TENTANG :
OLEH :
AFDHILA SARDA
LISA AGUSTIN
NADILA SAVIRA
ROSI RAHAYU
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam beberapa tahun belangan ini Kesehatan menjadi topik pembicaraan yang sering
muncul di masyarakat hingga media cetak dan media elektronik. Dalam dunia Kesehatan
tersebut banyak kendala yang dihadapi baik dari internal maupun eksternal. Oleh sebab
itu, kita sebagai salah satu Tenaga Kesehatan harus tutut serta bersama-sama
melaksanakan kewajiban dan peranan kita secara langsung di bidang keahlian sebagai
ahli farmasi. Merupakan sebuah tantangan bagi kita semua untuk lebih mengenalkan
profesi Tenaga Teknis Kefarmasian pada masyarakat, sehingga masyarakat akan
menjadikan kita sebagai tempat rujukan untuk memperoleh informasi mengenai obat.
Sebagai generasi muda sudah menjadi tugas kita untuk membuat sebuah perubahan.
Makalah ini bertujuan untuk membahas masalah tentang kefarmasian diantaranya
adalah masalah tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), dalam Permenkes nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi telah diatur dengan jelas
mengenai Pedagang Besar Farmasi (PBF), meskipun demikian masih ada pelanggaran
yang terjadi seperti yang akan dibahas dimakalah ini.
1.2.Rumusan Masalah
Apa contoh kasus pelanggaran Permenkes nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011
Tentang Pedagang Besar Farmasi ?
BAB II
PEMBAHASAN
Fungsi PBF :
1. Tempat menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang meliputi obat, bahan
obat, obat tradisional dan kosmetik.
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan
kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan
toko obat berizin.
3. Sebagai sarana untuk mendistribusikan sediaan farmasi di wilayah sesuai surat
pengakuannya/surat izin edar.
4. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan
Melansir laman Detik, Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT Jaya Karunia Investindo
(JKI) melakukan peredaran obat palsu dengan modus repackaging. Yaitu obat generic
dikemas menjadi obat bermerk sehingga bisa dijual lebih mahal yang ternyata dilakukan
pula pada obat kadaluwarsa.
Dalam kasus ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan telah
membekukan izin operasional PBF PT JKI serta merekomendasikan pencabutan izin
PBF PT JKI pada Kementerian Kesehatan.
Dan ternyata, pelaku yang adalah pemilik PBF PT JKI dan produsen obat palsu itu
sempat terkena kasus serupa pada tahun 2018. Sayangnya dalam kasus ini BPOM tidak
bersedia mmbuka daftar apotek yang disebut masuk dalam 197 apotek dalam distribusi
obat palsu.
Meski begitu, BPOM memastikan menarik produk dari PBF JKI di Jabodetabek,
melakukan verifikasi produk dengan produsen obat, memusnahkan produk palsu, dan
melakukan pengawasan.
2.4.Pembahasan Kasus
Dari kasus diatas sudah jelas bahwa PBF JKI telah mengedarkan obat palsu ke 197
apotek di Jabodetabek dan pemilik PBF telah memproduksi obat palsu yang diedarkan
melalui PBF JKI, hal tersebut telah melanggar Permenkes Nomor
1148/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 13 ayat (1) dan
(2), yang berbunyi :
(1) PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat
dan atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) PBF hanya dapat melasanakan pengadaan obat dari Industri Farmasi dan atau sesama
PBF.
Berdasarkan ayat (1) PBF harus menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu,
sedangkan PBF JKI telah mengedarkan obat palsu, dan berdasarkan ayat (2) PBF harus
mengadakan obat dari Industri Farmasi atau sesama PBF, sedangkan PBF JKI
mengadakan obat palsu tersebut dari hasil produksi oleh pemiliknya sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan