Anda di halaman 1dari 11

Page |1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hati merupakan salah satu organ tubuh yang besar dan merupakan pusat metabolisme
tubuh manusia. Organ ini memiliki fungsi yang kompleks diantaranya mempunyai peranan
dalam memetabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan obat-obatan (Ganong, 2008).
Pada proses metabolisme, obat akan diproses melalui hati sehingga enzim hati akan
melakukan perubahan (biotransformasi) kemudian obat menjadi dapat lebih larut dalam tubuh
dan dikeluarkan melalui urin atau empedu (Depkes RI, 2003).
Gangguan fungsi hati masih menjadi masalah kesehatan besar di negara maju maupun di
negara berkembang. Indonesia merupakan negara dalam peringkat endemic tinggi mengenai
penyakit hati (Depkes RI, 2007). Angka kejadian kerusakan hati sangat tinggi, dimulai dari
kerusakan yang tidak tetap namun dapat berlangsung lama (Setiabudy,1979). Rusaknya
fungsi hati biasanya ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa dan
naikknya konsentrasi bilirubin, enzim AST, ALT dan GGT dalam darah (Lu, 1995).

Salah satu penyebab kerusakan hati adalah obat-obatan (Depkes RI, 2007). Kerusakan
sel hati selain disebabkan karena virus, juga dapat disebabkan oleh obat-obatan yaitu
penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama atau juga peminum alkohol. Obat yang
dikatakan hepatotoksik adalah obat yang dapat menginduksi kerusakan hati atau biasanya
disebut drug induced liver injury (Sonderup, 2006). Obat penginduksi kerusakan hati
semakin diakui sebagai penyebab terjadinya penyakit hati akut dan kronis (Isabel et al,.
2008). Hepatotoksisitas merupakan komplikasi potensi obat yang paling sering dijumapai
dalam resep, hal ini mungkin dikarenakan peran hati dalam memetabolisme obat (Aithal dan
Day, 1999).

Mekanisme dari drug induced liver injury belum diketahui secara pasti namun secara
garis besar melibatkan 2 mekanisme yaitu mekanisme hepatotoksisitas langsung dan reaksi
imunitas yang merugikan. Hepatotoksik langsung yaitu dengan langsung merusak hati dan
reaksi lainnya dengan diubah oleh hati menjadi bahan kimia yang dapat berbahaya bagi hati.
Page |2

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana penggunaan obat-obatan penginduksi penyakit hati pada pasien dengan


gangguan fungsi hati ?

1.3 Tujuan Penelitian

Makalah ini dibuat untuk mengetahui penggunaan obat-obatan penginduksi penyaki hati
terhadap pasien gangguan fungsi hati sehingga diharapkan dapat memperbaiki pelayanan
kesehatan untuk menunjang kesehatan pada pasien gangguan fungsi hati.
Page |3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Hati

Hati adalah salah satu organ terbesar pada tubuh manusia dengan bobot kurang lebih
sekitar 1,5 kg. Meskipun bobot hati hanya 2-3% dari bobot tubuh manusia, namun organ hati
terlibat sekitar 25-30% pemakaian oksigen (Koolman 1995). Hati sendiri memiliki fungsi
untuk membentuk kantong empedu dan isinya, melepaskan dan menyimpan karbohidrat,
membentuk urea, dan banyak fungsi lainnya yang berhubungan dengan metabolisme lemak
dan melakukan

detoksifikasi berbagai obat dan racun (Ganong, 1991).

Organ hati mempunyai sistem enzim yang dapat mensisntesis trigliserol, kolesterol,
fosfolipid, dan lipoprotein dan juga hati aktif mengubah berbagai asam-asam lemak menjadi

benda keton (Martin, 1984). Menurut Koolman (1995), hati atau hepar dapat mengantur
konsentrasi asam amino dalam plasma sehingga dapat memecah kelebihan asam amino
dengan cara mengubah nitrogen menjadi urea dan menyalurkannya ke ginjal. Jumlah
fodfatidilkolin dalam plasma merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kemampuan hati
untuk memetabolisme obat (Gibson, 2006).

Hati atau hepar memiliki bagian-bagian yang disebut dengan lobus yang terbagi
menjadi beberapa bagian seperti lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra yang masing-
masing memiliki fungsinya sendiri (Moore & Agur, 1996). Lobus hepatis dextra dibatasi
dengan lobus hepatis sinister oleh fossa vesicae bilaris dan sulcus venae carva pada facies
visceralis hepatis.

Rusaknya fungsi hati ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa dan
naikknya konsentrasi bilirubin, SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), SGPT
(Serum Glutamic Pyruvic Transaminase), GGT (Gamma Glutamyl Transferase)dan lainnya
dalam darah (Lu, 1995). Banyak sekali jenis penyakit hati diantaranya sirosis hati, hepatitis,
penyakit kuning, reye syndrome, penyakit wilson, dan tumor hati (Kaplan, 1989). Penyakit
hepar atau hati yang ditemukan dalam lingkungan masyarakat dapat dibedakan menjadi 2
Page |4

yaitu penyakit hati akut dan penyakit hati kronis. Penyakit hati akut disebabkan karena virus,
obat-obatan, alkohol dan keadaan iskemik. Sedangkan yang penyakit hati kronis yaitu
hepatitis kronis, sirosis hati, dan hepatoma. Pembeda jenis penyakit hati ditujukan untuk
menentukan prognosa dan penatalaksanaan dari masing-masing penyakit.

2.2 Penyebab Umum dan Faktor Risiko Gangguan Hati

Gangguan hati disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya sebagai berikut:

 Infeksi virus hepatitis, seperti virus hepatitis A, B, dan C. Virus hepatitis A ditularkan
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi virus hepatitis. Sedangkan
hepatitis B dan C menular melalui air mani, darah, kontak dengan penderita hepatitis
B dan C.

 Kelainan genetik.
 Kanker.
 Penimbunan lemak.
 Gangguan sistem imun.

Gangguan hati juga dipicu oleh penyakit, lingkungan, dan gaya hidup yang tidak sehat.
Risiko seseorang menderita gangguan hati menjadi lebih tinggi jika:

 Menggunakan jarum suntik untuk narkoba secara bergantian. Kontak dengan darah
atau cairan tubuh penderita hepatitis.
 Mengonsumsi suplemen atau obat herbal, seperti pegagan dan daun kenikir, dalam
dosis tinggi.
 Terpapar zat kimia jangka panjang.
 Menderita diabetes.

2.3 Macam-macam penyakit hati

a) Hepatitis

Istilah ini dipakai untuk semua peradangan yang terjadi pada hati. Penyebab dari hepatitis
berbagai macam, mulai dari virus sampai obat-obatan termasuk semua jenis bat-obatan
tradisional. Infeksi virus hepatitis B di Amerika Serikat menurut CDC (The Centers for Disease
Control and Prevention) sekitar 300.000 kasus. Virus hepatitis terdiri dari banyak jenis: hepatitis
A,B,C,D,E,F dan G. Kelanjutan dari penyakit hepatitis karena virus bisa menjadi akut, kronik,
Page |5

bahkan menjadi kanker hati. Virus-virus ini dapat dibedakan melalui penanda antigenetiknya,
namun virus-virus ini dapat menyebabkan penyakit yang serupa secara klinis dan berakibat
infeksi sub klinis asimtomatik hingga berakibat infeksi akut yang fatal ( Depkes RI, 2007).

b) Sirosis hati

Istilah sirosis hati dicetuskan oleh Laennec tahun 1819 yang berasal dari kata Khirros
yang berarti warna kuning orange. Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro,
anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi
tidak teratur dan terjadi jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi (Sutiadi, 2003). Gejalanya berupa perdangan difus dan selama bertahun-tahun pada
hati serta diikuti dengan fibrosis, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati sehingga menimbulkan
kekacauan dalam susunan parenkim hati.

c) Kanker Hati

Kanker pada hati yang banyak terjadi yaitu Hepatocellular carcinoma (HCC) yang
merupakan komplikasi dari hepatis kronis yang serius terutama karena virus hepatitis B, C dan
hemochromatosis (Depkes RI,2007).

