Anda di halaman 1dari 12

Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

Konsep Diri Siswa Underachiever

Tarmidi, M.Psi

Staf Pengajar Departemen Psikologi Pendidikan USU

Underachievement

Definisi

Rimm (dalam Del Siegle & McCoah, 2008) menyatakan bahwa ketika siswa tidak menampilkan
potensinya, maka ia termasuk Underachiever. Siswa yang Underachiever seringkali salah
dinilai sebagai siswa berkesulitan belajar (McCall et al, 1992; Ross, 1995 dalam Peters &
Boxtel, 1999). Reis dan McMoach (2000 dalam Robinson, 2006) mendifinisikan
underachievement
sebagai kesenjangan akut antara potensi prestasi (
expected achievement
) dan prestasi yang diraih (
actual achievement
). Untuk dapat diklasifikasikan sebagai
underachiever
, kesenjangan antara potensi dan prestasi tersebut bukan merupakan hasil diagnosa kesulitan
belajar (
learning disability
) dan terjadi secara menetap pada periode yang panjang (Robinson, 2006).
Underachiever
ini juga tidak dikaitkan dengan adanya perubahan hormonal menjelang remaja. Saat ini belum
ada metode yang tepat yang dapat digunakan psikolog pendidikan untuk mengidentifikasi
underachiever
(Ross dalam Peters & VanBoxtel, 1999). Secara operasional,
underachievement
dapat didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi dan hasil yang diperoleh

1 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

siswa di sekolah (Peters & VanBoxtel, 1999)

Penyebab Underachiever

Butler-Por (dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006) menyatakan bahwa underachievement bukan


disebabkan karena ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik, tetapi karena
pilihan-pilihan yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar. Pernyataan ini dijelaskan oleh
penelitian McClelland, Yewchuk dan Mulcahy (dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006) yang
menyatakan bahwa ada dua set utama yang mempengaruhi performa
underachiever
, yaitu (a) faktor emosi dan motivasi, dan (b) faktor yang berhubungan dengan strategi belajar.
McClelland dan rekannya percaya bahwa ketika faktor-faktor pada kedua set tersebut
berkombinasi dan saling berinteraksi, bisa menjadi konsekuensi yang paling kuat untuk
mencegah siswa menjadi
underachiever
(dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006).

a. Faktor Emosi dan Motivasi

Yang termasuk dalam faktor ini adalah (dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006)

1. Tidak menyadari potensinya, sehingga mereka kurang memahami dirinya dan orang
lain (Buteler-Por, 1987)
2. Mempunyai harapan/target yang terlalu rendah (Montgomery, 1996), sehingga membuat
mereka tidak mempunyai tujuan dan nilai yang jelas (Butler-Por, 1987).
3. Mempunyai self-esteem yang rendah, dan menjadi peka terhadap penilaian orang lain
(Butler-Por, 1987).
4. Pernah mengalami ‘high incident of emotional difficultiies’ (Pringle, 1970), dan
membuat mereka depresi atau cemas (Butler-Por, 1987).
5. Tidak termotivasi untuk berprestasi di sekolah (Montgomery, 1996).
6. Takut mengalami kegagalan (Montgomery, 1996).
7. Takut mengalami kesuksesan (Montgomery, 1996)
8. Menyalahkan orang lain (Montgomery, 1996)

2 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada siswa yang mempunyai kecenderungan undera
chievement
akan mengalami
self-fullfilling
yang makin memperkuat pola
underachievement
pada diri mereka. Individu yang tidak menyadari potensi dirinya akan menjadi lebih tertekan bila
diberikan komentar seperti “kamu bisa melakukannya dengan lebih baik” akan membuat
mereka melajutkan kecenderungan
underachievement
(oxfordbrooks.ac.uk, 2006).

b. Faktor yang berkaitan dengan Strategi Belajar

Berikut merupakan faktor yang berhubungan dengan bagaimana indvidu belajar yang
dikemukakan McClelland, Yewchuk dan Mulcahy (dalam oxfordbrooks.ac.uk, 2006)

1. Tidak bisa menampilkan performa yang baik dalam situasi tes.


2. Meraih prestasi dibawah harapan dalam salah satu pelajaran, sebagian atau
keseluruhannya.
3. Mengumpulkan tugas yang belum selesai atau yang dikerjakan secara asal-asalan.
4. Menghindari untuk mencoba hal-hal baru.
5. Mempunyai kecenderungan perfeksionis dan self-critism.
6. Kesulitan untuk bekerja dalam kelompok.
7. Membuat tujuan yang tidak realistis, terlau tinggi atau terlalu rendah.
8. Tidak menyukai kegiatan yang membutuhkan latihan teratur, mengingat dan yang
membutuhkan penguasaan keahlian tertentu.
9. Sulit untuk memberikan atensi dan berkonsentrasi dalam tugas.
10. Sulit menjalin dan mempertahankan hubungan persahabatan dengan teman-teman
sebayanya.

