Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA OVARIUM
STASE KEPERAWATAN MATERNITAS
RSUD ABDUL AZIZ SINGKAWANG

DISUSUN OLEH:

NADA ELIZA NURLATIFAH


NIM. I4051191041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KISTA OVARIUM

1. Konsep Dasar
a. Pengertian
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat
tumbuh dimana saja dan jenisnya bermacam-macam (Baziad dkk, 2008).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang
terjadi pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini
dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan
terluar dari ovarium (Price & Wilson, 2013).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada
ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional
adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus
mentsruasi (Bobak et al, 2005).
b. Etiologi
Nugroho (2010) menyatakan kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium
(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat
hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau
mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi di dalam korpus
luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena
tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase
pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifat
bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain
adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya
pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
c. Manifestasi Klinik
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala atau hanya
sedikit nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi ada pula kista yang berkembang
menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak
bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan
keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di
luar rahim) atau kanker ovarium.
Manifestasi klinis kista ovarium menurut Nugroho (2010) yaitu
kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala
sampai periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini:
1) Nyeri saat menstruasi.
2) Nyeri di perut bagian bawah.
3) Nyeri saat berhubungan seksual.
4) Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5) Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6) Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.
d. Klasifikasi/Stadium
1) Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon
esterogen dan progresterone diantaranya adalah:
a) Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang
berkurang di dalam korteks.
b) Kista fungsional
- Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi
ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler
di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang
menarche kurang dari 12 tahun.
- Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi
progesterone setelah ovulasi.
- Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG
terdapat pada mola hidatidosa.
- Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH
yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.

2) Kista neoplasma
a. Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum
yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam
kista.
b. Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum pasti, mungkin
berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhannya I elemen
mengalahkan elemen yang lain.
c. Kistadenoma ovarii serosum berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal ovarium).
d. Kista endrometreid, belum diketahui penyebab dan tidak ada
hubungannya dengan endometroid.
e. Kista dermoid merupakan tumor yang berasal dari sel telur melalui
proses patogenesis.
e. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang
rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5-2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi
pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan
membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi
oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih.
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan
diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien
dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin
(FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan
sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia
yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh
ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan
sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan
keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas
yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel
granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial.
Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan
germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada
sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan
multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram.
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel
yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut
gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk
secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista di
dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa
kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel
dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat
matang memiliki struktur 1,5- 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila
tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami
fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi,
korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan
mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi
normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).

f. Pathway
Degenerasi ovarium Infeksi ovarium
Kista ovarium Histerektomi

Kurang informasi Pembesaran ovarium Coverektomi

Kurang Ruptur ovarium


pengetahuan
Ansietas Resiko perdarahan

Ketidakefektifan
Perionitis perfusi jaringan

Resiko perdarahan
Metabolisme menurun Luka Operasi

Gangguan Diskontinuitas
metabolisme jaringan

Defisit perawatan
diri

Nyeri Resiko Infeksi

Resiko Cedera

Konstipasi
Anastesi

Absorpsi air dikolon Peristaltik usus menurun

g. Pemeriksaan Penunjang Sumber : Nurarif &


Kusuma,
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat 2015
diperoleh
kepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat
dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantu
dalam pembuatan diferensial diagnosis. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis yaitu sebagai berikut:
(Bilotta, 2012).
1) Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah
tumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat
tumor itu.
a) Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah
tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak.
b) Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya
gigi dalam tumor.
c) Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
h. Penatalaksanaan
1) Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor
(dipantau) selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang
dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil
jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010).
2) Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka
tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22
gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan
seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang
memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk
meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70
tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya
kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy.
Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi,
maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak,
kondisi ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit
(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan
tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan
posisi ovarium (Yatim, 2005).
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut
(Yatim, 2005) yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada
pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan,
biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara
ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan
melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah
dengan garis rambut kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses
keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan,
operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan
lemak sekitar serta kelenjar limfe.

2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab.
2) Keluhan klien saat masuk rumah sakit: biasanya klien merasa nyeri
pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi
yang tidak berhenti-henti.

3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang: keluhan yang dirasakan klien adalah
nyeri pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah
perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah.
b) Riwayat kesehatan dahulu: sebelumnya tidak ada keluhan.
c) Riwayat kesehatan keluarga: kista ovarium bukan penyakit
menular/keturunan.
d) Riwayat perkawinan: kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh
terhadap timbulnya kista ovarium.
e) Riwayat kehamilan dan persalinan: dengan kehamilan dan
persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi untuk tumbuh/tidaknya
suatu kista ovarium.
f) Riwayat menstruasi: klien dengan kista ovarium kadang-kadang
terjadi digumenorhea dan bahkan sampai amenorhea.
4) Pemeriksaan Fisik: dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas
bawah secara sistematis.
a) Kepala: hygiene rambut, keadaan rambut
b) Mata
Sklera: ikterik/tidak, konjungtiva: anemis/tidak, mata: simetris/tidak.
c) Leher: pembengkakan kelenjer tiroid, tekanan vena jugularis.
d) Dada
Pernapasan: jenis pernapasan, bunyi napas, penarikan sela iga
e) Abdomen: nyeri tekan pada abdomen, teraba massa pada abdomen.
f) Ekstremitas: nyeri panggul saat beraktivitas, tidak ada kelemahan.
g) Eliminasi, urinasi: adanya konstipasi dan susah BAK
5) Data Sosial Ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan
berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum
menopause.
6) Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan
kepercayaannya.
7) Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana
ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut
sementara pada klien dengan kista ovarium yang ovariumnya diangkat
maka hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil/punya
keturunan.
8) Pola Kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri.
9) Pemeriksaan Penunjang
a) Data laboratorium: pemeriksaan Hb.
b) Ultrasonografi: untuk mengetahui letak batas kista.

b. Diagnosa Keperawatan
Herdman (2011) menyatakan bahwa kemungkinan diagnosa yang muncul
pada pasien dengan kista ovarium adalah:
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi (kista ovarium)
2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri luka post operasi
3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka
insisi pembedahan)
4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
5) Kurang pengatahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
6) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
7) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus
gstrointestinal
8) Resiko perdarahan b.d efeksamping terkait terapi (pembedahan)
9) Resiko cedera berhubungan dengan efek anastesi

c. Perencanaan Keperawatan
1. Post Operasi
a. Dx keperawatan : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
(prosedur pembedahan)
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

b. Dx. Keperawatan : Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri


luka post operasi
- Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
- Tentukan tipe-tipe anastesi.
- Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
- Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi,
gosokan punggung dan perawatan perineal).
- Memandikan klien dengan sabun dan air hangat
- Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
c. Dx. Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
faktor mekanik (luka insisi pembedahan)
- jaga kulit agar tetap bersih dan kering
- mobilisasi pasien tiap 2 jam sekali
- monitor kulit akan adanya kemerahan
- lakukan perawatan luka dengan teknik steril
- monitor status nutrisi klien
- berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- observasi luka: lokasi, dimensi, kedalam luka, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal
d. Dx.Keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif
- Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungtio lesa)
- Lakukan perawatan luka dengan teknik aspetik
- Observasi balutan luka abdominal terhadap eksudat. Lepaskan
balutan sesuai indikasi
- Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan
sesudah menyentuh luka
- Pantau peningkatan suhu, nadi dan pemeriksaan laboratorium,
jumlah WBC
- Anjurkan intake nutrisi yang cukup
- Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikas
e. Dx. Keperawatan : Kurang pengatahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi
- Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
- Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yag tepat
- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
dengan cara yang tepat
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
f. Dx. Keperawatan : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
- Temani pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan
keamanan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

-
g. Dx. Keperawatan :Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas
traktus gstrointestinal
- Monitor tanda dan gejala konstipasi
- Monitor bising usus
- Dukung intake cairan
- Pantau tanda-tanda dan gejala konstipasi
- Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat
h. Dx. Keperawatan: Resiko perdarahan b.d efeksamping terkait terapi
(pembedahan)
- Monitor tanda-tanda perdarahan
- Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan
- Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif
- Kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh frozen
plasma)lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan
- Identifikasi penyebab perdarahan
- Berikan cairan intravena
- Monitor status cairan yang meliputi intake dan output

i. Dx. Keperawatan: Resiko cedera berhubungan dengan efek anastesi


- Sediakan lingkungan yang aman bagi pasien
- Menghindari lingkungan yang berbahaya
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
- Memasang side rail tempat tidur
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan

DAFTAR PUSTAKA

Baziad, A., Jacoeb, T.Z., Surjana, H.E.J., & Alkaff, H.Z. (2008). Endokrinologi -
Ginekologi, Edisi Ketiga. Jakarta: Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi
Indonesia (KSERI) Bekerja Sama dengan Media Aesculapius.
Bilotta, K. (2012). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D., & Perry, S.E. (2005). Buku Ajar
Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Alih Bahasa: Maria A.W., & Peter I.N.
Jakarta: EGC.
Bulecheck, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2013). Nursing
Intervention Classification. United Kingdom: Elsevier.
Herdman, T.H. (2011). NANDA Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nugroho, T. (2010). Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Nanda NIC NOC. Jakarta: EGC.

Price, S.A., & Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC.
Yatim, F. (2005). Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Singkawang, Oktober 2019


Mahasiswa Pembimbing
klinik

Nada Eliza Nurlatifah (Aprisipa, S.ST)


NIM. I4051191041 NIP. 19780508 201101 2 010

Anda mungkin juga menyukai