4). Perlemakan Hati

Terjadi penimbunan lemak yang melebihi berat hati sebesar 5% atau yang mengenai lebih
dari separuh jaringan dari sel hati. Alkohol Merupakan salah satu penyebab dari sirosis hati
(Depkes RI, 2007).

5). Kolestasis dan Jaundice

Kegagalan produksi atau pengeluaran empedu merupakan definisi dari kolestasis.


Kolestasis dapat menyebabkan gagalnya menyerap lemak, vitamin dan juga terjadi penumpukan
asam empedu, bilirubin, dan kolesterol di hati. Jaundice adalah kelebihan bilirubin dalam
sirkulasi aliran darah dan permukaan pigmen empedu pada kulit, membran mukosa dan bola
mata. Biasaya gejala yang timbul setelah kadar bilirubin dalam darah melebihi 3mg/dL (Depkes
RI,2007).

2.4 Mekanisme Obat Menginduksi Penyakit Hati

Kerusakan sel hati selain disebabkan karena virus, juga dapat disebabkan oleh obat-
obatan yaitu penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama atau juga peminum alkohol.
Page |6

Menurut PerMenkes 917/Menkes/Per/x/1993, obat adalah bahan tunggal atau bahan


campuran yang siap digunakan untuk mempengaruhi secara fisiologi atau keadaan patologi
dalam penentapan diagnosa, pencegahan, pemulihan, peningkatan kesehatan manusia ataupun
hewan. Obat adalah benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan
gejala atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat sangatlah penting peranannya
dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai macam penyakit
tidak dapat dilepaskan dari perlakuan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Obat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati dengan berbagai cara. Sebagian dengan langsung
merusak hati, lainnya diubah oleh hati menjadi bahan kimia yang dapat berbahaya bagi hati.
Ada 3 jenis penyebab hepatotoksik

yaitu :

1) Hepatotoksik tergantung dosis

Hepatotoksisitas ini terjadi karena pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi.
Overdosis acetaminophen (tylenol) merupakan contoh kasus hepatotoksik tergantung dosis
(Lee, 2012).

2) Toksisitas idiosinkratik

Toksisitas idiosinkratik ditemukan pada seseorang yang mewarisi gen spesifik yang
dapat mengontrol perubahan senyawa kimia obat tertentu dan dapat mengakibatkan
akumulasi obat yang menimbulkan bahaya bagi hati (Lee, 2012).

3) Alergi obat

Alergi obat dapat menyebabkan hepatotoksisitas dengan mekanisme hati mengalami


peradangan ketika terjadi reaksi antigen-antibodi antara sel imun tubuh terhadap obat (Lee,
2012).

2.5 Obat Penginduksi Penyakit Hati

Penggunaan obat penginduksi kerusakan hati seharusnya tidak diberikan pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi hati karena penyakit hati yang dialami atau adanya virus
Page |7

sistemik dapat meningkatkan kerentanan terjadinya kerusakan hati oleh obat (Tajiri and
Shimizu, 2008).