Karakteristik Siswa Underachiever

3 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

Karakteristik utama yang dihubungkan dengan anak underachiever adalah rendahnya self-este
em
(Preckle & Vock, 2006; Trevallion, 2008). Pernyataan tersebut juga dipertegas oleh Butler-Por;
McCall, Evahn & Kratzer (dalam Adams, 1997) yang menyatakan bahwa salah satu
karakteristik kepribadian siswa
underachiever
adalah rendahnya konsep diri. Siswa biasanya menutupi ini dengan mengembangkan
mekanisme pertahanan diri (
defence mechanism)
seperti bertindak agresif ataupun membuat keributan/lelucon di kelas.

Karakteristik sekunder yaitu biasanya mereka memperlihatkan perilaku menghindar. Mereka


sering mengatakan bahwa pelajaran di sekolah tidak relevan atau tidak penting karena itu
mereka biasanya lebih tertarik kegiatan selain kegiatan sekolah. Kaufman (dalam Trevallion,
2008) menyatakan bahwa karakteristik ini tampil dalam dua arah yaitu agresif atau menghindar.
Mereka juga akan memperlihatkan ketergantungan seperti tergantung pada orang lain untuk
menyelesaikan tugasnya.

Karakteristik tersier siswa underachiever antara lain buruknya keahlian dalam tugas-tugas
sekolah, kebiasaan belajar yang buruk, memiliki masalah penerimaan oleh teman sebaya,
konsentrasi yang buruk dalam aktivitas sekolah, tidak bisa mengatur diri baik di rumah maupun
di sekolah, mudah bosan, “meninggalkan” kegiatan kelas, memiliki kemampuan berbahasa oral
yang baik, tapi buruk dalam menulis, mudah terdistraksi dan tidak sabaran, sibuk dengan
pikirannya sendiri, kurang jujur, sering mengkritik diri sendiri, mempunyai hubungan
pertemanan yang kurang baik, suka bercanda di kelas (membuat keributan), ramah terhadap
orang yang lebih tua, dan berperilaku yang tidak biasa.

Mengatasi Siswa Underachiever

Model trifokal yang diajukan Rimm (dalam Joan, 2004) adalah salah satu pendekatan yang
paling komprehensif untuk mengatasi siswa yang underachiever. Model ini melibatkan individu
sendiri, lingkungan rumah dan sekolah. Masing-masing pihak yang terlibat tersebut
diikutsertakan dalam program trifokal ini, sehingga setiap orang yang diperkirakan berkontribusi
terhadap masalah underachie

4 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

ver dapat
menyelesaikan masalah anak dengan leih komprehensif (dalam Bakers, Bridger & Evans,
1998).
Agar dapat mengatasi siswa underachiever dengan tepat, maka diperlukan intervensi yang
berbeda pada setiap kasus karena menurut Hansford (dalam Joan, 2004)
underachievement
sangat spesifik pada individu masing-masing.

Beberapa literatur menyatakan bahwa underachievement adalah pola perilaku yang dipelajari
dan tentunya dapat juga diubah (Gallagher, 2005; Joan, 2004).
Coyle (2000 dalam Trevallion, 2008) menyatakan bahwa untuk meningkatkan prestasi anak
underachiever
dapat dilakukan dengan membangun
self-esteem
, meningkatkan konsep diri, meningkatkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, mengajari cara
belajar (
study skills
), manajemen waktu dan mengatasi kekurangannya dalam hal akademik. Pringle (dalam
oxfordbrooks.ac.uk, 2006) juga menyatakan hal yang sama, bahwa untuk mengatasi siswa
underachiever
dapat dilakukan oleh guru dengan meningkatkan konsep diri dan moral siswa, memberikan
dukungan, memberikan kesempatan untuk mengerjakan sesuatu dengan bebas, ataupun
membuat suasana belajar yang menyenangkan. Jika guru bersikap negatif terhadap siswa
underachiever
ataupu kurang memperhatikan mereka, akan berakibat makin menguatnya pola
underachievement
pada siswa tersebut.

Konsep diri

Remaja awal diketahui sebagai masa penyesuaian, dan konsep diri yang negatif akan membuat
siswa pada masa ini akan mengalami kegagalan akademis di masa yang akan datang (Wigfield
& Eccles dalam Adams, 1997). Self esteem dan dan self-concept sangat berhubungan dan
biasanya digunakan secara bertukar. Menurut Snow dan Jackson (dalam Adams, 2007),
konsep diri ( self-concept)
adalah sejauh mana ia mengetahui dirinya (

5 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

individual’s
self- knowlwdge
), dan
self-esteem
adalah persepsi individu harga diri dan penghormatan terhadap dirinya dan kualitas perasaan
individu terhadap kedua hal tersebut.

Menurut Branden (1998), konsep diri adalah siapa dan apa yang individu pikirkan mengenai diri
sendiri baik secara sadar maupun tidak sadar, mencakup trait fisik dan psikologi serta kelebihan
dan kekurangannya. Harter (dalam Papalia, 2007) juga menjelaskan bahwa konsep diri
merupakan konstruksi kognitif yang menggambarkan dan menilai diri. Konsep diri diperoleh dari
hasil belajar, oleh karena itu konsep diri biasanya menetap dan konsisten. Persepsi tentang diri
mengarahkan perilaku seseorang, dan individu akan berperilaku sesuai dengan persepsinya
tersebut (Purkey dalam Adams, 1997). Konsep diri berkorelasi dengan prestasi (Snow &
Jackson, 1992; Guerin et al., 1994; McCall, Evahn & Kratzer, 1992 dalam Adams, 1997),
motivasi (Raffini, 1993), dan tujuan pribadi (Lazarus, 1991 dalam Adams, 1997). Perbaikan
konsep diri akan mengarahkan peningkatan penyesuaian diri dan prestasi (Snow & Jackson,
1992; Guerin et al., 1994; McCall, Evahn & Kratzer, 1992 dalam Adams, 1997)

Konsep diri akademik

Bagi anak-anak dan remaja, sekolah merepresentasikan konteks yang paling kritis selain
keluarga dalam pengembangan persepsi diri (Purkey dalam Elabum & Vaughn, 2001) . Pengal
aman di sekolah mempengaruhi persepsi siswa terhadap kemampuan akademis, penerimaan
social, popularitas, perilaku, self-efficacy, dan bahkan ketertarikan fisik (Elabum & Vaughn,
2001). Pesepsi siswa terhadap kemampuan akademiknya akan mempengaruhi performa
mereka di sekolah, motivasi terhadap tugas akademik, orientasi karir, dan perkiraan
keberhasilan di masa depan. Perasaan anak tentang dirinya selama di sekolah bisa
mempengaruhi perkembangan konsep dirinya terutama konsep diri akademiknya (Swann
dalam Elabum & Vaughn, 2001).

Hattie (Kavale, & Mostert, 2004) mendefenisikan konsep diri akademik sebagai penilaian
individu dalam bidang akademik. Penilaian tersebut meliputi kemampuan dalam mengikuti
pelajaran dan berprestasi dalam bidang akademik, prestasi akademik yang dicapai individu,

6 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

dan aktivitas individu di sekolah atau di dalam kelas. Huit (2004) juga menjelaskan bahwa
konsep diri akademik menunjukkan seberapa baik performa individu di sekolah atau seberapa
baik dirinya belajar.

Shaffer (2002) menjelaskan bahwa pada awal masa kanak-kanak, individu mulai membangun
konsep dirinya yakni satu set keyakinan mengenai karakteristik mereka. Penelitian Keller, Ford,
dan Meacham (dalam Shaffer, 2002) menunjukkan bahwa anak-anak prasekolah
menggambarkan diri mereka berdasarkan karakteristik yang konkrit, seperti nama, penampilan
fisik, kepemilikan, dan perilaku yang khas pada mereka. Usia 8-11 tahun anak mulai
menggambarkan dirinya berdasarkan karakternya.
Mereka mulai mengurangi penekanan terhadap perilakunya dan mulai menonjolkan
kemampuannya.
Misalnya “ saya dapat mengerjakan ulangan dengan baik”. Mereka juga mulai menggambarkan
dirinya berdasarkan sifat-sifat psikologis. Hal tersebut dimulai dari penggambaran kualitas
secara umum, seperti “pintar” dan “bodoh”. Selajutnya pada usia remaja, penggambaran diri
merekapun berubah. Contoh “saya tidak terlalu pintar dalam matematika, “Saya senang dengan
pelajaran sejarah”.

Faktor yang mempengaruhi konsep diri akademik

Shaffer (2002) menjelaskan bahwa inti dari perkembangan konsep diri seseorang berasal dari
interaksinya dengan orang lain. Coley & Mead (dalam Shaffer, 2002) mengemukakan bahwa
“diri” ( self) adalah perpaduan antara apa yang seseorang
pikirkan mengenai pikiran orang lain terhadap dirinya. Harter (dalam Papalia, 2007)
menyatakan bahwa anak akan membentuk gambaran dirinya berdasarkan penilaian yang
diberikan orang lain kepada dirinya. Hal tersebut mulai terbentuk pada masa kanak-kanak.

Konsep diri, khususnya konsep diri akademik sangat tergantung pada cara seseorang
mengartikan keberhasilan dan kegagalan mereka, yang disebut sebagai achievement
attribution (Shaffer,
2002). Weiner (dalam Shaffer, 2002) menemukan bahwa remaja cenderung mengartikan
keberhasilan atau kegagalan mereka berdasarkan empat kemungkinan, yaitu kemampuan (
ability
), usaha (

7 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

effort
), tingkat kesulitan (
task difficulty
), atau keberuntungan (
luck).

Setiap anak pernah menghadapi situasi atau tugas baru, namun tidak semua anak mampu
menguasai situasi atau tugas baru tesebut. Selanjutnya, persepsi anaka terhadap kegagalan
dan keberhasilan yang mereka hadapi pun tidak sama.

Dweek (Dalam Shaffer, 2002) mengemukakan dua kelompok anak ketika menghadapi situasi
tersebut, yakni mastery oriented dan learned-helplessness oriented. Anak-anak dalam
kelompok mastery
oriented menilai
keberhasilan mereka merupakan hasil dari kemampuan yang mereka miliki, namun cenderung
menyalahkan factor yang diluar dirinya ketika menemui kegagalan, atau berusaha meyakinkan
dirinya bahwa ia dapat menunjukkan hasil yang lebih baik bila berusaha lebih giat. Anak-anak
dalam kelompok tersebut memiliki motivasi yang tinggi untuk menguasai tugas baru, tanpa
menghiraukan keberhasilan atau kegagalan yang pernah dialami sebelumnya.

Sebaliknya, anak-anak dalam kelompok learned-helplessness oriented, menilai keberhasilan


mereka bukan sebagai hasil dari kerja keras, melainkan keberuntungan, mereka tidak
merasakan kebanggaan karena tidak mengenal kemampuan yang mereka miliki. Anak-anak
tersebut menilai kegagalan sebagai sesuatu yang menetap yang disebabkan karena
ketidakmampuan mereka. Sebagai akibatnya, mereka merasa frustrasi ketika ketika mengalami
kegagalan dan hanya melohat sedikit alsan untuk mencoba memperbaikinya. Penelitian Henry
(2005) menunjukkan bahwa anak yang merasa tidak berdaya (
helpless
) menggunakan strategi
problem solving
yang kurang efektif dan lebih terfokus pada hasil yang telah didapt sebelumnya. Dweck (dalam
Shaffer, 2002) juga menjelaskan bahwa orantua dan guru seringkaali tanpa sengaja turut
mengembangkan
helplessness achievement orientation.
Keadaan tersebut muncul ketika orang tua dan guru tidak memuji keberhasilan seorang anak
karena kerja keras mereka dan mengkritik kegagalan mereka karena ketidakmampuannya.

8 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

Konsep diri akademik siswa underachiever

Underachievement terjadi karena kegagalan individu untuk merealisasikan diri (ReisDel Siegle
& McCoah, dalam Gallager, 2005), karenanya underachievement dapat
dilihat sebagai dampak dari perkembangan emosi yang berinteraksi dengan status kognisi yang
mengarahkan ke keadaan
underachievement
(Gallager, 2005). Salah satu faktor yang sering muncul pada siswa
underachiever
adalah rendahnya
self-image
dan buruknya
self-esteem
(Clark, 1992; Davis & Rimm, dalam Gallager, 2005). Konsep diri yang positif terbentuk dari
prestasi (
Gallager, 2005). Hasil tinjauan literartur yang dilakukan Lau dan Chan (2001) juga menunjukkan
hal yang sama, bahwa dari berbagai karakteristik siswa
underachiever
yang diajukan oleh berbagai peneliti, temuan yang paling konsisten adalah rendahnya konsep
diri atau
self-esteem
mereka, terutama pada area konsep diri akademik.

Memang hubungan konsep diri akademik dengan kecenderungan underachievement bersifat


resiprokal (Bynre, 1984; Marsh & Yeung, 1997 dalam Lau & Chan, 2001). Siswa yang
underachiever
tidak percaya bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk berprestasi, karenanya mereka
tidak berusaha keras untuk belajar dan mudah menyerah ketika menghadapi kegagalan.
Kemudian kegagalan dalam bidang akademik akan membuat mereka tidak percaya diri dalam
belajar sehingga mereka kehilangan konsep dirinya. Hubungan yang negatif antara konsep diri
akademik dengan prestasi menjadi lingkaran yang membuat pola
underachievement
sulit diputus.

Daftar Referensi

9 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

Adams, JE. (1997). A Study to Determine the Impact of Precollege Intervention on Early
Adolescent Aspiration and Motivation for College in West Virginia .
Blacksburg: Virginia Polytechnic Institute and State University: disertation.
(www.schoolar.lib.vt.edu)

Branden, J.D. (1998). The Six Pillars of Self-esteem. New York: Bantam Book

Burnett, Paul C., Craven, Rhonda G., Marsh, Herbert W. (1999). Enhancing students’
self-concepts and related constructs: The need for a critical longitudinal analysis capitalising on
and combining promising enhancement techniques for educational settings
.
www.aare.edu.au

Elbaum, Batya., Vaughn, Sharon. (2001). School-based interventions to enhance the


self-concept of students with learning disabilities: a meta analysis
.
The Elementary School Journal;
Jan 2001; 101, 3; Academic Research Library pg. 303

Gallagher, Gay. (2005). Underachievement-How Do We Define, Analyse, and Address it in


Schools?: a view through the lens of the literature in gifted education .
ACEpapers. March 2005 Issue 15. (www.education.auckland.ac.nz)

Graham, Philip.(editor).(1998). Cognitive-Behaviour Therapy for Children and Familiies.


Cambridge: Cambridge University Press

Henry, AR.(2005). Self-Esteem & Academic Achievement in African American Student with
Learning Disabilities . Master Degree Research Project.
www.wm.edu/education

Huitt, W. (2004). Self-Concept and Self-esteem Citation:. Self-concept and self-esteem.


Educational Psychology Interactive . www.chiom.valdesta.edu

10 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

Joan F, Smutney. (2004). Meeting the need of gifted underachievers individually. 2e Newsletter,
Desember 2004. (gt-cybersource.org)

Kavale, KA., Mostert, MP. (2004). Social Skills Interventions For Individuals With Learning
Disabilities . Learning Disability Quarterly; Winter 2004; 27, 1;
ProQuest Psychology Journals pg. 31. (
www.proquest.com
)

Martin, G., Pear, J. (2003). Behavior Modification: What It Is and How To Do It. New Jersey:
Prentice-Hall

McKay, M., Fanning, P. (2000). Self-esteem: A Proven Program of Cognitive Techniques for
Assesing, Improving, and Maintaining Your Sel-Esteem . 3 rd ed.
Oakland: New harbinger Publication.

Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D., Gross, D. (2007). Human Development. 10 th New
York: McGrawHill

Peters. WA., VanBoxtel. HW. (1999). Irregular Error Pattern in Raven’s Standar Progressive
Matrices: a sign of underachievement in testing situation?
. High ability studies Vol 10, No. 2,

Robinson, Linda. (2006). Combining Achievement barriers for Adolescent Underachieving


Learners. Journal of Cognitive Affective Learning, 2(2) (Spring 2006),
27-32 (dalam www.jcal.emory.edu)

Del Siegle & McCoah, DB. 2008. Understanding Underachievement: Recent Research on
Underachievement . www.aare.edu.au

11 / 12
Artikel

Written by Administrator
Friday, 15 May 2009 11:08 -

Shaffer, D.R. (2002). Developmental Psychology: Chilhood & Adolescence. 6 th ed. California:
Cole Pub

Stallard, Paul. (2002). Thin Good – Feel Good: A Cognitive Behaviour Therapy Workbook for
Children and Young People . West Sussex-England: John Wiley & Sons

Trevallion, Deborah. (2008). Underachievement: A Model for Improving Academic Direction In


Schools . ( www.aare.edu.au )

Oxfordbrooks.ac.uk. (2006). Underachievement: What do We Mean by Underachievement?. Di


akses pada 13 Maret 2008.

12 / 12

Anda mungkin juga menyukai