa sejak dulu keluarga menjadi wahana pembentukan karakter
dan keterampilan dasar manusia. Bahkan Brenner dan Couts menjabarkan lebih luas
bahwa keluarga yang tangguh bersama lembaga keagamaan dan politik akan
menjadi pilar penyangga terbentuknya civil society.

Betapa pentingnya pendidikan keluarga bagi anak-anak yang sedang


berkembang. Pentingnya pembentukan sumber daya manusia berbasis keluarga
juga bisa dilihat dari konsep investment in children memahami perlunya penguatan
keluarga sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia dari sudut pandang
orientasi nilai dan perkembangan daya nalar anak.

2.) Strategi dalam Pendidikan Keluarga

Pendekatan pendidikan keluarga adalah secara terpadu, seimbang antara


pendekatan endogenous (menimbulkan diri dalam) dan conditing (pembiasaan,
mempengaruhi dari luar) serta enforcement (pemaksaan). Anak-anak dalam
keluarga sangat kuat proses identifikasinya kepada orang tua dalam berbagai
tingkah laku, cara berfikir dan cara menyikapi tentang suatu keadaan. Di samping
faktor keteladanan, faktor pembiasaan yang didasarkan atas cinta kasih merupakan
sarana atau alat pendidikan yang besar pengaruhnya bagi pembentukan budi pekerti
dan moral.

Di dalam keluarga yang religius terjadi interaksi interpersonal yang bernilai


sosial edukatif dan religius. Dan pendidikan agama itu perlu disesuaikan dengan
taraf kematangan anak, tingkat penalaran, emosi, bakat, pengetahuan dan
pengalamannya. Orang tua yang efektif dalam proses pendidikan ditentukan oleh
kemampuannya dalam membimbing dan mengarahkan serta memecahkan
persoalan-persoalan secara demokratis.

29
Strategi lain dalam mengembangkan pendidikan dalam keluarga adalah
dengan konsep tumbuh kembang anak yang pertumbuhan fisik dan otak serta
perkembangan motorik, mental, sosio-emosional dan perkembangan moral
spiritual. Ada 3 konsep penting yang mencakup aktivitas yakni pola asuh, pola asah
dan pola asih. Strategi yang dapat digunakan oleh orang untuk mengembangkan
moral dan keterampilannya, yaitu :

-) Bantulah anak untuk menemukan sendiri tujuan hidupnya

-) Bantulah anak mengembangkan perilaku yang dibutuhkan untuk


mencapai tujuan hidupnya

-) Jadilah figur ideal bagi anak dalam berperilaku

-) Beri semangat dan gugah hati anak untuk berperilaku terpuji

Begitu banyak strategi yang dapat digunakan setiap orang tua dalam
mengembangkan pendidikan bagi anak di dalam keluarga, dengan pendidikan yang
baik di dalam keluarga, maka anak bisa menjadi sosok yang baik pula bagi
lingkungan di luar keluarga.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jenis lingkungan pendidikan yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara


adalah Tri Pusat Pendidikan, yaitu alam keluarga, alam perguruan, dan alam
pemuda. Berdasarkan Tri Pusat Pendidikan itulah muncul konsep lingkungan
pendidikan. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung
alamiah dan wajar, karena tidak ada aturan yang mengikat oleh sebab itu disebut
lingkungan pendidikan informal. Hal ini bukan berarti pendidikan dalam keluarga
kurang penting, justru keluarga dianggap sebagai lembaga pendidikan yang
pertama dan utama. Karena sejak lahir anak dibesarkan dan hidup dalam
lingkungan keluarga. Khususnya saat usia emas anak (golden age), akan sangat
berpengaruh pada keberhasilan pendidikan pada periode perkembangan anak
berikutnya. Selain itu dalam lingkungan keluarga kita pertama kali melihat apa
yang bisa kita pelajari, kita tiru, dan membedakan mana yang baik dan buruk. Maka
lingkungan pendidikan keluarga tidak bisa dikatakan kurang penting meskipun
merupakan pendidikan informal.
Mengingat pentingnya hidup dengan kesesuaian tuntutan nilai – nilai
religious, pribadi, dan lingkungan, maka disini fungsi keluarga sangat penting bagi
anak dan anggota keluarga yang lain, fungsinya antara lain:
1. Fungsi edukasi
2. Fungsi sosialisasi anak
3. Fungsi proteksi
4. Fungsi afeksi (perasaan)
5. Fungsi religious
6. Fungsi ekonomi
7. Fungsi rekreasi
Fungsi ini dianggap penting karena dapat menjamin kepribadian anggota
keluarga terhindar atau setidaknya mengurangi ketegangan yang mudah

31
timbul akibat lelah, rasa aman dan santai, rasa nyaman dan betah dalam
keluarga, serta saling menghormati.
8. Fungsi biologis
Namun dengan berubahnya kehidupan masyarakat masa kini dari
masyarakat yang tradisional ke modern membuat perubahan pada pola kehidupan
keluarga. Jika sebelumnya dalam keluarga tradisional orang tua memegang otoritas
penuh atas anak – anak mereka, kono dalam keluarga modern orang tua harus
membagi otoritas dengan orang lain, terutama guru dan dengan anak mereka sendiri
yang memperoleh pengetahuan baru dari luar keluarga sehingga lebih demokratis
dan struktur yang kurang stabil. Dengan gambaran seperti diatas, maka pendidikan
yang mulanya tanggung jawab keluarga sepenuhnya ,sekarang diambil alih oleh
sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Dengan adanya perubahan fungsi
keluarga seperti penjelasan diatas, diperlukan effort lebih dari keluarga terutama
ayah dan ibu untuk mendidik anaknya terlebih dahulu sebelum lingkungan di luar
keluarga mendidik anak mereka.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga
masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa
pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Namun lingkungan keluarga
tetap merupakan lingkungan yang pertama dan utama dimana anak berinteraksi
sebagai lembaga pendidikan yan tertua. Para sosiolog pun meyakini bahwa keluarga
memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa sehingga jika
keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat ini lemah, maka masyarakat
pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah
masyarakat seperti kejahatan seksual, kekerasan yang merajalela, serta segala
macam kebobrokan di masyarakat merupakan akibat dari lemahnya institusi
keluarga.

Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya,


maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah)
untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan
berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu,
setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung
pada pendidikan karakter anak di rumah.

32
Tiap anggota dalam suatu keluarga memiliki peranan tersendiri dalam
pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga, seperti peranan ibu, peranan ayah,
peranan nenek dan kakek, dan peranan anggota keluarga yang lain.

Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga


dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup
bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan
utama.

Pentingnya pendidikan keluarga bisa dilihat sejak dulu keluarga menjadi


wahana pembentukan karakter dan keterampilan dasar manusia. Bahkan Brenner
dan Couts menjabarkan lebih luas bahwa keluarga yang tangguh bersama lembaga
keagamaan dan politik akan menjadi pilar penyangga terbentuknya civil society.

3.2 Saran

Mengingat pentingnya pendidikan dalam keluarga karena merupakan


pendidikan yang pertama dan utama, maka seharusnya para orang tua lebih
memperhatikan segala kebutuhan dan aktifitas anak – anaknya. Sehingga
terbentuknya anak yang berkarakter dan berkepribadian yang baik serta tetap dalam
kontrol agar dapat berguna bagi bangsa dan negara serta masyarakat luas dan tidak
merugikan banyak pihak.

33
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta : PT. RINEKA


CIPTA.

Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hasbullah. 2009. Dasar-Dasar llmu Pendidikan. Ed. Revisi. Jakarta : Rajawali


Pers.

Jailani M. Syahran. 2014. Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang
Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Islam. 8(2): 1-4.

Kholifah Noor dan Diana Rusmawati. 2018. Hubungan Antara Keberfungsian


Keluarga Dengan Kontrol Diri Remaja Pada Siswa SMAN 2 Semarang. Jurnal
Empati.

Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan, Analisis Psikologi dan


Pendidikan. Jakarta : Pustaka Al-Husna.

Mandasari, Novita. 2018. Pendidikan Anak, Fungsi Keluarga, dan Peran


Lingkungan di
https://www.kompasiana.com/novitamandasari/5b71bc1c12ae9435af355af4/pendi
dikan-anak-fungsi-keluarga-dan-peran-lingkungan?page=all (di akses 13 April
2019).

Nuriah, Enung Sinta. 2017. Analisis Lingkungan Pendidikan (Keluarga) di


http://eshintanuriah.blogspot.com/2017/09/analisis-lingkungan-pendidikan-
keluarga.html (di akses 12 April 2019).

Rahman Yusri Wen, Murniati AR, dan Djailani AR. 2015. Analisis Kebijakan
Pendidikan Keluarga Dalam Memantapkan Perilaku Moral Anak di Kabupaten
Aceh Tengah. Jurnal Administrasi Pendidikan. 3(2).

Rakhmawati Istina. 2015. Peran Keluarga Dalam Pengasuhan Anak. Jurnal


Bimbingan Konseling Islam. 6(1).

34
Sadiman, Arief S. dkk. 2010. Media Pendidikan : Pengertian Pengembangan dan
Pemanfaatanya. Jakarta : Rajawali Pers.

Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sadulloh, Uyoh. dkk. 2007. Pedagogik. Bandung : Cipta Utama.

Subianti Jito. 2013. Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat Dalam


Pembentukan Karakter Berkualitas. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. 8(2).

Suwardi, Edi. 1984. Pedagogik 1. Bandung : Angkasa.

Suwardi, Edi. 1984. Pedagogik 2. Bandung : Angkasa.

Suwardi, Edi. 1984. Pedagogik 3. Bandung : Angkasa.

Syam, Mohammad Noor. 1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat


Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.

Syukur, Fatah. 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang : RaSAIL Media Group.

Vembriarto. 1990. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta : Gunung Agung.

35

Anda mungkin juga menyukai