Anda di halaman 1dari 26

Laporan praktikum lapangan

SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN


UNTUK TANAMAN KOPI ROBUSTA

Oleh :
Alfin Kabira Prasaja 1605108010060
Fachriansyah Satria 1605108010056
Firman Rahmat Andrian 1605108010055
Muhammad Faiz Akbar 1605108010030
Maizatul Azzura 1605108010014
Meta Vira Faizinia 1605108010027
Navisa Hanim 1605108010033

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM , BANDA ACEH
2019
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Survei tanah dan evaluasi lahan merupakan kegiatan yang meliputi penelitian dan pengumpulan informasi
yang bertujuan untuk menentukan karakteristik penting tanah, mengklasifikasikan tanah kedalam satuan taksa,
menentukan dan mendeliniasi batas taksa tanah pada peta, serta mengkorelasikan dan memprediksi kemampuan
dan kesesuaian suatu lahan pada suatu wilayah. Perencanaan tataguna lahan yang tepat, akan sangat bermanfaat
dalam rangka untuk menyusun rencana pengembangan wilayah, sekaligus dalam usaha pelestarian sumber daya
alam dan lingkungan. Pada umumnya survey tanah untuk mengevaluasi lahan dalam rangka untuk menyusun
rencana penggunaan lahan dalam bentuk klasifikasi kesesuaian dan kemampuan lahan (potensi
lahan).
Evaluasi merupakan intepretasi dalam keadaan tata guna lahan saai ini, perubahannya serta dampaknya
yang tidak mengacu pada suatu metode evalasi atau klasifikasi. Klasifikasi menunjukkan tipe penggunaan yang
sesuai dan jenis masukan yang diperlukan untuk produksi tanaman secara lestari. Sampai saat ini umumnya dalam
penyusunan tataguna lahan suatu wilayah masih cenderung menitik beratkan kepada aspek ekonomis dan politis
dibandingkan dengan aspek fisik. Umumnya setiap daerah dalam mengembangkan wilayahnya masih lebih
cenderung untuk mendapatkan pendapatan daerah yang setinggi-tingginya. Aspek fisik khususnya
masalah pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan seringkali dikesampingkan. Padahal aspek
sumberdaya alam dan lingkunganlah yang akan menjamin keberlanjutan pendapatan suatu daerah. Penetapan
macam penggunaan lahan yang sesuai, seharusnya dapat mempertimbangkan ketiga aspek ( ekonomi, lingkungan
dan fisik ) dengan bobot yang proporsional. Dengan diketahuinya makna dari survei tanah dan evaluasi lahan yang
didalamnya terdapat faktor alam, kualitas lahan, dan karakter lahan maka dari faktor teknis, sosial politik, dan
ekonomi kita dapat memperoleh informasi tentang kesesuaian, kemampuan, dan nilai lahan yang menjadi dasaran
penggunaan lahan secara optimum. Pekerjaan ini dirasa sulit, seringkali ada lahan yang secara fisik sesuai untuk
macam penggunaan lahan tertentu, tetapi dari aspek ekonomi tidak sesuai, atau sebaliknya dari
aspek ekonomi menguntungkan tetapi dari aspek fisik kurang sesuai. Sehingga harus dicari alternatif cara agar
ketiganya saling berinteraksi dan menguntungkan. Alternatifnya adalah dengan melakukan survei tanah dan
evaluasi lahan. Karena survei tanah dan evaluasi lahan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan
peta tanah yang akurat yang dapat mencerminkan sifat-sifat tanah dilapangan dalam suatu daerah, sehingga dapat
diprediksi potensinya baik untuk pengembangan pertanian maupun non petanian .
Survei tanah dan evaluasi lahan dalam merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melatih
mahasiswa mengetahui potensi dari lahan tersebut. Pada ini dilakukan survei tanah secara langsung ke lapangan.
Lokasinya berada di desa Kandeh, kecamatan Seunagan timur , Kabupaten Nagan Raya , provinsi Aceh.. Untuk
itulah dalam laporan ini akan dipaparkan mengenai informasi secara spesifik tentang kemampuan dan kesesuaian
lahan terhadap penggunaan lahan pada di desa Kandeh ini. Dan pada kelompok ini dikhususkan untuk mencari
tahu sesuaian lahan untuk tanaman “Kopi Robusta”.
Nagan Raya termasuk wilayah daratan rendah dengan ketinggian 0-12 meter diatas permukaan laut,
terletak pada posisi 03̊ 40’ - 04̊ 38’ lintang utara 96̊ 11’ - 96̊ 48’ Buju Timur. Luas wilayah Nagan Raya adalah
berupa daratan seluas 3.544,90 km². luas daratan masing-masing kecamatan yaitu : Darul Makmur (1.027,93 km ) ,
Tripa Makmur (189,41 km ) , Kuala (120,89 km ) , Kuala Pesisir (76,34 km ) , Tadu Raya (347,19 km ) , Beutong
(1.017,32 km ) Beutong Ateuh Banggalang ( 405,92 km ) , Seunagan ( 56, 73 km ) , Suka Makmue ( 51,56 km ) ,
Seunagan Timur (251, 61 km ) (BPS ,2017).
Seunagan Timur memiliki luas areal perkebunan seluas 500,0 ha dari total perkebunan kabupaten 5835,0
ha. Bentuk produksi perkebunan adalah : karet kuning (karet) , daun kering ( tembakau), biji kering (kopi dan
coklat), kulit kering (kayu manis dan kina) , serat kering, bunga kering (cengkeh), refined sugar (tebu dari
perkebunan besar ), gula mangok ( tebu dari perkebunan rakyat ), ekivalen kopra (kopra), biji dan bunga (pala) serta
minyak daun (sereh).
Desa Kandeh merupakan salah satu desa di kecamatan Seunagan Timur , yang memiliki kondisi wilayah
berlereng atau disekitar punggung bukit dengan luas mencapai 10,777 ha , dengan lahan pertanian bukan sawah
seluas 2,000 ha dan belum diusahakan untuk komoditas kopi robusta . (BPS,2017).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan survei tanah
2. Untuk mengetahui kondisi umum didesa Kandeh
3. Untuk mengetahui macam penggunaan lahan di Desa Kandeh
4. Untuk mengetahui klasifikasi tanah di Desa Kandeh
5. Untuk mengetahui kemampuan dan kesesuaian lahan di Desa Kandeh
6. Untuk Mengetahui kesesuaian lahan untuk kopi robusta
1.3 Manfaat Praktikum
Dengan dilakukannya survei tanah dan evaluasi lahan maka manfaat yang dapat diambil diantaranya
adalah mengetahui informasi spesifik yang penting dari tiap-tiap macam tanah dan penngunaannya serta sifat-
sifat lainnya yang akhirnya dapat ditentukan kemampuan dan kesesuaian lahan wilayah tersebut.
Kemudian, dapat menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga mampu diiterpretasikan oleh orang-
orang yang memerlukan data dari wilayah tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kopi Robusta


Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl., ex De Willd) termasuk dalam kelas Dicotyledonae
dan bergenus Coffea dari famili Rubiaceae. Jenis kopi ini memiliki akar tunggang yang tumbuh
tegak lurus sedalam hampir 45 cm dengan warna kuning muda. Kopi tumbuh baik pada zona 20
°LU – 20 °LS pada Elevasi 400 – 800 m DPL dan dengan temperatur rata-rata tahunan 24-30 °C.
Pada umumnya ketinggian atau elevasi lokasi tumbuh tanaman kopi sangat berpengaruh terhadap
besarnya biji kopi, jika berada di tempat yang lebih tinggi maka biji kopi akan menjadi lebih
besar. Beberapa varietas yang termasuk kopi robusta antara lain Quillou, Uganda, dan
Chanephora, ketiga varietas tersebut masing-masing memiliki karakter fisik dan sifat yang
berbeda (http://www.bironk.com/robusta-coffee, 2012).
Persyaratan tumbuh kopi robusta berdasarkan kriteria kesesuaian lahan Djaenudin, dkk
(2003) adalah kopi robusta tumbuh dan berproduksi pada kisaran suhu 19-32 °C. Tanaman kopi
robusta dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kedalamannya minimum 50 cm, tekstur liat
sampai lempung berliat, konsistensi gembur, permeabilitas sedang, drainase baik, subur, reaksi
tanah (pH) berkisar antara 4,5-7,0 yang optimum antara 4,3-6,0. Potensi produksi kopi robusta
yang Universitas Sumatera Utara diusahakan pada berbagai kondisi lahan dan manajemen untuk
skala komersial adalah 1,0-2,0 Ton/Ha, sedangkan untuk perkebunan rakyat 0,5-1,2 Ton/Ha.
kopi Robusta, juga memerlukan kisaran curah hujan 1.500 - 2.500 mm/th, bulan kering 1-
3 bulan, dan suhu udara rata-rata 21-24⁰C. Tanaman kopi menghendaki tanah dengan solum
dalam, gembur, subur, kandungan bahan organik tinggi, dan berdrainase baik. Tanaman kopi
menghendaki reaksi tanah yang agak asam (pH 5,5-6,5). Pada tanah yang bereaksi lebih asam
dapat dinetralisasir dengan pengapuran.
2.2. Survey Tanah
Survei dan pemetaan tanah biasanya termasuk interpretasi untuk tujuan perencanaan
penggunaan lahan dalam bentuk klasifikasi kemampuan lahan dan klasifikasi kesesuaian lahan.
Tujuan klasifikasi tersebut adalah memberikan arahan perencanaan dan pemanfaatan
sumberdaya dan lingkungan yang berkelanjutan. Pakar tanah mempunyai peranan dalam
mengevaluasi kondisi lingkungan fisik, walaupun hal ini harus memperhitungkan juga teknologi
dan konsekuensi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tertentu (Sutanto, 2005).
Sebuah peta tanah dalam survei tanah adalah representasi dari pola tanah di lanskap.
Skala dari peta dan kompleksitas dari pola tanah menentukan apa yang dapat ditampilkan pada
peta tanah. Dalam merancang survei tanah, penggunaan proyeksi survei dan kompleksitas pola
tanah sangat menentukan skala peta tanah. Bila menggunakan peta tanah, ingat bahwa skala,
akurasi, dan detail yang tidak sama. Skala adalah hubungan antara jarak yang sesuai pada peta
dan aktual jarak di tanah. Akurasi adalah derajat atau presisi dengan memetakan informasi yang
diperoleh, diukur, dan dicatat, dan detail sesuai jumlah informasi yang ditampilkan. Peta skala,
akurasi, dan detail yang saling terkait. Sebuah peta skala besar belum tentu lebih akurat
dibandingkan peta skala kecil, namun, peta berskala besar umumnya menunjukkan lebih detail
dibandingkan peta skala kecil. Peta tanah yang dibuat dengan menggunakan metode penelitian
lapangan. Keakuratan peta ditentukan oleh banyak faktor, termasuk kompleksitas tanah, desain
unit tanah peta, intensitas pengamatan lapangan dan pengumpulan data, dan keterampilan
mapper (Soil Survey Staff, 1995).
2.3. Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu
dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan
memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung, dkk,
2003).
Klasifikasi Kemampuan Lahan (Land Capabillity Classification) adalah penilaian lahan
(komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa
kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaanya secara lestari. Klasifikasi Kesesuaian Lahan (Land Suitabillity Classification)
adalah penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian
absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas
lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum, sedangkan kesesuaian
lahan dipandang sebagai kenyataan adaptabilitas (kemungkinan penyesuaian) sebidang lahan
bagi suatu macam penggunaan tertentu. Sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang essensial
antara kemampuan lahan dan kesesuaian lahan (Arsyad, 2010).
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan
menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan
kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian Universitas Sumatera Utara lahan
dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not
Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat
detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan
menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas,
lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai
(S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak
sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala
1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS)
dan tidak sesuai (N) (Ritung, dkk, 2007).
Struktur klasifikasi lahan menurut sistem FAO (1976) didasarkan pada kelas- kelas
kesesuaian lahan sebagai berikut :
 Kelas S1: Sangat sesuai (Highly Suitable) yaitu lahan tidak mempunyai faktor pembatas
yang serius untuk menerapkan pengolahan yang di berikan atau hanya mempunyai pembatas
yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan
yang biasa dilakukan.
 Kelas S2: Cukup sesuai (Moderatly Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius
untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan
mengurangi produksi dari keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan. •
Kelas S3: Kurang sesuai (Marginally Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius
untuk mempertahankan tingkat pengolahannya yang Universitas Sumatera Utara harus
diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan
masukan yang diperlukan.
 Kelas N1: Tidak sesuai saat ini (Currently Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang
sangat serius, tetapi masih dapat memungkinkan untuk diatasi hanya tidak dapat diperbaiki
dengan tingkat pengolahan model normal. Keadaan pembatas sedemikian seriusnya
sehingga mencegah kelangsungan penggunaan lahan.
 Kelas N2: Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu lahan mempunyai
pembatas permanen untuk mencegah segala kemungkinan kelangsungan penggunaan lahan.
2.4. Teknologi
Teknologi yang digunakan pada perencanaan ini adalah Sistem Informasi Geografis
(SIG), Ekadinata, dkk, (2008), Sistem informasi geografis (SIG) adalah sebuah sistem atau
teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan,
mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari suatu obyek atau
fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaannya di permukaan bumi. Qihao Weng
dalam bukunya (Weng, 2010) menyebutkan bahwa Sistem Informasi Geografis merupakan
paket software terintegrasi yang dibuat secara khusus untuk mengolah data geografis
dengan berbagai keperluan. GIS dapat melakukan pemrosesan mulai dari pemasukan data,
penyimpanan, menampilkan kembali informasi kepada pengguna, serta mempunyai
kemampuan untuk melakukan analisis terhadap data yang dimilikinya.
Menurut Riyanto,dkk, (2009), komponen sistem (subsistem) pada Sistem Informasi
Geografis antara lain.
a. Input
Pemasukan data yaitu mengumpulkan data dan mempersiapkan data spasial dan atau
atribut dari berbagai sumber data sesuai format data yang sesuai.
b. Manipulasi
Merupakan proses editing terhadap data yang telah masuk, hal ini dilakukan untuk
menyesuaikan tipe dan jenis data agar sesuai dengan sistem yang akan dibuat.
c. Manajemen data
Tahap ini meliputi seluruh aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan data