 Ranitidine merupakan golongan histamine reseptor (H2) antagonis (RAS) yang


tergolong inducer idiosyncratic hepatotoksik. Secara umum ranitidin dapat meningkatkan
nilai SGPT. Efek ranitidine terhadap hati akan memperluas kerusakan hati dan telah terjadi
kematian dibeberapa individu (Deng et al., 2009). Pada pasien lanjut usia dan memiliki
ganguan fungsi hati, ranitidine harus digunakan secara hati-hati (Ehrenpreis, 2001). Dosis
ranitidine adalah 150 mg dan dosis maksimal 6 gram per hari (BPOM RI, 2008).
 Mekanisme pantoprazole, lansoprazole, siticolin tidak diketahui secara pasti dalam
peningkatan SGPT, SGOT, dan Gamma Gt. Lansoprazol dan pantoprazole dimetabolisme
oleh hati CYP2C19 (Thomson & Shaffer, 2012). Siticolin dimetabolisme dalam dinding usus
dan hati (Conant & Schauss, 2004). Kemungkinan karena obat-obat tersebut dimetabolisme
dalam hati sehingga dapat menyebabkan kerusakan dalam hati.
 Menurut Navarro (2006), omeprazole dan allopurinol termasuk salah satu obat yang
dapat menyebabkan hepatoseluller. Dicirikan dengan dapat meningkatkan nilai SGPT.
Omeprazole dimetabolisme oleh enzim hati sitokrom P450 (Gonzales et al, 2003).
 Metabolisme parasetamol berlangsung dihati dan dapat menyebabkan kerusahan hati
yang parah pada sel hati dan nekrosis tubular ginjal. Konsentrasi SGPT dan SGOT dapat
dijadikan patokan pengukuran (Whitcomb & Block, 1994). Metabolit toksik seperti N-asetil-
p-benzokuinon-imin(NAPQI) pada proses metabolismenya (Kaplowitz, 2007). Parasetamol
dimetabolisme pada hati, apabila digunakan secara berlebihan maka parasetamol dapat
menyebabkan gagal hati fulminal, gagal hati akut dan transplatasi hati (Larson, 2005).
 Atorvastatin dan simvastatin dapat berakibat hepatotoksisitas atau kerusakan sel hati
apabila digunakan oleh pasien gangguan fungsi hati tanpa ada penyesuaian dosis.Atorvastatin
diketahui dapat meningkatkan secara signifikan transaminase menjadi 3x batas normal
(Grimbert et al, 2006). Pemakaian metil prednisone dalam dosis tinggi dapat menyebabkan
kerusakan hati parah. Sebuah kasus melaporkan metil prednisone dosis tinggi menyebabkan
hepatitis akut (Gutkowski et al, 2011). Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai irbesartan
dan dari hasil menunjukkan bahwa irbesartan dapat memicu kerusakan hati hepatitis dilihat
dari nilai tes fungsi hati (Vatansever et al, 2012). Namun kloramfenikol salah satu obat yang
dieksresi dan didetokfikasi oleh hati sehingga berpotensi menimbulkan efek beracun pada
pasien gangguan fungsi hati dan perlu dihindari pemakaiannya (Tandon, 2012). Mekanisme
Page |8

irbesartan dan kloramfenikol secara pasti dalam menyebabkan hepatitis belum ditemukan
secara pasti.
 Seftazidime dan sefotaksim termasuk antibiotik golongan sefalosporin, untuk
golongan antibiotik sefalosporin banyak dikaitkan dengan disfungsi hati termasuk kolestasis.
Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan spironolactone pada pasien penyakit hati
dapat menyebabkan kolestatis kerana adanya kesamaan struktur antara spironolactone dan
streroid. Pada pasien yang mengalami sirosis, spironolactone dapat memperburuk
ensefalopati hati, resiko akan menjadi berat apabila digunakan bersamaan dengan diuretik
lainnya. Spironolactone dapat digunakan sebagai tata laksana terapi untuk panyakit
komplikasi sirosis. Dosis penggunaan spironolactone dapat diturunkan apabila tetap
menggunakannya sebagai tata laksana terapi penyakit hati, terus dilakukan pemantauan dan
pengawasan kadar obat (Depkes RI, 2007).
 Peningkatan kadar dalam plasma merupakan efek samping dari penggunaan
methoclopramide terhadap pasien penyakit hati (Magueur, 1991). Hepatotoksisitas pada
penggunaan klopidogrel jarang terjadi. Mekanisme hepatotoksistas klopidogrel masih belum
jelas namun bukan karena pengaruh dosis (Montairo, 2011). Amoxicillin termasuk salah satu
obat penginduksi hati yang dapat mengakibatkan kolestatis. Mekanisme hepatotoksisitas yang
disebabkan oleh amoxicillin masih belum jelas (Fontana, 2005). Didapatkan peningkatan
nilai tes fungsi hati setelah penggunaan hidroklortiazide. Penggunaan hidroklortiazide
dihentikan karena dianggap menginduksi terjadinya kolestasis (Arinzon, Alexander &
Barner, 2004). Namun efek samping yang ditemukan dalam penggunaan kaptropil dapat
menyebabkan kolestatis (Friedman, 2008).
 Amlodipine dimetabolisme di hati. Hepatotoksisitas berat dengan kolestasis tanpa
nekrosis ditunjukkan setelah penggunaan amlodipine (Zinsser, Wyss and Rich, 2004). Kurva
eliminasi diazepam setelah pemberian 10 mg pada sembilan pasien sirosis hati dan empat
pasien tanpa penyakit hati. Didapatkan hasil bahwa t1/2 diazepam meningkat 5 kali lipat pada
pasien dengan sirosis (164 jam : 32,1 jam) (Andreasen et al, 1976). Seftriaxone dapat
dikaitkan dengan hepatitis dan kolestasis karena dilihat dari hasil profil farmakologisnya
(NBJL, 2013). Seftriaxone boleh digunakan sebagai terapi perawatan penyakit kerusakan hati
dengan pengurangan dosis (BPOM RI, 2008).
 Phenobarbital na salah satu obat yang dapat berakibat hepatotoksisitas dan kolestasis
pada pasien penyakit hati. Tidak normalnya enzim pada hati berhubungan dengan
penggunaan obat ini yang menyebabkan hepatotoksisitas. Setelah penggunaan amitriptyline
Page |9

didapatkan hasil SGPT dan SGOT sangat tinggi, dari hasil ini disimpulkan bahwa
peningkatan ini dikarenakan hepatitis C (Fancher, Kamboj, and Onate, 2007). Terapi
furosemide bertujuan untuk mengurangi edema pada pasien (Depkes RI, 2007). Namun selain
sebagai pengobatan furosemide dapat menyebabkan enselopati hepatic dengan cara induksi
hypokalemia dan alkalosis metabolic dimana alkalosis dapat memicu difusi ammonia non
ionic dan amin lainnya kedalam system syaraf pusat (Gerber et al.,2000).
P a g e | 10

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemberian obat penginduksi hati terhadap pasien gangguan fungsi hati perlu dilakukan
khusus seperti penentuan regimen dosis, perpanjangan frekuensi penggunaan obat, penambahan
zat lain yang dapat mengurangi efek toksik dan perlu dilakukan pengawasan parameter fungsi
hati (Dipiro, 2005).

3.2 Saran

Pengguan obat penginduksi hati untuk pasien dengan gangguan fungsi hati perlu dipantau
dan diperhatiakan melihat bahaya yang ditimbulkannya. Dari hasil penggunaan obat, terdapat
beberapa obat yang menjadi terapi utama pengobatan penyakit hati namun memiliki efek lain
sebagai penginduksi penyakit hati. Obat-obatan ini tidak harus dihindari, cukup dilakukan
pemantauan dan penyesuaian dosis yang tepat.
P a g e | 11

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/31187/10/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

https://www.academia.edu/25302260/ASPEK_FARMAKOKINETIKA_KLINIK_OBA
T_OBAT_YANG_DIGUNAKAN_PADA_PASIEN_SIROSIS_HATI

https://www.alodokter.com/gangguan-hati-penyebab-jenis-dan-cara-mengatasinya

https://www.scribd.com/document/367169431/Farmakokinetik-Obat-Pada-Penyakit-Hati

Anda mungkin juga menyukai