Oleh
KELOMPOK 5
Syauwal Mubarrak 1405104010046
Juriandi 1505104010001
Sari Putri Rahmadani 1505104010027
Taufiq Hidayat 1705104010026
Siti Nurhaliza 1705104010049
Muhammad Putra Ramadhan 1705104010054
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
makalah yang diberi judul " Pemanfaatan Lahan Berbasis Jenis Tanah Dalam Kesesuaian
Lahan”. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak – pihak
yang telah mendukung serta bapak Dosen selaku pembimbing, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.
Makalah yang kami buat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh Bapak Dosen Mata Kuliah Sumber Daya Pertanian Lokal, Makalah ini
memberi perhatian besar terhadap Ilmu Pengetahuan. Oleh karena itu, selain
menyelesaiakan tugas yang diperintahkan, makalah ini juga berisi tentang hal-hal yang
dianggap penting untuk pengetahuan kita khususnya dalam bidang pertanian.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Demikian makalah ini kami buat walaupun
kami merasa jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
tetap kami nantikan.
Penyusun ,
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan lahan dan pemanfaatannya
2. Mengetahui apa yang di maksud tanah dan profil tanah
3. Mengetahui bagaimana Jenis- jenis tanah dan pemanfaatannya
4. Mengetahui bagaimana klasifikasi kesesuian lahan.
1
BAB II. PEMBAHASAN
2
Sawah irigasi, untuk ditanami padi, gandum, atau tanaman sejenisnya. Tentu sebagai sawah
irigasi perlu untuk memikirkan sumber airnya. Salah satu yang mempengaruhi besar
kecilnya biaya pengelolaan dan berhasil tidaknya lahan potensial dimanfaatkan adalah
tergantung dari sumber air di sekitar sawah irigasi. Namun, perlu diingat bahwa air yang
menggenang terlalu lama untuk lahan ini juga tidak akan berdampak positif dalam
pemanfaatan lahan. Genangan air dapat menghanyutkan humus-humus tanah dan juga
membuat tanaman pada sawah jenis ini menjadi cepat busuk sebelum masa panen tiba.
Perkebunan, ditanami tanaman-tanaman kebun seperti tebu, kelapa sawit, buah-buahan,
dan sebagainya. Tentu, memanfaatkan lahan untuk perkebunan, biaya pengelolaannya
cukup besar dibanding pengelolaan jenis lainnya. Lahannya pun cukup besar untuk dapat
digunakan sebagai perkebunan. Namun, hasilnya pun bernilai ekonomi cukup tinggi.
Peternakan, dataran rendah merupakan lahan potensial paling mudah dalam penggarapan
dan pemanfaatannya dengan biaya yang cukup minim. Peternakan bisa menjadi salah satu
pilihan untuk menggarap lahan potensial di dataran rendah. Unggas, kambing, sapi, kerbau,
merupakan beberapa pilihan hewan yang mudah untuk dipelihara guna pemanfaatan lahan
potensial.
3
Indonesia memiliki garis pantai yang paling panjang diantara negara lainnya. Penting untuk
mengetahui pemanfaatan lahan di daerah pantai untuk dapat memanfaatkan lahan-lahan
potensialnya. Pemanfaatan lahan di daerah pantai antara lain dapat digunakan untuk:
Industri garam
Pada industri garam dibutuhkan panas matahari yang cukup karena industri garam tentu
sangat membutuhkan panas matahari untuk proses pengristalan air laut. Intensitas hujan
yang cukup tinggi di negara kita menjadi salah satu kendala pemanfaatan lahan melalui
industri garam ini.
Pelabuhan
Pelabuhan membutuhkan sarana-prasarana yang menunjang. Apalagi jika ini tak hanya
dimanfaatkan sebagai pelabuhan kapal nelayan setempat, namun juga pelabuhan antar
daerah bahkan nasional. Sarana dan prasarana penunjang baik di pelabuhan sendiri atau
sekitar pelabuhan juga harus memadai.
Area persawahan pasang surut
Sawah jenis ini tergantung dari pasang surut air laut. Namun, terkadang laut pasang surut
luput dari prediksi kita. Nah, kita dapat membuat pintu pengatur keluar masuknya air laut
guna lebih mengoptimalkan hasil dari pemanfaatan lahan jenis ini.
Tambak udang dan bandeng
Lagi-lagi, pasang surut air laut menjadi kendala besar dalam pemanfaatan lahan. Apabila
hal ini tidak mendapat perhatian cukup, tentu kerugian secara ekonomis tak bias terelakkan.
Pintu pengatur keluar masuknya air laut juga dapat dimanfaatkan untuk pemanfaatan lahan
lewat tambak udang ini untuk menjaga kadar keasaman (pH) air laut.
Pariwisata
Salah satu kendala dalam pemanfaatan lahan potensial area pantai dengan pariwisata yakni
terkait dengan transportasi. Kemudahan transportasi menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan baik dalam maupun luar daerah
4
panjang. Tanah merupakan media bagi tumbuhan tingkat tinggi dan pangkalan hidup bagi hewan
dan manusia.
Komponen tanah (mineral, organik, air dan udara) tersusun antara yang satu dengan yang
lain membentuk tubuh tanah. Tubuh tanah dibedakan atas horizon-horizon yang kurang lebih
sejajar dengan permukaan tanah sebagai hasil proses pedogenesis. Bermacam-macam jenis tanah
yang terbentuk merupakan refleksi kondisi lingkungan yang berbeda.
Tanah memiliki persebaran secara vertikal dan horizontal. Persebaran vertikal hanya
dipengaruhi oleh jenis tenah. Persebaran secara horizontal disebabkan oleh perbedaan keadaan
iklim, topografi, bahan batuan induk, organisme, dan waktu yang menyebabkan setaip daerah
memiliki jenis dan karakter tanah yang juga berbeda-beda. Perbedaan jenis tanah juga akan
menyebabkan perbedaan pemanfaatan untuk pertanian karena setiap tanaman memiliki syarat
tumbuh yang berbeda-beda berkaitan dengan sifat dan kerakter tanah. Secara garis besar, profil
tanah terdiri atas empat lapisan :
1. Lapisan tanah atas (Topsoil)
Lapisan tanah ini merupakan bentuk lapisan tanah yang paling subur, berwarna cokelat
kehitam-hitaman, gembur, dan memiliki ketebalan hingga 30 cm. Pada lapisan tanah inilah
berkembang aktivitas organisme tanah. Warna cokelat kehitaman dan kesuburan tanah pada
lapisan ini disebabkan pengaruh humus (bunga tanah), yaitu campuran sisa tumbuhan dan
hewan yang telah mati dan membusuk di dalam lapisan atas.
2. Lapisan tanah bawah (Subsoil)
Lapisan tanah ini merupakan lapisan tanah yang berada tepat di bawah lapisan topsoil.
Lapisan ini memiliki sifat kurang subur karena memiliki kandungan zat makanan yang sangat
sedikit, berwarna kemerahan atau lebih terang, strukturnya lebih padat, dan memiliki
ketebalan antara 50 - 60 cm. Pada lapisan ini, aktivitas organisme dalam tanah mulai
berkurang, demikian juga dengan sistem perakaran tanaman. Hanya tanaman keras yang
berakar tunggang saja yang mampu mencapainya.
3. Lapisan bahan induk tanah (Regolith)
Lapisan bahan ini merupakan asal atau induk dari lapisan tanah bawah. Pada profil tanah,
lapisan ini berwarna kelabu keputih-putihan, bersifat kurang subur karena tidak banyak
mengandung zat-zat makanan, strukturnya sangat keras, dan sulit ditembus sistem perakaran.
Di lereng-lerang pegunungan lipatan atau patahan lapisan ini seringkali tersingkap dengan
5
jelas. Akan tetapi karena sifat-sifat tersebut, maka lapisan tanah ini sulit dibudidayakan dan
hanya akan menghasilkan tanaman yang kerdil dan tidak berkembang.
4. Lapisan batuan induk (Bedrock)
Lapisan batuan ini merupakan bentuk batuan pejal yang belum mengalami proses
pemecahan. Lapisan ini terletak di lapisan paling bawah, sehingga jarang dijumpai manusia.
Akan tetapi di pegunungan lipatan atau patahan, lapisan ini terkadang tersingkap dan berada
di lapisan atas. Bila hal ini terjadi, maka lahan tersebut merupakan lahan yang tandus dan
tidak dapat ditanami karena masih merupakan lapisan batuan.
Menurut USDA, regosol merupakan tanah yang termasuk ordo entisol. Secara
umum, tanah entisol adalah tanah yang belum mengalami perkembangan yang
sempurna, dan hanya memiliki horizon A yang marginal. Contoh yang tergolong entiso
adalah tanah yang berada di sekitar aliran sungai, kumpulan debu vulkanik, dan pasir.
Umur yang amsih muda menjadikan entisol masih miskin sampah organik sehingga
keadaannya kurang menguntungkan bagi sebagian tumbuhan. Secara spesifik, ciri
regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning,,dan bahan organik
rendah. Sifat tanah yang demikian membuat tanah tidak dapat menampung air dan
mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Dengan kandungan bahan organik yang
sedikit dan kurang subur, regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija,
tembakau, dan buah-buahan yang juga tidak terlalu banyak membutuhkan air. Regosol
6
banyak tersebar di jawa, Sumatra, dan nusa tenggara yang kesemuanya memiliki gunung
berapi.
2. Latosol
Dalam USDA latosol masuk dalam golongan inseptisol. Inseptisol berkembang
pada daerah yang lembab. Perkembangan horizon inseptisol berlangsung lambat samapi
sedang. Perkembangan yang lambat terjadi karena tanah berada pada ligkungan yang
lembab, dingin, dan mugkin genangan-genangan air.
Secara spesifik, latosol merupakan tanah yang berwarna merah hingga coklat sehingga
banyak yang menamainya sebagai tanah merah, memiliki profil tanah yang dalam,
mudah menyerap air, mudah mneyerap air, memiliki kandungan bahan organik yang
sedang, dan pH netral hingga asam. Kadar humus latosol mudah menurun, dan memiliki
fosfat yang mudah bersenyawa dengan besi dan almunium. Latosol banyak dijumpai di
Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bali, Jawa, Minahasa, Papua, dan Sulawesi. Saat ini,
jenis tanah latosol banyak digunakan untuk pertanaman palawija, padi, kelapa, karet,
dan kopi.
3. Organosol
Organosol merupakan jenis tanah yang terbentuk akibat adanya pelapukan-
pelapukan bahan organik. Sebagai hasil pelapukan bahan organik, tanah jenis ini subur
untuk hampir semua jenis tanaman. Organosol dibedakan menjadi dua yaitu tanah
humus dan tanah gambut.
7
Tanah humus adalah tanah hasil pelapukan dan pembusukan bahan organik khususnya
dari tanaman yang sudah mati. Humus sangat subur untuk pertanian. Kandungan bahan
organik yang tinggi membuat tanah humus berwarna kehitam-hitaman. Humus banyak
dimanfaatka untuk media pertanaman kelapa, nanas, dan padi. Persebarannya banyak
terdapat di pulau Sumatra, Sulawesi, Jawa Barat, Kalimantan, dan Papua.
Tanah gambut adalah tanah hasil pembusukan bahan-bahan organik. Akan tetapi, tanah
gambut kurang subur untuk pertanian. Pembusukan pada tanah gambut berlangsung
dalam keadaan tergenang air sehingga tanah menjadi anaerob dan terlalu masam. Bahan
organik yang tidak lapuk sempurna juga menyebabkan tanah gambut tidak subur untuk
tanaman. Gambut banyak terdapat di pantai timur Sumatra, Kalimantan barat, dan pantai
selatan papua. Saat ini gambut baru dikembangkan untuk pertanian kelapa sawit.
4. Alluvial
Menurut USDA, alluvial tergolong dalam ordo inseptisol. Ciri umum sama dengan
pada tanah latosol. Alluvial merupakan tanah muda hasil pengendapan material halus
8
aliran sungai. Ciri utama tanah alluvial adalah berwarna kelabu dengan struktur yang
sedikit lepas-lepas.
Kesuburan tanah alluvial sangat bergantung pada sumber bahan asal aliran
sungai.Alluvial terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sungai-
sungai besar seperti pada pulau jawa, Sumatra, Kalimantan, dan papua. Alluvial banyak
digunakan untuk tanaman padi, palawija, tebu, kelapa, tembakau, dan buah-buahan.
5. Ultisol (Podzolik Merah Kuning)
Podzolik merah kuning merupakan bagian dari tanah Ultisol. Menurut USDA,
ultisol adalah tanah yang sudah mengalami pencucian pada iklim tropis dan sub tropis.
Karakter utama tanah ultisol adalah memiliki horizon A yang tipis, akumulasi lempung
pada horizon B dan bersifat agak masam. Tanah ultisol bersifat agak lembab dengan
kadar lengas tertinggi pada ultisol yang berbentuk bongkah.
Tanah podzolik merah kuning sendiri merupakan tanah yang terbentuk karena curah
hujan yang tinggi dan suhu yang rendah. Tanah podzolik merah kuning berwarna merah
sampai kuning dengan kesuburan yang relatif rendah karena pencucian-pencucian.
Podzolik merah kuning banyak digunakan untuk tanaman kelapa, jambu mete, karet,
9
dan kelapa sawit. Podzolik merah kuning banyak dijumpai di daerah pegunungan
Sumatra, Jawa Barat, Sulawesi, Maliku, Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara.
6. Laterit
Laterit hampir sama dengan podzolik meah kuning. Hanya saja jenis tanah ini
terbentuk pada suhu yang lebih tinggi. Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah
laterit memiliki kandungan hara yang rendah sehingga kurang cocok untuk berbagai
jenis tanaman.
Laterit banyak dijumpai pada pegunungan yang hutannya sudah gundul seperti pada
Jawa Tengah, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tenggara. Laterit
bayak digunakan untuk pertanaman jambu mete dan kelapa.
7. Litosol
Dalam USDA, litosol termasuk dalam ordo Entisol, sama dengan tanah regosol.
Lebih spesifik, tanah litosol merupakan tanah muda yang berasal dari pelapukan batuan
yang keras dan besar. Litosol belum mengalami perkembangan lebih lanjut sehingga
hanya memiliki lapisan horizon yang dangkal. Sebagai tanah muda, latosol memiliki
struktur yang besar-besar dan miskin akan unsur hara.
10
Litosol banyak terdapat di Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara, Maluku
Selatan, dan Papua. Latosol baru bisa dimanfaatkan untuk palawija.
8. Rendzina
Rendzina merupakan tanah organik diatas bahan berkapur yang memiliki tekstur
lempung seperti vertisol. Tanah redzina memiliki kadar lempung yang tinggi, teksturnya
halus dan daya permeabilitasnya rendah sehingga kemampuan menahan air dan
mengikat air tinggi. Tanah rendzina berasal daripelapukan batuan kapur dengan curah
hujan yang tinggi. Tanah memiliki kandungan Ca dan Mg yang cukup tinggi, bersifat
basa, berwarna hitam, serta hanya mengandung sedikit unsur hara.
Rendzia banyak terdapat di Maluku, papua, Aceh, Sulawesi Selatan, Lampung dan
pegunungan kapur di selatan Pulau Jawa. Rendzina digunakan untuk budidaya tanaman
keras semusim dan juga tanaman palawija.
9. Tanah Mediteran
Dalam USDA, tanah mediteran merupakan tanah ordo alfisol. Alfisol berkembang
pada iklim lembab dan sedikit lembab. Curah hujan rata-rata untuk pembentukan tanah
alfisol adalah 500 sampai 1300 mm tiap tahunnya. Alfisol banyak terdapat di bawah
tanaman hutan dengan karakteristik tanah: akumulasi lempung pada horizon Bt, horizon
E yang tipis, mampu menyediakan dan menampung banyak air, dan bersifat asam.
Alfisol mempuyai tekstur lempung dan bahan induknya terdiri atas kapur sehingga
permeabilitasnya lambat.
11
Tanah mediteran merupakan hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen.
Warna tanah ini berkisar antara merah sampai kecoklatan. Tanah mediteran banyak
terdapat pada dasar-dasar dolina dan merupakan tanah pertanian yang subur di daerah
kpur daripada jenis tanah kapur yang lainnya. tanah mediteran banyak terdapat di Jawa
Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sumatra. Mediteran cocok
untuk tanaman palawija, jati, tembakau, dan jambu mete.
10. Grumosol
Dalam USDA, grumosol tergolong dalam ordo vertisol. Vertisol merupakan tanah
dengan kandungan lempung yang sangat tinggi. Vertisol sangat lekat ketika basah, dan
menjadi pecah-pecah ketika kering. Vertisol memiliki keampuan menyerap air yang
tinggi dan juga mampu menimpan hara yang dibutuhkan tanaman. Grumosol sendiri
merupakan tanah dengan warna kelabu hingga hitam serta memiliki pH netral hingga
alkalis. Di Indonesia, jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak
lebih dari 300 m di atas permukaan laut dengan topografi agak bergelombang hingga
berbukit, temperatur rata-rata 25oC, curah hujan <2.500 mm, dengan pergantian musim
hujan dan kemarau yang nyata.
12
Grumosol banyak terdapat di Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
serta Nusa Tenggara Timur. Grumosol banyak dimanfaatkan untuk pertanian jenis
rumput-rumputan atau pohon-pohon jati.
13
serta secara ekonomis masih menguntungkan dengan masukan teknologi yang tepat
(Djaenuddin et al., 1997).
Dalam pengklasifikasian lahan dibutuhkan data-data fisik dan pemanfaatan lahan. Data yang
diperlukan antara lain data iklim, tanah, terrain dan fisik lingkungan lainnya, persyaratan
penggunaan lahan dan persyaratan tumbuh tanaman. Akan tetapi walaupun kriteria
kesesuaian lahan telah disusun dengan menggunakan banyak data kuantitatif, namun data
yang tersedia di setiap daerah tidak sama. Oleh karena itu evaluasi penggunaaan lahan dapat
disesuaikan dengan data yang ada dan hasilnya dapat berubah seandainya data tersebut telah
dilengkapi (Djaenuddin et al., 1997).
Beberapa data karakteristik tanah/lahan yang diperlukan untuk evaluasi lahan dijelaskan di
bawah ini (Djaenuddin et al., 2003).
1. Temperatur Udara
Data temperatur biasanya diperoleh dari stasiun iklim. Akan tetapi jika data tersebut tidak
ada, maka temperatur udara dapat diduga berdasarkan ketinggian tempat (elevasi) dari atas
permukaan laut. Pendugaan dilakukan dengan menggunakan rumus Braak, yaitu : 26,3oC –
(0.01 x elevasi dalam meter x 0,6oC). Sedangkan untuk menduga suhu tanah, maka suhu
udara ditambah sekitar 3,5 oC (menurut Braak dalam Djaenuddin et al., 2003) atau 2,5 cm
(menurut Wambeke et al. dalam Djaenuddin et al., 2003).
2. Drainase Tanah
Drainase tanah dibedakan menjadi 7 kelas, sebagai berikut :
a. Cepat (excessively drained) : tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai
sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman
tanpa irigasi.
b. Agak cepat (somewhat excessively drained) : tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
tinggi dan daya menahan air rendah.
c. Baik (well drained) : tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan
air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan.
d. Agak baik (moderately well drained) : tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang
sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan.
14
e. Agak terhambat (somewhat poorly drained) : tanah mempunyai konduktivitas hidrolik
agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke
permukaan.
f. Terhambat (poorly drained) : tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya
menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama
sampai ke permukaan.
g. Sangat terhambat (very poorly drained) : tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sangat
rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang
untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan.
3. Tekstur Tanah
Tekstur merupakan gabungan komposisi fraksi tanah halus (diameter < 2mm), yaitu pasir,
debu dan liat. Pengelompokan kelas tekstur sebagai berikut :
a. Halus (h) : liat berpasir, liat, liat berdebu
b. Agak halus (ah) :lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu
c. Sedang (s) :lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
d. Agak kasar (ak) : lempung berpasir
e. Kasar (k) : pasir, pasir berlempung
f. Sangat halus (sh) : liat
g. Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah dibedakan menjadi (1) sangat dangkal (< 20 cm), (2) dangkal (20 – 50
cm), (3) sedang (50 – 75 cm) dan (4) dalam (> 75 cm)
15
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Lahan merupakan suatu tempat terbuka di permukaan bumi yang dimanfaatkan oleh
manusia, misalnya untuk lahan pertanian, untuk membangun rumah, dan lain-lain. Lahan potensial
merupakan sebidang tanah yang dapat dikelola oleh manusia sehingga memberikan hasil yang
tinggi dengan biaya pengelolaan yang minim. Secara geografis, letak lahan potensial bervariasi.
Bisa berada di dataran rendah, dataran tinggi, pantai, bahkan daerah pegunungan. Adapun jenis -
jenis tanah dan persebarannya yang ada di indonesia antara lain: Regosol, Latosol, Organosol,
Alluvial, Ultisol, Laterit, Litosol, Rendzina, Tanah Mediteran dan Grumosol.
Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan bagian dari evaluasi sumber daya lahan.
Klasifikasi kemampuan lahan tidak memberi petunjuk tentang kesuburan tanah, namun
berdasarkan pengkelasan tersebut dapat dibuat rencana penggunaan tanah yang disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing bidang tanah.
16
DAFTAR PUSTAKA
Djaenuddin D., et al. (1997), Buku Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas
Pertanian, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian,Bogor.
Djaenuddin D., et al. (2003), Petunjuk Teknis Evaluasi lahan Untuk Komoditas
Pertanian, Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor
FAO. (1976), A framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division, FAO Soil Buletin No. 32,
FAO-UNO, Rome.
Mather, A.S. (1986), Land Use. Longman, London and New York
Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. (1993), Petunjuk Teknik Evaluasi Lahan,
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat bekerjasama dengan Proyek Pembangunan
Penelitian Pertanian Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, Bogor.
Setya N. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan. Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada.
University Press, Yogyakarta.
17