(menyimpan, mengorganisasi, mengelola, dan menganalisis data) ke dalam penyimpanan
permanen.
d. Query
Suatu metode pencarian informasi untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pengguna
Sistem Informasi Geografis.
e. Analisis
Sistem Informasi Geografis mempunyai dua jenis fungsi analisis, yaitu fungsi analisis
spasial dan analisis atribut. Fungsi analisis spasial adalah operasi yang dilakukan pada data
spasial. Sedangkan fungsi analisis atribut adalah fungsi pengolahan data atribut, yaitu data
yang tidak berhubungan dengan ruang.
f. Visualisasi (data output)
Penyajian hasil berupa informasi baru atau dari database yang ada baik dalam bentuk
softcopy maupun dalam bentuk hardcopy seperti dalam bentuk peta (atribut peta dan atribut
data), tabel, dan grafik.
2.5. Metode
Berbagai model evaluasi lahan yang telah dikembangkan menurut PPPTA (2005), salah
satu diantaranya adalah LECS (A Land Evaluation Computer System Methodology and User
Manual) (Wood and Dent, 1983). LECS dipakai oleh Pusat Penelitian Tanah pada LREP-I
(Land Resource Evaluation and Planning Project), tahun 1987-1990. Hasil LREP-I adalah
tersedianya data dan informasi potensi sumber daya lahan nasional dalam bentuk Database
Sumber Daya Lahan dengan berbagai skala dan format, baik tabular maupun spasial (Arsyad,
2010). Oleh Rossiter dan Van Wambekke (1997) dalam Ritung, dkk (2007) menjelaskan
berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti
sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching)
antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Prosedur
pengembangan kelas kemampuan lahan pertama kali dipublikasikan oleh Norton di dalam Soil
Conservation Survey Handbook tahun 1939, meskipun ide mengenai kelas kemampuan lahan
telah muncul jauh sebelumnya (Helms, 2005). Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke
dalam tiga kategori utama yaitu Kelas, Subkelas, dan Satuan Kemampuan (capability unit) atau
Satuan Pengelolaan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas
intensitas faktor penghambat (Arsyad, 2010).
Pada dasarnya, sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan oleh USDA dan
dikemukakan dalam Agricultural Handbook No. 210 (Klingebiel dan Montgomery, 1961).
Sistem ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas, dan unit. Penggolongan kedalam
kategori tersebut berdasarkan atas kemampuan Universitas Sumatera Utara lahan tersebut untuk
produksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang (Sutanto,
2005). Jika survey sumberdaya lahan telah dilaksanakan dan data telah dianalisis, proses
klasifikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) metode parametrik dan (2) metode faktor
penghambat. Pada metode parametrik kualitas lahan atau sifat-sifat lahan yang mempengaruhi
kualitas lahan diberi nilai dari 10 sampai 100 atau 1 sampai 10. Kemudian setiap nilai
digabungkan dengan penambahan atau perkalian dan ditetapkan selang nilai untuk setiap kelas.
Dengan nilai tertinggi untuk kelas terbaik dan berkurang dengan semakin kecilnya selang nilai.
Dengan metode faktor penghambat, maka setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan
dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamannya
sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas. Penghambat yang
terkecil untuk kelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin rendah pula
kelasnya. (Arsyad, 2010).
III. METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Adapun tempat dan waktu dilaksanakannya praktikum ini yaitu bertempat di Desa Kandeh,
Kecamatan Seunagan Timur, Nagan Raya, Provinsi Aceh pada tanggal 9 April 2019.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
 Alat tulis
 Bor tanah
 Buku Munsel
 GPS
 Kamera
 Kartu despkripsi
 Kertas Lakmus
 Karet gelang
 Parang
 Pisau
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
 H202 30% dan 10%
 KCl

3.3 Metode
3.3.1 Tahap Pengambilan Data Survey Lapangan
a) Diambil setiap titik koordinat masing – masing track
b) Dilakukan pemboran di setiap titik, apabila jenis tanah sama maka dilanjutkan pemboran
pada titik selanjutnya
c) Dilakukan penggalian profil tanah atau minipit, kemudian dianalisis pH, kandungan
bahan organic, dan kandungan kapur pada tanah, serta warna tanah
d) Dicatat pada kartu deskripsi
e) Di foto sampel tanah, serta di save atau simpang titik koordinat pada titik yang telah
dilakukan pemboran
3.3.2 Tahapan/ Prosedur Evaluasi Kesesuaian Lahan Menurut FAO
a) Dilakukan persiapan sebelum melakukan survey tanah dilapang, yaitu mempersiapkan
data iklim, peta dasar jenis data yang akan digunakan, asumsi yang digunakan dalam
evaluasi, daerah penelitian, serta intensitas dan skala survey di wilayah yang ingin di
survey
b) Di catat data yang didapat dilapangan berupa penjabaran/ deskripsi dari jenis penggunaan
lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan – persyaratan yang diperlukan
c) Kemudian data yang didapat dihubungkan dengan kualitas lahan yang sesuai data yang
ada dilapangan
d) Kemudian cari data syarat tumbuh tanaman yang akan dibudidyakan
e) Dilakukan matching atau percobaan data kesesuaian lahan tanaman
f) Penyajian dari hasil – hasil evaluasi

3.4 Tahapan Kajian


3.4.1 Persiapan
Pada tahapan persiapan ini yang dilakukan yaitu menyiapkan bahan – bahan serta alat yang
dibutuhkan untuk kegiatan praktikum. Setelah itu menentukan titik awal, kemudian menentukan
titik koordinat menggunakan kompas tembak, dengan melakukan hal ini maka kita akan
mengetahui besar derajat dari sebuah titik, setelah itu menarik garis lurus menggunakan meteran
dari titik koordinat satu titik koordinat yang lainnya, kemudian membuat patokan di setiap titik
yang telah ditentukan. Hal yang sama terus dilakukan sampai dengan titik akhir, kemudian
membuat peta kerja berdasarkan data yang akan diperoleh.
3.4.2 Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan metode matching. Metode matching atau pencocokan
merupakan metode pencocokan antara karakteristik serta kualitas lahan dengan kriteria kelas
kemampuan lahan. Pencocokan tiap parameter didasari atas klasifikasi parameter kemampuan
lahan. Kelas kemampuan lahan dari tiap unit pemetaan yang dalam hal ini berupa satuan lahan
didapat berdasar penyimpulan seluruh kelas kemampuan lahan dari parameter – parameter yang
digunakan.
3.4.3 Pra Analisis
Tahap penyajian hasil atau pra analisis berupa table data dan peta hasil kelas kesesuaian
lahan untuk tanaman hasil dari system matching antara persyaratan penggunaan lahan atau
persyaratan tumbuh tanaman, dengan data kualitas/ karakteristik lahan dari suatu wilayah.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil survei lapangan pada kawasan kajian diamati beberapa parameter yaitu :

Tabel 1. Pemboran hari pertama

No Pemboran 1 2 3 4 5 6 7
1 Warna Rawa 4/4 10YR 4/4 Rawa Rawa ¾ 10YR 5/6 10YR
Dark 10YR Dark Yellowish
Yellowish Brown Yellowish Brown
Brown Brown
2 Tekstur Rawa Lempung Lempung Rawa Rawa Liat Lempung
Berliat Liat Berpasir liat
Berpasir berpasir
3 Kandungan Rawa Sedikit Sedikit Rawa Rawa Sedikit Sedikit
BO
4 Ph Rawa 5 5 Rawa Rawa 6 6
5 Kandungan Rawa Tidak ada Tidak Rawa Rawa Tidak Tidak ada
Garam ada Ada

Tabel 2. Pemboran hari kedua

No Pemboran 1 2 3 4 5
1 Warna 5/6 10YR 5/6 10YR 4/4 10YR 7/8 10YR Sungai
Yellowish Yellow Dark yellow
Brown Brown Yellowish
Brown
2 Tekstur Lempung Lempung Lempung Liat Sungai
Berliat Berliat liat berpasir
berpasir
3 Kandungan Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sungai
BO
4 Ph 5 5 4 5 Sungai
5 Kandungan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sungai
Garam

Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Robusta (FAO)


No. Karakteristik Lahan Nilai Aktual Perbaikan Potensial
1 Temperatur rata- 24,3⁰C S2 S2
rata
2 CH rata-rata 2000-3000 S3 S3
3 Bulan Kering <1;4-5 S2 S2
4 Tekstur halus, agak S1 S1
halus
5 Bahan Kasar - - - -
6 KE tanah 50-75 S3 lubang tanam (++) S1
7 Kemasaman tanah 5,5-6-5 S1 S1
8 Kemiringan <8 S1 S1
9 Drainase Sedang S2 Pembuatan saluran S1
irigasi
Kelas Kesesuaian S3t
Lahan
Keterangan :
S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)
S2 : Cukup Sesuai (Moderately Suitable)
S3 : Sesuai Marginal (Marginal Suitable)
N : Tidak Sesuai Saat Ini (Currently Not Suitable)
4.2 Pembahasan
Kopi Robusta membutuhkan tanah yang subur kaya akan unsur hara, gembur dan cukup
kandungan air untuk tumbuh optimal. Sebagaimana Anda ketahui, tanah yang kaya akan unsur
hara tidak hanya menjadi syarat mutlak pertumbuhan tapi juga berdampak pada hasil. Sedangkan
tanah yang gembur memungkinkan terjadinya sirkulasi udara di dalam tanah. Sementara
kandungan air di dalam tanah mempengaruhi perkembangan tanaman. Tanah yang terlalu liat
dan lengket karena terlalu banyak kandungan air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
panen kopi Robusta.
Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil maksimal perlu diupayakan tanah yang memiliki
kandungan air cukup dengan sirkulasi udara di tanah yang baik. Selain itu perlu juga
dipertimbangkan kelembaban lahan untuk tanaman kopi Robusta. Kopi Robusta setidaknya
membutuhkan pH (keasaman) antara 5,5 dan 6,5. Bila kondisi keasaman tanah kurang, maka bisa
ditambahkan pupuk urea untuk meningkatkan pH tanah. Sebaliknya bila tanah memiliki kadar
keasaman terlalu tinggi maka perlu ditambahkan kalsium fosfat. Jika kita kesulitan mencari
kalsium sulfat, cara paling mudah untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menambahkan kapur atau gamping mati pada tanah. Hasil pengamatan diperoleh pH tanah pada
setiap titik yaitu berkisar antara 5,5 sampai 6,5 dan dalam hal ini sangat sesuai atau memenuhi
syarat tumbuh komoditi kopi robusta.
Adanya musim kering dengan temperatur yang tinggi sangat diperlukan untuk persiapan
pembungaan dan pembentukan buah, tetapi pada mekarnya bunga dibutuhkan curah hujan yang
cukup. Tanaman kopi Robusta dapat tumbuh maksimal dan panen melimpah bila berada pada
kelembaban udara relatif antara 70 – 85% dan suhu di antara 13⁰C - 26⁰C. Lokasi survey
tersebut memiliki suhu rata-rata 24,3⁰C setiap bulannya menjadikan tempat ini sangat sesuai
untuk tanaman kopi rosbusta.
Curah hujan berpengaruh terhadap produksi kopi. Oleh karena itu curah hujan yang ideal
adalah yang merata dalam satu tahun. Tanaman kopi dapat mentoleransi batas minimal dalam
curah hujan dalam satu tahun sekitar 1000-2000 mm, sedang yang optimal 1.700-2500 mm.
Beruntung bagi petani kopi di Indonesia, sebab curah hujan di negeri ini mencapai 2500-3500
mm dalam setahun,
Perlu diketahui bahwa curah hujan yang melebihi batas normal bisa berdampak baik bagi
tanaman kopi di daerah daratan rendah. Namun di daerah daratan tinggi, curah hujan yang
melampaui batas mengakibatkan musim kemarau yang amat pendek. Padahal tanaman kopi juga
membutuhan musim kemarau yang agak panjan untuk berproduksi secara maksimal.
Sebagai contoh kopi Robusta yang membutuhkan musim kemarau antara 3-4 bulan,
apabila hal itu tidak terpenuhi maka tingkat produksinya menurun. Secara teori tanaman kopi,
termasuk robusta, setidaknya membutuhkan musim kering setidaknya 1,5 bulan sebelum masa
berbunga lebat. Perlu diketahui bahwa curah hujan sepanjang tahun yang diperlukan tanaman
Robusta berkisar antara 190-200 cm.
Adapun dari hasil pengamatan diperoleh kondisi yang sangat sesuai (S1) untuk parameter
tekstur, kemasaman tanag, dan kemiringan tempat tanpa perlu dilakukan perbaikan, sementara
