Anda di halaman 1dari 3

EKOSENTRISME / DEEP ECOLOGY

Ekosentrisme (ecocentrism) berasal dari Bahasa Yunani yaitu oikos yang


berarti rumah dan kentron yang berarti pusat. Ekosentrisme yang merupakan
kelanjutan dari biosentrisme adalah teori lingkungan hidup yang memusatkan pada
etika pada seluruh komunitas ekologi baik yang hidup maupun yang tidak hidup,
yang secara ekologis berkaitan satu dengan yang lainnya. Sehingga kewajiban dan
tanggung jawab moral itu tidak hanya terbatas pada makhluk hidup namun juga
berlaku pala seluruh realitas ekologis. Etika eosentris ini berdasar pada cara berpikir
holistik. Dan salah satu versi teori ini ialah Deep Ecology yang diperkealkan oleh
Arne Naes seorang filsuf Norwegia pada 1973. Menurut Naes Deep Ecology
dicirikan dengan peranyaan-pertanyaan paradigmatis, yaitu pertanyaan-pertanyaan
yang mendalam mengenai fondasi utama pandangan dunia dan cara hidup yang
bersifat modern, ilmiah, industrial, berorientasi pertumbuhan dan materialistis yang
mana kita merupakan bagian di dalamnya. Deep Ecology ini menuntut suatu etika
baru yang tidak perpusat kepada manusia, melainkan pada makhluk hidup
seluruhnya dalam kaitanya terhadap upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.

Dalam Deep Ecology etika lingkungan hidup yang dikembangkan ialah,


pertama , manusia serta kepentingannya bukan lagi pusat dari dunia moral.
Sehingga prinsip moral yang dikembangkan menyangkut kepada kepentingan
seluruh komunitas ekologis. Dan yang kedua etika lingkungan hidup dirancang
sebagai etika praktis serta sebagai sebuah gerakan, dimana prinsip moral etika
lingkungan hidup harus diartikan dengan aksi nyata dan konkret. Etika baru ini
menyangkut suatu gerakan yang lebih dalam dan komperhensif. Sehingga Deep
Ecology disebut sebgai gerakan dianta orang-orang yang memiliki sikap dan
keyakinan yang sama dalam mendukung gaya hidup yang selaras dengan alam
sebagai sebuah rumah tangga dalam artian luas atau ecosopy. Dimana lingkungan
hidup tidak sekadar sebuah ilmu melainkan pola hidup.

Ecosopy menurut Naes harus mampu berfungsi sebagai landasan filosofis


dalam penerimaan prinsip-prinsip Deep Ecology, yang diantaranya:
a. Sikap hormat terhadap semua cara dan bentuk kehidupan di alam
semesta (biospheric egalitarianism—in principle);
b. Manusia hanya salah satu spesies di tengah begitu banyak spesies
lain. Dimana semua spesies ini mempunyai nilai yang sama (prinsip
non-antroposentrisme);
c. Prinsip realisasi diri yang memandang manusia tidak hanya sebagai
makhluk sosial (social animal), namun juga sebagai makhluk
ekologis (ecological animal); dan
d. Pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman dan
kompleksitas ekologis dalam suatu hubungan simbiosis.

Paradigma lama, Deep Ecology didasarkan pada nilai-nilai antroposentris


(berpusat pada manusia), sedangkan dalam paradigma baru, Deep Ecology
didasarkan pada nilai-nilai ekosentris (berpusat pada bumi). Deep Ecology
merupakan padangan dunia yang mengakui nilai-nilai yang melekat pada
kehidupan nonmanusia. Semua mahluk hidup adalah anggota komunitas-komunitas
ekologis yang terkait bersama dalam suatu jaringan yang saling bergantung. Teori
etika lingkungan hidup Ekosentrisme ini digambarkan sebagai berikut,
DAPUS

1. Satmaidi Edra. 2015. KONSEP DEEP ECOLOGY DALAM


PENGATURAN HUKUM LINGKUNGAN. Penelitian Hukum
Supremasi Hukum. 24 (2)
ISSN: 1693-766X

Anda mungkin juga menyukai