Anda di halaman 1dari 41

Filsafat Lingkungan

Deep Ecology

DATU HENDRAWAN

Filsafat Lingkungan
Manusia merupakan makhluk hidup yang
mendiami suatu wilayah yang dapat menopang
hidupnya.
Lingkungan di sekitar manusialah yang
menopang kehidupan serta menyediakan apa
yang dibutuhkan untuk hidup dan
keberlanjutannya. Kehidupan manusia tidak akan
ada jika tanpa ada lingkungan yang menunjang.
Kesadaran manusia mengenai keberadaan
lingkungan pendukung kehidupan inilah yang
menjadi tonggak pemikiran awal filsafat
lingkungan.

Bidang filsafat lingkungan diajukan


semenjak sekitar tahun 1970-an, dan
setelah lebih dari dua dekade telah
mengalami perkembangan secara terus
menerus. Hampir semua universitas dan
kampus di Amerika Utara, Inggris dan
Australia menawarkan paling tidak satu
kelas mengenai filsafat lingkungan. Sumber
materi yang bagus mengenai bidang filsafat
lingkungan masih sulit untuk ditemukan
pada tahun 1980-an, tetapi kemudian
banyak sekali terdapat antologi filsafat
lingkungan (Jamieson, 2001: xv).

Masalah lingkungan menjadi salah satu


masalah utama yang dihadapi manusia
seiring dengan berakhirnya abad ke-20.
Umat manusia dihadapkan pada
serangkaian masalah-masalah global
yang membahayakan biosfer dan
kehidupan manusia dalam bentuk yang
sangat mengejutkan.
Masalah-masalah tersebut dalam waktu
dekat akan segera menjadi irreversible.
(Capra, 2002: 11-12).

Masalah Lingkungan dan Cara


Pandang
Krisis lingkungan dianggap terjadi
karena perilaku manusia yang
dipengaruhi cara pandang
antroposentrisme yang memandang
manusia sebagai pusat dari sistem
alam semesta. Pandangan
antroposentrisme bersifat egois,
karena hanya mengutamakan
kepentingan manusia.

Cara pandang antroposentris ini


menyebabkan manusia
mengeksploitasi dan menguras alam
semesta demi memenuhi
kepentingan dan kebutuhan
hidupnya, tanpa cukup memberi
perhatian kepada kelestarian alam.
(Keraf, 2002: 35).

Deep Ecology
Istilah Deep Ecology menurut Sonny Keraf
merupakan salah satu versi teori
ekosentrisme. Ekosentrisme sendiri
merupakan salah satu teori etika lingkungan
yang muncul sebagai reaksi dari teori etika
sebelumnya yaitu antroposentrisme dan
biosentrisme.
Antroposentisme memberlakukan etika hanya
pada komunitas manusia, sehingga manusia
dijadikan titik sentral dalam segala hal.
Biosentrisme sebaliknya, memberlakukan
etika hanya pada komunitas kehidupan saja.

Istilah deep ecology pertama kali


diperkenalkan kepada dunia melalui sebuah
artikel pendek di jurnal yang tidak begitu
populer pada awal 1970-an.
Arne Naess lah yang menulis artikel
tersebut. Naess adalah seorang professor
filsafat Norwegia yang terkenal di Norwegia
sebagi aktivis sosial.
Deep ecology sudah menjelma menjadi
gerakan yang mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas serta amat berkarisma dalam
gerakan lingkungan internasional sekarang
(Jamieson, 2001: 218).

Naess adalah pendiri atau penggagas Deep


Ecology. Karya Rachel Carson yang berjudul
The Silent Spring (1962) memberi pengaruh
terhadap pemikiran Naess tentang visi Deep
Ecology.
Pemikiran Arne Naess juga dipengaruhi oleh
Prinsip Non-Violence dari Mahatma Gandhi,
Mahayana Budhisme, Panteisme Spinoza, dan
friluftsliv (suatu gerakan yang mendasarkan
pada pengalaman hidup di alam
bebas/natural lifestyle) (Drengson, 1999: 5).

DE menuntut suatu pandangan baru


yang tidak berpusat hanya pada
manusia, melainkan berpusat pada
makhluk hidup seluruhnya dalam
kaitannya dengan upaya mengatasi
persoalan lingkungan hidup (Keraf,
2002:76).

Terkait dengan Filsafat


Wittgenstain mencatat bahwa
pemikiran pada umumnya (ordinary
thinking) seperti berenang di
permukaan jauh lebih mudah
daripada menyelam di kedalaman.
Kerangka metafora ini dapat
diaplikasikan pada pendekatan
terhadap masalah ekologi.

Pekerjaan filsuf adalah menyelami secara


mendalam masalah-masalah yang mungkin
awalnya terlihat sederhana,
menggali hingga ke akarnya,
menemukan struktur serta
keterhubungannya (connection) sehingga
dapat terlihat.
Pendekatan filsafat terhadap masalah
ekologi adalah ekologi yang dalam, atau
dapat disebut deep ecology (Rothenberg
dalam Naess, 1989: 12).

Para filsuf dengan orientasi Deep Ecology


menyarankan agar manusia mempunyai
kemampuan untuk memperluas rasa
identitas dirinya untuk mencakup hewan,
tumbuhan, komunitas biotik, ekosistem,
dan tanah.
Nasib manusia dilihat bukan dalam
dominasi dan kendali atas alam, melainkan
di dalam kualitas khusus kesadaran
manusiawi, kemampuan refleksinya yang
unik serta kreativitas membuat alat.
Sistem-sistem hidup dari semua jenis
dinilai secara intrinsik, di dalam dirinya
sendiri.

Para penganut deep ecology yang


paling radikal bahkan tidak merasa
nyaman dengan kata penjagaan atas
alam, sebab kata tersebut masih
mengimplikasikan manusia sebagai
makhluk yang mempunyai pengetahuan
ekologis superior dan menjadi merasa
bertanggung jawab atas pemeliharaan
bumi (Evelyn dkk, 2007: 209-210).

Ecosophy T sebagai
Landasan Filosofis Deep
Ecology

Ecosophy secara etimologi terdiri dari 2 kata


yaitu Eco yang berarti rumah tangga
(household) dan Sophy yang berarti kearifan
(wisdom).
Ecosophy secara luas diartikan sebagai
kearifan mengatur hidup yang selaras dengan
alam sebagai rumah tangga dalam arti luas.
Ecosophy menginginkan adanya perubahan
pada ekologi atau lingkungan tidak hanya
sebagai ilmu melainkan diperluas juga
sebagai sebuah kearifan.

Ecosophy mengandung prinsip nonhierarki yang maksudnya adalah bagianbagian di alam tidak ada yang lebih tinggi
atau lebih rendah kedudukannya, semua
sama dan memiliki peran masing-masing
dalam menjaga kesinambungan alam.
Bentuk-bentuk kehidupan hanya
perwujudan dari keragaman dan kekayaan
kehidupan itu sendiri, dan bukan suatu
tingkatan yang hierarkis (Keraf, 2006: 91).

Naess membagi
pergerakan ekologi
menjadi dua yaitu
shallow ecology dan
deep ecology .
Shallow ecology
adalah kepedulian
lingkungan yang
dangkal dan berpusat
pada manusia
(antroposentrisme).

Deep ecology adalah


kepedulian lingkungan
yang dalam
(Biosentrisme dan
Ekosentrisme). Istilah
Deep Ecology pertama
kali diperkenalkan
Naess pada tahun 1973
dalam artikelnya yang
berjudul The Shallow
and the Deep, Longrange Ecological
Movement: A Summary
(Naess, 1989:27-28).

Deep Ecology dalam


Pergerakan Lingkungan
DE bisa dikatakan sebagai sebuah
gerakan revolusioner, Teori Normatif,
Teori kebijakan, dan Teori gaya hidup.
DE dikatakan sebagai sebuah
gerakan revolusioner karena
dalam DE tidak hanya sebagai teori
melainkan suatu praksis kehidupan.

DE dikatakan sebagai suatu teori


normatif karena Ecosophy berisikan suatu
cara pandang normatif yang melihat alam
semesta dan segala isinya bernilai pada
dirinya sendiri, sekaligus berdasarkan cara
pandang itu memberikan norma-norma
tertentu bagi perilaku manusia dalam
berhubungan dengan alam.
Hubungan yang selaras dengan alam dan
menghargai alam.

DE dikatakan Teori Kebijakan


karena cara pandang dan perilaku
tadi tidak semata-mata dimaksudkan
untuk individu, tetapi harus
mempengaruhi dan menjiwai setiap
kebijakan publik di bidang lingkungan
dan yang berkaitan langsung atau
tidak langsung dengan lingkungan.
DE menjiwai kebijakan publik yang
pro lingkungan agar tercipta
kehidupan di bumi yang harmonis.

DE dikatakan sebagai teori gaya hidup


karena cara pandang dan norma perilaku
tadi menjiwai setiap orang, kelompok
masyarakat, dan seluruh masyarakat
memeperoleh sebuah gaya hidup yang
baru. Gaya hidup yang sederhana dan
selaras dengan alam, dalam istilah Naess
hidup yang sederhana dalam sarana, tapi
kaya tujuan (simple in means but rich in
ends) atau simple, elegant means reveal
rich experience.
Bukan gaya hidup yang menitikberatkan
pada materi dan terlalu berlebih-lebihan.
Kehidupan yang mengutamakan nilai-nilai
kehidupan itu sendiri (Keraf, 2006: 80).

Empat tingkatan komponen


pola laku sebagai gerakan
moral

Konsep yang ditawarkan D.E


merupakan konsep baru yang pada
saat sekarang ini membutuhkan
kerja keras untuk mencapainya.
Melawan sebuah paradigma
antroposentrisme bukanlah sesuatu
yang mudah dan menjadi tantangan
besar bagi semua kalangan terutama
kaum D.E dan pendukungnya.

Tidak hanya semangat dan kemauan yang


harus dimiliki, tetapi juga membutuhkan
sebuah kesatuan gerakan yang kuat,
konsisten, dan memiliki dasar argumen
yang kokoh.
Naess (Keraf, 2006: 83-84) menawarkan
empat komponen penting yang membentuk
satu kesatuan pola laku sebagai sebuah
gerakan moral atau dalam D.E disebut
Apron Diagram atau diagram pinggiran.

Sumber-sumber inspirasi,
pemikiran, dan intuisi

Diversity of views atau keberagaman


pandangan yang bersumber dari
inspirasi, pemikiran, dan intuisi
menjadi tingkat pertama dalam
empat komponen penting.

Platform yang menyatukan


gerakan
Untuk tingkat ini, DEM dan para
pendukungnya sepakat dengan Deep
Ecology Platform yang telah
dirumuskan oleh Naess dan Session.
Platform ini bagi DE masih terbuka
untuk diubah atau diperbaiki, asalkan
tetap berdasar pada prinsip-prinsip
Ecosophy.

Ada delapan Platform Aksi Deep Ecology:


Perkembangan kehidupan manusia dan makhluk
lain (non-human) di bumi ini mempunyai nilai
pada dirinya sendiri. Nilai-nilai pada makhluk
bukan manusia tidak tergantung dari apakah
dunia di luar manusia tersebut mempunyai
kegunaan atau tidak bagi kehidupan manusia.
Kekayaan dan keanekaragaman bentuk-bentuk
kehidupan mempunyai nilai pada dirinya sendiri
dan mempunyai kontribusi bagi perkembangan
manusia dan bukan manusia di bumi ini.
Manusia tidak mempunyai hak untuk mengurangi
atau bahkan merusak kekayaan dan
keanekaragaman ini kecuali untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya yang vital.
Campur tangan manusia saat ini terhadap dunia di
luar manusia sudah sangat berlebihan, dan situasi
ini semakin memperburuk.

Perkembangan kehidupan manusia dan


kebudayaannya berjalan seiring dengan penurunan
yang cukup berarti dari jumlah penduduk.
Perkembangan kehidupan di luar manusia
membutuhkan penurunan jumlah penduduk seperti
itu.
Perubahan kondisi kehidupan yang berarti (signifikan)
untuk perubahan yang lebih baik terutama dalam
kebijakan politik, sehingga mempengaruhi struktur
ekonomi, teknologi, dan ideologi.
Perubahan ideologis terutama menyangkut
penghargaan terhadap kualitas kehidupan (hidup
dalam situasi yang memiliki nilai dalam dirinya sendiri)
dan bukan bertahan pada standar kehidupan yang
semakin meningkat. Akan muncul kesadaran yang
mendalam mengenai perbedaan antara besar dan
megah.
Bagi Orang-orang yang menerima pokok-pokok
pemikiran ini mempunyai kewajiban secara langsung
maupun tidak langsung untuk ikut ambil bagian dalam
mewujudkan perubahan-perubahan yang sangat
diperlukan (Naess, 1989:29).

Hipotesis umum
Pada tingkat ketiga berisikan tentang
suatu pola perilaku umum berkaitan
dengan lingkungan yang sejalan
dengan inspirasi dan platform di
atas. Kecenderungan itulah yang
menjadi permulaan bagi manusia
untuk melakukan langkah
selanjutnya.

Aksi Nyata
Tingkat keempat berupa aksi nyata
yang digerakkan oleh ketiga tingkat
di atas. Berisikan panduan dalam
gaya hidup dan berperilaku dalam
komunitas ekologis.

Prinsip-prinsip Gerakan
Lingkungan

Biospheric egalitarianism-in principle


Non-antroposentrisme
Realisasi-Diri (Self-realization)
Diversity, complexity and symbiosis
(pengakuan dan penghargaan
terhadap keanekaragaman dan
kompleksitas ekologis dalam suatu
hubungan simbiosis)
Ecopolitic dan Ecolifestyle

Anda mungkin juga menyukai