cukup sesuai (S2) pada parameter temperatur, jumlah bulan kering, dan drainase. Temperature
dan bulan kering adalah nilai permanen atau tidak dapat diubah, drainase dapat diperbaiki
dengan melakukan pengolahan tanah serta pembuatan saluran irigasi untuk menjadikan lokasi
sangat sesuai. Sementara itu, kondisi sesuai marginal (S3) ternyata terdapat pada parameter iklim
yaitu curah hujan yang cukup tinggi di lokasi pengamatan mencapai 2000-3000 mm/tahun, dan
parameter ini permanen tidak dapat diubah kecuali jika terjadi perubahan iklim di daerah
tersebut.
Pengklasifikasian kesesuaian lahan menggunakan kelas kesesuaian lahan FAO (1976) yang
terdiri dari empat kategori yaitu :
1) Ordo : menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara
umum.
2) Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
3) Sub-kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di
dalam kelas.
4) Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam
pengelolaan di dalam sub-kelas.
Ordo
Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.
Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua, yaitu :
a. Ordo S : Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan
tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya
lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan
yang diberikan.
b. Ordo N : Tidak Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah
suatu penggunaan secara lestari.
Kelas
Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak sesuai, yaitu :
Kelas S1 : Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari atau
hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap
produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.
Kelas S2 : Cukup Sesuai
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang
lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan sehingga akan meningkatkan
masukan yang diperlukan.
Kelas S3 : Sesuai Marjinal
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang
lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan
yang diperlukan.
Kelas N1 : Tidak Sesuai pada saat ini
Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih mungkin diatasi.
Kelas N2 : Tidak Sesuai selamanya
Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala kemungkinan penggunaan
lahan.
Sub Kelas
Sub kelas kesesuaian lahan menggambatkan jenis faktor pembatas. Sub kelas ditunjukkan
oleh huruf jenis pembatas yang ditempatkan sesudah simbol S2, S3, atau N sedangkan S1 tidak
mempunyai sub kelas karena tidak mempunyai faktor pembatas.
Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan, yaitu :
 Pembatas iklim (c)
 Pembatas topografi (t)
 Pembatas kebasahan
 Pembatas faktor fisik tanah (s)
 Pembatas faktor kesuburan tanah (f)
 Pembatas salinitas dan alkalinitas (n)
V. KESIMPULAN

Adapun yang dapat disimpulkan dari pelaksanaan survey dan evaluasi lahan ini adalah sebagai
berikut :
a. Pada evaluasi kesesuaian lahan hanya diperoleh satu faktor pembatas yaitu curah hujan
lokasi survey yang mencapai lebih dari 3000 mm/tahun.
b. Lokasi survey memenuhi syarat tumbuh kopi robusta dari parameter kemasaman 5-6,
suhu 24,3⁰C, bulan kering <1, drainase sedang, kedalaman efektif 60 cm, dan tekstur
halus sampai agak halus
c. Pengklasifikasian sesuai dengan klasifikasi kelas kesesuaian lahan FAO yang terbagi
kedalam 4 kategori yaitu ordo, subkelas, kelas, dan unit
d. Curah hujan dikategorikan kedalam kelas sesuai marjinal(S3) yang berarti merupakan
pembatas yang dapat mengurangi produksi kopi robusta dan dalam hal ini perlu
peningkatan masukan.
e. Dari evaluasi kesesuaian 9 parameter utama syarat tumbuh kopi robusta maka diperoleh
kelas kesesuaian lahan sesuai marjinal dengan curah hujan yang tinggi menjadi satu-
satunya faktor pembatas.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai