Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada kasus bencana alam ataupun kecelakaan transportasi massal,

seringkali jenazah yang ditemukan sudah tidak berbentuk sehingga sangat sulit

untuk mengenalinya. Sementara itu, jenazah perlu dikembalikan kepada keluarga

dari korban. Maka dari itu, diperlukan identifikasi terhadap jenazah tersebut.

Identifikasi diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang

melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga

dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang

diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Sementara identifikasi

secara forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang

ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah

tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar, dan kecelakaan

masal, bencana alam, huru-hara yang menyebabkan banyak korban meninggal,

serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga

berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau

diragukan orang tuanya. Untuk meminimalisir kekeliruan maka diperlukan suatu

teknik identifikasi dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi di mana

pemanfaatan teknologi analisis DNA dapat dipertimbangkan sebagai alternatif.

DNA dapat menjadi sebuah alat untuk identifikasi karena pada intinya

setiap makhluk hidup memiliki kandungan DNA. Metode DNA adalah salah satu

1
teknik paling tepercaya untuk mengidentifikasi. Identifikasi melalui DNA sangat

membantu karena sifatnya pasti/ definitif dan tidak berubah, mungkin terjadi

kelainan-kelainan tertentu tetapi pola dari apa yang kita periksa tidak berubah,

cuma ada keburukannya tergantung dari tempat dimana sumber-sumber tersebut

ditemukan, misalkan lembab, banyak jamur, itu akan merusak DNA, tetap bisa

dilakukan pemeriksaan tapi akan membutuhkan waktu lebih lama.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

a. Untuk lebih mengerti arti identifikasi secara umum.

b. Untuk mengerti salah satu jenis identifikasi forensik yaitu melalui analisis DNA

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah agar:

a. Masyarakat akan lebih mengerti perihal identifikasi korban secara forensik.

b. Pengidentifikasian forensik secara analisis DNA dapat dikembangkan lagi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. IDENTIFIKASI

2.1 Pengertian identifikasi

Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup

maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi

juga diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui

sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat

ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang

diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.1

Identifikasi forensik adalah upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu

penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering

merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menetukan

identifikasi personal dengan tepat sangat penting dalam penyidikan karena adanya

kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran

forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang

membusuk, terbakar, dan bencana alam yang mengakibatkan banyak korban

meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.1

2.2 Metode Identifikasi

Ada dua metode, yaitu ;

a. Identifikasi Komparatif (membandingkan data)

 Dalam komunitas terbatas

3
 Data antemortem & postmoterm tersedia

 identifikasi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara data ciri

hasil pemeriksaan hasil orang tak dikenal dengan data ciri orang yang

hilang yang diperkirakan yang pernah dibuat sebelumnya.

 Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak

dikenal, maka kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data

post mortem dan data ante mortem. Data ante mortem yang baik adalah

berupa medical record dan dental record.

 Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang

menentukan identitas sampai pada tingkat individual, yaitu dapat

menunjukan siapa jenasah yang tidak dikenal tersebut.

 Pada identifikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya ada

dua alternatif: identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu

apabila kedua data yang dibandingkan adalah sama, sehingga dapat

disimpulkan bahwa jenasah yang tidak dikenali itu adalah sama dengan

orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi negatif yaitu apabila

data yang dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian belum

dapat ditentukan siapa jenasah tak dienal tersebut. Untuk itu masih harus

dicarikan data pembanding ante mortem dari orang hilang lain yang

diperkirakan lagi.

 Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara membandingkan data,

diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante

mortem berupa medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta

4
up-to-date, memenuhi kriteria untuk dapat dibandingkan dengan data

post mortemnya. Apabila tidak dapat dipenuhi syarat tersebut, maka

identifikasi dengan cara membandingkan tidak dapat diterapkan.

b. Identifikasi Rekonstruktif

 Komunitas korban tidak terbatas

 Data antemortem tidak tersedia

 Mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil pemeriksaan

post-mortem ke dalam perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin,

umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri spesifik badan.

 Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan pola waktu

erupsi gigi, dapat diperkirakan umurnya. Pada kasus infantisid dengan

mengukur tinggi badan (kepala-tumit atau kepala-tulang ekor) dapat

diperkirakan umur bayi dalam bulan.

 Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan tinggi

badan individu dari ukuran barang bukti tulang-tulang panjangnya.

 Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri atau

kraniometri, dapat diperhitungkan perkiraan ras dan bentuk muka

individu.

 Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa individu

yang memilikinya.

5
Beberapa teknik yang dapat digunakan terdiri dari :2

1. Metoda visual, dengan memperhatikan dengan cermat atas korban, terutama

wajahnya oelh pihak keluarga atau rekan dekatnya, amka jati diri korban dapat

diketahui.

2. Pakaian, pencatatan yang teliti atas pakaian, bahan yang dipakai, mode serta

adaya tulisan-tulisan seperti: merek pakaian, penjahit, laundry atau intial nama,

dapat memberikan informasi yang berharga, milik siapakah pakaian tersebut.

3. Perhiasan, anting-anting, kalung, gelang, serta cincin yang ada pada tubuh

korban, khususnya bila pada perhiasan itu terdapat initial nama seorang yang

biasanya terdapat pada bagian dalam dari gelang atau cincin; akan membantu

dokter atau pihak penyidik di dalam menentukan identitas korban.

4. Dokumen, kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, kartu golongan

darah, tanda pembayaran yang ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat

menunjukkan jati diri korban.

5. Medis, pemeriksaan fisik secara keseluruhan, yang meliputi bentuk tubuh, tinggi

dan berat badan, warna tirai mata,adanya cacat tubuh serta kelainan bawaan,

jaringan parut bekas operasi serta adanya tatto, dapat memastikan siapa jati diri

korban.

6. Gigi, bentuk gigi dan bentuk rahang merupakan ciri khusus dari seseorang,

sedemikian khususnya sehingga dapat diaktakan idak ada gigi atau rahang yang

identik pada dua orang yang berbeda, menjadikan pemeriksaan gigi ini

mempunyai nilai yang tinggi dalam hal penentuan jati diri seseorang.

6
7. Sidik jari, dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari

yang sama, walaupun kedua orang tersebut kembar satu telur.

8. Serologi, penentuan golongan darah yang diambil baik dari dalam tubuh korban,

maupun bercak darah yang berasal dari bercak-bercak yang terdapat pada

pakaian, akan dapat mengetahui golongan darah si korban.

9. Ekslusi, metoda ini umumnya hanya dipakai pada kasus dimana banyak terdapat

korban (kecelakaan masal), seperti peristiwa tabrakan kapal udara, tabrakan

kereta api atau angkutan lainnya yang membawa banyak penumpang. Dari daftar

penumpang (passanger list), pesawat terbang, akan dapat diketahui siapa-siapa

yang menjadi korban.

10. Analisis DNA, Forensik DNA merupakan alat pengidentifikasian yang terkini.

Di masa yang akan datang, DNA merupakan alat bukti yang pasti dijadikan

standar utama oleh tim investigasi dalam mengungkap siapakah korban maupun

pelaku tindak pidana. Selanjutnya penerapan teknlogi DNA akan dibahas di

subbab selanjutnya.

2.3 Identifikasi Korban Bencana Massal

Kegiatan identifikasi korban bencana massal (Disaster Victim

Identification) menjadi kegiatan yang penting dan dilaksanakan hampir pada

pemeriksaan identifikasi pada kasus musibah bencana massal adalah untuk

mengenali korban. Dengan identifikasi yang tepat selanjutnya dapat dilakukan

upaya merawat, mendoakan serta akhirnya menyerahkan setiap kejadian yang

menimbulkan korban jiwa dalam jumlah yang banyak. Tujuan utama pemeriksaan

identifikasi pada kasus musibah bencana massal adalah untuk mengenali korban.
7
Proses identifikasi ini sangat penting bukan hanya untuk menganalisis penyebab

bencana, tetapi memberikan ketenangan psikologis bagi keluarga dengan adanya

kepastian identitas korban. Disaster Victim Identification (DVI) adalah suatu

definisi yang diberikan sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban

mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan

mengacu pada standar baku Interpol (1). Proses DVI meliputi 5 fase yang pada

setiap fase memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Proses DVI

menggunakan bermacam-macam metode dan teknik. Interpol telah menentukan

adanya Primary Identifier yang terdiri dari fingerprint (FP), dental records (DR)

dan DNA serta Secondary Identifiers yang terdiri dari medical (M), property (P)

dan photography (PG), dengan prinsip identifikasi adalah membandingkan data

antemortem dan postmortem. Primary identifiers mempunyai nilai yang sangat

tinggi bila dibandingkan dengan secondary identifiers. Setiap bencana massal yang

menimbulkan banyak korban jiwa, baik akibat Natural Disaster ataupun Man Made

Disaster, memiliki spesifikasi tertentu yang berbeda antara kasus yang satu dengan

yang lain. Perbedaan ini menyebabkan tindakan pemeriksaan identifikasi dengan

skala prioritas bahan yang akan diperiksa sesuai dengan keadaan jenazah yang

ditemukan. Kejadian bencana massal tersebut akan menghasilkan keadaan jenazah

yang mungkin dapat intak, separuh intak, membusuk, tepisah berfragmen-fragmen,

terbakar menjadi abu, separuh terbakar, terkubur ataupun kombinasi dari

bermacam-macam keadaan.3

8
B. DNA

2.4 Pengertian DNA

DNA atau Deoxyribo Nucleic Acid merupakan asam nukleat yang

menyimpan semua informasi tentang genetika. DNA inilah yang menentukan jenis

rambut, warna kulit, dan sifat-sifat khusus dari manusia. DNA ini akan menjadi

cetak biru (blue print) ciri khas manusia yang dapat diturunkan kepada generasi

selanjutnya. Sehingga dalam tubuh seorang anak, komposisi DNA-nya sama

dengan tipe DNA yang diturunkan dari orang tuanya.4

Secara terminologi DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling

penting, yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari makhluk

dalam keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. DNA adalah bahan

kimia utama yang berfungsi sebagai penyusun gen yang menjadi unit penurunan

sifat (hereditas) dari induk kepada keturunannya. Dengan demikian maka dapat

diambil pengertian bahwa DNA adalah susunan kimia makro molecular yang terdiri

dari tiga macam molekul, yaitu : gula pentose, asam fosfat, dan basa nitrogen, yang

sebagian besar terdapat dalam nukleas hidup yang akan mengatur program

keturunan selanjutnya.5

2.5 Struktur DNA

DNA berwujud dua rantai polimer panjang (double helix) yang terdiri dari

7 komponen gula pentosa (deoksiribosa) dan gugus fosfat yang distabilisasi oleh

ikatan hidrogen antar molekul basa yang terdapat pada kedua untai. Keempat basa

DNA adalah Adenin (A), sitosin (C), guanin (G), dan timin (T), yang kemudian

diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu Purin (pasangan adenin dan guanin yang
9
memiliki struktur cincin ganda) dan Pirimidin (pasangan sitosin dan timin yang

mempunyai struktur cincin tungal).4

Selain itu, DNA mempunyai unit esensial berupa kodon, yang merupakan

triplet urutan basa dan masing-masing triplet mengkodekan sebuah asam amino

tertentu. Kode genetik hanya menentukan struktur protein primer. Protein ini dapat

merupakan komponen struktural makromolekul atau enzim yang mengendalikan

sintesis non protein.4

Pada organisme eukariotik, sebagian besar DNA berada pada inti sel

(kromosom), yaitu yang disebut core DNA (c-DNA); dan sebagian kecil DNA

berada dalam mitokondria (organel mitokondria), yaitu yang disebut mitokondria

DNA (mt-DNA). c-DNA merupakan materi genetik yang membawa sifat individu

dan diturunkan dari ayah dan ibu menurut hukum Mendel. Berdasarkan pola

pewarisan ini, maka pemeriksaan c-DNA dapat digunakan untuk mencari hubungan

anak-ibu maupun anak-bapak.4

Sedangkan mt-DNA merupakan materi genetik yang membawa kode

genetik dari berbagai enzim dan protein yang berkaitan dengan proses pembentukan

dan penuaan. Berbeda dengan c-DNA, mt-DNA berbentuk lingkaran ganda yang

hanya diturunkan dari ibu kepada anak, sehingga pemeriksaan mt-DNA hanya

dapat digunakan untuk mencari hubungan anak-ibu. Dalam forensik yang dimaksud

dengan pemeriksaan DNA umumnya merujuk pada pemeriksaan c-DNA yang

penggunannya lebih luas.4

10
2.6 Kromosom

Setiap sel dalam tubuh seseorang memiliki rangkaian DNA identik.

Rangkaian DNA setiap sel disebut kromosom. Setiap kromosom dibagi menjadi

lokus-lokus yang menandai posisi gen dalam kromosom. Setiap sel dalam tubuh

manusia memiliki 23 pasang kromosom yang terdiri atas 22 pasang kromosom

autosomal dan satu pasang kromosom seks (XX pada wanita, dan XY pada

lakilaki). Rangkaian DNA pada setiap orang didapatkan dari kontribusi sel ovum

ibunya dan sel sperma ayahnya.4

Kromosom Y menempati posisi yang unik dalam hal kriminologi dan

genealogi. Kromosom Y merupakan salah satu kromosom terkecil dari 23 pasang

kromosom manusia, namun memiliki sejumlah gen aktif dan memiliki nilai penting

dalam DNA-typing.4

Kromosom Y mengandung SRY (Sex Determining Region Y) yang

berperan menentukan kelelakian seseorang dengan peranannya mengatur

terbentuknya hormon testosterone. Kromosom Y bersifat unik karena setiap

kromosom Y pada seorang pria akan diturunkannya secara langsung hanya kepada

anak laki-lakinya dan kemudian diteruskan oleh anak laki-lakinya kepada cucunya

hingga keturunan laki-laki selanjutnya.4

Peran penting kromosom Y dalam DNA typing antara lain untuk

kriminologi dan analisis forensik, analisis orang hilang, kasus warisan yang

melibatkan keterkaitan genetik antara anggota keluarga laki-laki, kasus imigrasi

untuk menentukan kekerabatan genetik, dan kepentingan antropologi.4

11
2.7 Sampel dan Penyiapan Sampel DNA

Hampir semua sampel biologis tubuh seperti darah dan bercak darah,

seminal, cairan vaginal, dan bercak kering, rambut (baik rambut lengkap dengan

akarnya atau hanya batang rambut), epitel bibir (misal pada puntung rokok), sel

buccal, tulang, gigi, saliva dengan nukleus (pada amplop, perangko, cangkir), urine,

feces, kerokan kuku, jaringan otot, ketombe, sidik jari, atau pada peralatan pribadi

dapat digunakan untuk sampel tes DNA, tetapi yang sering digunakan adalah darah,

rambut, usapan mulut pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk

kasus-kasus forensik, sampel sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau sampel

biologis lain yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat dijadikan

sampel tes DNA.6

Tahap pengambilan dan penyimpanan bahan atau sampel merupakan

tahapan yang vital, dan harus dilakukan dengan prinsip-prinsip di bawah ini: 6

1. Hindari tempat yang terkontaminasi DNA dengan tidak menyentuh objek secara

langsung dengan tangan, tidak bersin atau batuk di dekat barang bukti.

2. Menggunakan sarung tangan bersih untuk pengumpulan barang bukti. Sarung

tangan harus diganti untuk setiap penanganan barang bukti yang berbeda.

3. Setiap barang bukti harus disimpan terpisah.

4. Bercak darah, bercak sperma, dan bercak lainnya harus dikeringkan dahulu

sebelum disimpan.

5. Sampel harus disimpan pada amplop atau kertas setelah dikeringkan. Jangan

menggunakan bahan plastik karena plastik dapat mempercepat 12 degradasi

12
molekul DNA. Setiap amplop harus ditandai nomor kasus, nomor bukti, waktu

pengumpulan.

6. Bercak pada permukaan meja atau lantai dapat diambil dengan swab kapas steril

dan alkohol. Keringkan kapas tersebut sebelum dibawa.

7. Di laboratorium, sampel DNA disimpan dalam kulkas bersuhu 4oC atau dalam

freezer bersuhu -20oC. Sampel yang akan digunakan dalam waktu yang lama,

dapat disimpan dalam suhu -70oC.

Secara umum DNA dapat rusak akibat pengaruh lingkungan seperti paparan

sinar matahari, terkena panas, bahan kimia, air dan akibat kerja enzim DNAase

yang terdapat dalam jaringan sendiri. Untuk itu terhadap berbagai bahan sampel

tersebut harus diberi perlakuan sebagai berikut:7

1. Jaringan, organ dan tulang.

Bila masih segar, ambil tiap bagian dengan pinset lalu masukkan

masingmasing bagian ke dalam wadah tersendiri. Beri label yang jelas dan tanggal

pengambilan sampel, simpan di pendingin lalu kirim ke laboratorium. Namun bila

sampel tidak lagi segar (busuk), ambil sampel, bungkus dengan kerta alumunium,

dan bekukan pada suhu -20oC. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan

sampel, lalu kirim ke laboratorium.

2. Darah dan bercak darah.

a. Darah cair dari seseorang

 Ambil dengan menggunakan semprit.

 Masukkan ke dalam tabung yang diberikan pengawet EDTA ± 1 ml

darah.

13
 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan dalam

termos es, lemari es atau kirim ke laboratorium.

b. Darah cair di TKP

 Ambil dengan menggunakan semprit, pipet atau kain.

 Masukkan ke dalam tabung yang berisikan pengawet EDTA. Bila

membeku, ambil dengan menggunakan spaltel.

 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan di termos

es, lemari es, atau kirim ke laboratorium.

c. Darah cair dalam air/salju/es

 Sesegera mungkin, ambil secukupnya, masukkan ke dalam botol.

 Hindari kontaminasi, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan

sampel, simpan atau kirim ke lab.

d. Bercak darah basah pada pakaian

 Pakaian dengan noda ditempatkan pada permukaan bersih dan

keringkan.

 Setelah kering, masukkan kantong kertas atau amplop.

 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, kirim ke

laboratorium.

e. Bercak darah basah pada benda

 Bila benda kecil biarkan kering, tetapi pada benda besar, hisap bercak

tersebut dengan kain katun dan keringkan.

 Masukkan amplop, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan

sampel, dan kirim ke laboratorium.

14
f. Ditemukan pada karpet atau benda yang dapat dipotong.

 Potong bagian yang ada nodanya.

 Tiap potongan diberi label yang jelas, sertakan potongan yang tidak ada

nodanya sebagai kontrol.

 Kirim ke laboratorium.

g. Percikan darah kering

 Gunakan celotape, tempelkan pada percikan noda.

 Masukkan celotape tersebut kedalam kantong plastik.

 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, kirim ke

laboratorium.

3. Sperma dan Bercak Sperma

a. Sperma cair.

 Hisap dengan semprit, masukkan ke dalam tabung.

 Atau dengan kapas, keringkan.

 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke

laboratorium.

b. Bercak sperma pada benda yang dipindah (misalnya pada celana).

 Bila masih basah, keringkan.

 Bila kering, potong pada bagian yang ada nodanya, dan masukkan ke

dalam amplop.

 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke

laboratorium.

15
c. Bercak sperma pada benda besar yang bisa dipotong (misalnya pada

karpet).

 Potong pada bagian yang bernoda.

 Masukkan ke dalam amplop.

 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke

laboratorium.

d. Bercak pada benda yang tidak dapat dipindah dan tidak menyerap (misal:

lantai).

 Kerok bercaknya, lalu masukkan kertas.

 Lipat kertas hingga membungkus kerokan, masukkan ke dalam

amplop.

 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke

laboratorium.

4. Urine, saliva dan cairan tubuh yang lain.

a. Sampel cair

 Urine atau saliva dimasukkan ke dalam tempat steril.

 Simpan di pendingin, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan

sampel, lalu kirim ke laboratorium.

b. Bercak urine, saliva

 Dugaan noda, dikerok atau potong lalu kumpulkan.

 Masukkan amplop, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan

sampel, lalu kirim ke laboratorium.

5. Rambut dan gigi.

16
a. Rambut.

 Cabut beberapa helai rambut (10-15 helai) dengan akarnya. Hati-hati

bila tercampur dengan darah

 Tempatkan pada wadah, beri label yang jelas dan tanggal

pengambilan sampel. Kirim ke laboratorium.

b. Pulpa Gigi

 Cabut gigi yang masih utuh. Sampel gigi sebaiknya tidak dirusak oleh

endodontia.

 Masukkan ke dalam kantong plastik, beri label yang jelas dan tanggal

pengambilan sampel.

C. PERAN POLIMORFISME DNA DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK

Pengenalan teknik biologi molekuler, terutama analisis DNA, untuk

identifikasi manusia adalah kemajuan terbaru dalam kedokteran hukum. Upaya

substansial telah terus-menerus telah dibuat dalam upaya untuk mengidentifikasi

mayat dan sisa-sisa manusia setelah perang, masalah sosial-politik dan bencana

massal. Selain itu, karena dinamika sosial kota-kota besar, selalu ada kasus orang

hilang, serta mayat tak dikenal dan sisa-sisa manusia yang ditemukan. Dalam

beberapa tahun terakhir, ada juga peningkatan permintaan untuk penggalian sisa-

sisa manusia untuk menentukan hubungan genetik dalam gugatan perdata dan

tindakan pengadilan.

Deteksi asam deoksiribonukleat (DNA) polimorfisme telah menjadi alat

yang ampuh dalam identifikasi, sejak penggunaan pertama dalam kerja kasus

penyelidikan forensik, oleh Jeffreys et.al (1985). Perkembangan teknologi untuk


17
mendapatkan polimorfisme DNA dan studi validasi mereka telah sangat cepat. Pada

mayat, DNA degradasi sangat cepat, bahkan dalam periode post-mortem awal.

Degradasi jaringan lunak sangat jelas setelah interval waktu yang singkat,

konsekuensinya peningkatan bakteri cepat yang wajar dalam mayat membusuk,

terutama pada mereka yang terkena suhu panas di negara tropis seperti Brasil.

Beberapa kelebihan tes DNA dibandingkan dengan pemeriksaan

konvensional lainnya adalah sebagai berikut:7

1. Ketepatan yang lebih tinggi.

Sebagai contoh dalam pemeriksaan suatu bercak darah sebelum ditemukannya

pemeriksaan DNA dilakukan pemeriksaan golongan darah. Hasil pemeriksaan

golongan darah yang tidak cocok akan menyebabkan orang yang dicurigai

tersingkir sebagai sumber darah tersebut, namun jika cocok maka merupakan suatu

kemungkinan saja. Sedangkan hasil pemeriksaan DNA terhadap bercak darah

tersebut akan nyaris sempurna dalam menentukan siapa sumber bercak darah

tersebut.

2. Kestabilan yang tinggi.

Pada kasus-kasus dimana bukti sebagai sampel sudah membusuk, maka hanya

tes DNA yang masih dapat dilakukan, karena DNA bersifat tahan pembusukan

dibandingkan protein.

3. Pilihan sampel yang luas.

Penyebaran DNA hampir pada seluruh bagian tubuh membuat sampel untuk tes

DNA dapat diambil dari berbagai bagian tubuh kecuali sel darah merah.

18
4. Dapat mengungkap kasus sulit

Hanya tes DNA yang dapat dilakukan untuk pemecahan kasus-kasus sulit yang

tidak dapat dipecahkan oleh metode konvensional antara lain seperti: penentuan

keayahan, kasus incest, kasus paternitas dengan bayi dalam kandungan, kasus

paternitas dengan bayi yang sudah meninggal dan kasus paternity tanpa kehadiran

sang “ayah”.

5. Dapat mengungkap kasus perkosaan dengan banyak pelaku

Pemeriksaan DNA dapat memastikan berapa orang pelaku dan siapa saja

pelakunya.

6. Sensitifitas yang amat tinggi

Sensitifitas tes DNA dapat mencapai 99,9 %. Tes DNA juga dapat dilakukan

pada sampel dengan jumlah kecil dengan metode PCR.

Adapun beberapa teknologi DNA yang digunakan dalam penyelidikan


forensik antara lain:

1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik adalah

RFLP. Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism

(RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang

fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim retriksi tertentu menjadi fragmen

Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan

memanfaatkan suatu enzim restriksi yang mampu mengenal urutan basa tertentu

dan memotong DNA (biasanya 4-6 urutan basa). Urutan basa tersebut disebut

sebagai recognition sequence.8

19
Enzim restriksi ini dihasilkan oleh bakteri dan dinamakan menurut spesies

bakteri yang menghasilkannya. Enzim yang berbeda memiliki recognition sequence

yang berbeda, sehingga panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini

disebabkan karena titik potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik

potong juga berbeda. Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen

DNA yang telah ditentukan. Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang

(bar code). Saat membandingkan hasil analisa dua sampel, pola batang pada

autoradiograf dibandingkan untuk menentukan apakah kedua sampel tersebut

berasal dari sumber yang sama.8,9

Proses pada teknik RFLP diawali dengan proses pemotongan dengan

menggunakan enzim restriksi tertentu menjadi segmen-segmen yang berbeda.

Kemudian dengan menggunakan gel yang dialiri arus listrik, potongan DNA

diurutkan berdasarkan panjangnya. Proses ini dinamakan electrophoresis, dan

prinsip pada proses in adalah potongan DNA yang lebih pendek bergerak lebih

cepat daripada yang lebih panjang.

20
Gambar 1. Analisis DNA dengan RFLP

Untuk mendeteksi adanya segmen yang bersifat polimorfik maka dilakukan

suatu prosedur yang disebut sebagai Southern Blooting. Dalam prosedur ini pada

gel ditambahkan suatu zat kimia yang berfungsi untuk memisahkan rantai ganda

menjadi rantai tunggal, kemudian membran nilon diletakkan diatas gel dan bahan

penyerap diatas membran nilon. Cairan akan bergerak ke dalam bahan penyerap

bersama potongan DNA rantai tunggal.8,9

Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA probe) yang

mengandung petanda radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari lokasi

pada genome yang memiliki ciri yang jelas dan sangat polimorfik. Pada proses ini

21
DNA probe akan berikatan dengan potongan DNA rantai tunggal dan membentuk

DNA rantai ganda pada bahan nilon. DNA probe yang tidak berikatan akan dicuci.

Membran nilon yang berisi potongan DNA yang telah ditandai dengan DNA probe

selanjutnya ditransfer pada selembar film X-ray. Pada proses ini akan tampak hasil

berupa kode batang yang disebut autorad. Pola inilah yang dibandingkan untuk

mengetahui apakah kedua sampel bersal dari sumber yang sama. Pada teknik RFLP

tidak hanya digunakan satu DNA probe, diamana DNA probe yang berbeda

menandai lokus yang berbeda.7,8,9

Keunggulan RFLP adalah sifatnya yang kodominan, cukup berlimpah

dalam arti lokus-lokus yang dipergunakan untuk RFLP dapat menunjukkan ratusan

variasi untuk tiap lokus, mampu memeriksa lebih dari satu lokus, serta frekuensi

polimorfismenya tinggi karena hipervariabilitas pada tiap lokus. Selain itu, penanda

ini mudah dipetakan dalam peta genetik, serta tidak mudah berubah hasilnya bila

diulang (stabil). Karena bukan berbasis PCR, penanda ini tidak spesifik spesies

sehingga bisa digunakan untuk perbandingan peta genetik spesies yang berbeda-

beda. Dengan demikian jika dua sampel berasal dari sumber yang berbeda, RFLP

mampu membedakannya menggunakan jumlah lokus yang lebih sedikit. RFLP

dapat menentukan apabila sebuah sampel berasal dari lebih satu sumber dan dapat

membedakan sumbernya dengan baik.4,7,9

Kelemahannya, penanda ini memerlukan DNA dalam jumlah besar,

memakan waktu lama (± 3 hari), serta melibatkan penggunaan pelabelan isotop

radioaktif pada teknik yang pertama kali digunakan. Kelemahan yang terakhir ini

dapat diatasi setelah ditemukan teknik tanpa radioaktif.7

22
2. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode untuk

memperbanyak DNA template tertentu dengan enzim polymerase DNA. Reaksi

teknik ini didesain seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi

dalam makhluk hidup, hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA

polymerase sebanyak 20 hingga 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat

akurasi yang tinggi. Proses ini berlangsung secara in-vitro dalam tabung reaksi

sebesar 200 μl. Walaupun dengan sampel DNA yang sedikit atau sudah mulai

terdegradasi, PCR mampu menggandakan atau mengkopi DNA template hingga

miliaran kali jumlah semula sehingga dapat diperoleh informasi.8,9

Gambar 2. Siklus copy DNA template pada PCR.

Sampel DNA yang disiapkan untuk metode PCR dapat dianalisa

menggunakan beberapa cara. Secara umum variasi per lokus sampel DNA yang

disiapkan melalui PCR lebih rendah daripada variasi pada RFLP. Dengan demikian

hasil dapat diperoleh dari sampel yang kurang secara kualitas maupun kuantitas
23
namun kekuatan diskriminasinya lebih rendah dengan jumlah lokus yang sama.

Kekuatan metode Analisa PCR adalah kemampuan untuk menganalisa beberapa

lokus secara bersamaan dengan proses yang otomatis.7,9

PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat

menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu secara cepat sesuai kebutuhan siklus

PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath), berpindah

dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi sekarang mesin Thermal

Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan.7

Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase,

komponen lain yang dibutuhkan adalah:7

a. DNA Primer.

DNA primer adalah sepasang DNA rantai tunggal atau oligonukleotida

pendek yang memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, dibuat

secara sintetis, dan dirancang agar menempel mengapit pada daerah tertentu yang

diinginkan, serta mampu menunjukkan urutan DNA yang akan diperbanyak,

menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi

DNA.

b. dNTP (deoxynucleoside triphosphate).

dNTP atau building blocks merupakan ‘komponen’ penyusun DNA yang

baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP,

dCTP, dGTP dan dTTP.

c. Buffer.

24
Buffer yang biasanya digunakan terdiri atas bahan-bahan kimia untuk

mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA

polymerase.

d. Ion Logam.

i. Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim

DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.

ii. Ion logam monovalen, kalsium (K+)

e. Master-Mix

Master-mix terdiri dari

· 32 μl air.

· 5 μl PCR-Buffer (dengan Mg2+).

· 5μl dNTP-Mix.

· 2 μl D1S80 Primer-Mix.

· 1 μl Taq Polymerase 45 μl (per orang).

Proses yang terjadi pada teknik ini serupa dengan cara DNA memperbanyak

jumlahnya dalam sel. Ada tiga tahap yang dilakukan di laboratorium. Pertama,

proses yang dinamakan Denaturation, yaitu dengan memanaskan segmen atau

urutan DNA rantai ganda pada suhu 96o, sehingga DNA rantai ganda akan memisah

menjadi rantai tunggal. Tahap kedua yaitu proses Annealing atau Hybridization,

pada proses ini setiap rantai tunggal tersebut dipersiapkan dengan cara

mengikatkannya dengan DNA primer. Tahap ini dilakukan dengan menurunkan

suhu hingga ke kisaran 40–60oC selama 20-40 detik. Tahap Ketiga, disebut

Extension atau Elongasi. Pada tahap ini, DNA polymerase ditambahkan dan

25
dilakukan peningkatan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA

polymerase, yaitu suhu 70-72 oC. Kemudian, DNA polymerase akan memasangkan

dNTP yang sesuai dengan pasangannya, dilanjutkan dengan proses replikasi. Enzim

akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung, dan lamanya waktu ekstensi

bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi.

Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh

tahapan berikut, yaitu tahap Pra-denaturasi. Tahapan ini dilakukan selama 1-9

menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi

DNA Polymerase. Tahap terakhir yang dilakukan setelah siklus PCR terakhir

disebut tahap Final Elongasi. Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-

72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap rantai tunggal yang

tersisa sudah diperpanjang secara sempurna.

Keunggulan PCR dibandingkan RFLP adalah:8

a. Simpel dan mudah dilaksanakan di laboraturium.

b. Hasil diperoleh dalam waktu singkat (dalam beberapa hari)

c. Oleh karena kapasitas produksi segmen DNA yang tidak terbatas maka metode

yang berdasarkan PCR memungkinkan untuk menganalisa DNA dalam jumlah

sangat sedikit.

Kekurangan metode PCR adalah: 8

a. Mudah terkontaminasi

Kontaminasi merupakan masalah yang besar pada PCR karena sistem ini

memperbanyak DNA yang ada dengan tingkat akurasi yang tinggi. Sebuah molekul

DNA dapat menjadi jutaan bahkan milyaran DNA dalam waktu tiga jam, jika ada

26
sebuah molekul DNA bakteri atau kontaminan lain tercampur maka molekul

tersebut juga akan diperbanyak dalam laju yang sama sehingga akan terjadi salah

kesimpulan.

b. Kebanyakan lokus dalam PCR memiliki alel lebih sedikit dibandingkan VNTR

pada metode RFLP.

c. Tidak seperti VNTR yang menggunakan area yang tidak berfungsi, beberapa

lokus dari PCR adalah gen yang fungsional, ini berarti telah terjadi seleksi alam

yang menyebabkan perbedaan yang lebih besar dari subgroup populasi.

3. Short Tandem Repeats (STRs)

Metode STRs (Short Tandem Repeats) adalah salah satu metode analisis

yang berdasar pada metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STRs (Short

Tandem Repeat) adalah suatu istilah genetik yang digunakan untuk

menggambarkan urutan DNA pendek (2 – 5 pasangan basa) yang diulang. Genome

setiap manusia mengandung ratusan STRs. Metode ini paling banyak

dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memiliki kekuatan

diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNA

yang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak

oleh PCR hanya berkisar antara 200 – 500 pasangan basa.

Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus

yang memiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam

waktu bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan

memeriksa banyak lokus dan berbeda pada satu tabung. Dengan cara ini dapat

menghemat waktu dan menghemat sampel. Analisis pada teknik ini didasarkan

27
pada perbedaan urutan basa STRs dan perbedaan panjang atau pengulangan basa

STRs.8

Metode STRs memiliki kelemahan yaitu mensyaratkan penggunaan tiga

belas lokus sedangkan DNA inti hanya memliki dua salinan molekul dalam setiap

sel. Hal ini menyulitkan untuk menganalisis ketigabelas lokus tersebut, terutama

pada laboratorium dengan prasarana sederhana.10

4. Y-Short Tandem Repeats (Y-STRs)

Y-STRs adalah STRs yang ditemukan pada kromosom Y. Y-STRs dapat

diperiksa menggunakan jumlah sampel kecil dan rusak dengan metode dan alat

yang sama dengan pemeriksaan STRs pada kromosom autosomal. Karena

kromosom Y hanya terdapat pada pria maka Y- STRs dapat berguna untuk

menyaring informasi genetik yang spesifik dari pria yang yang menjadi sampel.

Pemeriksaan Y-STRs dapat digunakan untuk memeriksa sampel tanpa

sperma yang bercampur antara sampel laki-laki dan perempuan, seperti sampel

darah atau air liur yang diambil dari korban kasus perkosaan. Pemeriksaan ini juga

dapat mendeteksi profil pria ketika hanya profil wanita yang tampak jelas saat

menggunakan STRs. Karena kromosom Y tidak mempunyai homolog pada genom

manusia, maka disebut hemizygous. Kromosom Y tidak mempunyai partner yang

sama seperti pada kromosom autosomal. Walaupun ia berpasangan selama

pembelahan sel, rekombinasi genetik yang terjadi hanya sedikit atau tidak ada sama

sekali, hal ini diwariskan kepada keturunannya. Y-STRs sangat berguna untuk

menyelesaikan kasus disputed paternity pada anak laki-laki, karena kromosom Y

diturunkan oleh ayah kepada anak laki-laki.8,9

28
5. Mitochondrial DNA (mt-DNA)

Aplikasi penggunaan mt-DNA dalam identifikasi forensik dimulai pada

tahun 1990. Mitokondria adalah partikel intraselular yang terdapat di luar nukleus

dalam sitoplasma sel. Mitokondria mengandung DNA kecil berupa molekul

berbentuk sirkular yang terdiri dari 16569 pasangan basa yang dapat diidentifikasi.

Setiap sel mengandung 100 – 1000 mitokondria. Ciri khas dari mt-DNA adalah pola

penurunannya. Tidak seperti DNA inti yang tersusun dari kombinasi separuh DNA

orang tua, mt-DNA hanya mengandung DNA ibu. Mitokondria diturunkan melalui

sel telur tidak melalui sperma walaupun sperma secara struktural juga mengandung

mitokondria dalam jumlah kecil, hal ini disebabkan karena bagian mitokondria

sperma tidak masuk ke dalam sel telur sehingga hanya mitokondria ibu yang secara

normal diturunkan pada anaknya.8

mt-DNA bersifat seperti kromosom Y yang tidak mempunyai homolog pada

genom manusia, maka disebut hemizygous hal ini menyebabkan mt-DNA dan

Kromosom Y diturunkan secara spesifik. Jika dari pemeriksaan mt-DNA dapat

mengetahui garis ibu, maka dari pemeriksaan Kromosom Y dapat mengetahui garis

ayah pada anak lakilaki. Perbedaan yang terlihat bahwa mt-DNA adalah marker

sitoplasmik yang diturunkan ibu kepada semua anaknya sedangkan Kromosom Y

adalah marker nuklear yang hanya diturunkan seorang ayah pada anak laki-

lakinya.8

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:

1. Identifikasi DNA adalah salah satu teknik biologi molekuler penanda genetik

yang dipakai untuk pengujian terhadap materi profil DNA.

2. Penggunaan analisis DNA dalam identifikasi forensik berguna dalam kasus-

kasus seperti, (1) tujuan pribadi seperti penentuan perwalian anak atau

penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas), (2) tujuan hukum, yang meliputi

masalah forensik, seperti identifikasi korban yang telah hancur maupun untuk

pembuktian kasus kejahatan semisal kasus pemerkosaan atau pembunuhan.

3. Kelebihan dari penggunaan analisis DNA dalam identifikasi forensik adalah

sebagai berikut, (1) Ketepatan yang lebih tinggi, (2) Kestabilan yang tinggi, (3)

Pilihan sampel yang luas. (4) Sensitifitas yang amat tinggi

4. Langkah yang digunakan untuk identifikasi menggunakan DNA adalah (1)

penanganan dan penyiapan sampel, (2) isolasi DNA dan penggandaannya, (3)

analisis DNA, dan (4) interpretasi dan penetapan hasil.

5. Jenis-jenis teknik analisa DNA adalah sebagai berikut, (1) Restriction Fragment

Length Polymorphism (RFLP), (2) Polymerase Chain Reaction (PCR), (3) Short

Tandem Repeats (STRs), (4) Y-Short Tandem Repeats (Y-STRs), (5)

Mitochondrial DNA (mt-DNA)

30

Anda mungkin juga menyukai