Anda di halaman 1dari 137

BDE – 06 = PERENCANAAN OPRIT (JALAN PENDEKAT),

BANGUNAN PELENGKAP DAN PENGAMAN


JEMBATAN

Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi


Kode : INA.5212.113.01.06.07 Judul : Merencanakan Oprit (Jalan
Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengaman Jembatan

PELATIHAN
AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN
(BRIDGE DESIGN ENGINEER)

2007

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

KATA PENGANTAR

Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk


meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi
dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui
pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi
proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu
mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan ditempat kerja.

Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan


Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan
pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang
diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja
tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar
kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di
bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam
Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan
pelaksanaannya.

Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk
SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya
dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari
standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan menyusun Standar Latih
Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.

Modul / Materi Pelatihan BDE – 06 / Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan


Pelengkap dan Pengaman Jembatan, merepresentasikan unit kompetensi:
“Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan”,
dengan elemen-elemen kompetensi terdiri dari :

1. Merencanakan oprit (jalan pendekat) jembatan.


2. Merencanakan bangunan pelengkap jembatan.
3. Merencanakan bangunan pengaman jembatan.

i
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi
dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis
kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan
dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/
keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing
elemen kompetensinya.

Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai
upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas,
sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang
dipersyaratkan setiap jabatan kerja.

Disisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan,
sehingga diperlukan adanya perbaikan disana-sini dan kepada semua pihak kiranya kami
mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.

Jakarta, Oktober 2007

KEPALA PUSAT PEMBINAAN


KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE


NIP. : 110016435

ii
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

PRAKATA

Modul ini berisi uraian tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang Ahli Perencanaan
Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dalam pekerjaan perencanaan oprit (jalan
pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.
Oprit jembatan merupakan segmen jalan yang menghubungkan jalan raya dengan
jembatan. Fungsi ”menghubungkan” mengandung pengertian bahwa oprit secara geometri
harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan yang akan pindah dari
trase jalan raya ke trase jembatan.
Bangunan pelengkap jembatan terdiri atas railing (sandaran), guard rail dan parapet
jembatan. Sandaran pada umumnya dibuat di pabrik dari bahan baja rol dengan tegangan
leleh 2800 kg/cm2 memenuhi AASHTO M183 – 90. Guard rail adalah bangunan pengaman
setengah kaku dari baja dengan bentuk menyerupai huruf W, dipasang pada tepi oprit untuk
melengkapi perencanaan oprit jembatan. Sedangkan parapet jembatan adalah bangunan
pengaman yang cukup kaku dipasang pada ujung-ujung kiri kanan jembatan, selain
berfungsi sebagai bangunan pengaman juga berfungsi sebagai pelengkap jembatan Jadi
yang dimaksud dengan bangunan pelengkap jembatan di sini adalah bangunan-bangunan
pengaman yang harus dibuat untuk melengkapi perencanaan jembatan.
Bangunan pengaman jembatan terdiri atas fender, bronjong dan rambu-rambu pengaman
jembatan. Fender merupakan bangunan pengaman pilar di sungai, bisa berupa fender
kayu, fender karet, fender beton, fender baja, fender dolfin (struktur sel sirkular), fender
pulau atau fender terapung. Bronjong, maksudnya adalah penyediaan baik batu maupun
pasangan batu kosong yang diisikan ke dalam bronjong kawat (gabion) untuk pengamanan
bangunan bawah jembatan. Sedangkan perencanaan rambu-rambu pengaman jembatan
dimaksudkan untuk mengarahkan pengendara kendaraan bermotor untuk berperilaku tertib
dalam memasuki wilayah jembatan agar tidak mengganggu pengendara kendaraan
bermotor lainnya maupun pejalan kaki.
Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi,
sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini.
Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS
JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan yang berkaitan; mudah-
mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Oktober 2007


Penyusun

iii
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


PRAKATA ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
SPESIFIKASI PELATIHAN .................................................................................. vii
A. Tujuan Pelatihan ............................................................................................. vii
B. Tujuan Pembelajaran ....................................................................................... vii
PANDUAN PEMBELAJARAN ............................................................................. viii
A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ....................................................................... viii
B. Penjelasan Singkat Modul ............................................................................. viii
C. Proses Pembelajaran .................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1-1


1.1. UMUM ............................................................................................... 1-1
1.2. RINGKASAN MODUL ....................................................................... 1-2
1.3. BATASAN / RENTANG VARIABEL .................................................. 1-4
1.3.1. Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi ..................... 1-4
1.3.2. Batasan Rentang variabel Pelaksanaan Pelatihan ............ 1-4
1.4. PANDUAN PENILAIAN ..................................................................... 1-5
1.4.1. Acuan Penilaian ................................................................. 1-5
1.4.2. Kualifikasi Penilai ............................................................... 1-6
1.4.3. Penilaian Mandiri ............................................................... 1-7
1.5. SUMBER DAYA PEMBELAJARAN ................................................... 1-8

BAB 2 PERENCANAAN OPRIT (JALAN PENDEKAT)


JEMBATAN....................................................................................... 2-1
2.1. Umum ............................................................................................... 2-1
2.2. Perencanaan Geometri Oprit Jembatan ............................................ 2-1
2.2.1 Kecepatan Rencana ........................................................... 2-2
2.2.2 Alinyemen Horizontal .......................................................... 2-3
2.2.3 Alinyemen Vertikal .............................................................. 2-28
2.2.4 Koordinasi Alinyemen ......................................................... 2-34

iv
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

2.3 Perencanaan Timbunan Oprit Jembatan .......................................... 2-34


2.3.1 Tanah Dasar di Bawah Timbunan Oprit 2-34
2.3.2 Perencanaan Pekerjaan Timbunan Oprit 2-39
2.4 Perencanaan Perkerasan Oprit Jembatan ....................................... 2-52
2.4.1 Standar Acuan …………….................................................. 2-52
2.4.2 Tipe Perkerasan.................................................................. 2-53
2.4.3 Pemilihan Jenis Bahan Material Tanah ……………........... 2-53
2.4.4 Umur Rencana ................................................................... 2-61
2.4.5 Parameter Desain Perkerasan ........................................... 2-61
2.5 Perencanaan Dinding Penahan Tanah Oprit Jembatan ................... 2-63
2.5.1 Tipe-tipe Dinding Penahan Tanah ...................................... 2-64
2.5.2 Pemilihan Tipe Dinding Penahan Tanah ........................... 2-66
2.5.3 Perencanaan Dinding Penahan Tanah .............................. 2-67
2.6 Contoh Kasus Penerapan ................................................................. 2-68
2.6.1 Soal .................................................................................... 2-68
2.6.2 Jawaban ............................................................................. 2-69
RANGKUMAN .................................................................................. 2-78
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ................................................... 2-79

BAB 3 PERENCANAAN BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN ............ 3-1


3.1 Umum ............................................................................................... 3-1

3.2 Perencanaan Sandaran Bangunan Atas Jembatan …..................... 3-1


3.2.1 Perencanaan Pembebanan Untuk Sandaran ……………. 3-1
3.2.2 Persyaratan Bahan Untuk Penyediaan Sandaran ............. 3-2
3.2.3 Standar Rujukan Penyediaan Sandaran ………………….. 3-3
3.2.4 Toleransi Pemasangan Sandaran …………………………. 3-3
3.2.5 Penyediaan dan Pemasangan Sandaran ………………….. 3-4
3.2.6 Rencana Pengendalian Mutu ............................................. 3-6
3.3 Perencanaan Guard Rail Pada Oprit Jembatan ……………………... 3-7
3.3.1 Persyaratan Bahan Guard Rail .......................................... 3-7
3.3.2 Pemasangan Guard Rail .................................................... 3-9
3.3.3 Rencana Pengendalian Mutu ……………………………….. 3-9
3.4 Perencanaan Parapet Jembatan ....................................................... 3-10
3.4.1 Perencanaan Pembebanan Perencanaan Parapet 3-10
3.4.2 Persyaratan Bahan Parapet ............................................... 3-11

v
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

3.4.3 Standar Rujukan Bahan Parapet …………………………… 3-12


3.4.4 Toleransi Pembuatan Parapet ............................................ 3-12
3.4.5 Rencana Pelaksanaan Pembuatan Parapet ...................... 3-13
3.4.6 Rencana Pengendalian Mutu ............................................. 3-14
3.5 Perencanaan Pipa Cucuran Untuk Drainase Lantai Jembatan ......... 3-15
3.5.1 Persyaratan Bahan Pipa Cucuran ...................................... 3-15
3.5.2 Standar Rujukan Penyediaan Pipa Cucuran...... ................ 3-15
3.5.3 Rencana Pelaksanaan Pemasangan Pipa Cucuran .......... 3-16
3.5.4 Rencana Pengendalian Mutu ………………………………. 3-16
RANGKUMAN .................................................................................. 3-18
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI..................................................... 3-19

BAB 4 PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN JEMBATAN .............. 4-1


4.1 Umum …………………………………………………………………….. 4-1
4.2. Perencanaan Fender.......................................................................... 4-1
4.2.1 Prinsip Perencanaan Fender .............................................. 4-1
4.2.2 Data Lalu Lintas Kapal ........................................................ 4-2
4.2.3 Klasifikasi Kapal Desain 4-3
4.2.4 Sistem Fender .................................................................... 4-3
4.3 Perencanaan Bronjong ..................................................................... 4-5
4.3.1 Persyaratan Bahan Bronjong ............................................. 4-6
4.3.2 Standar Rujukan Penyediaan Bronjong ............................. 4-6
4.3.3 Toleransi Pemasangan Bronjong ....................................... 4-7
4.3.4 Penempatan Bronjong ........................................................... 4-7
4.3.5 Rencana Pengendalian Mutu ……………………………….. 4-8
4.4 Rambu-rambu Pengaman Jembatan ................................................ 4-8
4.4.1 Rambu Lalu Lintas .............................................................. 4-8
4.4.2 Marka Jalan ........................................................................ 4-12
RANGKUMAN .................................................................................. 4-14
LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI .................................................... 4-15

LAMPIRAN : KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI


DAFTAR PUSTAKA

vi
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

SPESIFIKASI PELATIHAN

A. Tujuan Pelatihan
 Tujuan Umum Pelatihan
Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :
Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar
perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku.

 Tujuan Khusus Pelatihan


Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK).
2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis.
3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan
atas jembatan.
4. Merencanakan bangunan bawah jembatan.
5. Merencanakan pondasi jembatan.
6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman
jembatan.
7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.

B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian


Seri / Judul Modul : BDE – 06 / Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan, merepresentasikan unit kompetensi:
“Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman
jembatan.”.

 Tujuan Pembelajaran
Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta :
Mampu merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman
jembatan..

 Kriteria Penilaian
1. Kemampuan dalam merencanakan oprit jembatan.
2. Kemampuan dalam merencanakan bangunan pelengkap jembatan.
3. Kemampuan dalam merencanakan bangunan pengaman jembatan.

vii
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

PANDUAN PEMBELAJARAN

A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur


 Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of
Trainer) atau sejenisnya.
 Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam.
 Konsisten mengacu SKKNI dan SLK
 Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang
relevan dengan metodologi yang tepat.

B. Penjelasan Singkat Modul

Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari:

No. Kode Judul Modul


UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem Manajemen
1. BDE – 01
Lingkungan
2. BDE – 02 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis
3. BDE – 03 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan
4. BDE – 04 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
5. BDE – 05 Perencanaan Pondasi Jembatan
Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
6. BDE – 06
Pelengkap dan Pengaman Jembatan
7. BDE – 07 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan

Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah:


 Seri / Judul : BDE – 06 / Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengamat Jembatan
 Deksripsi Modul : Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan merupakan salah satu modul yang
direncanakan untuk membekali Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge
Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam
melakukan perencanaan oprit, bangunan pelengkap dan pengaman
jembatan serta mengacu pada ketentuan-ketentuan perencanaan jembatan
yang berlaku.

viii
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

C. Proses Pembelajaran
Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung
1. Ceramah Pembukaan :
 Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.  Mengikuti penjelasan
 Merangsang motivasi peserta  Mengajukan pertanyaan
dengan pertanyaan atau pengalaman apabila kurang jelas. OHT – 1
melakukan koordinasi pengumpulan
dan penggunaan data teknis.
Waktu : 5 menit.
2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.
 Modul ini merepresentasikan unit  Mengikuti penjelasan
kompetensi. instruktur dengan tekun
 Umum dan aktif.
 Ringkasan Modul  Mencatat hal-hal penting.
OHT – 2
 Koordinasi  Mengajukan pertanyaan
 Batasan/Rentang Variabel bila perlu.
 Panduan Penilaian
 Panduan Pembelajaran
Waktu : 20 menit.
3. Penjelasan Bab 2 Perencanaan oprit  Mengikuti penjelasan
(jalan pendekat) jembatan instruktur dengan tekun
 Umum dan aktif.
 Perencanaan geometri oprit  Mencatat hal-hal penting.
jembatan  Mengajukan pertanyaan
 Perencanaan timbunan oprit bila perlu.
jembatan
OHT – 3
 Perencanaan perkerasan oprit
jembatan
 Perencanaan dinding penahan tanah
oprit jembatan
Waktu : 85 menit.

ix
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

4. Penjelasan Bab 3 : Perencanaan


bangunan pelengkap jembatan
 Umum  Mengikuti penjelasan
 Perencanaan sandaran bangunan instruktur dengan tekun
atas jembatan dan aktif.
 Perencanaan guard rail pada oprit  Mencatat hal-hal penting. OHT – 4
jembatan  Mengajukan pertanyaan
 Perencanaan parapet jembatan bila perlu.
 Perencanaan pipa cucuran untuk
drainase lantai jembatan
Waktu : 30 menit.
5. Penjelasan Bab 4 : Perencanaan  Mengikuti penjelasan
bangunan pengaman jembatan instruktur dengan tekun
 Umum dan aktif.
 Perencanaan fender  Mencatat hal-hal penting.
 Perencanaan bronjong  Mengajukan pertanyaan OHT – 5
 Rambu-rambu pengaman jembatan bila perlu.

Waktu : 30 menit.

6. Rangkuman dan Penutup.  Mengikuti penjelasan


 Rangkuman instruktur dengan tekun
 Tanya jawab. dan aktif. OHT – 8
 Penutup.  Mencatat hal-hal penting.
Waktu : 10 menit.  Mengajukan pertanyaan
bila perlu.

x
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Umum
Modul BDE-06 : Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan
Pengaman Jembatan merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program
pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer).

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-


unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi
tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang
direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.

Adapun Unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam
Perencanaan Teknis Jembatan adalah :

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi


I. Kompetensi Umum
1. INA.5212.113.01.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa
Konstruksi (UUJK).
II. Kompetensi Inti
1. INA.5212.113.01.02.07 Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan
penggunaan data teknis.
2. INA.5212.113.01.03.07 Merencanakan bangunan atas jembatan dan atau
menerapkan standar-standar perencanaan teknis
jembatan.
3. INA.5212.113.01.04.07 Merencanakan bangunan bawah jembatan.
4. INA.5212.113.01.05.07 Merencanakan pondasi jembatan.
5. INA.5212.113.01.06.07 Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan
pelengkap dan pengaman jembatan.
6. INA.5212.113.01.07.07 Membuat laporan perencanaan teknis jembatan.
III. Kompetensi Pilihan -

1-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

1.2. Ringkasan Modul


Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada
judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan
uraian sebagai berikut :

a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya:

KODE UNIT : INA.5212.113.01.06.07


JUDUL UNIT : Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan
pelengkap dan pengaman jembatan..
DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk
merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan
pelengkap dan pengaman jembatan.

Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-06 Perencanaan Oprit (Jalan


Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengaman Jembatan.

b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:

1. Merencanakan oprit (jalan pendekat) jembatan, direpresentasikan sebagai


bab modul berjudul: Bab 2 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat)
Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

1.1 Geometri oprit jembatan direncanakan sesuai dengan ketentuan


teknis yang berlaku.
1.2 Timbunan untuk oprit jembatan direncanakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
1.3 Perkerasan untuk oprit jembatan direncanakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
1.4 Dinding penahan tanah untuk oprit jembatan direncanakan sesuai
dengan persyaratan teknis yang ditentukan

1-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

2. Merencanakan bangunan pelengkap jembatan, direpresentasikan sebagai


bab modul berjudul : Bab 3 Perencanaan Bangunan Pelengkap
Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

2.1 Sandaran bangunan atas jembatan (railing) direncanakan sesuai


dengan persyaratan teknis yang ditentukan.
2.2 Guard rail pada oprit jembatan direncanakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
2.3 Parapet jembatan direncanakan sesuai dengan persyaratan teknis
yang ditentukan.
2.4 Pipa cucuran untuk drainase lantai jembatan direncanakan sesuai
dengan persyaratan teknis yang ditentukan.

3. Merencanakan bangunan pengaman jembatan, direpresentasikan sebagai


bab mocul berjudul: Bab 4 Perencanaan Bangunan Pengaman Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

3.1 Fender pengaman pilar di sungai direncanakan sesuai dengan


persyaratan teknis yang ditentukan.
3.2 Bronjong untuk pengaman abutment direncanakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
3.3 Rambu-rambu pengaman jembatan direncanakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.

Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan
elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah
dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK).

Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian,


diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung
terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang
hasilnya jelas, lugas dan terukur.

1-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

1.3. Batasan / Rentang Variabel

Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja


diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi
lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin
digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan
dan produk jasa yang dihasilkan

1.3.1 Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi

Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah:

1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;

2. Tersedia data penyelidikan tanah untuk perencanaan timbunan dan


perkerasan jalan pada oprit jembatan;

3. Tersedia data atau standar yang dapat digunakan untuk perencanaan


bangunan pelengkap dan pengaman jembatan..

4. Peralatan untuk keperluan perhitungan dan perencanaan yaitu


komputer/laptop (termasuk berbagai software yang diperlukan sesuai
dengan keperluan perhitungan perencanaan), printer, kalkulator bagi
yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer, dan alat tulis kantor.

1.3.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan

Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah:

1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang


tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi
kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu
pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap
mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran.
2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah
mantap.
3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya
kompetensi minimal yang dipersyaratkan.
4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan
batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.

1-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

1.4. Panduan Penilaian


Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan
mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan
kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk
kerja yang meliputi :

 Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang


dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.
 Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode
apa pengujian seharusnya dilakukan.
 Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan
kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

1.4.1. Acuan Penilaian

Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI


adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk


mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari:

1. Pemahaman terhadap: metoda perencanaan oprit (jalan pendekat),


bangunan pelengkap dan pengaman jembatan.
2. Penerapan data dan informasi yang tersedia pada butir 1 untuk
keperluan perencanaan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap
dan pengaman jembatan.
3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam
menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk perencanaan
oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan
sesuai dengan ketentuan atau persyaratan teknis yang berlaku.

b. Konteks Penilaian

1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang
menyangkut pengetahuan teori
2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap kerja/ perilaku.

1-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai


pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji
Kompetensi (MUK).

c. Aspek Penting Penilaian

1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan


ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang
diperlukan untuk melakukan perencanaan oprit (jalan pendekat),
bangunan pelengkap dan pengaman jembatan;
2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah
dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam
melaskukan perencanaan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap
dan pengaman jembatan;

1.4.2. Kualifikasi Penilai

a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai


assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan
penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat
assesor.

b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang
akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan
lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :
1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang
ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang
dinilai.
2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang
diperlukan dalam proses penilaian.

c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis


substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang
memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga,
industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :

1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang


relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/
kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang.

1-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu


orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan.
3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman
subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang
kompeten menurut standar penilai.
4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya
penyediaan dana lebih besar (mahal)

Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan


sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK)
perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses
tersebut.
Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai
dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk
membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar
kompetensi.

KOMPETENSI ASESOR

Kompeten ?
Memiliki
Kompetensi
Assessment

Memiliki
Kompetensi
bidang
Substansi

1.4.3. Penilaian Mandiri

Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas


kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi
pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun
praktek.

1-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/


Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja),
dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk
mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan.
Bentuk pelatihan mandiri antara lain:

a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu:

Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk


mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan
”Kunci Jawaban” dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator
Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK
(Kriteria Unjuk Kerja)

b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan

Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta


pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.
Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap:
1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat
dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.
2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten
mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria
Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator
Kinerja/Keberhasilan).
3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang
sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya
yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.
4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.

1.5. Sumber Daya Pembelajaran

Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu :


a. Sumber daya pembelajaran teori :
- OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop.
- Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.
- Materi pembelajaran.
b. Sumber daya pembelajaran praktek :

1-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

- PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer
atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer.
- Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta
pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan.
c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan
betul-betul kompeten.

1-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

BAB 2
PERENCANAAN OPRIT (JALAN PENDEKAT) JEMBATAN

2.1. Umum

Oprit jembatan merupakan segmen jalan yang menghubungkan jalan raya dengan
jembatan. Fungsi ”menghubungkan” mengandung pengertian bahwa oprit secara
geometri harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan
yang akan pindah dari trase jalan raya ke trase jembatan dan dari trase jembataan
ke trase jalan raya lagi. Dengan demikian ada persyaratan teknis berupa
pemenuhan terhadap standar alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal dalam
perencanaan geometri. Dari segi tanah timbunan oprit, bridge design engineer
perlu merencanakannya sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang berlaku
bagi perencanaan jalan di daerah timbunan. Tanah timbunan untuk oprit juga
harus dipadatkan lapis demi lapis mengikuti ketentuan-ketentuan teknis yang
diatur di dalam Spesifikasi, sampai pada tinggi permukaan tertentu untuk
menempatkan lapis-lapis perkerasan pada oprit. Lapis-lapis perkerasan pada oprit
harus direncanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan teknis yang berlaku, bisa
berupa rigid pavement ataupun flexible pavement. Pemilihan type perkerasan di
atas oprit, apakah rigid pavement atau flexible pavement tergantung pada
keputusan kebijakan pemilik pekerjaan. Selain itu ada kemungkinan pembuatan
oprit jembatan memerlukan penimbunan yang agak tinggi. Untuk itu tidak tertutup
kemungkinan diperlukan adanya dinding penahan tanah untuk oprit jembatan jika
ruang yang tersedia untuk penempatan oprit terbatas. Oleh karena itu di dalam
Bab ini juga diberikan uraian tentang perencanaan dinding penahan tanah.

2.2. Perencanaan Geometri Oprit Jembatan

Kendaraan yang akan melewati jembatan otomatis harus melewati oprit jembatan.
Dengan demikian perencanaan oprit jembatan harus mempertimbangkan segi-
segi keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan, artinya ditinjau dari segi
geometrik, perencanaan oprit jembatan harus memenuhi standar perencanaan
alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal. Ada 2 (dua) referensi utama yang
dapat dijadikan acuan dalam perencanaan geometrik oprit jembatan yaitu:

2-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997,


Direktorat Jenderal Bina Marga – September 1997

 Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal


Bina Marga pada bulan Maret 1997.

 Desain Geometrik Jalan – Strategic Roads Rehabilitation Project (SRRP) –


Konsep Perencanaan Jalan, Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah,
Departemen Permukiman dan Prasarana wilayah, 2002.

Faktor utama yang menentukan di dalam perencanaan alinyemen horizontal dan


alinyemen vertikal oprit jembatan adalah kecepatan rencana, yang ketentuan-
ketentuannya mengacu pada standar perencanaan geometrik yang berlaku.
Berikut ini akan diketengahkan hal-hal penting yang diambil dari ketiga referensi
tersebut di atas (tabel, gambar, rumus-rumus, ketentuan-ketentuan teknis) yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam merencanakan geometrik oprit jembatan.

2.2.1 Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi
cuaca yang cerah, Ialu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan
yang tidak berarti.
VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 2-1.
Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan
dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

Tabel 2-1 Kecepatan Rencana, VR,


sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan.

Fungsi Kecepatan Rencana, VR, km/jam


Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70- 120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30

2-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel kecepatan rencana tersebut berlaku untuk jalan antar kota, artinya
termasuk oprit-oprit jembatan yang lokasinya berada di ruas jalan arteri,
kolektor atau lokal pada jalan antar kota.

2.2.2 Alinyemen Horizontal

Alinyemen Horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung yang
disebut juga tikungan.

Desain Geometrik Jalan pada bagian lengkung dimaksud untuk


mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraaan yang
berjalan pada kecepatan rencana (VR).

Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas


samping jalan harus diperhitungkan.

Untuk alinyemen horizontal pada jalan perkotaan harus diatur sedemikian


rupa tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan teknik saja, tetapi juga untuk
menyediakan tempat yang cukup bagi lalu lintas dari pemakai jalan.

A. Menetapkan Alinyemen Horizontal Oprit Jembatan

Alinyemen horizontal oprit jembatan yang ideal adalah apabila berupa


garis lurus, dalam pengertian geometri berupa tangen. Akan tetapi
lokasi jembatan-jembatan pada suatu ruas jalan tidak selalu berada di
daerah datar namun juga terletak pada daerah perbukitan atau daerah
pegunungan. Ini berarti bahwa trase oprit jembatan mempunyai
kemungkinan berupa garis lurus (tangen), tikungan, atau kombinasi
tikungan dengan garis lurus. Apabila diikuti tata cara geometri yang
berlaku untuk perencanaan alinyemen, maka perencanaan alinyemen
untuk oprit jembatan dapat dibagi dalam 3 tipikal sebagai berikut:

 Tipikal 1 :  Oprit dikiri-kanan jembatan terletak pada


alinyemen horizontal jalan yang berbentuk
lurus.
 Alinyemen oprit lurus + jembatan lurus +
alinyemen oprit lurus.
 Tipikal 2  Oprit dikiri-kanan jembatan terletak pada
alinyemen horizontal jalan yang berbentuk
tikungan gabungan searah.
2-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 Alinyemen oprit tikungan + jembatan lurus


bentang  20 meter + alinyemen oprit tikungan.
 Tipikal 3  Oprit dikiri-kanan jembatan terletak pada
alinyemen horizontal jalan yang berbentuk
tikungan gabungan balik.
 Alinyemen oprit tikungan + jembatan lurus
bentang  20 meter + alinyemen oprit tikungan.

TIPIKAL 1

TIPIKAL 2

2-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

TIPIKAL 3

Tipikal 1

Tipikal 1 ini memberikan gambaran bahwa jembatan terletak pada


alinyemen horizontal jalan yang lurus, dengan demikian oprit jembatan
otomatis juga berada pada alinyemen yang lurus. Ini adalah kondisi
yang ideal, tidak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan panjang bentang
minimal seperti tipikal 2 dan tipikal 3.

Tipikal 2

Tipikal 2 ini menempatkan jembatan pada tikungan gabungan searah,


dengan batasan bentang jembatan  20 meter. Alinyemen di kiri-kanan
jembatan yang merupakan bagian dari oprit disebut tikungan. Ada 3
(tiga) bentuk tikungan yang ditentukan dalam tata cara perencanaan
geometrik jalan yaitu : spiral-circle-spiral, full-circle atau spiral-spiral.
Contoh yang ada pada sketsa adalah bentuk spiral-circle-spiral, namun
tentu dapat dipilih bentuk-bentuk lainnya yaitu full-circle atau spiral-
spiral. Pemilihan bentuk tikungan tergantung pada berbagai faktor
mulai dari persyaratan teknis yang diatur di dalam tata cara
perencanaan geometrik jalan sampai pada kondisi riil di lapangan yang
memerlukan penyesuaian-penyesuaian dalam penerapan tata cara
perencanaan geometrik dimaksud.

Di dalam contoh sketsa, yang disebut oprit jembatan adalah segmen


jalan A-TS-SC-CS-ST dan TS-SC-CS-ST-B. Oprit jembatan yang
disebut segmen jalan tersebut sebelah kiri terdiri dari bagian lurus (A-

2-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

TS), spiral (TS-SC), circle (SC-CS) dan spiral (CS-ST), sedangkan


pada sebelah kanan terdiri dari spiral (TS-SC), circle (SC-CS), spiral
(CS-ST), dan bagian lurus (ST-B).

Untuk keperluan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan, trase


mulai dari titik A-TS-SC-CS-ST-TS-SC-CS-ST-B harus memenuhi
persyaratan teknis dalam arti dapat dilalui oleh kendaraan sesuai
dengan kecepatan rencana. Penentuan lokasi titik A dan titik B terkait
erat dengan penetapan alinyemen vertikal dari titik awal oprit sampai
ke titik akhir oprit di ujung jembatan. Jadi ada kemungkinan titik A
berimpit dengan titik TS di awal tikungan sebelah kiri dan titik B
berimpit dengan titik ST di akhir tikungan sebelah kanan. Dalam hal ini
disarankan agar perencana dapat mempertimbangkan bahwa minimal
yang disebut oprit jembatan dimulai dari awal tikungan dan berakhir
pada akhir tikungan (perpotongan oprit dengan ujung jembatan) pada
kondisi ruang terbatas seperti dalam contoh gambar. Pada kondisi
ruang yang lebih bebas, titik ST dari tikungan kiri dan titik TS dari
tikungan kaanan tidak harus berimpit dengan ujung-ujung jembatan.
Kalau titik-tik ST atau TS tersebut dapat digeser ke arah keluar dari
jembatan, tentu ini lebih baik.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kalau kita menghadapi


jembatan dengan bentang < 20 meter? Dalam hal ini, tetap harus
ditentukan trase dengan panjang lurus  20 meter melewati jembatan
dimaksud untuk memberikan kontribusi keamanan dan keselamatan
bagi pengguna jalan. Dalam hal ini yang perlu difahami oleh bridge
engineer adalah persyaratan geometrik untuk tikungan gabungan
searah, yaitu harus ada bagian lurus  20 meter untuk menghubungkan
kedua tikungan tersebut.

Tipikal 3

Tipikal 2 ini menempatkan jembatan pada tikungan gabungan balik,


dengan batasan bentang jembatan  20 meter. Sama seperti pada
tikungan gabungan searah, persyaratan geometrik untuk tikungan
gabungan balik mengharuskan ada bagian lurus  20 meter untuk
menghubungkan kedua tikungan tersebut. Penjelasan lain-lain tentang
oprit tipikal 3 ini sama dengan oprit tipikal 2.
2-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

B. Bentuk-bentuk dan Elemen-elemen Tikungan

1. Spiral – Circle - Spiral

Lengkung spiral merupakan peralihan dari bagian lurus ke bagian


circle, yang panjangnya (Ls) diperhitungkan dengan
mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari NOL
(pada bagian lurus) sampai mencapai harga berikut :

m . V3
= F=m.C
R . Ls

m . V3 V3
m.C = Ls =
R . Ls R.C

V3 V.e
Ls min = 0,022 - 2, 727 .
R.C C

dimana:

Ls = panjang lengkung spiral dalam meter


V = kecepatan rencana dalam meter
R = jari-jari circle dalam meter
C = perubahan kecepatan dalam m/dt³
Harga C dianjurkan = 0,4 m/dt³
e = Superelevasi

Es

Lc

Ls Ls

K Rc
c
Rc ½ ½ Rc

Gambar 2-1 Bentuk Spiral – Circle - Spiral

2-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

PI = Point of Intersection
TS = Titik perpindahan dari tangent ke spiral
SC = Titik perpindahan dari spiral ke circle
CS = Titik perpindahan dari circle ke spiral
ST = Titik perpindahan dari spiral ke tangent
Rc = Jari-jari (ditetapkan) dalam meter
 = Sudut tangent (diukur dari gambar trace) dalam derajat
Ts = Jarak antara TS dan PI (dihitung) dalam meter
L = Panjang bagian tikungan (dihitung) dalam meter
Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (dihitung) dalam meter

Adapun jari-jari yang diambil untuk tikungan spriral-circle-spiral


haruslah sesuai dengan kecepatan rencana dan tidak
mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang melebihi harga
maximum yang ditentukan yaitu:
 Kemiringan maximum jalan luar kota = 10 %
 Kemiringan maximum jalan perkotaan, type I = 10%, type II = 6
%.

Rumus yang digunakan rumus sebagai berikut :

Ts = (Rc + P) tg ½  + K
Es = ( Rc + P) Sec ½  - Rc
L = Lc + 2 Ls  c =  - 2s
Lc = (.2.Rc)/360 = 0,01745 c Rc

2. Full Circle

Bentuk tikungan ini (Gambar 2-2) digunakan pada tikungan yang


mempunyai jari-jari besar dan sudut tangen yang relatif kecil.
Adapun batasan yang biasa dipakai di Indonesia dimana
diperbolehkan menggunakan bentuk circle adalah seperti tabel II.2.
dibawah ini.

2-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

PI

T E T

L
TC CT

R ½ ½ R

Gambar 2-2 Bentuk Full Circle

PI = Point of Intersection
TC = Titik perpindahan dari tangent ke circle
CT = Titik perpindahan dari circle ke tangent
R = Jari-jari lingkaran dalam meter
 = Sudut tangent (diukur dari gambar trace) dalam derajat
T = Jarak antara TC dan PI (dihitung) dalam meter
L = Panjang bagian tikungan (dihitung) dalam meter
Es = Jarak dari PI ke lengkung peralihan (dihitung) dalam meter

Untuk oprit jembatan pada jalan antar kota


Kecepatan Rencana Jari-jari Tikungan
(km/jam) Minimum*) (m)
120 2500
100 1500
80 900
60 500
50 350
40 250
30 130
20 60
*) Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan

2-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Untuk oprit jembatan pada Jalan Perkotaan

Kecepatan Rencana Jari-jari Tikungan Minimum


(km/jam) (m)
100 700
80 400
60 200
50 150
40 100
30 65
20 30

Untuk tikungan yang jari-jarinya lebih kecil dari harga diatas, maka
bentuk tikungan yang dipakai Spiral-Circle-Spiral.
Untuk menentukan harga T,L dan E dari gambar 2-2 tersebut
diatas maka didapat :

3. Spiral-spiral

Bentuk tikungan Spiral - Spiral dipergunakan pada tikungan yang


tajam. Adapun rumus-rumusnya semua sama seperti rumus-rumus
untuk bentuk tikungan Spiral-Circle-Spiral, hanya yang perlu diingat
bahwa :

2-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

c  0    2 s
Lc  0  L  2 Ls
2R  s  Rc
Ls  2 s  L 
360 28,648

Harga K = K* Ls dan P = P*Ls

Dengan mengambil harga P* dan K* dari tabel Qs untuk Ls = 1


selanjutnya:

Ts = ( Rc + P ) tg ½ Δ + K

Es = ( Rc + P ) sec ½ Δ - Rc

Memperjelas rumus tersebut diatas dapat dilihat gambar 2-3


tikungan Spiral-Spiral dibawah ini :

Gambar 2-3 Bentuk Spiral – Spiral

PI = Point of Intersection
TS = Titik perpindahan dari tangent ke spiral
ST = Titik perpindahan dari spiral ke tangent
SC = CS = titik perpindahan dari spiral ke-1 ke spiral ke-2, yaitu
titik dimana SC berimpit dengan CS.
R = Jari-jari lingkaran dalam meter
 = Sudut tangent (diukur dari gambar trace) dalam derajat
Ts = Jarak antara TS dan PI (dihitung) dalam meter
L = Panjang bagian tikungan (dihitung) dalam meter
Es = Jarak dari PI ke lengkung peralihan (dihitung) dalam meter

2-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

4. Superelevasi
Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser kesamping
dan menjadikan pengendaraan pada tikungan lebih nyaman.
Tetapi, batas praktis berlaku untuk itu. Ketika bergerak perlahan
mengitari suatu tikungan dengan superelevasi tinggi, maka bekerja
gaya negatif ke samping dan kendaraan dipertahankan pada
lintasan yang tepat hanya jika pengendara mengendarakannya ke
sebalah atas lereng atau berlawanan dengan arah lengkung
mendatar. Nilai pendekatan untuk tingkat superelevasi maksimum
adalah 10%.
Jari-jari tikungan minimum yang tidak membutuhkan superelevasi
ditunjukkan pada tabel 2-2 di bawah ini. Jari-jari ini juga
berdasarkan pada rumus Jari-jari Tikungan,dengan kemiringan
melintang i = -0,02, dan faktor pergesekan kesamping f = 0,035.
Untuk menjamin kenyamanan melintang yang berlawanan, maka
memerlukan faktor f yang kecil sebagaimana diatas. Superelevasi
diberikan berdasarkan kecepatan rencana dan jari-jari lengkungan,
seperti pada tabel berikut :

Tabel 2-2. Jari-jari Tikungan Minimum untuk


kemiringan melintang normal tanpa superelevasi

Kecepatan Rencana
120 100 80 60
(km/jam)

R min (m) 5000 2000 1250 700

Untuk oprit jembatan pada jalan Perkotaan, jari-jari minimum untuk


jalan-jalan dengan kemiringan normal, seperti tabel 2-3 di bawah :

2-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel 2-3. Jari-jari Minimum Untuk


Jalan Dengan Kemiringan Normal

Kecepatan Rencana
Jari-jari Minimum (m)
(km/jam)

60 220
50 150
40 100
30 55
20 25

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan, jari-jari minimum untuk


jalan-jalan dengan kemiringan normal tanpa superelevasi adalah
seperti pada tabel 2-4:

Tabel 2-4 Jari-jari Minimum Untuk Bagian Jalan


Dengan Kemiringan Normal Tanpa Superlevasi

Kecepatan Rencana Jari-jari minimum


(km/jam) pada kemiringan normal (m)

i = 2,0%
100
5000
80 3500
60 2000
50 1300
40 800
30 500
20 200

Dan untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan yang sebagian dari
jalannya dengan kemiringan normal, maka digunakan tabel 2-5a
dan 2-5b. seperti di bawah ini:

2-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel 2-5a. Superelevasi

KECEPATAN RENCANA (km/jam) SUPER


ELEVASI
80 60 50 40 30 20 (%)

230  120  80  50  - -
10
 280  150  100  65 - -
280  150  100  65  - -
9
 330  190  130  80 - -
330  190  130  80  30  15 
8
 380  230  160  100  40  20

380  230  160  100  40  20 


JARI-JARI LENGKUNG (m)

7
 450  270  200  130  60  30

450 270  200  130  60  30 


6
 540  330  240  160  80  40

540  330  240  160  80  40 


5
 670  420  310  210  110  50
670  420  310  210  110  50 
4
 870  560  410  280  150  70
870  560  410  280  150  75 
3
 1240  800  590  400  220  100
1240  800  590  400  220  100 
2
 3500  2000 1300  800  500  200

2-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel 2-5b. Superelevasi


(kemiringan standar = 2,0%)

Super Jari-jari lengkungan (m)


Elevasi
(%)
100 km/j 80km/j 60 km/j 50 km/j 40 km/j 30 km/j 20 km/j

380 R 230 R 120 R 80 R 50 R


10 - -
430 280 150 100 65
430 280 150 100 65
9 - -
480 330 190 130 80
480 330 190 130 80 30 15
8
550 380 230 160 100 40 20
550 380 230 160 100 40 20
7
640 450 270 200 130 60 30
640 450 270 200 130 60 30
6
760 540 330 240 160 80 40
760 540 330 240 160 80 40
5
930 670 420 310 220 110 50
930 670 420 310 220 110 50
4
1200 870 560 410 280 150 70
1200 870 560 410 280 150 70
3
1700 1240 800 590 400 220 100
1700 1240 800 590 400 220 100
2
5000 3500 2000 1300 800 500 200

Untuk oprit jembatan pada jalan di daerah perkotaan yang


kondisinya dianggap sudah mantap, pemakaian superelevasi pada
tabel jalan perkotaan di atas tidak dapat diterapkan. Oleh karena
adanya keperluan untuk persimpangan dengan jalan-jalan lainnya
atau karena keterbatasan tanah, maka dapat dipakai nilai pada
Tabel 2-5c di bawah ini.

2-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel 2-5c Pengecualian Superelevasi


di dalam daerah mantap
( kemiringan standar 20 % )

Super Jari-jari lengkungan (m)


elevasi
(%) 60 km/j 50 km/j 40 km/j 30 km/j 20 km/j
60R 30R 15R
6 - -
63 35 16
100R 63 35 16
5 -
105 65 37 17
150R 105 65 37 17
4
160 110 70 40 18
160 110 70 40 18
3
165 115 74 42 19
165 115 74 42 19
2
220 150 100 55 25

Penerapan nilai – nilai pengecualian di atas dalam merencanakan


oprit jembatan pada jalan–jalan perkotaan sebaiknya ditekankan
pada faktor keamanan jalan.

5. Jari-jari Tikungan

Jari-jari lengkung minimum untuk kecepatan rencana yang


berlainan, seperti diperlihatkan pada tabel 2-2, didasarkan pada
superelevasi maksimum dan gesekan sisi dengan rumus :

R  V 2 127( f  e)

R = Jari-jari minimum (m)


V = Kecepatan (km/jam) = kecepatan rencana
f = Koefisien gesekan sisi (koefiseien gesekan diantara
ban dan permukaan jalan melawan geseran)
e = Superelevasi ( % )
2-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Hasil penelaahan luar negeri menunjukkan bahwa nilai maksimum


faktor gesekan sisi “f” adalah 0,4 sampai 0,8 untuk perkerasan
aspal. Secara teoritis, kecepatan laju di tikungan dapat ditingkatkan
sampai “f” mencapai batas maksimumnya. Tetapi, kecepatan laju
yang tinggi di tikungan menimbulkan gaya sentrifugal yang besar
pada pengemudi. Merupakan kecenderungan yang umum bagi
pengendara, untuk mengurangi gaya sentrifugal yang bekerja pada
mereka dan untuk mempertahankan kenyamanan dan keamanan
dalam mengendara, pengendara mengurangi keceptannya. Jari-jari
minimum untuk kecepatan rencana yang bersangkutan ditunjukkan
pada tabel 2-2, ditentukan oleh nilai “f” yang direkomendasikan,
yang berkisar antara 0,14 sampai 0,24 demi kenyamanan dalam
mengendara. Nilai Superelevasi yang diperkirakan untuk jari-jari
minimum adalah 10% untuk kecepatan rencana 40 sampai 80
km/jam, dan 8% untuk kecepatan rencana 30 sampai 20 km/jam.
Harus diingat bahwa jari-jari tersebut diatas bukanlah harga jari-jari
yang diinginkan tetapi adalah nilai kritis untuk kenyamanan
mengendara dan keselamatan. Perlu diusahakan agar jari-jari
lengkung dibuat lebih besar untuk setiap Desain Jalan. Harus
diingat juga bahwa suatu tikungan tajam tidak diadakan mendadak
sesudah bagian jalan yang lurus. Jika mendekati tikungan yang
tajam, lebih baik bagian jalan yang lurus diubah secara bertahap.
Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan adalah seperti tabel 2-7
di bawah ini:
Tabel 2-7 Jari-jari Minimum

Kecepatan Rencana Jari-jari Minimum (m)


(km/kam) Jalan Type I Jalan Type II
100 380 460
80 230 280
60 120 150
50 80 100
40 - 60
30 - 30
20 - 15

Jari-jari tikungan minimum oprit jembatan pada jalan perkotaan


sebaiknya disesuaikan dengan tabel 2-8. dibawah ini, dan apabila
2-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

terdapat keterbatasan pada perencanaan alinyemen yang ekstrim,


maka digunakan tabel 2-7 di atas dengan menerapkan unsur
keamanan dan kenyamanan.

Tabel 2-8 Jari-jari Tikungan Yang Disarankan

Jari-jari minimum yang


Kecepatan Rencana (km/jam)
disarankan (m)
100 700
80 400
60 200
50 150
40 100
30 65
20 30

Untuk tikungan yang tidak memerlukan bagian peralihan dapat


diambil nilai pada tabel 2-9 seperti di bawah ini.

Tabel 2-9 Jari-jari Minimum Tikungan


Yang Tidak Memerlukan Bagian Peralihan

Jari-jari
Kecepatan Rencana (km/jam)
(m)
120 2500
100 1500
80 900
60 500
50 350
40 250
30 130
20 60

6. Panjang Lengkung Minimum


Untuk menjamin kelancaran mengemudi, tikungan harus cukup
panjang sehingga diperlukan waktu 6 detik atau lebih untuk
melintasinya. Panjang lengkung minimum (tabel 2-10) dengan jari-
jari minimum seperti yang diperlihatkan pada tabel 2-10 didasarkan
atas rumus berikut:

L= t*v

2-18
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

L = panjang lengkung (m)


t = waktu tempuh (detik) = 6
v = kecepatan (m/detik) = kecepatan rencana

Tabel 2-10 Panjang Lengkungan Minimum

Kecepatan
Rencana 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)

Panjang
Lengkung 200 170 140 100 80 70 50 40
Minimum (m)

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan, panjang tikungan


minimum untuk sudut 7 derajat, dipergunakan panjang tikungan
minimum pada kolom kedua pada tabel 2-11 di bawah ini, dan bila
ada kendala-kendala yang tidak dapat dihindari, seperti keadaan
topografi atau terbatasnya ruang kerja pada daerah desain maka
panjang tikungan dapat dikurangi sesuai harga yang dinyatakan
pada tabel 2-11 kolom ketiga.

Tabel 2-11 Panjang Tikungan Minimum

Kecepatan Rencana Panjang Tikungan Minimum (m)


(km/jam) Standard Keadan terpaksa
100 1200/a 170
80 1000/a 140
60 700/a 100
50 600/a 80
40 500/a 70
30 350/a 50
20 280/a 40

Catatan : a = sudut perpotongan (derajat), dimana jika = 2 derajat, untuk


perhitungan pada kolom kedua diambil a = 2

2-19
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

7. Lengkung Peralihan

Sebaiknya lengkung peralihan dipasang pada bagian awal, diujung


dan di titik balik pada lengkung untuk menjamin perubahan yang
tidak mendadak jari-jari lengkung, superelevasi dan pelebaran.
Lengkung Clothoide umumnya dipakai untuk lengkung peralihan.
Guna menjamin kelancaran mengendara, panjang minimum
lengkung peralihan yang ditunjukkan pada tabel 2-12. dibawah ini
adalah setara dengan waktu tempuh 3 detik. Panjangnya dihitung
lewat rumus dibawah ini.

L = v * t = ( v / 3,6 ) * t

L = panjang minimum lengkung peralihan (m)


V = kecepatan rencana(km/jam
t = waktu tempuh = 3 detik
Lengkung dengan jari-jari besar seperti yang diperlihatkan pada
tabel 2-13. dibawah ini tidak memerlukan peralihan. Jika lengkung
peralihan dipasang, alinyemen mendatar bergeser dari garis
singgung kesuatu lengkungan ( gambar ). Nilai pergeseran
tergantung pada panjang lengkung peralihan dan jari-jari lengkung.
Panjang lengkung peralihan minimum, sebagaimana disinggung
diatas, ditentukan berdasarkan kecepatan rencana; nilai
pergeseran minimum untuk masing-masing kecepatan rencana
ditentukan oleh jari-jari lengkung. Jika jari-jari lengkung sedemikian
besarnya sehingga pergeseran kecil, pergeseran dapat diadakan di
dalam lebar jalur, maka pergeseran itu adalah seperti dibawah, dan
jari-jari minimum yang tidak memerlukan lengkung peralihan
(dengan pergeseran sebesar 0,20 m) ditunjukkan pada tabel 2-13.


P  1 24   L2 / R 
P = nilai pergeseran (m)
L = panjang lengkung peralihan (m)
R = jari-jari lengkung (m)

2-20
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Gambar 2-4 Pergeseran Lengkung Peralihan

Tabel 2-12 Panjang Minimum lengkung peralihan

Kecepatan
Rencana 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Panjang
Lengkung
Minimum 100 85 70 50 40 35 25 20
Peralihan
(m)

Tabel 2-13 Jari-jari Minimum yang


tidak memerlukan lengkung peralihan

Kecepatan
Rencana 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)

Jari-jari
Lengkung 2500 1500 900 500 350 250 130 60
(m)

2-21
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan panjang minimum


bagian peralihan diambil nilai tabel 2-14. dibawah ini.

Tabel 2-14 Panjang minimum Bagian Peralihan

Kecepatan Rencana Panjang Minimum Bagian


(km/jam) Peralihan (m)

100 85
80 70
60 50
50 40
40 35
30 25
20 20

8. Pencapaian Kemiringan

Ada 2 (dua) metode untuk pencapaian kemiringan. Umumnya, (a-


1) atau (b-1) lebih disukai daripada (a-2) atau (b-2) . Kemiringan
tepi jalur lalu lintas waktu beralih dari penampang normal ke
penampang superelevasi tidak boleh melampaui nilai yang
ditunjukkan pada tabel 2-15 di bawah ini dan dinyatakan sebagai
suatu perbandingan.

Pencapaian kemiringan harus dipasang, di dalam lengkung


peralihan. Bilamana tidak dipasang lengkung peralihan,
pencapaian kemiringan harus dipasang sebelum dan sesudah
lengkung tersebut.

Gambar 2-5 Pencapaian Kemiringan

2-22
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel 2-15. Kemiringan Maksimum


Untuk Pencapaian Kemiringan

Kecepatan
Rencana 80 60 50 40 30 20
(km/jam
Kemiringan
Tepi Jalur 1/150 1/125 1/115 1/100 1/75 1/50
Lalu Lintas

Untuk oprit jembatan pada jalan perkotaan, kemiringan tepi jalur


lalu lintas waktu beralih dari penampang normal ke penampang
superelevasi tidak boleh melebihi nilai yang ditunjukkan pada tabel
2-16 di bawah ini.

Tabel 2-16 Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum


Antara Tepi Dan As Jalan Dengan Perkerasan 2 Jalur

Kecepatan Rencana (km/jam) Kemiringan Relatif

100 1/225
80 1/200
60 1/175
50 1/150
40 1/125
30 1/100
20 1/75

9. Panjang Lengkung Peralihan


Untuk mendapatkan panjang lengkung peralihan (Ls) ditentukan
dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang terbesar :
Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan,

VR
Ls = T
3,6
T = waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik..
VR = kecepatan rencana (km/jam)
Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, Ls dihitung sbb:

VR VR e
Ls  0,022  2 , 727
RC C

2-23
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

e = superelevasi
C = perubahan percepatan, diambil 1-3 m/det³
R = jari-jari busur lingkaran (m)
Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian

Ls 
e m  e n V R
3,6 r e

VR = kecepatan rencana ( km/jam )


em = superelevasi maximum
en = superelevasi normal
re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan
(m/m/detik)

Selain menggunakan rumus-rumus diatas, untuk tujuan praktis Ls


dapat ditetapkan dengan menggunakan tabel 2-17. dibawah ini.

Tabel 2-17 Panjang Lengkung Peralihan (Ls) Dan Panjang


Pencapaian Superelevasi (Le) Untuk Jalan 1 jalur – 2 lajur – 2 arah

Superelevasi, e(%)
VR
2 4 6 8 10
(km/jam)
Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le
20
30
40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
90 30 60 40 70 50 80 70 100 100 130
100 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145
110 40 75 50 85 60 100 90 120 - -
120 40 80 55 90 70 110 95 135 - -

2-24
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan


bergeser dari bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam (lihat
gambar 2-5 ) sebesar p. Nilai p (m) dihitung berdasarkan rumus
berikut :

Ls 2
p
24 Rc
Ls = panjang lengkung peralihan (m)
R = jari-jari lengkung (m)

Gambar 2-5 Pergeseran Lengkung Peralihan

Apabila nilai p kurang dari 0,25 meter, maka lengkung peralihan


tidak diperlukan sehingga tipe tikungan menjadi fC.
Superelevasi tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama
dengan yang ditunjukkan dalam tabel 2-18. di bawah ini.

Tabel 2-18 Jari-jari yang diizinkan tanpa superelevasi

R
Kecepatan Rencana (km/jam)
(m)
60 700
80 1.250
100 2.000
120 5.000

2-25
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

10. Pencapaian Superelevasi

Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang


normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh
(superelevasi) pada bagian lengkung.
Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara
linear (lihat gambar 2-6. ), diawali dari bentuk normal sampai awal
lengkung peralihan (TS) yang berbentuk sebelah datar sebelah
miring pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi
penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear
( lihat gambar 2-7) diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls
sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 bagian
panjang Ls.
Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan
pada bagian spiral.

Gambar 2-6 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe SCS

2-26
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Bagian lurus Bagian lingkaran penuh Bagian lurus

2/3 Ls 1/3 LS 1/3 Ls 2/3 Ls

Sisi luar lingkaran

e max

TC e=0% CT

e normal

Sisi dalam lingkaran

Ls = Panjang Lengkung Peralihan

Gambar 2-7 Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe fC

11. Pelebaran Tikungan

Jalan kendaraan pada tikungan perlu diperlebar untuk


menyesuaikan dengan lintasan lengkung yang ditempuh
kendaraan. Pelebaran pada tikungan dimaksud untuk
mempertahankan konsistensi Geometrik Jalan agar kondisi
operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus.
Pelebaran jalan ditikungan harus mempertimbangkan :
a). Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap
pada lajurnya.
b). Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan
melakukan gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di
tikungan harus memenuhi gerak perputaran kendaraan rencana
sedemikian sehingga proyeksi kendaraan tetap pada lajurnya.
c). Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan
rencana dan besarnya ditetapkan sesuai ketentuan yang ada
dalam perencanaan geometrik. Pelebaran yang lebih kecil dari
0.6 meter dapat diabaikan.

2-27
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

2.2.3 Alinyemen Vertikal

Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang


memenuhi keamanan dan kenyamanan. Adapun lengkung vertikal yang
digunakan adalah lengkung parabola sederhana seperti gambar 2-8 di
bawah ini.

Gambar 2-8 Lengkung parabola sederhana

Rumus Parabola :

2-28
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Hasil integrasi (f) didapat :


Untuk y = 0; x = 0 sehingga c* = 0, sehingga :

 g  g2  x
2
Y  1   g1 x
 L  2
Hasil akhir yang didapat adalah sebagai berikut :

 g  g2  x
2
Y   1 
 L  2

Lengkung vertikal diatas disebut lengkung vertikal cembung, sehingga


mempunyai tanda MINUS (-) dimuka persamaan. Adapun untuk lengkung
vertikal cekung akan mempunyai tanda PLUS (+), maka persamaan umum
dari lengkung vertikal adalah:

g1 – g2
Y =  X2
L

Untuk menyerap guncangan dan untuk menjamin jarak pandangan henti,


lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi dimana kelandaian
berubah.

2-29
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Dari buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU, panjang
minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus :

L = AY

S2
L
405

dimana :
L = Panjang lengkung vertikal (m)
A = Perbedaan grade (m)
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada
fungsi obyek 10 cm dan fungsi mata 120 cm
S = Jarak pandang henti (m)

Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal
cembung, panjang lengkung vertikal ditetapkan dengan rumus :

L = AY

S2
L
405

Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung,
maka panjang lengkung vertikal ditetapkan dengan rumus :

405
L  2S 
A

Dimana: L = Jarak pandangan


Y = Ditentukan sesuai tabel seperti tabel 2-19 di bawah
ini.

2-30
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel 2-19 Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan (Y)

Kecepatan Rencana Faktor Penampilan Kenyamanan


km/jam) (Y)

< 40 1,5

40 –60 3

> 60 8

Dengan berdasar pada penampilan, kenyamanan dan jarak pandang


dapat ditentukan langsung panjang lengkung vertikal seperti tabel 2-20 di
bawah ini.

Tabel 2-20 Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Perbedaan
Kecepatan Rencana Panjang Lengkung
Kelandaian
(km/jam) (m)
Memanjang (%)
< 40 1 20-30

40 –60 0.6 40-50

> 60 0.4 80-150

Untuk jalan perkotaan dengan dasar pada panjang pergerakan selama 3


detik dapat digunakan Nilai pada tabel 2-21 seperti di bawah ini.

Tabel 2-21 Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Kecepatan Rencana Panjang Minimum Lengkung Vertikal


( km/jam ) (m)
100 85
80 70
60 50
50 40
40 35
30 25
20 20

2-31
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

A. Lengkung Vertikal Cembung

Bentuk persamaan umum lengkung vertikal cembung adalah :

g2 – g1
Y =  x2
2L

Gambar 2-9 Lengkung Vertikal Cembung

Dan dari gambar 2-9 lengkung parabola sederhana didapat :

Ev = Penyimpangan dari titik potong kedua tangen ke lengkungan


vertikal (disini y = Ev untuk x = ½ L)
A = Perbedaan aljabar kedua tangen = g2 – g1
L = Panjang lengkung vertikal cembung, adapun panjang
minimumnya berdasarkan syarat pandangan henti syarat
pandangan menyiap

Rumus untuk lengkung vertikal cembung :  A.L 


y  EV   
 8 
dan A = g2 – g1

B. Lengkung Vertikal Cekung

ANALOG dengan penjelasan butir A di atas hanya panjang lengkung


vertikal cekung (lihat gambar 2-10) ditentukan berdasarkan jarak
pandangan pada waktu malam dengan syarat bahwa pada alinyemen
vertikal tidak selalu dibuat lengkungan dengan jarak pandang menyiap,
bergantung medan dan klasifikasi jalan.
Untuk menghitung A = g2 – g1 dipakai 2 (dua) cara yaitu :

2-32
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Bila % ikut serta dihitung, maka rumus seperti diatas :

A.L
y = Ev =
8
A = g2 – g1

Bila % sudah dimasukkan dalam rumus, maka rumus menjadi :

 g 2  g1 
y  E V   L
 800 

C. Jari-jari Lengkung Vertikal

Untuk perencanaan Desain Geometrik oprit jembatan pada Jalan


perkotaan dengan mempertimbangkan kenyamanan dan keamanan
pengemudi, pemakaian standar jari-jari minimum dalam merencanakan
dibatasi oleh masalah-masalah pelik, maka sebagai ganti standar jari-
jari minimum diambil dari tabel 2-22 di bawah ini.

Tabel 2-22 Rencana Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal

Lengkung Cembung Rencana Jari-jari


Kecepatan
& Standar Minimum (m) Minimum Lengkung
Rencana (km/jam)
Cekung Vertikal (m)
100 Cembung 6.500 10.000
Cekung 3.000 4.500
80 Cembung 3.000 4.500
Cekung 2.000 3.000
60 Cembung 1.400 2.000
Cekung 1.000 1.500
50 Cembung 800 1.200
Cekung 700 1.000
40 Cembung 450 700
Cekung 450 700
30 Cembung 250 400
Cekung 250 400
20 Cembung 100 200
Cekung 100 200

2-33
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

2.2.4 Koordinasi Alinyemen

Alinyemen vertikal, alinyemen horizontal, dan potongan melintang jalan


adalah elemen-elemen jalan sebagai keluaran perencanaan harus
dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk yang
baik dalam arti memudahkan pengendara mengemudikan kendaraannya
dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut
diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk kepada pengendara
akan bentuk jalan yang akan dilalui di depannya sehingga pengendara
dapat melakukan antisipasi lebih awal.
Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
a. Alinyemen horizontal sebaiknya berhimpit dengan alinyemen vertikal,
dan secara ideal alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi
alinyemen vertikal;
b. Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung
atau pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
c. Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan
panjang harus dihindarkan;
d. Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal harus
dihindarkan; dan
e. Tikungan yang tajam di antar 2 bagian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.

2.3. Perencanaan Timbunan Oprit Jembatan

2.3.1. Tanah Dasar di bawah Timbunan Oprit

Tanah dasar merupakan tanah dimana perkerasan dibangun,


sebagaimana halnya dengan bangunan sipil lainnya. Pada kasus yang
sederhana, tanah dasar dapat terdiri atas tanah asli tanpa perlakuan;
sedangkan pada kasus lain yang lebih umum, tanah dasar terdiri atas
tanah asli pada galian atau bagian atas timbunan yang dipadatkan. Tanah
asli pada galian tidak dicakup dalam tulisan ini, karena fokusnya adalah
perencanaan timbunan untuk oprit jembatan.

Sebagai prasarana transportasi darat, perkerasan untuk oprit jembatan


harus mempunyai permukaan yang selalu rata dan kesat, agar para
2-34
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

pengguna jalan dapat merasa nyaman dan aman (safe). Karena dibangun
pada tanah dasar, maka kinerja perkerasan akan sangat dipengaruhi oleh
mutu tanah dasar.

Dengan dituntutnya perkerasan yang harus selalu mempunyai permukaan


yang rata, maka persyaratan utama yang harus dipenuhi tanah dasar
adalah tidak mudah mengalami perubahan bentuk. Tanah dasar yang
mengalami perubahan bentuk, baik akibat beban lalu-lintas maupun cuaca,
akan mengakibatkan perkerasan mengalami kerusakan (misal, gelombang,
alur, penurunan) yang kemungkinan diikuti denga terjadinya retak.

Perubahan bentuk tanah dasar dapat diakibatkan oleh kekuatan atau daya
dukung yang rendah (tanah mudah runtuh), pengembangan, penyusutan
dan densifikasi tanah dasar serta konsolidasi tanah di bawah tanah dasar.
Lebih jauh lagi, faktor-faktor tersebut akan tergantung pada jenis tanah,
berat isi kering dan kadar air.

Modul ini pada dasarnya menguraikan cara menyiapkan tanah dasar yang
tidak mudah mengalami perubahan bentuk. Disamping itu, modul ini
dilengkapi pula dengan beberapa pengetahuan yang menjadi dasar untuk
mendapatkan tanah dasar yang stabil.

Diharapkan modul ini dapat dijadikan acuan dalam menerapkan (atau


menyiapkan) Spesifikasi Teknis, terutama bagi perencana (designer) dan
pelaksana, dalam membangun tanah dasar yang memenuhi tuntutan lalu-
lintas dan lingkungan.

Ringkasan butir-butir pokok modul ini diuraikan di bawah.

A. Bagian-bagian Jalan

Untuk mengetahui posisi tanah dasar serta kaitannya dengan bagian-


bagian jalan yang lain, pada Gambar 2.10 ditunjukkan skema tipikal
tentang bagian-bagian jalan:

2-35
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

PERKERASAN LENTUR PERKERASAN KAKU


CL
21
3 19 18 19

20
13 17
5
14 16 10 11

1
15
2 8 9 4
7 12
6

Gambar 2.10. Skema Tipikal Bagian Jalan

1. Lereng timbunan 9. Pelat beton 15. Tanah asli


2. Permukaan tanah asli 10. Lereng saluran samping 16. Struktur perkerasan
3. Tanggul 11. Lereng galian 17. Kemiringan bahu
4. Bahan pilihan 12. Lapis pondasi bahu 18. Lajur lalu-lintas
5. Lapis permukaan bahu 13. Kemiringan melintang 19. Bahu
6. Lapis pondasi bawah perkerasan 20. Lajur jalan
7. Lapis pondasi atas 14. Permukaan tanah dasar 21. Badan jalan
8. Lapis permukaan
Sumber: Manual Konstruksi dan Bangunan – Pekerjaan Tanah Dasar, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum, Nopember 2005.

B. Aspek-aspek Utama Yang Terkait Dengan Pekerjaan Tanah Dasar

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10, secara umum tanah


dasar dapat terdiri atas tanah timbunan atau tanah galian.

Pekerjaan timbunan tidak akan terlepas dari bahan (tanah) timbuan,


pemadatan, lereng serta tanah di bawah timbunan; sedangkan
pekerjaan galian tidak akan terlepas dari lereng galian, volume,
peralatan serta kemungkinan naiknya permukaan tanah setelah
penggalian.

C. Timbunan, Stabilitas Lereng, Settlement

Timbunan yang didesain dan dibangun dengan seksama akan


mempunyai lereng yang stabil dan sampai tingkat tertentu, tidak akan
mengalami penurunan. Disamping itu, aspek yang perlu diperhatikan
pada pekerjaan timbunan adalah pemilihan bahan serta pemadatannya
agar diperoleh timbunan stabil.

Dalam kondisi yang paling jelek, longsor dapat terjadi dalam bentuk
keruntuhan total pada suatu segmen jalan. Namun demikian, pada

2-36
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

timbunan yang disiapkan dengan seksama hal tersebut jarang terjadi,


tetapi hanya dalam bentuk longsoran minor dimana tanah (sebagai
pondasi perkerasan) biasanya bergerak sedikit ke arah luar dan ke
arah bawah. Longsor sering terjadi apabila perkerasan dibangun terlalu
dekat dengan tepi timbunan, terutama sebagai akibat pelebaran
perkerasan. Pada perkerasan beton semen, terjadinya longsoran
biasanya ditunjukkan dengan membukanya sambungan memanjang
serta penurunan pelat.

Longsoran dapat dibagi menjadi tiga jenis sebagai berikut:

 Longsor translasi – pergeseran antara bidang yang satu terhadap


bidang yang lain yang biasanya terjadi pada timbunan yang
dibangun di sepanjang permukaan yang miring.

 Longsor rotasi – masa tanah bergeser pada suatu bidang


berbentuk lengkung atau lingkaran.

 Longsor permukaan – pergerakan lapisan tipis bahan ke arah


bawah permukaan lereng.

Longsor rotasi merupakan longsor yang mendapat perhatian besar


dalam mekanika tanah, karena kerentanannya (susceptibility) terhadap
analisis secara matematik.

Terjadinya longsor sering menunjukkan perlunya pemasangan sistem


drainase (drains) untuk memotong (intercepting) air rembesan
(seepage water)

Penurunan (settlement) timbunan dapat disumbangkan oleh dua


komponen utama, yaitu densifikasi tanah (badan) timbunan dan
konsolidasi pada tanah (pondasi) di bawah timbunan. Densifikasi
disebabkan oleh keluarnya (expulsion) udara dari bahan timbunan
sebagai akibat beban perkerasan atau tanah di bagian atas. Sampai
tingkat yang dapat diabaikan, pemampatan dapat dikurangi dengan
cara pemadatan.

Terjadinya perbedaan penurunan yang besar pada segmen yang


pendek perlu dicegah, karena hal tersebut akan mengakibatkan
kerusakan pada perkerasan, terutama pada perkerasan beton semen
(disamping penampilannya yang jelek). Perbedaan penurunan
2-37
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

kemungkinan besar akan terjadi pada lokasi dimana tebal timbunan


berubah secara tiba-tiba atau pada lokasi-lokasi dimana pemadatan
sangat sulit (misal di sekitar kepala jembatan).

D. Bahan Timbunan dan Pemadatan

Persyaratan teknis yang harus dipenuhi bahan timbunan adalah,


pertama, setelah dipadatkan dengan seksama bahan harus menjadi
konstruksi yang stabill (bebas penurunan) dan kedua, bahan tidak
boleh mudah rusak akibat cuaca.

Persyaratan pertama menjadikan gambut (peat) atau lempung organik


tidak dapat digunakan sebagai bahan timbunan. Pedoman kasar yang
biasanya dijadikan dasar untuk memilih bahan timbunan adalah
kepadatan kering maksimumnya (sebagaimana yang diuji menurut
metoda pemadatan standar) serta kepekaannya akibat lingkungan
(terutama air dan panas).

Pada pekerjaan timbunan, pemadatan merupakan aspek yang sangat


penting, karena kepadatan yang memadai akan mengurangi
penurunan, meningkatkan stabilitas lereng serta mengurangi
kecenderungan menyerap air. Dalam beberapa tahun terakhir,
teknologi pemadatan telah berkembang pesat.

E. Tanah di bawah Timbunan

Timbunan memerlukan pondasi yang stabil sebagaimana halnya


dengan bangunan sipil yang lain. Apabila tanah di bawah timbunan
terdiri atas gambut atau lempung lunak, maka beban timbunan akan
menimbulkan penurunan, baik sebagai akibat konsolidasi, atau dalam
kasus ekstrim, sebagai akibat keruntuhan, dimana dalam hal tersebut,
penurunan timbunan akan diikuti dengan terjadinya jembul (heaving)
pada permukaan tanah di depan kaki lereng timbunan.

F. Konsolidasi, Daya Dukung dan Timbunan Pada Tanah Lunak

Konsolidasi merupakan suatu proses keluarnya air melalui pori-pori


tanah sebagai akibat tertekannya tanah oleh beban. Dengan analisis
hasil pengujian di laboratorium, besar dan lamanya penurunan dapat
dihitung dengan cukup teliti.

2-38
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Meskipun penurunan pada pondasi timbunan tidak mungkin dicegah,


namun lamanya penurunan dapat diperpendek, sehingga
pembangunan perkerasan dapat lebih dipercepat. Hal tersebut antara
lain dapat dilakukan dengan memasang tiang pasir pada tanah pondasi
(tiang pasir memperpendek jarak tempuh air, sehingga waktu tempuh
aliran air dari pori-pori tanah menjadi lebih pendek pula).

Untuk menghitung beban maksimum yang dapat dipikul tanah pondasi


telah dikembangkan berbagai teori, diantara yang populer adalah teori
Prandtl dan Terzaghi.

Apabila timbunan harus dibangun pada tanah lunak (daya dukungnya


rendah), maka tiga alternatif metoda utama yang dapat dipilih adalah:

 Pembuangan tanah lunak, baik sebagian atau seluruh lapisan,


tergantung pada tebalnya.

 Perbaikan tanah lunak, antara lain dengan cara pemasangan kolom


pasir (sand drain) atau pemasangan tiang-pelat (pile-slab).

 Penghindaran (avoidance), misal melalui pemilihan trase baru atau


pembangunan “jembatan”.

2.3.2. Perencanaan Pekerjaan Timbunan Oprit

Timbunan dapat dibangun dengan menggunakan berbagai jenis bahan


(tanah) serta untuk berbagai keperluan. Ditinjau dari keperluannya,
timbunan dibagi menjadi timbunan struktural dan timbunan non-struktural.
Timbunan struktural (misal untuk jalan atau bendungan) harus mempunyai
faktor keamanan yang lebih besar daripada timbunan non-struktural (misal
untuk gudang, atau lanskap). Agar dapat dibangun sesuai dengan
fungsinya, timbunan harus didisain dengan memperhitungkan berbagai
faktor. Disamping itu, tanah untuk timbunan perlu dipilih sedemikian rupa
agar biaya pekerjaan serendah mungkin.

Pada pembangunan jalan, timbunan diperlukan untuk menaikkan


permukaan jalan di atas permukaan tanah asli, baik untuk memenuhi
standar geometri maupun untuk mencegah terjadinya kerusakan jalan
akibat air permukaan atau air tanah.

2-39
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Faktor-faktor utama yang harus diperhitungkan dalam desain timbunan


adalah:

 Stabilitas lereng timbunan.

 Daya dukung timbunan.

 Penurunan (settlement) timbunan.

 Kemampuan melayani lalu-lintas (trafficability).

 Faktor lain, antara lain, permeabilitas.

A. Stabilitas Timbunan

Stabilitas timbunan sering berubah dari waktu ke waktu. Hal tersebut


makin nyata apabila menyangkut tanah kohesif. Dalam banyak kasus,
pada saat pembangunan akan terjadi kenaikan tegangan air pori, baik
pada tanah timbunan maupun tanah pondasi. Sesuai dengan
berjalannya waktu, tegangan air pori pada tanah timbunan dapat makin
meningkat atau menurun; sedangkan pada tanah pondasi cenderung
menurun. Oleh karena itu, menjelang ahir masa pembangunan, faktor
keamananan stabilitas lereng timbunan sering mempunyai nilai paling
rendah. Apabila untuk timbunan digunakan lempung yang telah
mengalami konsolidasi (overconsolidated clays), di bawah lereng
sering timbul tegangan air pori yang dapat mengakibatkan keruntuhan
lereng beberapa tahun kemudian.

Sehubungan dengan hal di atas, maka analisis stabilitas timbunan (dan


tanah aslinya) harus dilakukan dalam rangka mengetahui faktor
keamanan paling rendah untuk berbagai ketinggian, sifat tanah urugan
dan tanah asli, serta tegangan air pori selama dan setelah
pembangunan. Secara tipikal, sudut kemiringan lereng timbunan
ditunjukkan pada Tabel 2-23.

Kemiringan lereng timbunan yang lebih tepat, harus ditentukan melalui


analisis seksama.

2-40
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel 2-23. Kemiringan tipikal lereng timbunan*


(Sumber: Horner, 1988)
JENIS KEMIRINGAN
TANAH (V:H)
 Batuan keras (hard rock fill) 1,5:1 – 1:1
 Batuan lunak (weak rock fill) 1:2 – 1:1,25
 Kerikil 1:2 – 1:1,25
 Pasir 1:2,5 – 1:1,5
 Lempung 1:2,5 – 1:1,5
*Hanya sebagai pedoman, bukan sebagai desain akhir

Analisis stabilitas tanah asli (pondasi) dibawah timbunan sangat


penting, terutama apabila tanah asli tersebut miring atau terdiri atas
tanah lunak, misal pada zona runtuhan (past instability) atau tanah
aluvial lunak. Daya dukung timbunan dipandang penting apabila akan
dibebani, misal pada jalan raya (termasuk oprit jembatan), lapangan
terbang, jalan kereta api atau pondasi. Sifat-sifat tanah timbunan akan
berubah dari waktu ke waktu; misal, akibat konsolidasi atau
peningkatan kadar air. Pada saat menetapkan daya dukung, hal
tersebut perlu diperhatikan.

Pada desain oprit jembatan, jalan raya, jalan kereta api dan lapang
terbang, daya dukung atau kekuatan timbunan biasanya dinyatakan
dengan CBR (California Bearing Ratio) atau modulus reaksi tanah,
sedangkan pada disain pondasi, daya dukung timbunan sering
dinyatakan dengan hasil pengujian pelat beban (plate bearing test)
atau triaksial.

Penurunan (settlement) pada timbunan dapat diakibatkan oleh


penurunan, baik pada timbunan sendiri maupun tanah asli. Apabila
timbunan terdiri atas tanah permeabel, konsolidasi akan terjadi selama
pelaksanaan dan dapat dipercepat dengan menambah beban
timbunan. Sebaliknya, konsolidasi tanah timbunan yang mempunyai
permeabilitas rendah dapat berlangsung beberapa minggu atau
beberapa tahun setelah pembangunan, kecuali apabila dilakukan
percepatan. Besar penurunan timbunan dapat diperkecil melalui
pemadatan, disamping dapat memperbaiki stabilitas. Perbedaan
penurunan sering terjadi pada timbunan di sekitar bangunan, karena
urugan dekat bangunan umumnya tidak menurun secara bersamaan

2-41
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

dengan urugan di bagian lain, disamping urugan dekat bangunan lebih


sulit dipadatkan. Perbedaan tersebut dapat dikurangi melalui
penggunaan tanah urugan husus, misal, kerikil. Persoalan yang sama
dapat dijumpai apabila timbunan mempunyai ketinggian yang sangat
berbeda.

Apabila hasil analisis stabilitas lereng menunjukkan bahwa faktor


keamanan tidak mencukupi, atau apabila penurunan tanah asli sangat
besar dan berlangsung lama dan/atau tanah asli sangat lunak, maka
dalam disain dan pelaksanaan timbunan perlu dipertimbangkan upaya-
upaya untuk mengatasinya. Usaha-usaha tersebut mencakup salah
satu atau gabungan beberapa teknik sebagai berikut:

 Memperkecil sudut kemiringan lereng (memperlebar dasar


timbunan).
 Membangun beban kontra (berm) di depan tumit lereng.
 Menggunakan bahan timbunan berkekuatan tinggi.
 Meningkatkan kekuatan, baik dengan pemadatan dan pengeringan
atau stabilisasi tanah urugan (misal dengan kapur atau semen).
 Membuat lapisan drainase, untuk menurunkan tegangan air pori.
 Memasang geotextile.
 Membangun konstruksi penahan, baik sebagian atau seluruhnya.
 Membuang atau mendorong (displacement) tanah yang lunak, baik
sebagian maupun seluruhnya, dan menggantinya dengan tanah
yang lebih baik.
 Membuat parit yang lebar dan dalam serta mengisinya dengan
tanah berbutir.
 Memperbaiki tanah dengan cara pra-pembebanan (preloading),
konsolidasi dinamis atau vibrofloatation.
 Mengendalikan kecepatan pelaksanaan, agar tanah mempunyai
waktu yang cukup untuk konsolidasi dan meningkatkan kekuatan.
 Menggunakan bahan ringan (misal abu terbang), agar timbunan
menjadi lebih ringan.
 Membuat drainase vertikal dan/atau lapisan drainase horizontal,
agar dapat mempercepat pelepasan tegangan air pori, penurunan
dan peningkatan kekuatan.

2-42
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Penurunan dan kekuatan timbunan lama (misal pada lokasi bekas


penambangan) dapat sangat bervariasi, terutama apabila timbunan
terdiri atas bahan buangan. Untuk mendapatkan pondasi yang kokoh,
mungkin diperlukan penanganan yang ekstensif.

Kemampuan bahan timbunan dalam melayani lalu-lintas sering


merupakan faktor penghambat efisiensi pembangunan, terutama
apabila menyangkut tanah kohesif atau tanah berbutir yang basah.
Dalam praktek, kadang-kadang dialami bahwa tanah yang baik sebagai
bahan timbunan, tetapi ternyata dinyatakan tidak baik. Hal tersebut
dikarenakan spesifikasi menetapkan bahwa timbunan harus dapat
melayani peralatan yang berat, misal heavy rubber-tyred scrapers.

B. Penurunan Timbunan

Penurunan pada timbunan biasanya merupakan akibat dua faktor


sebagai berikut:

 Pengurangan rongga dalam tanah timbunan sebagai akibat


pembebanan oleh bagian atas lapisan, beban lalu-lintas dan
pengaruh cuaca.
 Penurunan tanah di bawah timbunan. Penurunan tersebut dapat
terjadi dalam bentuk pemampatan elastis serta konsolidasi pada
tanah jenuh, misal lempung.

Penurunan dalam bentuk pemampatan elastis pada tanah di bawah


timbunan biasanya sangat kecil dan dapat diabaikan, kecuali apabila
timbunan sangat tinggi.

Apabila timbunan terdiri atas lempung yang dipadatkan pada kadar air
yang mendekati batas plastisnya, maka tanah tersebut akan
mengandung rongga udara yang kecil dan dapat diperlakukan sebagai
tanah jenuh. Pada kondisi tersebut, besarnya perkiraan penurunan
dapat dilakukan dengan menerapkan teori konsolidasi. Namun
demikian, apabila tanah timbunan mengandung rongga udara yang
cukup besar, maka teori konsolidasi tidak dapat diterapkan untuk
memperkirakan penurunan. Oleh karena itu, perkiraan penurunan
harus didasarkan pada hasil pengukuran langsung di lapangan.

2-43
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 Pengaruh kepadatan (berat isi kering) terhadap penurunan

Derajat kepadatan timbunan yang dicapai pada saat pelaksanaan


akan berpengaruh terhadap penurunan. Hal tersebut ditunjukkan
oleh hasil pengukuran yang dilakukan selama dan sesudah
pelaksanaan beberapa timbunan (TRRL, 1952). Analisis hasil
pengukuran menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
kepadatan dengan penurunan akibat densifikasi.

 Pengaruh tinggi timbunan terhadap penurunan

Hasil penyelidikan lapangan menunjukkan bahwa secara kasar,


besarnya penurunan adalah proporsional dengan tinggi timbunan.
Hal tersebut berarti bahwa apabila tinggi timbunan terkurangi oleh
suatu bangunan, misal terowongan yang melalui timbunan, maka
akan terjadi perbedaan penurunan di sekitar terowongan.

 Hubungan antara penurunan dengan waktu

Informasi mengenai hubungan antara penurunan dengan waktu


sangat berguna untuk memperkirakan besarnya penurunan setelah
oprit jembatan selesai dibangun, karena hal tersebut akan
mempengaruhi kerataan permukaan perkerasan. Untuk mengatasi
hal tersebut kadang-kadang dilakukan dengan cara menangguhkan
pembangunan perkerasan satu tahun setelah timbunan selesai.
Pada kurun waktu satu tahun, sebagian besar penurunan dapat
berlangsung.

Pengamatan terhadap timbunan menunjukkan bahwa penurunan


berlangsung cepat pada masa awal setelah pekerjaan timbunan
selesai dan kecepatan tersebut makin menurun sesuai dengan
berjalannya waktu. Pada Gambar 2.11 ditunjukkan hubungan
antara penurunan timbunan dengan waktu, dimana timbunan terdiri
atas kapur dengan tinggi 13,5 m (45 ft). Pada gambar tersebut
terlihat bahwa penurunan total (+22 cm) dicapai dalam kurunan
waktu 7 tahun, sedangkan 75 persen penurunan (+16 cm) dicapai
hanya dalam kurun waktu 2 tahun.

Pada kasus timbunan lempung jenuh atau kandungan rongga


udaranya diabaikan, kecepatan penurunan dapat diperkirakan

2-44
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

berdasarkan pengujian konsolidasi di laboratorium. Kecepatan


penurunan di lapangan akan tergantung pada jarak tempuh air
untuk mencapai lapisan drainase pada saat air tersebut tertekan.
Jarak tempuh air dapat diperpendek dengan membuat drainase
kolom pasir pada tanah di bawah timbunan.

1938 1939 1940 1941 1942 1943 1944 1945


0
PENURUNAN RATA-RATA
51

102
(mm)

152

203

254
1938,5 1939,5 1940,5 1941,5
WAKTU 1942,5 1943,5 1944,5 1945,5
PENGUKURAN

Gambar 2-11 Hubungan tipikal antara penurunan dengan waktu

C. Konsolidasi

Dalam pembuatan oprit jembatan, persoalan konsolidasi sering


dijumpai pada timbunan dan kepala jembatan. Penurunan pada
bangunan tersebut sebenarnya tidak akan menjadi persoalan serius
apabila terjadinya seragam. Namun sayangnya hal tersebut jarang
terjadi sehingga perbedaan penurunan akan mengakibatkan adanya
tambahan tegangan yang mungkin melampaui kekuatan ijin suatu
bangunan; contoh, perbedaan penurunan pada jalan dengan
perkerasan kaku yang dibangun pada timbunan akan menimbulkan
retak pada pelat beton, sedangkan perbedaan penurunan pada kepala
jembatan dapat mengakibatkan keruntuhan seluruh jembatan. Jalan
yang dibangun pada tanah gambut dapat mengalami perbedaan
penurunan yang serius, meskipun tanah tersebut menerima beban
yang seragam dan relatif kecil. Terjadinya perbedaan penurunan dapat
dijumpai pula di sekitar gorong-gorong.

Terzaghi telah mengembangkan teori yang dapat menghitung


penurunan struktur yang dibangun pada tanah mampat. Dengan
demikian, maka penurunan struktur yang akan dibangun dapat

2-45
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

diperkirakan cukup teliti, sehingga apabila diperlukan, pengaruh


terhadap adanya perbedaan penurunan dapat dikurangi.

Konsolidasi diartikan sebagai suatu proses dimana akibat pembebanan


yang menerus, butir-butir tanah menjadi rapat dan kemudian air yang
terkandung dalam tanah terdorong keluar.

Definisi di atas menunjukkan bahwa tanah jenuh yang mendapat


pembebanan statis dalam waktu yang cukup lama akan mengalami
pengurangan volume. Besarnya konsolidasi biasanya dinyatakan
dengan pengurangan angka pori.

Pada tanah jenuh, angka pori (e) adalah proporsional dengan kadar air
sebagaimana ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:

Volume rongga (air)


e =
Volume butir - butir tanah

Berat air 
= x s
Berat butir - butir tanah  w

s
= Kadar air x .
w

dimana s dan w berturut-turut adalah berat isi butir tanah dan berat isi
air.

D. Analisis penurunan

Perhitungan besar dan kecepatan penurunan memerlukan data


sebagai berikut:

 Tebal, posisi dan sifat-sifat berbagai lapisan tanah di bawah


bangunan serta letak permukaan air tanah.
 Hubungan antara angka pori dengan tegangan efektif pada lapisan
tanah yang ditinjau.
 Distribusi tegangan pada lapisan tanah sebagai akibat beban
bangunan.

Data yang pertama dapat diperoleh dari hasil pengeboran, sedangkan


data yang ke dua diperoleh dari hasil pengujian konsolidasi di
laboratorium sebagaimana diuraikan di bawah.

2-46
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Penentuan distribusi tegangan merupakan persoalan yang cukup rumit


sehingga diperlukan beberapa penyederhanaan.

E. Distribusi Tegangan

Distribusi tegangan pada medium yang semi tidak terbatas, elastis,


homogin dan isotropis dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan Bousinesq. Untuk beberapa jenis pembebanan yang biasa
dijumpai dalam praktek, telah dikembangkan tabel distribusi tegangan.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dihitung tegangan pada setiap titik
dalam bidang horizontal dan vertikal tanah akibat beban sebagai
berikut:

 Bentuk lingkaran dengan beban merata


 Bentuk lingkaran dengan beban “segi tiga”
 Bentuk lajur (long strip) dengan beban merata
 Bentuk lajur dengan beban “segi tiga”
 Bentuk lajur dengan beban “bertangga” (terrace)
 Bentuk segi empat dengan beban merata.

Dengan mengkombinasikan jenis pembebanan di atas, biasanya jenis-


jenis pembebanan yang lain dapat didekati cukup teliti. Distribusi
tegangan pada tanah ditentukan berdasarkan asumsi yang sama
dengan asumsi pada medium Boussinesq (semi tidak terbatas,
homogin, elastis dan isotropis). Disamping berdasarkan persamaan
Boussinesq, penentuan distribusi tegangan dalam praktek sering
disederhanakan dengan menganggap bahwa penyebaran beban
adalah 1:1 atau 2:1 dan pada setiap bidang horizontal, distribusi beban
adalah seragam. Hasil perhitungan berdasarkan kedua pendekatan
tersebut menunjukkan bahwa penyebaran beban 2:1 ternyata lebih
mendekati hasil perhitungan menurut Boussinesq daripada penyebaran
beban 1:1.

F. Perkiraan Penurunan Total

Terlepas dari cara penentuan distribusi tegangan, prosedur


perhitungan penurunan total adalah sama. Adapun prosedur
penghitungan penurunan pada dasarnya dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
2-47
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 Tentukan angka pori tanah asli.

 Hitung tegangan efektif sebagai akibat beban penutup.

 Hitung tegangan efektif beban bangunan.

 Hitung tegangan efektif total, yaitu tegangan efektif akibat beban


penutup ditambah tegangan efektif akibat bangunan

 Tentukan angka pori ahir berdasarkan hubungan antara angka proi


dengan tegangan efektif yang diperoleh dari pengujian di
laboratorium.

 Tentukan perubahan tebal lapisan, berdasarkan angka pori awal


dan angka pori ahir serta tebal lapisan tanah. Nilai tersebut
merupakan penurunan bangunan.

Perubahan tebal lapisan atau penurunan total tanah jenuh (S) dihitung
berdasarkan persamaan sebagai berikut:

e1  e 2
S= H .
1  e1

dimana,

e1 = angka pori awal

e2 = angka pori ahir

H = tebal lapisan tanah

Pada saat menentukan peningkatan tegangan pada lapisan tanah,


biasanya digunakan perubahan tegangan pada tengah-tengah lapisan.
Hal tersebut menganggap bahwa distribusi tegangan dalam lapisan
tanah adalah linear. Pada kasus tanah yang tebal, anggapan tersebut
dapat menimbulkan kesalahan yang cukup besar, sehingga harus
digunakan distribusi tegangan yang sebenarnya.

Distribusi tegangan pada bidang horizontal tidaklah merata, kecuali


pada perhitungan kasar. Oleh karena itu, penurunan di bawah berbagai
titik pada bangunan haruslah dicek dengan menggunakan distribusi
tegangan tersebut, agar diperoleh distribusi penurunan yang
sebenarnya.

2-48
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Sebagai alternatif, besarnya penurunan dapat diperkirakan


berdasarkan indeks pemampatan (Cc) melalui hubungan sebagai
berikut:

 H  p
S = C c   log .
 1  e1  p0

dimana Cc ditetapkan berdasarkan hubungan e-log p dengan


penjelasan sebagai berikut:

 Garis lurus pada hubungan e-log p dapat dinyatakan dengan


persamaan tersebut di bawah:

e1 – e2 = konstanta x (log p2 – pog p1)

e1 – e2 = Cc (log p – pog p1)

p2
e1 – e2 = C c log
p1

e1  e 2
Cc =
p
log 2
p1

 Pada persamaan di atas, Cc disebut indeks pemampatan, yaitu


kemiringan bagian garis lurus pada kurva e-log p.

Sebagai alternatif, indeks pemampatan dapat ditetapkan berdasarkan


hubungan:

Cc = 0,009 (LL – 10)

dimana LL adalah batas cair.

G. Perkiraan Kecepatan Penurunan

Kecepatan penurunan bangunan yang direncanakan ditentukan


berdasarkan hubungan antara derajat konsolidasi dengan waktu
(diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium). Derajat konsolidasi 100
persen adalah sesuai dengan penurunan total yang ditunjukkan pada
Persamaan 10.4 atau 10.5; sedangkan lamanya penurunan ditentukan
berdasarkan kenyataan bahwa kecepatan penurunan adalah
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak tempuh air.

2-49
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Untuk pembebanan dan derajat konsolidasi yang sama, hubungan


antara waktu konsolidasi di lapangan (tlap) dengan waktu konsolidasi di
laboratorium (tlab) dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:

2
 Jarak tempuh air di lapangan 
tlap=   x tlab
 Jarak tempuh air di laboratorium 

Pada persamaan di atas, jarak tempuh di laboratorium adalah sesuai


dengan tebal contoh, sedangkan jarak tempuh di lapangan adalah
sesuai dengan tebal lapisan tanah di lapangan serta arah aliran air.

Apabila lapisan tanah adalah sangat tebal, maka jarak tempuh air
dapat dianggap sama dengan tebal bagian lapisan yang menerima
tegangan yang terukur.

Dalam teori matematis konsolidasi, ditetapkan anggapan bahwa beban


yang mengakibatkan konsolidasi bekerja langsung secara penuh.
Dalam praktek, tingkat pembebanan yang bekerja pada tanah adalah
bertahap, sesuai dengan kecepatan pembangunan struktur. Disamping
itu, kecuali timbunan, sebagian besar struktur biasanya memerlukan
penggalian tanah beberapa puluh centimeter. Oleh karena itu, ada
kemungkinan bahwa tanah akan memuai dan penurunan tidak akan
dimulai, kecuali apabila beban yang diakibatkan oleh bangunan telah
melampaui berat tanah yang tergali. Apabila diperlukan perkiraan
penurunan yang teliti, baik selama maupun setelah pembangunan,
maka hubungan penurunan-waktu harus dikoreksi oleh pengaruh
pembebanan bertahap, meskipun penurunan total setelah waktu yang
lama tidak akan dipengaruhi oleh kondisi pembebanan awal.

Terzaghi telah mengembangkan suatu metoda untuk menghitung


kecepatan penurunan akibat pembebanan lambat (bertahap) selama
pembangunan. Metoda tersebut didasarkan pada anggapan bahwa
apabila kecepatan pembebanan tetap, maka penurunan yang akan
terjadi pada ahir masa pelaksanaan akan sama dengan penurunan
yang terjadi di tengah masa pelaksanaan apabila pembebanan bekerja
sekaligus pada awal pembangunan. Hubungan penurunan-waktu untuk
masa setelah pembangunan akan mengikuti bagian kurva pembebanan

2-50
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

sekaligus, mulai dari waktu yang sama dengan setengah masa


pelaksanaan.

Perkiraan penurunan yang didasarkan pada anggapan di atas dapat


ditentukan melalui cara grafis sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
2-12

BEBAN BANGUNAN

BEBAN TOTAL
BANGUNAN
Q

R P
O
MASA PELAKSANAAN
WAKTU
½t t ½ tc tc
O
J L G E
KURVA PENURUNAN
M AKIBAT PEMBEBANAN
PENURUNAN

BERTAHAP
J
K

F
H

KURVA PENURUNAN S
AKIBAT C
PEMBEBANAN D
LANGSUNG PENUH

Gambar 2-12 Cara grafis penentuan penurunan


akibat pembebanan bertahap
(Sumber: TRRL, 1952)

Pada Gambar 2-12,


OAB = beban sebagai fungsi waktu
OCD = kurva penurunan fungsi waktu apabila beban bekerja
langsung penuh sejak awal pembangunan
tc = masa pelaksanaan
Pada ahir masa pelaksanaan (tc), penurunan yang terjadi akibat beban
bertahap adalah sama dengan penurunan pada setengah masa
pelaksanaan (½tc) akibat beban langsung bekerja penuh (GH atau EF).
Pada setiap saat pada masa pelaksanaan (t), penurunan yang terjadi
akibat beban bertahap (LM) adalah sama dengan penurunan pada
2-51
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

setengah masa pelaksanaan (½t) akibat beban langsung bekerja


penuh yang dikoreksi oleh beban pada saat t terhadap beban pada ahir
QR
pelaksanaan. Dengan demikian, maka LM = JK x .
AP
Berdasarkan hal di atas, penurunan pada setiap saat pada masa
pelaksanaan dapat diperoleh dengan memproyeksikan penurunan
pada setengah masa pelaksanaan akibat beban penuh terhadap garis
vertikal melalui tc, kemudian menghubungkan titik tersebut dengan titik
O. Perpotongan antara garis tersebut dengan garis vertikan melalui t
merupakan penurunan sampai waktu t.
Kurva penurunan setelah masa pelaksanaan (FS) mengikuti bentuk
penurunan akibat pembebanan penuh mulai dari titik H; dalam hal
tersebut, CS = ½tc.

2.4. Perencanaan Perkerasan Oprit Jembatan

2.4.1. Standar Acuan

Untuk perencanaan oprit jembatan, sama halnya dengan perencanaan


perkerasan untuk jalan raya pada umumnya, dapat dipilih tipe perkerasan
lentur (flexible pavement) atau perkerasan kaku.

Jika tidak ditentukan lain, rujukan yang dipakai untuk perhitungan


konstruksi / tebal perkerasan jalan lentur adalah :

 Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan


Metoda Analisa Komponen, SNI No. 1732-1989-F.

 Pd.T-01-2002-B, Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur.

 AASHTO Guide for Design of Pavement Structures, Tahun 1993, atau


edisi terbaru.

 Perangkat lunak Road Design System (RDS) versi terakhir.

 dan atau acuan baku lain yang disetujui oleh Pengguna Jasa.

Desain tebal perkerasan akan menggunakan salah satu dari metoda


tersebut, jika dipandang perlu akan menggunakan satu metoda lagi dari
yang disebutkan diatas untuk kontrol perhitungan teknik.

2-52
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Sedangkan rujukan yang dipakai untuk perhitungan konstruksi / tebal


perkerasan jalan kaku (rigid pavement) adalah :

 Pd.T-14-2003, Perencanaan perkerasan jalan beton semen.

 AASHTO Guide for Design of Pavement Structures, 1993.

 Portland Cement Association.

 dan atau acuan baku lain yang disetujui oleh Pengguna Jasa.

Untuk perencanaan kapasitas jalan perencana dapat menggunakan


Manual Kapasitas Jalan Indonesia yang disusun oleh Departemen
Pekerjaan Umum atau yang berlaku selama ini.

2.4.2. Tipe Perkerasan


Usulan tipe perkerasan akan dikaji dari salah satu atau gabungan dari tipe
perkerasan berikut :

 Flexible pavement (perkerasan lentur)

 Rigid pavement (perkerasan kaku)

 Gabungan flexible pavement dan rigid pavement (composite pavement)

2.4.3. Pemilihan Jenis Bahan Material Tanah

Perencanaan harus mengutamakan penggunaan bahan/material sesuai


dengan masukan dari laporan geoteknik. Bila bahan setempat tidak dapat
digunakan langsung sebagai bahan konstruksi, maka perencana harus
mengusulkan usaha-usaha peningkatan sifat-sifat teknik bahan, sehingga
dapat dipakai sebagai bahan konstruksi prioritas pertama dalam perbaikan
tanah sebelum pilihan cara perbaikan dengan hirarki lebih tinggi atau
alternatif lainnya.

A. Bahan untuk perkerasan lentur

Terdapat 6 tujuan dasar dari aplikasi perkerasan lentur :

1. Mendukung beban lalu lintas


Secara umum, suatu jalan harus mampu mendukung beban lalu lintas
tanpa adanya perubahan bentuk pada permukaan, lapis pondasi atas

2-53
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

dan bawah. Hal ini sering disebut sebagai stabilitas, kadang-kadang


disebut kekuatan mekanik. Stabilitas ini tidak hanya mencakup
ketahanan langsung terhadap beban roda seberapa kg/cm2 tekanan
roda, tetapi juga ketahanan terhadap kerusakan internal dan
pergerakan butiran oleh aksi peremasan oleh lalu lintas.
Selama musim kemarau, jalan tanah mempunyai stabilitas yang baik
untuk lalu lintas ringan. Akan tetapi, peremasan oleh lalu lintas yang
agak tinggi menyebabkan kerusakan internal terhadap butiran tanah
sampai kubangan debu yang cukup dalam terbentuk dalam waktu
singkat.
Suatu lapisan berbutir akan meningkatkan stablilitas jalan dan akan
dapat mendukung lalu lintas yang lebih berat. Hal ini dapat
digambarkan bahwa penyebaran beban lalu lintas melalui suatu lapisan
berbutir akan memberikan distribusi pembebanan yang melebar
sehingga lapisan tanah dasar dapat memberikan daya dukung yang
lebih besar. Akan tetapi, peremasan oleh lalu lintas akan menghasilkan
penggesekan antar butiran dalam lapisan berbutir. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan internal butiran dan perubahan bentuk yang
cepat atau timbulnya alur (rutting). Tebal lapisan berbutir, bentuk dan
gradasi butiran adalah faktor penting dalam menentukan tingkat
kestabilan. Dalam pembahasan ini, diasumsikan bahwa kekuatan
mekanik yang cukup akan mampu mendukung beban lalu lintas.

2. Melindungi tanah dasar dari air


Kelebihan air dalam material konstruksi jalan akan menyebabkan
pelumasan butiran sehingga menghilangkan stabilitas alami.
Pengendalian air permukaan dan air bawah permukaan harus
diperhatikan dalam perencanaan suatu jalan. Hujan dan rembesan
bawah permukaan pada jalan tanah akan mengakibat-kan tanah
menjadi lumpur dengan cepat.
Lapisan berbutir akan menyediakan semacam perlindungan terhadap
aliran permukaan. Kelebihan air tidak akan menurunkan kekuatan
mekanik lapisan berbutir tersebut, tetapi akan sangat mempengaruhi
daya dukung tanah, sehingga jika kondisi dalam basah lapisan berbutir
yang lebih tebal harus disediakan untuk memperkecil beban pada
tanah dasar.
2-54
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

3. Memperkecil kemungkinan pelepasan butir pada permukaan


Lintasan kendaraan akan menyebabkan keausan yang bervariasi pada
permukaan jalan. Keausan ini bervariasi mulai dari abrasi langsung
pada permukaan yang keras, sampai pada pelepasan butiran debu,
and pelepasan butiran yang lebih besar.
Jalan tanah dalam kondisi kering dapat mendukung beban lalu lintas,
tetapi kondisi ini meniadakan daya ikat antar butiran dan lalu lintas
akan membawa butiran debu ini.
Pelepasan butir pada jalan dengan material berbutir oleh lalu lintas
menjadi masalah serius. Material berbutir mudah terangkat oleh roda
dan terbuang ke luar jalan. Dengan demikian, kehilangan biaya yang
besar akan terjadi, juga munculnya bahaya dan gangguan pada
pengemudi.
Bitumen yang cukup pada lapis permukaan dapat mengikat butiran
sede-mikian hingga lapis permukaan dapat tahan terhadap aksi
pelepasan butir oleh lalu lintas, juga tahan terhadap aksi pengausan.

4. Memberikan texture permukaan yang memadai


Texture permukaan harus aman untuk kendaraan pada umumnya dan
harus cukup mulus untuk kenyamanan maupun umur roda. Jalan tanah
tidak pernah memberikan texture permukaan yang memadai pada
setiap saat. Permukaan jalan menjadi licin jika basah dan kelebihan air
akan segera membentuk alur dan lubang yang membahayakan dan
merusak kendaraan. Permukaan jalan dengan material berbutir
umumnya belum dapat memberikan texture yang baik. Pelepasan
material dapat menyebabkan tergelincir pada kecepatan tinggi.
Permukaan yang mulus sulit untuk dipertahankan, dan lubang, alur dan
ketidakrataan berkembang selama periode waktu tertentu.

5. Lentur terhadap lapis tanah dasar


Jalan tanah umumnya menyesuaikan kelenturan terhadap lendutan
tanah dasar karena semua material jalan adalah sejenis. Adlaha hal
yang mudah untuk mempertahankan kemulusan permukaan dengan
pisau grader pada cuaca yang cocok.

2-55
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Permukaan berbutir dapat menyesuaikan kelenturan terhadap lendutan


tanah dasar. Permukaan agaknya dapat dibentuk kembali ke bentuk
semula.
Permukaan beraspal adalah relatif lentur dan akan menyesuaikan
kelenturan terhadap berbagai pondasi. Permukaannya tidak mudah
dibentuk kembali seperti halnya jalan tanah atau jalan dengan material
berbutir tetapi jalan beraspal dapat ditambal atau dilapis ulang agar
kembali ke bentuk semula.

6. Tahan terhadap cuaca


Matahari, hujan, angin, panas, dan dingin adalah faktor yang
berpengaruh terus menerus pada permukaan. Beberapa material atau
kombinasinya akan tahan terhadap daya rusaknya dibandingkan
dengan material lainnya dan tentu akan memperpanjang umur
permukaan.
Air dan angin pada jalan tanah adalah perusak terbesar dibandingkan
pengaruh cuaca lainnya.
Pengaruh cuaca pada jalan dengan material berbutir sangat kecil.
Pengaruh lalu lintaslah yang terbesar sehingga pemeliharaan dengan
frekwensi tinggi dan penambahan material baru diperlukan.
Matahari, angin dan variasi temperatur akan berpengaruh pada
material ber-aspal dan pengaruh ini harus dipertimbangkan. Material
beraspal dapat mempertahankan daktilitas dan ikatan antar material
sehingga dapat memberikan umur yang permukaan yang lebih
panjang.

Secara umum, komponen perkerasan lentur adalah berikut ini :

LAPIS PERMUKAAN (Surface terdiri dari lapisan beraspal


Course)

LAPIS PONDASI ATAS (Base dapat terbuat dari lapisan beraspal, bahan
Course) berbutir, bahan yang distabilisasi dengan
semi/kapur.

LAPIS PONDASI BAWAH dapat terbuat dari lapisan beraspal, bahan


(Subbase Course) berbu-tir, bahan yang distabilisasi dengan
semen/kapur

LAPIS TANAH DASAR tebal tak terhingga


(Subgrade)
2-56
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Berbagai jenis Lapis Aus adalah sebagai berikut :

1. Lapis Aus (Wearing Course) :


SMA; BMA; HSMA-WC; AC-WC konventional; AC-WC Superpave; AC-
WC Modofied; HRS-WC; DGEM; Microasbuton A, Lasbutag, Penetrasi
Macadam, Burtu, Burda; dsb.
2. Lapis Pengikat (Binder Course)
HSMA-BC; AC-BC konvensional; AC-BC Superpave; AC-BC Modified;
HRS-Base; OGEM; Microasbuton B; dsb.

Berbagai jenis Lapis Pondasi Atas adalah sebagai berikut :

1. Tanpa Pengikat :
Lapis Pondasi Agregat Kelas A; Dry Bound Macadam

2. Dengan Pengikat :
a). Pengikat Air :
Water Bound Macadam
b). Pengikat Semen :
PCC (Portland Cement Concrete); CTB; Soil Cement Base
c). Pengikat Aspal :
ATB Konvensional; AC-Base: dsb

Berbagai jenis Lapis Pondasi Bawah adalah sebagai berikut :

1. Tanpa Pengikat :
Lapis Pondasi Agregat Kelas B

2. Dengan Pengikat :
a). Pengikat Aspal :
ATSB Konvensional; CTSB: dsb
b). Lainnya.

Parameter yang paling sering digunakan untuk perkerasan lentur adalah


California Bearing Ratio disingkat CBR karena metode CBR merupakan
cara perhitungan perkerasan yang paling awal digunakan.

CBR adalah perbandingan beban untuk penetrasi piston seluas 3 inch


persegi sedalam 0,1 inch terhadap beban 3000 lbs, atau 0,2 inch terhadap
beban 4500 lbs.

2-57
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Biasanya diambil yang penetrasi 0,1 inch. Jika yang 0,2 inch memberikan
CBR yang lebih besar dari yang 0,1 inch maka pengujian harus diulang.
Jika pengujian ulang memberikan hasil yang masih tetap sama, maka
diambil CBR dengan penetrasi 0,2 inch.

Beban

Piston Penekan

Penetrasi
Luas Alas 3 inch2

Secara umum, CBR yang ekonomis untuk tanah dasar adalah sama
dengan atau diatas 6. Bilamana CBR tanah dasar agak kecil maka tanah
dasar tersebut harus ditingkatkan dengan cara yang ekonomis yaitu
pemasangan capping layer yang terdiri dari “Timbunan Pilihan“ (CBR >
10) :

 Jika CBR antara 3 sampai 5 maka digunakan capping layer sekitar 20


cm

 Jika CBR dibawah 3 maka digunakan capping layer sekitar 35 cm

Pemasangan capping layer ini dimaksudkan untuk memperoleh CBR


gabungan antar capping layer dengan CBR tanah di bawahnya yang
mendekati 6.

Capping Layer

CBR gabungan  6 100 cm

Tanah Asli

2-58
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Perlu digarisbawahi bahwa :


Tebal komponen perkerasan boleh disubstitusi hanya dengan material
yang lebih tinggi mutunya bukan sebaliknya. Jika dieqivalentkan
dengan bahan yang lebih rendah maka akan terjadi Fatique Cracking
terlebih dahulu sebelum terjadinya rutting. Hal ini sering dilakukan di
proyek tanpa disadari. Bandingkan dengan Under Reinforced pada
Beton Bertulang.

Jika mutu material tidak memenuhi syarat maka :

1. Campuran Aspal :
a). Stabilitas rendah, maka corrugation (keriting) atau shoving
(sungkur) akan terjadi.
b). Marshall Quotient tinggi, campuran mudah retak karena agak
kaku.
c). Rongga udara tinggi, mudah teroksidasi sehingga mudah getas.
d). Rongga udara kecil, bleeding (kegemukan).
e). Kelekatan batuan terhadap aspal kurang, kekuatan rendah.
2. Lapis Pondasi Agregat :
a). CBR rendah, lapisan beraspal diatasnya cepat retak maka umur
berkurang
b). Abrasi agregat tinggi atau pipih, agregat mudah pecah maka
interlocking hilang sehingga kekuatan menurun.

Jika mutu pelaksanaan tidak memenuhi syarat maka :

1. Campuran Aspal :

a). Suhu campuran > 165°C , terjadi perubahan sifat-sifat kimia


aspal sehingga cepat getas.
b). Pemadatan kurang, kepadatan yang diperoleh kurang maka
stabilitas kurang dan rongga udara besar sehingga kekuatan
menurun dan cepat getas.
2. Lapis Pondasi Agregat :
Pemadatan kurang, kepadatan yang diperoleh kurang maka CBR
akan turun drastis (tidak linear) sehingga daya dukung menurun
drastis yang mengakibatkan lapisan berasapal diatasnya mudah
retak.

2-59
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

B. Bahan untuk perkerasan kaku


Perbedaan prinsip antara perkerasan lentur dan kaku adalah
Modulusnya (E) :

 Modulus perkerasan kaku tinggi, deformasi yang terjadi kecil maka


distribusi beban melebar sehingga tebal yang diperlukan tidak
terlalu tebal.

 Modulus perkerasan lentur rendah, deformasi yang terjadi besar


maka distri-busi beban mengkerucut kecil sehingga tebal yang
diperlukan besar. Lagipula, modulus perkerasan lentur sangat
sensitif terhadap perubahan temperatur dan waktu pembebanan.

Beban Beban

PERKERASAN KAKU

PERKERASAN LENTUR

L L

Secara umum, komponen perkerasan kaku adalah berikut ini :

> K400 (yang dibutuhkan sebenarnya Flexural


BETON SEMEN Strength, > 45 kg/cm2), tebal beton semen sangat
bergantung pada flexural strength

SUBBASE tidak harus ada, biasanya digunakan Cement Treated


Sub-base (CTSB) atau Lean Concrete
SUBGRADE CBR tidak terlalu berpengaruh terhadap tebal beton
semen

Jika mutu material tidak memenuhi syarat maka untuk Perkerasan Beton :
 Kekuatan lentur (flexural strength) rendah, maka regangan tarik
yang terjadi besar sehingga umur berkurang.
 Agregat agak lunak atau kotor, permukaan akan lepas-lepas
sehingga umur menjadi berkurang.

2-60
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Jika mutu pelaksanaan tidak memenuhi syarat maka :


1. Perkerasan Beton :
 Kerataan tidak memenuhi toleransi, kenyamanan pengendara ber-
kurang dan umur akan menurun.
 Pemadatan yang kurang sempurna akan menimbulkan keropos
dalam beton sehingga mudah retak dan umur akan berkurang.
 Air yang digunakan terlalu banyak, mutu beton menurun sehingga
umur akan berkurang.
2. Cement Treated Sub-Base (CTSB) :
 Permukaan kasar dan tidak rata, bidang antara CTSB dan
perkerasan beton tidak diberi plastik atau membran, maka
perkerasan beton akan retak di sembarang tempat bukan di daerah
dowel.

2.4.4. Umur Rencana

Umur rencana (UR) yang akan digunakan dalam perencanaan disesuaikan


dengan jenis, fungsi jalan dan penanganan jalan.

2.4.5. Parameter Desain Perkerasan

Parameter desain perkerasan jalan lentur dengan metoda Analisa


Komponen antara lain mencakup seperti diberikan pada Tabel 2-23

Tabel 2-23. : Parameter Desain Perkerasan Lentur Cara Analisa Komponen

No. Parameter Satuan

1. Umur Rencana tahun


2. Data lalu-lintas terakhir pada tahun tahun
3. Rencana jalan dibuka pada tahun tahun
4. Lalu-lintas Harian Rata-rata kendaraan
5. Pertumbuhan lalu-lintas %
6. Jumlah lajur -
7. Koefisien distribusi kendaraan ringan -
8. Koefisien distribusi kendaraan berat -
9. CBR %
10. Faktor Regional :
- Kelandaian %
- % Kendaraan berat %
- Iklim / curah hujan mm/tahun

2-61
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

11. Bahan konstruksi dan koefisien kekuatan


relatif :
- Laston lapis aus / lapis permukaan -
- Laston lapis pengikat -
- Laston lapis pondasi -
- Lapisan pondasi atas perkerasan berbutir -
- Lapisan pondasi bawah -

Parameter desain perkerasan jalan lentur dengan metoda AASHTO 1993


antara lain mencakup seperti diberikan pada Tabel 2-24.

Tabel 2-24 Parameter Desain Perkerasan Lentur Cara AASHTO 1993

No. Parameter Satuan

1. Umur Rencana tahun


2. Lalu-lintas, ESAL -
3. Serviceability :
- Terminal serviceability (pt) -
- Initial serviceability (po) -
- Serviceability loss ( PSI = po – pt ) -
4. Reliability (R) : %
- Standard normal deviation (ZR) -
- Standard deviation (So) -
5. Resilient modulus :
- Resilient modulus tanah dasar (MR) psi
- Resilient modulus agregat kelas A (MR) psi
- Resilient modulus AC-Base (MR) psi
- Elastic (resilient) modulus AC (EAC) psi
6. Layer coefficient :
- Laston lapis aus / lapis permukaan -
- Laston lapis pengikat -
- Laston lapis pondasi -
- Lapisan pondasi atas perkerasan berbutir -
- Lapisan pondasi bawah -
7. Tebal minimum :
- Tebal minimum Asphalt Concrete inch
- Tebal minimum Aggregate Base inch
8. Drainage coefficient (mi) -

Parameter desain perkerasan jalan kaku (rigid pavement) dengan


metoda AASHTO 1993 antara lain mencakup seperti diberikan pada
Tabel 2-25.
2-62
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Tabel 2-25 Parameter Desain Perkerasan Kaku Cara AASHTO 1993

No. Parameter Satuan

1. Umur Rencana tahun


2. Lalu-lintas, ESAL -
3. Terminal serviceability (pt) -
4. Initial serviceability (po) -
5. Serviceability loss ( PSI = po – pt ) -
6. Reliability (R) %
7. Standard normal deviation (ZR) -
8. Standard deviation (So) -
9. CBR %
10. Modulus reaksi tanah dasar (k) pci
11. Kuat tekan (fc’) psi
12. Modulus elastisitas beton (Ec) psi
13. Flexural strength (S’c) psi
14. Drainage coefficient (Cd) -
15. Load transfer coefficient (J) -

2.5. Perencanaan Dinding Penahan Tanah Oprit Jembatan

Ditinjau dari segi konstruksi, oprit jembatan terdiri dari tanah dasar (subgrade),
timbunan padat dan lapis-lapis perkerasan jalan (subbase, base dan surface).
Lapis perkerasan bisa berupa flexible pavement ataupun rigid pavement
tergantung kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Pemilik Pekerjaan. Fungsi oprit
jembatan sebagai penghubung antara jalan raya dengan lantai kendaraan
jembatan seringkali menempatkan oprit jembatan pada kondisi timbunan yang
relatif tinggi. Jika tinggi timbunan oprit tidak melampau Hkritis, maka untuk
mengatasi kemungkinan terjadinya longsoran talud di kiri-kanan timbunan, asalkan
dibuat kemiringan talud sesuai dengan properties tanah timbunan, oprit jembatan
tidak memerlukan dinding penahan tanah. Bagaimana jika ternyata tinggi
timbunan oprit melebihi Hkritis? Secara teknis, tidak harus membuat dinding
penahan tanah akan tetapi talud dibuat berbentuk tangga sebagaimana dapat
dilihat pada sketsa di bawah. Dengan membagi Hkritis menjadi 3 bagian, maka
perencana dapat memilih alternatif yang mudah secara teknis dan tidak harus
mendesain dinding penahan tanah.

2-63
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Akan tetapi permasalahan yang sering dihadapi adalah justru lahan yang dapat
disediakan untuk menempatkan talud-talud oprit jembatan sangat terbatas, tidak
ada ruang yang cukup untuk membuat talud-talud berbentuk tangga seperti di
dalam sketsa. Oleh karena itu pilihan yang tersedia adalah membuat dinding
penahan tanah di sebelah kiri dan kanan oprit jembatan agar oprit dapat berfungsi
sebagai penghubung antara jalan dan jembatan.

2.5.1. Tipe-tipe Dinding Penahan Tanah

Referensi yang digunakan untuk penulisan ini diambil dari “Mekanika


Tanah & Teknik Fondasi” – 1981, Ir Suyono Sosrodarsono dan Kazuto
Nakazawa, namun diedit bebas sesuai dengan keperluan penulisan modul.

A. Dinding penahan berupa pasangan batu

Dinding penahan tipe ini digunakan terutama untuk mencegah


keruntuhan tanah, dan pada prinsipnya tipe ini digunakan apabila tanah
asli di belakang dinding penahan cukup baik, selain itiu tekanan tanah
dianggap kecil. Dinding penahan tanah tipe ini mudah dilaksanakan
dan biayanya juga rendah namun fungsinya tidak lebih dari menjaga
lereng dari gerusan air hujan.

B. Dinding penahan beton tipe gravitasi

2-64
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Dinding penahan tipe ini digunakan apabila tinggi dinding yang


diperlukan tidak terlalu tinggi atau tanah dasar yang berfungsi sebagai
pondasi mempunyai kondisi baik. Prinsip dasar yang digunakan disini
adalah beban-beban yang bekerja pada dinding diimbangi dengan
berat sendiri dinding yang mencukupi. Jadi artinya tekanan tanah
dilawan oleh berat sendiri dinding sehingga safety factor tidak
dilampaui.

C. Dinding penahan beton dengan sandaran

Dinding penahan tipe ini mirip dengan tipe 1, bedanya adalah


pasangan batu kali diganti dengan beton. Tipe ini digunakan apabila
tanah asli di belakang dinding penahan cukup baik, selain itiu tekanan
tanah dianggap kecil. Persyaratan utama yang harus dijaga adalah
agar tanah di belakang dinding penahan tidak runtuh karena tanpa
tanah di belakang dinding penahan, maka dinding penahan akan
terguling.

D. Dinding penahan beton bertulang dengan balok kantilever

Dinding penahan tipe ini terdiri dari suatu dinding beton bertulang
memanjang dan balok kantilever pada bagian kaki konstruksi, tepatnya
berupa pelat lantai beton bertulang memanjang sampai sepanjang
dinding, berlaku seperti kantilever. Beban-beban yang bekerja pada
dinding penahan diimbangi oleh berat sendiri dinding penahan dan
berat tanah di atas pelat beton bertulang. Dalam perhitungan desain,
jika safety factor dapat dicapai, maka berarti desain dinding penahan
dianggap memenuhi persyaratan teknis.

E. Dinding penahan beton bertulang dengan penahan (buttress)

Dinding penahan tipe ini bagian kantilevernya berada di timbunan


tanah, diperkuat dengan penopang yang tegak lurus dinding penahan.
Tipe ini biasanya digunakan untuk konstruksi dengan dinding penahan
yang cukup tinggi, akan tetapi nampaknya sulit dilaksanakan apabila
digunakan untuk oprit jembatan. Pemadatan oprit pada konstruksi
dinding penahan tipe ini akan mengalami kesulitan karena adanya
konstruksi penopang sehingga pemadatan oprit menjadi tidak optimal.
2-65
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

F. Dinding penahan beton bertulang dengan tembok penyokong

Dinding penahan tipe ini bagian kantilevernya berada di luar area oprit
jembatan, tembok penyokong yang berhubungan dengan dinding
penahan ditempatkan pada sisi yang berlawanan dengan sisi dimana
tanah bekerja. Tipe ini digunakan jika diperlukan dinding penahan yang
cukup tinggi. Sama dengan dinding penahan tipe lainnya, jika dalam
perhitungan desain diperoleh safety factor yang melebihi yang
dipersyaratkan, maka berarti desain secara teknis telah memenuhi
syarat.

Untuk jelasnya lihat sketsa tipe-tipe dinding penahan tanah berikut ini:

Gambar 2-13 Beberapa Tipe Dinding Penahan Tanah

2.5.2. Pemilihan Tipe Dinding Penahan Tanah

Pemilihan tipe dinding penahan tanah (pada oprit jembatan) lazimnya


dipertimbangkan berdasarkan tinggi dinding yang diperlukan. Berikut ini
diberikan tabel yang menunjukkan korelasi antara tipe dinding penahan
tanah dengan tinggi dinding. Tabel ini hanya bersifat pedoman kasar,
2-66
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

selanjutnya yang menentukan adalah hasil perhitungan yang menyatakan


tingkat kemantapan dinding penahan tanah, diukur terhadap safety factor
yang ditejntukan untuk kemantapan dinding penahan tanah.

Tipe Tinggi Dinding Penahan (m)


1 5
Dinding penahan
pasangan batu
2 5
Dinding penahan tipe
gravitasi
3 10
Dinding penahan tipe
balok kantilever
6 12
Dinding penahan
dengan penyangga

2.5.3. Perencanaan Dinding Penahan Tanah

Ada 2 hal yang harus diperhitungkan dalam mendesain dinding penahan


tanah yaitu beban yang bekerja pada dinding penahan tanah dan
kemantapan dinding penahan tanah.

Beban yang bekerja pada dinding penahan tanah

Beban yang diperhitungkan bekerja pada dinding penahan tanah adalah


sebagai berikut:

 Berat sendiri dinding penahan : Berat sendiri dinding penahan tanah


yang digunakan dalam perhitungan kemantapan (stability) adalah berat
dinding penahan itu sendiri dan berat tanah pada bagian atas tumit
pelat lantai.

 Tekanan tanah

 Beban yang berasal dari pembebanan kendaraan : Apabila permukaan


tanah di belakang dinding akan digunakan untuk jalan raya, maka
pembebanan itu harus dimasukkan dalam perhitungan. Beban
dianggap sebesar 1 ton/m2 dalam hal pembebanan mobil.

2-67
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 Beban lainnya : Beban lainnya seperti daya apung dan tekanan air bila
disebutkan, maka beban itu harus dimasukkan dalam perhitungan.

Kemantapan tembok penahan

Berdasarkan beban yang bekerja pada dinding penahan tanah, maka


untuk keperluan perencanaan dinding penahan tersebut, perlu ditinjau:

 Kemantapan terhadap guling.

 Kemantapan terhadap longsor

 Kemantapan terhadap daya dukung tanah pondasi..

 Kemantapan keseluruhan sistem termasuk penanggulangan/pengisian


pada bagian belakang dan tanah pondasi sebagai suatu kesatuan.

Dari segi kemantapan, faktor keamanan yang lazim digunakan dalam


perencanaan dinding penahan tanah adalah 1,50. Jika angka keamanan
yang diperoleh ternyata kurang dari 1,50 maka dilakukan pengulangan
perhitungan dengan mengambil dimensi-dimensi bangunan yang lebih
sesuai.

2.6. Contoh Kasus Penerapan

Berikut ini diberikan contoh penerapan penggunaan prinsip-prinsip geometrik jalan


ke dalam perencanaan oprit jembatan:

2.6.1. Soal

Arah aliran air sungai

1

2
A PI1
Jembatan PI2
B

Direncanakan suatu oprit jembatan yang terletak pada tikungan gabungan


searah.

2-68
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Data-data untuk perhitungan alinyemen oprit jembanan adalah sebagai


berikut:

Jembatan terletak pada ruas jalan arteri pada jalan antar kota dengan
klasifikasi medan: perbukitan. Adapun data-data koordinat titik-titik penting
pada sketsa di atas adalah sebagai berikut:

Titik Sumbu X (m) Sumbu Y (m)

A 5.125 5.025

PI1 5.325 5.115

PI2 5.515 5.110

B 5.715 5.020

Hitunglah kurva data untuk PI1 dan PI2 dan jelaskan apakah ditinjau dari
aspek perencanaan geometrik jalan, tikungan gabungansearah yang
dicakup oleh garis A–PI1–PI2–B memenuhi syarat jika diantara PI1 – PI2
direncanakan pembuatan jembatan dengan as jembatan berupa garis
lurus, panjang jembatan 20 meter dan titik awal jembatan berada pada
jarak 82 meter dari titik PI1.

2.6.2. Jawaban

Jembatan terletak pada jalan arteri dengan klasifikasi medan daerah


perbukitan, maka berdasarkan Tabel II-6 Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga – Departemen Pekerjaan Umum tahun
1997, Kecepatan Rencana VR = 60-80 km/jam. Tetapkan VR = 60 km/jam
dan gunakan pemilihan kecepatan rencana in i untuk menghitung jari-jari
tikungan minimum dengan rumus :

v2
R
127( f  e)

2-69
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

v2
Rmin 
127( f max  emax )

emax untuk jalan antar kota = 10% (lihat hal 2-8 dan 2-17 modul ini),
sedangkan gesekan melintang f berkisar antara 0,10 – 0,24. Menurut
AASHTO, A Policy on Geometric Design Standard of Rural Highways
1965, untuk VR = 60 km/jam (atau = 37,26 mph) side friction f = 0,152.
Ambil fmax = 0,152 (lihat grafik di bawah), maka:

602 3600
Rmin  m m  112,50m .
127(0,152  0,10) 32

Untuk perencanaan tikungan pada PI1, dicoba memilih bentuk tikungan S-


C-S dengan R circle = 160 m > Rmin.

2-70
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

A. Menghitung panjang jarak A–PI1, PI1–PI2, PI2–B

dA-PI1 = [ xPI1  x A ]2  [ yPI1  y A ]2  [5.325  5.125]2  [5.115  5.025]2

= 40.000  8.100 = 219,32 m

d PI1-PI2 =

[ xPI 2  xPI1 ]2  [ yPI 2  yPI1 ]2  [5.515  5.325]2  [5.110  5.115]2

= 36.100  25 = 190,06 m

dPI2-B =

[ xB  xPI 2 ]2  [ yB  yPI2 ]2  [5.715  5.515]2  [5.020  5.110]2

= 40.000  8.100 = 219,32 m

B. Menghitung 1 dan 2

1 =  1 +  2 Arah aliran air sungai

2=- 2
YPI-1
PI1
2 PI2
A
1
YPI-2
B
YA 
YB

XA XPI-1 XPI-2 XB

2-71
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 yPI1  y A   yPI  yPI1 


1 = 1 + 2 = arc tg + arc tg  2
 xPI1  x A  xPI 2  xPI1

= arc tg
5.115  5.025 + arc tg
5.110  5.115
5.325  5.125 5.515  5.325
= arc tg (0.45) + tg (0.0263) = 24,23o + 4,59o = 28,79º.

2 =  – 2 = arc tg
 yB  yPI2 
– 2 = tg
5.020  5.110 – 4,59o
 xB  xPI2  5.715  5.515

= 24,23o – 4,59o = 19,64o.

C. Perhitungan Bagian-bagian Tikungan

1. Titik P1

a. Dipilih bentuk tikungan S-C-S

2-72
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Notasi:
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, yaitu jarak dari titik TS ke
proyeksi SC pada garis tangen
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen
Ls = Panjang lengkung peralihan (panjang lengkung dari TS ke
SC atau dari SC ke ST
Lc = Panjang busur lingkaran dari SC ke CS
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS = Titik yang menunjukkan perubahan dari tangen ke spiral
SC = Titik yang menunjukkan perubahan dari piral ke circle
CS = Titik yang menunjukkan perubahan dari circle ke spiral
ST = Titik yang menunjukkan perubahan dari spiral ke tangen
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
s = Sudut lengkung spiral
R, Rc = Jari-jari circle
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari p pada garis tangen spiral.

R = 160 m

1 = 28,79o

v3
Panjang lengkung peralihan Ls = (hal 2-7 modul ini)
R.C

VR = 60 km/jam = 60.000 m/60x60 dt = 16,67 m/dt.

R = 160 m

C = 0,4 m / dt3.

Ls = (16,67)3 / 160 x 0,4 m = 72,38 m.

Cek dengan rumus hal 2-20 modul ini, yaitu Ls min = v x t = (v/3,6) x t

= ( 60 / 3,60) x 3 m = 50 m.

Ambil Ls = 72,0 m > Ls minimum.

2-73
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 L2   722 
xs  1  s 2  .Ls  1  2 
x72m  68,36m
 40.R   40 x160 

Ls 2 722
ys    4,98m
6 R 6 x160

90 Ls 90 72
s = x  x  12, 90o
 R  160

Ls 2 722
p=  R (1  cos  s )   160(1  cos12, 9o )  5, 4  160(1  0975)m
6R 6 x160

= (5,40 – 4 m) = 1,40 m

Ls 3 723
k = Ls  2
 R sin  s  72  2
 160sin12,9o
40 R 40 x160

= (72 – 0,36 -35,72) m = 35,92 m.

Ts = (R + p) tg ½ 1 + k = (160 + 1,40) tg½ (28,79o) + 35,92 m

= 161,40 tg 14,395o 35,92 m = 41,43 + 35,92 m = 77,35 m.

Es = (R + p)sec ½ 1 – R = (160 + 1,40) sec 14,395o – 160

= (166,63 -160) m = 6,63 m.

(  2 s ) 28, 79  25, 60
Lc =  .R   .160m  8, 34m.
180 180

Ltotal = Ls + Lc + Ls = 72 + 8,34 + 72 = 152,34 m

Panjang bagian circle dari perhitungan di atas = 8,34 m < 25 m. Kondisi Lc


< 25 m ini terlalu pendek untuk digunakan pada tikungan S-C-S, sehingga
bventuk tikungan S-C-S harus diganti dengan tikungan berbentuk S-S.

b. Dipilih bentuk tikungan S-S

Lc =0

s = ½  ; Ltotal = 2 Ls

2-74
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

2 R 2 .160
 Ls = x 2 s  .28, 79  80, 36m .
360 360

 L2   80,362 
xs  1  s  .Ls  1  2 
.80,36  79,85m .
 40.R   40.160 

L 2 80,36 2
ys    6, 73m .
6 R 6 x160

s = ½ 1 = ½ x 28,79o = 14,395o.

Ls 2 80, 362
p =  R (1  cos  s )   160(1  cos14,395o )
6R 6 x160

= (6,73 – 5,02) m = 1,71 m.

Ls 3 80,363
k = Ls   R sin  s  80,36   160sin14,395
40 R 2 40 x1602

= (80,36 – 0,51 – 39,78) m = 40,07 m

Ts = (R + p). ½ 1 + k = (160 + 1,71)tg14,295 + 40,07 =

41,51 + 40,07 = 81,58 m

2-75
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Es = (R + p)sec ½  - R = (160 + 1,71) – R = (160 +1,71)sec 14,395º -


160 = 161,71 x (1 / 0,9686) – 160 m = 6,95 m.

Ltotal = 2 x 80,36 m = 160,72 m.

Superelevasi

v2 v2 602
R  e f   0,152  0,177  0,152
127( f  e) 127 R 127 x160

= (0,177 – 0,152) m = 0,025  e = 2½ %.

Dari panjang / jarak lurus PI1-PI2 = 190,06 m, sepanjang 81,58 m


merupakan wilayah tikungan PI1. Yang perlu kita perhitungan berikutnya
adalah berapa dari panjang jarak lurus PI1-PI2 = 190,06 m tersebut
merupakan wilayah tikungan PI2.

2. Titik PI2

Dipilih bentuk tikungan full Circle (fC) dengan Rc = 520 m > Rmin = 500 m.

Tc = Rc.tg ½2 = 500 tg½.(19,64o) = 500 tg 9,82º = 86,54 m.

Ec = Tc tg 1/42 = 86,54 tg 4,91º = 86,54 x 0,0859 m = 7,43 m

.2 .Rc 19, 64.2 .500


Lc =   178,16m
360 360

Kesimpulan

Arah aliran air sungai


Jembatan dengan panjang = 20 m

190.06 m Titik ST
PI1
1
PI2
A Ts = 81.58 m
2
Tc = 86,54 m B

21,94 m

2-76
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 Pada sketsa di atas dapat diperhatikan bahwa jarak antara PI1 dan PI2
= 190,06 m, digunakan untuk Ts = 81,58 m dan Tc = 86,54 m. Dengan
demikian masih terdapat sisa panjang bagian lurus dari tikungan
gabungan searah tersebut = 21,94 m > 20 m, yaitu panjang bagian
lurus minimal yang diijinkan pada tikungan gabungan searah.

 Dari bagian lurus sepanjang 21,94 m tersebut, digunakan untuk


penempatan jembatan dengan panjang = 20,0 m, berarti masih ada
sisa = 1,94 m. Yang penting sekarang adalah dimana lokasi ujung-
ujung jembatan yang direncanakan tersebut, apakah masih berada di
dalam bagian lurus ataukah sudah masuk ke dalam wailayah tikungan.
Ternyata dari contoh soal yang diberikan, ujung jembatan sebelah kiri
berada pada jarak 82,0 m dari titik PI1, artinya berada di sebelah kanan
sejauh 82,0 m – 81,58 m = 0,42 m dari titik ST. Jadi jembatan
sepanjang 20,0 m berada sepenuhnya pada bagian lurus diantara
tikungan gabungan searah.

 Dengan demikian perencanaan alinyemen horizontal oprit jembatan di


atas memenuhi persyaratan geometrik, dengan bentuk tikungan pada
wilayah PI1 berupa spiral-spiral dan pada wilayah PI2 berupa full circle.

2-77
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

RANGKUMAN

a. Bab 2 dari modul ini menjelaskan perencanaan geometri oprit jembatan, perencanaan
timbunan oprit jembatan, perencanaan perkerasan untuk oprit jembatan dan
perencanaan dinding penahan tanah untuk oprit jembatan.

b. Perencanaan geometri oprit jembatan, memberikan uraian tentang penetapan


alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal oprit jembatan. Dalam hal alinyemen
horizontal jembatan, ada 3 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu kemungkinan
pertama oprit sepenuhnya berada pada alinyemen lurus, kemungkinan kedua oprit
berada pada alinyemen tikungan gabungan searah, dan kemungkinan ketiga oprit
berada pada alinyemen tikungan gabungan balik. Kemungkinan kedua dan ketiga
mempersyaratkan bahwa harus ada segmen alinyemen horizontal yang sama sekali
lurus dengan panjang  20 meter agar tikungan gabungan searah atau tikungan
gabungan balik memenuhi persyaratan geometri. Persyaratan ini dijadikan
pertimbangan untuk titik awal dan tik akhir alinyemen oprit baik pada sisi sebelah kiri
maupun sisi sebelah kanan dari oprit jembatan.

c. Perencanaan timbunan oprit, memberikan uraian tentang fungsi tanah dasar dalam
memikul timbunan di atasnya, bagaimana memilih material timbunan yang memenuhi
persyaratan teknis, jenis-jenis longsoran yang mungkin terjadi pada timbunan oprit,
dan prinsip-prinsip perhitungan penurunan oprit jembatan.

d. Perencanaan perkerasan untuk oprit jembatan, memberikan gambaran parameter-


parameter untuk menyiapkan perhitungan perkerasan lentur ataupun perkerasan kaku
tergantung kebijakan teknis yang ditetapkan oleh pemilik pekerjaan.

e. Perencanaan dinding penahan tanah, memberikan uraian tentang prinsip-prinsip


perencanaan dinding penahan tanah, pemilihan tipe dinding penahan tanah dikaitkan
dengan tinggi dinding penahan, dan kemantapan dinding penahan tanah dikaitkan
dengan beban-beban yang bekerja.

2-78
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas
tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka
pertanyaan dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :


INA.5212.113.01.06.07 : Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap
dan pengaman jembatan

Soal :
Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Merencanakan oprit (jalan
pendekat) jembatan

1.1. Geometri oprit 1.1. Apakah anda mampu a. .........................


jembatan merencanakan
b. .........................
direncanakan sesuai geometri oprit
dengan ketentuan jembatan sesuai c. .........................
teknis yang berlaku dengan ketentuan dst.
teknis yang berlaku?

1.2. Timbunan untuk oprit 1.2. Apakah anda mampu a. .........................


jembatan merencanakan
b. .........................
direncanakan sesuai timbunan untuk oprit
dengan persyaratan jembatan sesuai c. .........................
teknis yang dengan persyaratan dst.
ditentukan teknis yang
ditentukan?

1.3. Perkerasan untuk 1.3. Apakah anda mampu a. .........................


oprit jembatan merencanakan
b. .........................
direncanakan sesuai perkerasan untuk
dengan persyaratan oprit jembatan c. .........................
teknis yang sesuai dengan dst.
ditentukan persyaratan teknis
yang ditentukan?

2-79
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

1.4. Dinding penahan 1.4. Apakah anda mampu a. .........................


tanah untuk oprit merencanakan
b. .........................
jembatan dinding penahan
direncanakan sesuai tanah untuk oprit c. .........................
dengan persyaratan jembatan sesuai dst.
teknis yang dengan persyaratan
ditentukan teknis yang
ditentukan?

2-80
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

BAB 3
PERENCANAAN BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN

3.1. Umum

Bab ini mengetengahkan perencanaan bangunan pelengkap jembatan yang


mencakup perencanaan sandaran bangunan atas jembatan, guard rail pada oprit
jembatan, parapet jembatan dan pipa cucuran untuk drainase lantai jembatan.
Meskipun disebut bangunan pelengkap, namun apabila keempat jenis bangunan
tersebut tidak dicakup di dalam desain jembatan, maka jembatan belum dapat
difungsikan sebagai bagian dari jaringan jalan.

Sandaran, pada umumnya menggunakan standar-standar yang telah ada, terdiri dari
tiang sandaran yang dibuat dari plat baja tebal 25 mm, pipa baja  3”, plat baja tebal
25 mm untuk tempat dudukan angkur, angkur  22 mm yang dipasang pada dinding
beton.

Guard rail, pada umumnya menggunakan standar yang telah ada, merupakan
pengaman dari baja yang dipasang dibahu jalan pada oprit jembatan, dimaksudkan
untuk menjaga agar kendaraan yang melewati oprit jembatan tidak meluncur keluar
dari wilayah jembatan

Parapet, merupakan tembok batu bata dengan panjang, lebar dan tinggi tertentu,
yang diletakkan di keempat titik di ujung-ujung jembatan sebagai tanda mulai masuk
ke jembatan atau keluar dari jembatan.

Pipa cucuran, pada umumnya sudah ada standarnya yaitu menggunakan pipa baja
 3” atau 4” tergantung pertimbangan desain, dimaksudkan untuk membantu agar
lantai jembatan kering segera setelah hujan reda.

3.2. Perencanaan Sandaran Bangunan Atas Jembatan

3.2.1. Perencanaan Pembebanan Untuk Sandaran

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya SKBI


1.3.28.1987 UDC 624.042: 624.21 atau SNI No. 1725 -1989 F, tiang
sandaran pada setiap tepi trotoir harus diperhitungkan untuk dapat menahan

3-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

beban horizontal sebesar 100 kg/m’, yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas
lantai trotoir.

Pada umumnya sandaran sudah ada desainnya, terdiri dari:


 plat baja tebal 25 mm setinggi 48 cm, diklem ke dinding beton setinggi 50
cm dengan menggunakan plat baja tebal 25 mm dan angkur  22 mm.
 2 pipa baja  3” tiap satu sisi jembatan, yang dipasang sejajar dengan as
jembatan.
 plat baja tebal 25 mm ukuran 20 cm x 20 cm untuk tempat dudukan
angkur,
 4 angkur  22 mm untuk tiap 1 tiang sandaran, yang dipasang pada
dinding beton.

Dengan demikian praktis tiang sandaran tidak perlu didesain lagi, cukup
menggunakan standar yang telah ada dan lazim digunakan. Meskipun
demikian jika Pemilik Pekerjaan menghendaki desain sandaran, perencana
dapat menggunakan standar pembebanan yang berlaku dan melakukan
cross check untuk mengetahui apakah potongan-potongan baja di lokasi
kritis (untuk tiang sandaran, lokasi kritis terletak pada perpotongan tiang
sandaran dengan plat baja penyambung di kaki sandaran) tegangan-
tegangan yang timbul akibat masih berada di bawah tegangan yang diijinkan.

Oleh karena pada dasarnya tiang sandaran tidak perlu didesain lagi, maka
yang perlu dipersiapkan oleh bridge design engineer adalah ketentuan-
ketentuan yang harus dicantumkan di dalam Spesifikasi Teknis mencakup
persyaratan bahan, standar rujukan yang digunakan, toleransi, ketentuan-
ketentuan penyediaan/pemasangan sandaran, dan pengendalian mutu.

3.2.2. Persyaratan Bahan Untuk Penyediaan Sandaran

Baja

Bahan untuk sandaran jembatan harus baja rol dengan tegangan leleh 2800
kg/cm2 memenuhi AASHTO M183 - 90 atau standar lain yang disetujui oleh
Direksi Pekerjaan. Atas perintah Direksi Pekerjaan, Kontraktor harus menguji
baja rol di instasi pengujian yang disetujui bilamana tidak terdapat sertifikat
pabrik pembuatnya.

Baut Pemegang (Holding Down Bolt)

3-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Baut pemegang harus berbentuk U dan berdiameter 25 mm memenuhi


ASTM A307 atau, bila disetujui oleh Direksi Pekerjaan, setara dengan Baut
Jangkar Dengan Perekat Epoxy (Epoxy Bonded Stud Anchor Bolts).

Paku jangkar jenis lainnya tidak diijinkan. Semua baut pemegang harus
diproteksi terhadap korosi atau digalvanisasi.

3.2.3. Standar Rujukan Penyediaan Sandaran

A. Standar Nasional Indonesia (SNI) :

SNI 03-2446-1991: Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan

SNI 07-0722-1989: Baja Canai Panas untuk Konstruksi Umum

B. AASHTO :

AASHTO M 111-04 : Zinc (Hot-Dip Galvanized) Coatings on Iron and


Steel Products

C. ASTM :

ASTM A 307 : Mild Steel Nuts and Bolts

AWS D 210 : Welded Highway and Steel Bridges

3.2.4. Toleransi Pemasangan Sandaran

Diameter lubang : - 0,4 mm, + 1 mm.

Tiang Sandaran : Akan dipasang baris demi baris serta ketinggian, tiang-
tiang harus tegak dengan toleransi tidak melampaui 3 mm per meter tinggi.

Sandaran (railing) : Panel sandaran yang berbatasan harus segaris satu


dengan lainnya dalam rentang 3 mm.

Kelengkungan : Sandaran harus memenuhi kurva jembatan. Kurva ini


dapat dibentuk dengan serangkaian tali antara tiang.
Tampak : Sandaran harus menunjukkan penampilan yang halus dan
seragam jika dalam posisi akhir.

Lihat Gambar 3-1 pada halaman selanjutnya:

3-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Gambar 3-1 Sandaran Jembatan

3.2.5. Penyediaan dan Pemasangan Sandaran

A. Umum

Fabrikasi bahan sandaran umumnya harus dilaksanakan sesuai dengan


ketentuan tentang Baja Struktur. Sandaran harus difabrikasi di bengkel
yang disetujui. Sambungan pada panel yang berbatasan harus sangat
tepat (match-marked) untuk maksud pemasangan.

B. Pengelasan

3-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Pengelasan harus dilaksanakan oleh tenaga yang trampil, dengan cara


yang ahli, mengetahui detail semua sifat-sifat bahan. Lapisan yang
terekspos harus dikupas, digosok, dikikir dan dibersihkan untuk
mendapatkan penampilan yang bersih sebelum digalvanisasi.

Pelat dasar harus dilas ke tiang-tiang untuk menghitung setiap ketinggian


yang diberikan dalam Gambar dan dengan cara yang sedemikian hingga
tiang-tiang ini akan tegak jika dalam posisi akhir.

C. Galvanisasi

Semua bagian baja harus digalvanisasi sesuai dengan AASHTO M111-


04 Galvanizing, kecuali jika galvanisasi ini telah mempunyai tebal
minimum 80 mikron. Pekerjaan pengeboran dan pengelasan harus sudah
selesai sebelum galvanisasi. Agar kondensasi uap air dapat lolos setelah
fabrikasi sebelum galvanisasi, pipa harus dilengkapi dengan lubang yang
ditunjukkan dalam Gambar. Setiap penambahan lubang yang diperlukan
untuk pengaliran atau diperlukan untuk galvanisasi harus diletakkan
dalam posisi yang sedemikian hingga tidak langsung tampak dan tidak
mengurangi kapasitas pipa terhadap beban. Pipa harus digalvanisasi luar
dan dalam. Setelah galvanisasi elemen-elemen sandaran selesai,
pengelasan atau pengeboran tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan
Direksi Pekerjaan. Perbaikan galvanisasi, selanjutnya akan dilaksanakan
(setelah semua karat, uap air, galvanisasi yang mengelupas, minyak dan
benda-benda asing lainnya telah dibersihkan) dengan 3 lapis cat dasar
serbuk seng (zinc dust) yang bermutu tinggi dan awet seperti yang
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

D. Pemasangan

Pemasangan harus sesuai dengan ketentuan tentang Baja Struktur.


Sandaran harus dipasang dengan hati-hati sesuai dengan garis dan
ketinggian yang ditunjukkan dalam Gambar. Sandaran harus disetel
dengan hati-hati sebelum dimatikan agar dapat memperoleh sambungan
yang tepat, alinyemen yang benar dan lendutan balik (camber) pada
seluruh panjang. Persetujuan dari Direksi Pekerjaan harus diperoleh
sebelum sandaran dimatikan. Penyedia Jasa akan memberitahukan
Direksi Pekerjaan bilamana pemeriksaan dan persetujuannya diperlukan.

3-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

3.2.6. Rencana Pengendalian Mutu

A. Penerimaan bahan

Bahan yang diterima harus diperiksa oleh pengawas penerimaan bahan


dengan mengecek/ memeriksa bukti tertulis yang menunjukkan bahwa
bahan-bahan yang telah diterima harus sesuai dengan ketentuan
persyaratan bahan.

B. Jaminan Mutu

Mutu bahan yang dipasok, kecakapan kerja dan hasil akhir harus
dipantau dan dikendalikan sebagaimana yang disyaratkan dalam Standar
Rujukan.

C. Penyimpanan dan Penanganan Bahan

Bagian-bagian baja harus ditangani dan disimpan dengan hati-hati dalam


tempat tertentu, rak atau landasan, dan tidak boleh bersentuhan
langsung dengan permukaan tanah serta harus dilindungi dari korosi.
Bahan harus dijaga agar bebas dari debu, minyak, gemuk dan benda-
benda asing lainnya. Permukaan yang dicat harus dilindungi baik di
bengkel maupun di lapangan. Sekrup-sekrup harus dilindungi dari
kerusakan.

D. Perbaikan Terhadap Pekerjaan Yang Tidak Memenuhi Ketentuan

 Selama pengangkutan, penyimpanan, penanganan atau


pemasangan, setiap sandaran yang mengalami kerusakan berat
seperti melengkung atau penyok, harus diganti. Sandaran yang
mengalami kerusakan pada pengelasan harus dikembalikan ke
bengkel untuk diperbaiki pengelasannya dan digalvanisasi ulang;

 Sandaran yang mengalami kerusakan pada galvanisasi atau


pengecatan harus dikembalikan ke bengkel dan diperbaiki sampai
baik. Kerusakan kecil pada pekerjaan cat mungkin dapat diperbaiki di
lapangan, sesuai dengan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

E. Pemeliharaan Pekerjaan Yang Telah Diterima

Tanpa mengurangi kewajiban Penyedia Jasa untuk melaksanakan


perbaikan terhadap pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan atau

3-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

gagal Penyedia Jasa juga harus bertanggungjawab atas pemeliharaan


rutin dari semua sandaran jembatan yang telah selesai dan diterima
selama Periode Kontrak termasuk Periode Pemeliharaan. Pekerjaan
pemeliharaan rutin tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
Spesifikasi Teknis.

3.3. Perencanaan Guard Rail Pada Oprit Jembatan

Yang dimaksud dengan guard rail pada oprit jembatan adalah bangunan pelengkap
jalan (pada segmen oprit jembatan) yang dipasang sebagai pembatas jalur lalu lintas
dengan bagian jalan lainnya dan berfungsi sebagai pengaman atau
penghalang/pencegah kendaraan keluar dari jalur lalu lintas.

Umumnya posisi guard rail diletakkan pada daerah luas jalan yang menikung dan
berbahaya dan dipasang pada tepi luar bahu jalan pada daerah timbunan atau
daerah yang curam dengan kedalaman lebih dari 2 (dua) meter.

Guard rail dapat pula digunakan pada median apabila lebar median kurang dari 1,20
meter sedangkan kecepatan kendaraan rencana lebih besar dari 80 km/jam.

3.3.1. Persyaratan Bahan Guard Rail

Bahan guard rail harus terbuat dari baja yang digalvanisasi, dibuat di pabrik
dari lembaran baja yang memenuhi AASHTO M180 dengan ketebalan
minimum 2,67 mm dan sifat-sifatnya harus:

 Suatu pemanjangan yang tidak kurang daripada 12 % untuk pengujian tarik


pada sebuah baut dengan panjang kira-kira 5 cm.

 Mempunyai kekuatan tarik batas (ultimate) dari 4.900 kg/cm2 (70.000 psi).

 Lapisan seng hasil galvanisasi pada lembaran baja harus mempunyai berat
minimum 550 gram/m2 (pengujian satu titik) dan 610 gram/m2 (pengujian
tiga titik) atau mempunyai ketebalan minimum 0,08 mm.

 Elemen rel pengaman yang dibuat dari lebaran baja harus mempunyai
lebar nominal 483 mm dengan toleransi lebar nominal minus 3,2 mm.

Bahan untuk post dapat berupa pipa besi  15 cm, besi kanal 6” WEB I-Beam
atau kayu 8” x 8”.

3-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Selanjutnya lihat gambar guard rail berikut:

3-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Gambar 3-2 Guard Rail

Gambar 3-2 Tampak Atas dan Tampak Muka Guard Rail

3.3.2. Pemasangan Guard Rail

Bila dianggap perlu, Penyedia Jasa wajib mengadakan pengujian terhadap


bahan-bahan tersebut pada laboratorium yang ditunjuk Direksi Pekerjaan.

Semua bahan untuk pekerjaan ini harus ditinjau dan diuji, baik pada saat
pembuatan, pengerjaan maupun pelaksanaan di lapangan oleh Direksi
Pekerjaan atas tanggungan Penyedia Jasa tanpa biaya tambahan.

3.3.3. Rencana Pengendalian Mutu

A. Penerimaan Bahan
Bahan yang diterima harus diperiksa oleh pengawas penerimaan bahan
dengan mengecek/ memeriksa bukti tertulis yang menunjukkan bahwa
bahan-bahan yang telah diterima harus sesuai dengan ketentuan
persyaratan bahan

3-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

B. Perbaikan Terhadap Pekerjaan Yang Tidak Memenuhi Ketentuan


Setiap Guard Rail yang tidak memenuhi ketentuan dari Spesifikasi yang
telah ditentukan atau menurut pendapat Direksi Pekerjaan dalam segala
hal tidak dapat diterima, maka harus diperbaiki atau diganti oleh
Penyedia Jasa dengan biaya sendiri atas petunjuk Direksi Pekerjaan.

C. Pemeliharaan Pekerjaan Yang Telah Diterima


Tanpa mengurangi kewajiban Penyedia Jasa untuk melaksanakan
perbaikan terhadap pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan atau
gagal sebagaimana disyaratkan dalam Spesifikasi, Penyedia Jasa juga
harus bertanggungjawab atas pemeliharaan rutin untuk guard rail yang
telah selesai dan diterima selama Periode Kontrak termasuk Periode
Pemeliharaan. Pekerjaan pemeliharaan rutin tersebut harus dilaksanakan
sesuai dengan Spesifikasi.

3.4. Perencanaan Parapet Jembatan

3.4.1. Perencanaan Pembebanan Perencanaan Parapet

Yang dimaksud dengan Parapet adalah suatu struktur pada/atau sekitar


jembatan yang berfungsi sebagai pengamanan terhadap struktur jembatan
atau pengguna jalan. Dengan mengambil referensi Pedoman Perencanaan
Pembebanan Jembatan Jalan Raya SKBI 1.3.28.1987 UDC 624.042: 624.21
atau SNI No. 1725 -1989 F, dalam merencanakan parapet jembatan, ahli
perencanaan teknis jembatan dapat mengambil analogi gaya khusus yang
bekerja pada parapet sama dengan gaya tumbuk pada jembatan layang.
Untuk menghitung gaya akibat tumbukan antara kendaraan dan parapet
dapat digunakan salah satu dari kedua gaya tumbuk horozontal yang paling
menentukan yaitu:

 Pada arah lalu lintas = 100 ton

 Pada arah tegak lurus lalu lintas = 50 ton

Gaya-gaya tumbuk tersebut dianggap bekerja pada tinggi 1.80 m di atas


permukaan jalan raya.

Selain asumsi-asumsi yang diperlukan untuk perencanaan, yang perlu


dipersiapkan oleh bridge design engineer adalah ketentuan-ketentuan yang
harus dicantumkan di dalam Spesifikasi Teknis mencakup persyaratan

3-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

bahan, standar rujukan yang digunakan, toleransi, ketentuan-ketentuan


pelaksanaan, dan pengendalian mutu.

3.4.2. Persyaratan Bahan Parapet

A. Batu

Batu harus bersih, keras, tanpa bagian yang tipis atau retak dan harus
dari jenis yang diketahui awet. Bila perlu, batu harus dibentuk untuk
menghilangkan bagian yang tipis atau lemah
Batu harus rata, lancip atau lonjong bentuknya dan dapat ditempatkan
saling mengunci bila dipasang bersama-sama
Terkecuali diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan, batu harus memiliki
ketebalan yang tidak kurang dari 150 mm, lebar tidak kurang dari satu
setengah kali tebalnya dan panjang yang tidak kurang dari satu setengah
kali lebarnya.

B. Adukan Semen

1. Semen harus memenuhi ketentuan dalam SNI 15-2049-1994.

2. Agregat halus harus memenuhi ketentuan dalam AASHTO M45-04.

3. Kapur tohor harus memenuhi ketentuan dalam jumlah residu, letupan


dan lekukan (popping & pitting), dan penahan air sisa untuk kapur
jenis N dalam ASTM C207.

4. Air yang digunakan untuk campuran, perawatan, atau pemakaian


lainnya harus bersih, dan bebas dari bahan yang merugikan seperti
minyak, garam, asam, basa, gula atau organik. Air harus diuji sesuai
dengan; dan harus memenuhi ketentuan dalam SNI 03-6817-2002
tentang Metode Pengujian Mutu Air Untuk digunakan dalam Beton.
Air yang diketahui dapat diminum dapat digunakan. Bilamana timbul
keragu-raguan atas mutu air yang diusulkan dan pengujian air seperti
di atas tidak dapat dilakukan, maka harus diadakan perbandingan
pengujian kuat tekan mortar semen dan pasir dengan memakai air
yang diusulkan dan dengan memakai air murni hasil sulingan. Air
yang diusulkan dapat digunakan bilamana kuat tekan mortar dengan
air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari mempunyai kuat tekan

3-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

minimum 90% dari kuat tekan mortar dengan air suling untuk periode
umur yang sama.

C. Batu Bata

Batu bata yang akan digunakan harus sesuai dengan yang ditentukan
dalam dokumen kontrak dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

3.4.3. Standar Rujukan Bahan Parapet

A. Standar Nasional Indonesia (SNI) :

SNI 15-2049-2004: Semen Portland

SNI 15-3758-2004: Semen Mansory

B. AASHTO :

AASHTO M45-04 : Aggregate for Masonry Mortar

C. ASTM :

ASTM C91 : Masonry Cement

ASTM C207 : Hydrated Lime

ASTM C270 : Mortar forUnit Masonry

3.4.4. Toleransi Pembuatan Parapet

Sisi muka masing-masing batu dari permukaan pasangan batu dengan


mortar tidak boleh melebihi 1 cm dari profil permukaan rata-rata pasangan
batu dengan mortar di sekitarnya.

Untuk pelapisan selokan dan saluran air, profil permukaan rata-rata selokan
dan saluran air yang dibentuk dari pasangan batu dengan mortar tidak boleh
berbeda lebih dari 2 cm dari profil permukaan lantai saluran yang ditentukan
atau disetujui, juga tidak bergeser lebih dari 5 cm dari profil penampang
melintang yang ditentukan atau disetujui.

Tebal minimum setiap pekerjaan pasangan batu dengan mortar 10 cm

Profil akhir untuk struktur kecil yang tidak memikul beban seperti lubang
penangkap dan lantai golak tidak boleh bergeser lebih dari 2 cm dari profil
yang ditentukan atau disetujui.

3-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

3.4.5. Rencana Pelaksanaan Pembuatan Parapet

A. Rencana pelaksanaan pemasangan batu

Landasan dari adukan baru paling sedikit 30 mm tebalnya harus


dipasang pada fondasi yang disiapkan sesaat sebelum penempatan
masing-masing batu pada lapisan pertama. Batu besar pilihan harus
digunakan untuk lapis dasar dan pada sudut-sudut. Perhatian harus
diberikan untuk menghindarkan pengelompokkan batu yang berukuran
sama;

Batu harus dipasang dengan muka yang terpanjang mendatar dan muka
yang tampak harus dipasang sejajar dengan muka dinding dari batu yang
terpasang;

Batu harus ditangani sedemikian hingga tidak menggeser atau


memindahkan batu yang telah terpasang. Peralatan yang cocok harus
disediakan untuk memasang batu yang lebih besar dari ukuran yang
dapat ditangani oleh dua orang. Menggelindingkan atau menggulingkan
batu pada pekerjaan yang baru dipasang tidak diperkenankan.

B. Rencana Penempatan Adukan (Pasangan Batu)

Sebelum pemasangan, batu harus dibersihkan dan dibasahi sampai


merata dan dalam waktu yang cukup untuk memungkinkan penyerapan
air mendekati titik jenuh. Landasan yang akan menerima setiap batu juga
harus dibasahi dan selanjutnya landasan dari adukan harus disebar pada
sisi batu yang bersebelahan dengan batu yang akan dipasang;

Tebal dari landasan adukan harus pada rentang antara 20 mm sampai 50


mm dan merupakan kebutuhan minimum untuk menjamin bahwa seluruh
rongga antara batu yang dipasang terisi penuh;

Banyaknya adukan untuk landasan yang ditempatkan pada suatu waktu


haruslah dibatasi sehingga batu hanya dipasang pada adukan baru yang
belum mengeras. Bilamana batu menjadi longgar atau lepas setelah
adukan mencapai pengerasan awal, maka batu tersebut harus dibongkar,
dan adukannya dibersihkan dan batu tersebut dipasang lagi dengan
adukan yang baru.

3-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

3.4.6. Rencana pengendalian mutu

A. Penerimaan Bahan

Bahan yang diterima harus diperiksa oleh pengawas penerimaan bahan


dengan mengecek/ memeriksa bukti tertulis yang menunjukkan bahwa
bahan-bahan yang telah diterima harus sesuai dengan ketentuan
persyaratan bahan

B. Ketentuan Lubang Sulingan dan Delatasi (Pasangan Batu)

Dinding dari pasangan batu harus dilengkapi dengan lubang sulingan.


Kecuali ditunjukkan lain pada Gambar atau diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan, lubang sulingan harus ditempatkan dengan jarak antara tidak
lebih dari 2 m dari sumbu satu ke sumbu lainnya dan harus berdiameter
50 mm;

Pada struktur panjang yang menerus seperti dinding penahan tanah,


maka delatasi harus dibentuk untuk panjang struktur tidak lebih dari 20
m. Delatasi harus 30 mm lebarnya dan harus diteruskan sampai seluruh
tinggi dinding. Batu yang digunakan untuk pembentukan sambungan
harus dipilih sedemikian rupa sehingga membentuk sambungan tegak
yang bersih dengan dimensi yang disyaratkan di atas;

Timbunan di belakang delatasi haruslah dari bahan Drainase Porous


berbutir kasar dengan gradasi menerus yang dipilih sedemikian hingga
tanah yang ditahan tidak dapat hanyut jika melewatinya, juga bahan
Drainase Porous tidak hanyut melewati sambungan

C. Pekerjaan Akhir Pasangan Batu

Sambungan antar batu pada permukaan harus dikerjakan hampir rata


dengan permukaan pekerjaan, tetapi tidak sampai menutup batu,
sebagaimana pekerjaan dilaksanakan

Terkecuali disyaratkan lain, permukaan horisontal dari seluruh pasangan


batu harus dikerjakan dengan tambahan adukan tahan cuaca setebal 20
mm, dan dikerjakan sampai permukaan tersebut rata, mempunyai lereng
melintang yang dapat menjamin pengaliran air hujan, dan sudut yang
dibulatkan. Lapisan tahan cuaca tersebut harus dimasukkan ke dalam
dimensi struktur yang disyaratkan;

3-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Segera setelah batu ditempatkan, dan sewaktu adukan masih baru,


seluruh permukaan batu harus dibersihkan dari bekas adukan

Bilamana pekerjaan pasangan batu yang dihasilkan cukup kuat, dan


dalam waktu yang tidak lebih dini dari 14 hari setelah pekerjaan
pasangan selesai dikerjakan, penimbunan kembali harus dilaksanakan
seperti disyaratkan, atau seperti diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan,
sesuai dengan ketentuan yang berkaitan dengan Timbunan, atau Seksi
dan Drainase Porous;

Lereng yang bersebelahan dengan bahu jalan harus dipangkas dan


untuk memperoleh bidang antar muka rapat dan halus dengan pasangan
batu sehingga akan memberikan drainase yang lancar dan mencegah
gerusan pada tepi pekerjaan pasangan batu.

3.5. Perencanaan Pipa Cucuran Untuk Drainase Lantai Jembatan

Yang dimaksud dengan Pipa Cucuran adalah suatu pipa yang ada pada sepanjang
lantai jembatan untuk membuang air dari lantai tanpa mengenai elemen lain.

3.5.1. Persyaratan Bahan Pipa Cucuran

Bahan untuk pipa cucuran jembatan harus baja dengan diameter minimal 3
inci atau 75 mm dan terbenam di dalam struktur lantai jembatan. Pipa
cucuran dengan tegangan leleh 280 MPa dan harus memenuhi standar SNI
07-0722-1989 dan ASTM 252, atau standar lain yang disetujui oleh Direksi
Pekerjaan.

Atas perintah Direksi Pekerjaan, Penyedia Jasa harus menguji baja di


instansi pengujian yang disetujui bilamana tidak terdapat sertifikat pabrik
pembuatnya.
Semua bagian baja harus digalvanisasi sesuai dengan AASHTO M111-04,
kecuali jika galvanisasi ini telah mempunyai tebal minimum 80 mikron.

3.5.2. Standar Rujukan Penyediaan Pipa Cucuran

A. Standar Nasional Indonesia (SNI) :

SNI 07-0722-1989: Baja Canai Panas Untuk Konstruksi Umum

3-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

B. AASHTO :

AASHTO M111-04 : Zinc (Hot-Dip Galvanized)Coatings on Iron and


Steel Products

C. ASTM :

ASTM A252 : Steel Pipe

3.5.3. Rencana Pelaksanaan Pemasangan Pipa Cucuran

Pemasangan pipa cucuran harus sesuai dengan garis dan ketinggian yang
ditunjukkan dalam Gambar. Pipa cucuran panjangnya harus melebih 200 mm
dari bagian elevasi terbawah dari struktur utama bangunan atas

3.5.4. Rencana Pengendalian Mutu

A. Penerimaan Bahan

Bahan yang diterima harus diperiksa oleh pengawas penerimaan bahan


dengan mengecek/ memeriksa bukti tertulis yang menunjukkan bahwa
bahan-bahan yang telah diterima harus sesuai dengan ketentuan
persyaratan bahan

B. Penyimpanan dan Penanganan Bahan

Bagian-bagian baja harus ditangani dan disimpan dengan hati-hati dalam


tempat tertentu, rak atau landasan, dan tidak boleh bersentuhan
langsung dengan permukaan tanah serta harus dilindungi dari korosi.

C. Perbaikan Terhadap Pekerjaan Yang Tidak Memenuhi Ketentuan

Selama pengangkutan, penyimpanan, penanganan atau pemasangan,


setiap pipa cucuran yang mengalami kerusakan berat seperti
melengkung atau penyok, harus diganti. pipa cucuran yang mengalami
kerusakan pada pengelasan harus dikembalikan ke bengkel untuk
diperbaiki pengelasannya dan digalvanisasi ulang

Pipa cucuran yang mengalami kerusakan pada galvanisasi atau


pengecatan harus dikembalikan ke bengkel dan diperbaiki sampai baik.
Kerusakan kecil pada pekerjaan cat mungkin dapat diperbaiki di
lapangan, sesuai dengan persetujuan dari Direksi Pekerjaan

3-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

D. Pemeliharaan Pekerjaan Yang Telah Diterima

Tanpa mengurangi kewajiban Penyedia Jasa untuk melaksanakan


perbaikan terhadap pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan atau
gagal sebagaimana disyaratkan dalam Spesifikasi, Penyedia Jasa juga
harus bertanggungjawab atas pemeliharaan rutin dari semua Pipa
cucuran jembatan yang telah selesai dan diterima selama Periode
Kontrak termasuk Periode Pemeliharaan. Pekerjaan pemeliharaan rutin
tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan Spesifikasi.

3-17
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

RANGKUMAN

a. Bab 3 dari modul ini menjelaskan perencanaan sandaran bangunan atas jembatan,
perencanaan guard rail pada oprit jembatan, perencanaan parapet jembatan, dan
perencanaan cucuran untuk drainase lantai jembatan.

b. Perencanaan sandaran bagunan atas jembatan, memberikan gambaran tentang


persyaratan bahan sandaran, ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyediaan
sandaran, serta rencana pengendalian mutu agar sandaran terpasang memenuhi
fungsinya secara optimal.

c. Perencanaan guard rail pada oprit jembatan, memberikan gambaran tentang


persyaratan bahan guard rail, ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyediaan
guard rail, serta rencana pengendalian mutu agar guard rail terpasang memenuhi
fungsinya secara optimal.

d. Perencanaan parapet,, memberikan gambaran tentang persyaratan bahan parapet,


ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyediaan parapet, serta rencana
pengendalian mutu agar parapet terpasang memenuhi fungsinya secara optimal.

e. Perencanaan pipa cucuran drainase lantai jembatan, memberikan gambaran tentang


persyaratan bahan pipa cucuran drainase lantai jembatan, ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan penyediaan pipa cucuran, serta rencana pengendalian mutu agar
pipa cucuran terpasang memenuhi fungsinya secara optimal.

3-18
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :


INA.5212.113.01.06.07 : Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap
dan pengaman jembatan

Soal :
Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Merencanakan oprit (jalan Sudah dibuat soalnya di
pendekat) jembatan Bab 2

2. Merencanakan bangunan
pelengkap jembatan

2.1. Sandaran bangunan 2.1. Apakah anda mampu a. .........................


atas jembatan merencanakan
b. .........................
(railing) sandaran bangunan
direncanakan sesuai atas jembatan c. .........................
dengan persyaratan (railing)? dst.
teknis yang
ditentukan
2.2. Guard rail pada oprit 2.2. Apakah anda mampu a. .........................
jembatan merencanakan guard
b. .........................
direncanakan sesuai rail pada oprit
dengan persyaratan jembatan? c. .........................
teknis yang dst.
ditentukan
2.3. Parapet jembatan 2.3. Apakah anda mampu a. .........................
direncanakan sesuai merencanakan
b. .........................
dengan persyaratan parapet jembatan?
teknis yang c. .........................
ditentukan dst.

2.4. Pipa cucuran untuk 2.4. Apakah anda mampu a. .........................


drainase lantai merencanakan
b. .........................
jembatan cucuran pipa
direncanakan sesuai drainase jembatan? c. .........................
dengan persyaratan dst.
teknis yang
ditentukan

3-19
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

3-20
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

BAB 4
PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN JEMBATAN

4.1. Umum

Bab ini mengetengahkan perencanaan bangunan pengaman jembatan yang


mencakup perencanaan fender pengaman pilar di sungai, bronjong untuk pengaman
abutment, dan rambu-rambu pengaman jembatan.

Perencanaan fender, mencakup prinsip-prinsip pembuatan bangunan untuk


mengamankan pilar jembatan dari energi tumbukan kapal .

Bronjong untuk pengaman abutment, mencakup penyediaan batu yang diisikan ke


dalam bronjong kawat (gabion) untuk mengamankan tebing sungai di sekitar
abutment.

Rambu-rambu pengaman jembatan, merupakan upaya melengkapi perencanaan


jembatan dengan rambu-rambu, marka jalan dan lain-lain untuk keselamatan,
keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi pemakai
jalan.

4.2. Perencanaan Fender

4.2.1. Prinsip Perencanaan Fender

Perencanaan fender didasarkan atas 2 prinsip sebagai berikut:

 Struktur fender sebagai peredam energi tumbukan kapal sampai ke


tingkat kekuatan ijin pilar jembatan

 Struktur fender sebagai pelindung pilar jembatan terhadap energi


tumbukan kapal

Energi tumbukan kapal dihitung berdasarkan perumusan gaya akselerasi


sebagai berikut:
KE   F ( x)dx

C H x0.5W (V ) 2
KE 
g

4-1
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

dimana:

KE = Energi kinetik dari kapal desain (tm)


F(x) = Gaya pelindung struktur F(t) sebagai fungsi lendutan x (m)

CH = Koefisien hidrodinamis masa air yang bergerak bersama


kapal, yang merupakan interpolasi antara
a. 1.05 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan
...... 0.5 x DL
b. 1.25 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan
....... 0.1 x DL
DL = Draft kedalaman kapal pada beban penuh
W = Tonase perpindahan kapal (t), berat total kapal pada beban
penuh
V = Kecepatan tumbukan kapal (m/s)
g = Gravitasi (= 9.8 m/ S2)

Tumbukan kapal diperhitungkan ekivalen dengan gaya tumbukan statis pada


obyek yang kaku dengan rumus berikut:

PS  ( DWT )1 / 2 (12.13 xV )

dimana:

Ps = Gaya tumbukan kapal sebagai gaya statis ekivalen (t)


DWT = Tonase berat mati muatan kapal (t) = berat kargo, bahan
bakar, air dan persediaan.
V = Kecepatan tumbukan kapal (m/s)

Dalam keadaan khusus diperlukan analisis dinamis untuk menentukan energi


dan gaya tumbukan kapal.

4.2.2. Data Lalu Lintas Kapal

Data yang diperlukan dalam perencanaan gaya tumbukan mencakup:

 Lalu lintas kapal : tipe, jumlah, konstruksi, tonase, panjang, lebar,


frekuensi pelintasan, daya kuda, kebebasan vertikal, cara pengoperasian,
tipe pelayanan, barang bawaan utama, dan tempat pelayanan setempat.

4-2
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

 Kecepatan kapal : transit, tumbukan.

 Kondisi lingkungan : cuaca, angin dan arus, geometri jalan air,


kedalaman air, ketinggian pasang surut, kondisi pelayaran, kepadatan
lalu lintas kapal.

4.2.3. Klasifikasi Kapal Desain

Sehubungan dengan faktor risiko dalam penentuan kapal desain untuk


perencanaan beban tumbukan pada pilar jembatan, terdapat klasifikasi
jembatan sebagai berikut:

 Jembatan kritis: berat kapal desain terlampaui oleh 5% lintasan kapal


dalam satu tahun atau maksimum 50 lintasan kapal per tahun (pilih yang
terkecil)

 Jembatan biasa: berat kapal desain terlampaui oleh 10% jumlah lintasan
kapal dalam satu tahun atau maksimum 200 lintasan per tahun (pilih
yang terkecil)

4.2.4. Sistem Fender

Berbagai tipe, bahan dan fungsi fender dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Fender Kayu

Fender kayu terdiri dari elemen vertikal dan horizontal dalam kerangka
yang dipasang bersatu dengan pilar atau secara terpisah. Energi
tumbukan diredam oleh deformasi elastis dan kerusakan elemen kayu.
Fender kayu digunakan untuk melindungi pilar terhadap gaya tumbukan
dari kapal kecil.

B. Fender Karet

Fender karet dibuat komersial dalam bentuk aneka ragam. Energi


tumbukan diredam oleh deformasi elastis dari elemen karet dalam
kombinasi tekanan, lentur dan geser.

C. Fender Beton

Fender beton terdiri darin struktur boks berongga dan berdinding tipis
yang dipasang pada pilar. Permukaan luar fender beton dapat dilindungi

4-3
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

oleh fender kayu. Energi tumbukan diredam oleh tekuk dan kerusakan
dinding fender beton.

D. Fender Baja

Fender baja terdiri dari membran berdinding tipis dan elemen pengaku
dalam kerangka boks pada pilar jembatan. Energi tumbukan diredam
oleh tekanan, lentur dan tekuk dari elemen baja dalam fender.
Permukaan luar fender baja dapat dilindungi oleh fender kayu.

E. Fender Yang Didukung Oleh Tiang

Sistem yang didukung oleh tiang dapat digunakan untuk meredam beban
tumbukan. Kelompok tiang yang dihubungkanoleh cap yang kaku adalah
suatu struktur pelindung dengan tahanan tinggi terhadap gaya tumbukan
kapal. Tiang individual dan tiang yang dihubungkan oleh cap yang
fleksibel dapat digunakan juga sebagai pelindung pilar. Kelompok tiang
dapat terdiri dari tiang vertikal yang menahan energi dan lenturan, atau
tiang miring yang menahan energi dengan tekanan dan lenturan.
Deformasi plastis dan kerusakan tiang diijinkan dengan syarat kapal
terhenti sebelum menabrak pilar, atau tumbukan diredam sampai tingkat
kekuatan pilar dan pondasi. Struktur tiang pelindung dapat dibuat secara
berdiri sendiri, atau dipasang pada pilar. Tiang kayu, baja, atau beton
dapat digunakan sesuai kondisi lapangan, beban tumbukan dan
pertimbangan ekonomis.

F. Fender Dolfin

Dolfin merupakan struktur sel sirkular dari turap baja yang dipancang,
dan diisi beton serta ditutup dengan cap beton. Dolfin dapat dibuat dari
komponen beton pracetak, atau dipracetak secara keseluruhan di luar
lapangan dan kemudian dibawa mengapung ke lokasi. Tiang pancang
kadang-kadang digabung dalam desain sel. Prosedur perencanaan dolfin
berdasarkan perubahan energi yang terjadi selama pembebanan
tumbukan rencana. Hubungan dan korelasi energi-simpangan
dikembangkan untuk mekanisme peredaman berikut:

- Kerusakan bagian depan kapal

- Terangkatnya bagian depan kapal

- Gesekan antara kapal dan dolfin

4-4
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

- Gesekan antara kapal dan dasar sungai

- Geseran doflin

- Rotasi dolfin

- Deformasi dolfin (dibatasi kurang dari ½ diameter sel, sel


diperbolehkan mengalami deformasi plastis dan runtuh parsial)

G. Fender Pulau

Fender pulau sekeliling pilar jembatan adalah proteksi sangat efektif


terhadap tumbukan kapal. Pulau terdiri dari pasir atau batuan dengan
permukaan luar dari batuan pelindung berat untuk menahan gelombang
dan arus. Geometri pulau sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

- Tumbukan kapal diredam melalui pulau sampai ke tingkat kapasitas


lateral pilar dan pondasi pilar.

- Dimensi pulau sedemikian rupa agar penetrasi kapal ke dalam pulau


tidak menyebabkan sentuhan pada pilar.

H. Fender Terapung

Fender terapung terdapat dalam berbagai sistem :

- Sistem jaringan kabel: Kapal berhenti oleh sistem kabel terjangkar


dalam dasar perairan yang diberi pelampung di depan pilar.

- Ponton terjangkar: ponton terapung yang terjangkar dalam dasar


perairan di depan pilar untuk meredam tumbukan kapal.

4.3. Perencanaan Bronjong

Yang dimaksud dengan bronjong adalah komponen struktur dari susunan batu yang
dibungkus dengan anyaman kawat; jadi cakupan pekerjaan ini adalah penyediaan
batu yang diisikan ke dalam bronjong kawat (gabion). Pada umumnya pemasangan
bronjong dilakukan pada tebing sungai, lereng timbunan, lereng galian, dan
permukaan lain yang terdiri dari (lokasi) yang mudah terkena erosi di mana
perlindungan terhadap erosi dikehendaki. Perencanaan bronjong yang dimaksudkan
dalam modul ini adalah untuk melakukan proteksi terhadap erosi yang terjadi di
tebing sungai di sekitar penempatan abutment jembatan.

4-5
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

4.3.1. Persyaratan Bahan Bronjong

A. Kawat Bronjong

Baja berlapis seng harus memenuhi AASHTO M279-03 tipe Z, dan ASTM
A641/AA641M. Lapisan galvanisasi minimum haruslah 0,26 kg/m2

Karakteristik kawat bronjong adalah :


- Tulangan tepi, diameter : 5,0 mm, 6 SWG
- Jaringan, diameter : 4,0 mm, 8 SWG
- Pengikat, diameter : 2,1 mm, 14 SWG
- Kuat Tarik : 420 N/mm2
- Perpanjangan diameter : 10% (minimum)
- Anyaman : Anyaman haruslah merata berbentuk segi enam yang
teranyam dengan tiga lilitan dengan lubang kira-kira 80 mm x 60 mm
yang dibuat sedemikian rupa hingga tidak lepas-lepas dan dirancang
untuk diperoleh kelenturan dan kekuatan yang diperlukan. Keliling
tepi dari anyaman kawat harus diikat pada kerangka bronjong
sehingga sambungan-sambungan yang diikatkan pada kerangka
harus sama kuatnya seperti pada badan anyaman;
- Keranjang haruslah merupakan unit tunggal dan disediakan dengan
dimensi yang disyaratkan dalam Gambar dan dibuat sedemikian
sehingga dapat dikirim ke lapangan sebelum diisi dengan batu.

B. Batu

Batu untuk bronjong harus terdiri dari batu yang keras dan awet dengan
sifat sebagai berikut :
- Keausan agregat dengan mesin Los Angeles harus kurang dari 35%;
- Berat isi kering oven lebih besar dari 2,3.
- Penyerapan Air tidak lebih besar dari 4%.
- Kekekalan bentuk agregat terhadap natrium sulfat atau magnesium
sulfat dalam pengujian 5 siklus (daur) kehilangannya harus kurang
dari 10%.

4.3.2. Standar Rujukan Penyediaan Bronjong

A. Standar Nasional Indonesia (SNI) :

4-6
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

SNI 03-0090-1999: Spesifikasi Bronjong Kawat


SNI 03-2417-1991: Metode Pengujian Keausan Agregat Dengan Mesin
Abrasi Los Angeles.
SNI 03-3046-1992: Kawat Bronjong dan Bronjong Berlapis PVC
(Polivinil Chlorida)

B. AASHTO :

AASHTO M 279-03 : Metallic-Coatid, Steel Woven Wire Fence


Fabric AASHTO T 65M/T 65 : Mass (Weight) of Coating on Iron and
Steel Articles with Zinc or Zinc Alloy Coatings

C. ASTM :

ASTM A 641/AA 641 M : Zinc-Coated (Galvanized) Carbon Steel


Wire

4.3.3. Toleransi Pemasangan Bronjong

Ukuran batu, 85% minimal ukurannya sama;


Rongga antara batu dalam bronjong tidak boleh lebih dari 40%;
Lebar dan tinggi bronjong sebesar - 5% dan + 5%, sedangkan terhadap
panjangnya - 3% dan + 3%.

4.3.4. Penempatan Bronjong

Keranjang bronjong harus dibentangkan dengan kuat untuk memperoleh


bentuk serta posisi yang benar dengan menggunakan batang penarik atau
ulir penarik kecil sebelum pengisian batu ke dalam kawat bronjong.
Sambungan antara keranjang haruslah sekuat seperti anyaman itu sendiri.
Setiap segi enam harus menerima paling sedikit dua lilitan kawat pengikat
dan kerangka bronjong antara segi enam tepi paling sedikit satu lilitan. Paling
sedikit 150 mm kawat pengikat harus ditinggalkan sesudah pengikatan
terakhir dan dibengkokkan ke dalam keranjang;
Batu harus dimasukkan satu demi satu sehingga diperoleh kepadatan
maksimum dan rongga seminimal mungkin. Bilamana tiap bronjong telah
diisi setengah dari tingginya, dua kawat pengaku horinsontal dari muka ke
belakang harus dipasang. Keranjang selanjutnya diisi sedikit berlebihan agar

4-7
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

terjadi penurunan (settlement). Sisi luar batu yang berhadapan dengan kawat
harus mempunyai permukaan yang rata dan bertumpu pada anyaman;
Setelah pengisian, tepi dari tutup harus dibentangkan dengan batang penarik
atau ulir penarik pada permukaan atasnya dan diikat;
Bilamana keranjang dipasang satu di atas yang lainnya, sambungan vertikal
harus dibuat berselang seling.

4.3.5. Rencana Pengendalian Mutu

Bahan yang diterima harus diperiksa oleh pengawas penerimaan bahan


dengan mengecek/ memeriksa bukti tertulis yang menunjukkan bahwa
bahan-bahan yang telah diterima harus sesuai dengan ketentuan
persyaratan bahan.

4.4. Rambu-rambu Pengaman Jembatan

4.4.1. Rambu Lalu Lintas

Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta


kemudahan bagi pemakai jalan, prasarana jalan (termasuk jembatan) perlu
dilengkapi dengan :
 Rambu – rambu
 Marka jalan
 Alat pengendali dan alat pengaman pemakai jalan
 Alat pengawasan dan pengaman jalan
 Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada
di jalan dan di luar jalan.

Rambu lalu lintas diakui sebagai sarana pengaman yang penting yang
memberikan petunjuk arah untuk jalan-jalan arteri, dan harus digunakan
secara luas. Diperlukan pemilihan yang hati-hati mengenai rambu yang
dipertimbangkan cocok untuk jalan-jalan arteri dan ini harus ditunjukkan
dalam gambar rencana bagi masing-masing proyek.
Detail dari jenis-jenis rambu lalu lintas yang digunakan secara umum dapat
diperoleh melalui Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR).
Persyaratan-persyaratan pemakaian tanda-tanda lalu lintas didasarkan pada
peraturan Perencanaan Geometrik mengenai pemilihan macam- macam

4-8
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

tanda, dan gambar-gambar standar yang menunjukkan rincian ukuran


bentuk, kenampakan dan persyaratan-persyaratan pemasangan.

Tanda – tanda tersebut dibagi kedalam jenis :

Tanda peringatan  Warna dasar kuning dengan simbol


dan batas-batas berwarna putih.
Larangan atau tanda-tanda  Merah dan putih / biru dan putih.
pengaturan
Tanda-tanda untuk  Warna dasar biru dengan huruf-huruf
bimbingan simbol dan batas-batas berwarna
putih.

Ada empat macam ukuran yang ada :


Ukuran Kode Kecepatan yang diperkenankan
Kecil A 10 – 30 km/jam
Normal B 30 – 60 km/jam
Sedang C 60 – 80 km/jam
Besar D 80 – 120 km/jam

Untuk jalan-jalan arteri ukuran “Besar“ dan kode “D“ merupakan ukuran yang
sesuai karena jalan-jalan ini direncanakan untuk kecepatan 80 – 120 km/jam.

Mengenai lokasi tanda -tanda lalu lintas saran-saran berikut ditetapkan :


 Tanda-tanda harus dilihat dengan jelas oleh pemakai jalan.
 Jarak minimum 50 meter sebelum sasaran yang dituju.
 Jarak minimum yang sebenarnya harus dihitung sebagai fungsi
kecepatan rencana. Lihat tabel 4-1 di bawah ini :

Tabel 4-1 Jarak Minimum Untuk Lokasi Tanda Lalu Lintas.

Kecepatan Rencana ( km/jam ) 30 40 50 60 70

Jarak Minimum dari Papan Tanda


50 60 70 80 90
ke Obyek ( m )

4-9
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Untuk memperoleh gambaran tentang rambu-rambu lalu lintas, perhatikan gambar 4-1dan
4-2.

KETERANGAN
KODE
RAMBU LALU LINTAS (RL)
RL . 1 Berhenti
RL . 2 Prioritas bagi lalu lintas jalan utama
RL . 3 Prioritas bagi lalu lintas dari arah berlawanan
RL . 4 Prioritas
RL . 5 Dilarang masuk
RL . 6 Akhir larangan mendahului
RL . 7 Dilarang mendahului kendaraan lain
RL . 8 Batas bobot pada sumbu
RL . 9 Batas kecepatan
RL . 10 Kecepatan minimum
RL . 11 Akhir kecepatan minimum
RL . 12 Akhir batas kecepatan
RL . 13 Lebar kend. dan muatan...m, dilarang masuk
RL . 14 Tinggi kend. dan muatan...m, dilarang masuk
RL . 15 Batas berat
RL . 16 Bus dilarang masuk
RL . 17 Truk dilarang masuk
RL . 18 Truk dan kereta gandengan dilarang kasuk

Gambar 4-1 Rambu Lalu Lintas ( RL )

4-10
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Gambar 4-2 Rambu Peringatan ( RP )

4-11
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

KODE KETERANGAN

RAMBU PERINGATAN (RP)


RP . 1 Tikungan ke kiri
RP . 2 Tikungan ke kanan
RP . 3 Tikungan tajam ke kiri
RP . 4 Tikungan tajam ke kanan
RP . 5 Tikungan ganda (kiri)
RP . 6 Tikungan ganda (kanan)
RP . 7 Banyak tikungan
RP . 8 Banyak tikungan
RP . 9 Turunan
RP . 10 Turunan curam
KODE KETERANGAN
RP . 11 Tanjakan
RP . 12 Tanjakan curam RAMBU PERINGATAN (RP)
RP . 13 Penyempitan kiri kanan
RP . 19 Jalan cembung
RP . 14 Penyempitan kiri
RP . 20 Jalan cekung
RP . 15 Penyempitan kanan
RP . 21 Jalan licin
RP . 16 Jembatan sempit
RP . 22 Hati-hati banyak anak-anak
RP . 17 Tepi air
RP . 23 Hati-hati banyak ternak
RP . 18 Jalan tidak rata
RP . 24 Jatuhan batu
RP . 25 Lalu lintas dua arah
RP . 26 Hati-hati
RP . 27 Persimpangan
RP . 28 Persimpangan kiri
RP . 29 Persimpangan kanan
RP . 30 Persimpangan kiri
RP . 31 Persimpangan kanan
RP . 32 Persimpangan
RP . 33 Persimpangan dengan jalan sekunder
RP . 34 (kiri)
RP . 35 (kanan)
RP . 36 Bunderan

4.4.2. Marka Jalan

Petunjuk arah di perlukan untuk memberitahukan kepada si pengemudi arah


jalan yang harus diikuti agar tidak terjadi kecelakaan. Petunjuk arah dapat
dibuat dengan rambu-rambu dan marka jalan.
Marka jalan adalah suatu tanda yang berupa garis, simbol, angka, huruf atau
tanda-tanda lainnya yang digambarkan, berfungsi sebagai penuntun/
pengarah pengemudi selama perjalanan.

4-12
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

Warna marka jalan umumnya putih, yaitu :


 Marka garis
 Marka huruf
 Marka simbol
 Dan sebagainya

Untuk memperoleh gambaran, perhatikan Gambar 4-3:

Gambar II.13. Tanda Panah ( Tanda Pengarah Jalur )

Gambar 4-3. Tanda Panah (Tanda Pengarah Jalur)

4-13
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

RANGKUMAN

a. Pengamanan pilar untuk suatu jembatan yang melintasi sungai yang juga berfungsi
melayani lalu lintas kapal perlu mendapatkan perhatian. Tumbukan kapal langsung ke
pilar jembatan dapat membahayakan jembatan (bisa menyebabkan keruntuhan pilar),
oleh karena itu perlu dibuat fender untuk mengamankan pilar jembatan. Fender
mempunyai fungsi meredam energi tumbukan kapal sekaligus melindungi pilar jembatan
dari kemungkinan tumbukan langsung oleh kapal yang melintasi sungai.

b. Pengamanan abutment dengan memasang bronjong pada tebing sungai di sekitar


abutment diperlukan apabila ternyata terjadi erosi pada tebing sungai tersebut. Memilih
bronjong untuk mengatasi erosi tebing sungai dimaksud sebenarnya hanya salah satu
alternatif saja dari beberapa alternatif lain yang dapat diambil. Namun yang penting
adalah jangan biarkan abutment jembatan terancam runtuh karena erosi tebing sungai
di sekitar abutment jembatan.

c. Perencanaan rambu pengaman jembatan diperlukan terutama untuk memperkecil


kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas di sekitar jembatan. Rambu lalu lintas
pada umumnya dilengkapi dengan marka jalan, untuk memberikan arahan bagi
pengguna jalan agar dapat menggunakan lajur lalu lintas dengan sebaik-baiknya.

4-14
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI

Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya
tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan
dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur.

Kode/ Judul Unit Kompetensi :


INA.5212.113.01.06.07 : Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap
dan pengaman jembatan

Soal :
Jawaban:
Elemen Kompetensi / Apabila ”Ya”
No. KUK (Kriteria Unjuk Pertanyaan sebutkan butir-
Kerja) Ya Tdk
butir kemampuan
anda
1. Merencanakan oprit (jalan Sudah dibuat soalnya di
pendekat) jembatan Bab 2

2. Merencanakan bangunan Sudah dibuat soalnya di


pelengkap jembatan Bab 3

3. Merencanakan bangunan
pengaman jembatan

3.1. Fender pengaman 3.1. Apakah anda mampu a. .........................


pilar di sungai merencanakan
b. .........................
direncanakan sesuai fender pengaman
dengan persyaratan pilar di sungai sesuai c. .........................
teknis yang dengan persyaratan dst.
ditentukan teknis yang
ditentukan?

3.2. Bronjong untuk 3.2. Apakah anda mampu a. ..........................


pengaman abutment merencanakan
b. ..........................
direncanakan sesuai bronjong untuk
dengan persyaratan pengaman abutment c. ..........................
teknis yang sesuai dengan dst.
ditentukan persyaratan teknis
yang ditentukan?

3.3. Rambu-rambu 3.3. Apakah anda mampu a. ..........................


pengaman jembatan merencanakan
b. ..........................
direncanakan sesuai rambu-rambu
dengan persyaratan pengaman c. ..........................
teknis yang jembatan? dst.
ditentukan

4-15
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

4-16
Pelatihan Bridge Design Engineer Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan
Pelengkap dan Pengaman Jembatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Pusat Litbang Jalan dan Jembaatan,

Badan Penelitian dan Pengembangan – Departemen Pekerjaan Umum – Januari

2007.

2. Manual Konstruksi dan Bangunan – Pekerjaan Tanah Dasar, Direktorat Jenderal Bina

Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Nopember 2005.

3. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat

Jenderal Bina Marga, Jakarta, Februari 1997.

4. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum,

Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta, September 1997.

5. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina

Marga, 1992.

6. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan – Beban Jembatan, BMS7-C2-Bridge

Design Code 1992, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.

7. Pedoman Pembebanan Jalan Raya SKBI – 1.3.28.1987 – UDC 624.042 : 62421,

Departemen Pekerjaan Umum.

8. Rancangan 3 Pedoman Konstruksi dan Bangunan – Standar Pembebanan Untuk

Jembatan – Pd x-xx-2004-B – Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

9. A Policy on Geometric Design of Highway and Streets, American Assosiation of State

Highway and Transportation Officials, Washington DC, 1990.

10. Mekanika Tanah, L.D. Wesley – 1988.

11. Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Ir. Suyono sosrodarsono – Kazuto Nakazawa – Ir.

Taulu dkk. 1981.

12. Foundation Design, Wayne C. Teng – 1979.

Anda mungkin juga menyukai