Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS KRITIS

MATAKULIAH : FILSAFAT SAINS DAN BIOETIKA

DOSEN : Dr.ACHYANI SUBADI , M.Si.

OLEH : ALPAHMI AJI SATRIA

NIM : 15232014

TRIBUNNEWS.COM, 8 Mei 2014, TABANAN - Leony Alvionita


(14), siswi kelas III SMP Negeri 1 Tabanan, Bali, gantung diri seusai
pulang dari mengikuti Ujian Nasional (UN),.Kepolisian Resor
Tabanan menduga, siswi tersebut frustrasi karena merasa gagal
mengerjakan soal ujian Matematika.

Berbicara mengenai makna tujuan sebuah pendidikan yang digadang-gadang


sebagai pacuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun hal ini tidak begitu
tampak jika kita lihat dari kejadian siswi SMP yang dengan keputusasaannya
mengakhiri hidup dengan cara yang jauh dari makna sebuah tujuan pendidikan.
Mengetahui kejadian ini Sungguh disesalkan memang, dilain hal UU Nomor 20 tahun
2003 berbicara Tujuan system Pendidikan Nasional dengan sangat baiknya
merumuskan,bahwa berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,
cakap,kreatif,mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggug
jawab.
Media Ramai-ramai membicarakan mengenai Ujian Nasional (UN), seolah
menjadi momok tahunan yang menakutkan bagi siswa,orang tua,guru sekolah dan hal
ini kian menarik untuk dibahas dan dikeritisi. Kita ketahui UN merupakan produk
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 45 tahun 2006, UN
merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara
nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang pelaksanaannya
ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Berkaitan dengan hal ini, Ujian Nasional (UN) menjadi sebuah momentum
Tahunan Evaluai siswa, mau tidak mau akan ditemui disetiap periode jenjang
pendidikan formal. Pro dan Kontra menjadi hiasan yang kian berdampingan. Dengan
kata lain,pandangan mengenai pelaksanaan peraturan pendidikan Ujian Nasional
tersebut membuat ketidak seragaman, Baik itu dari Siswa,Orang tua,Guru,Masyarakat
dan Pemerintah.
Kegiatan ujian atau evaluasi pendidikan ini sebenarnya terdapat pada UUD
Sisdiknas No.20 Tahun 2003 pasal 35, pasal 57, pasal 58, dan pasal 59. Para
pendukung dilaksanakannya UN ini berpendapat, bahwa adanya UN dapat
meningkatkan motivasi peserta didik dan penyelenggara pendidikan itu sendiri serta
untuk meningkatkan mutu dan memberikan informasi penting mengenai prestasi
belajar siswa baik itu dalam lingkup sekolah itu sendiri mauapun anatar sekolah.
Para kontra UN tentunya mempunyai pendapat lain atau landasan yang
menjadi acuan sehingga tidak mendukung dilaksanakannya UN tersebut. Kita ketahui
bahwa dalam ilmu pendidikan aspek kognitif,efektif dan psikomotorik tidak boleh
tinggal atau hanya salah satunya saja menjadi acuan penentu tingkat keberhasilan
seorang pengajar dan siswa, namun ketiganya mempunyai peran penting yang wajib
diikutsertakan secara utuh.
Pelaksaan UN dinilai hanya mencakup aspek intelektual, belum mampu
mengukur seluruh aspek pendidikan secara utuh. Dari Segi aspek yuridis UN hanya
melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas
pendidik. Dari aspek sosial dan psikologis dimana Mekanisme UN pemerintah telah
menetapkan standar kelulusan yang dari tahun ketahun cendrung meningkat dan ini
membuat siswa dan orang tua merasa khawatir. Mau tidak mau siswa dituntut untuk
belajar lebih,kegiatan belajar diluar waktu sekolah (bimbel) menjadi pilihan orang tua
untuk mengikutsertakan anaknya. Hal ini seolah menjadi beban fikiran bagi siswa dan
orangtua dalm hal mengejar waktu pelaksanaan ujian nasional yang kian dekat.
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 35 ayat
1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkala. Apakah UN sudah mengikuti standar nasioanal pendidikan ?. Para kontra UN
berpendapat bahwa UN hanya berdiri disebuah titik Kompetsi lulusan saja,Sedangkan
yang lain? Seolah Depdiknas tidak mengetahui akan keseragaman standar nasional
pendidikan.
Salah satu bagian Landasan Yuridis Pendidikan tertuang dalam Konsep
Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia UU No. 14 Tahun 2004 ayat 1,Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. UU
ini menegaskan bahwa nilai dasar seorang guru yang di sebut-sebut sebagai orang tua
kedua seorang siswa dikesampingkan,karena nyatanya tingkat kelulusan siswa hanya
ditentukan oleh UN saja. Disinilah para kontra UN menyikapi ketidakbijakan
program,penolakan, dengan kata lain belum baiknya Ujian Nasional (UN) dijadiakan
sebagai standar kelulusan bagi peserta didik.
Senada dengan hal tersebut, Dosen FKIF Universitas Muhammadiyah Metro
Dr. Achyani Subadi (Lampung post , 28 April 2009) mengemukakan bahwa dilihat
dari bingkai pendidikan holistik, dimana ujian nasional hanya akan menghasilkan
keberhasilan semu karena keluar dari konteks pembelajaran yang benar. Yaitu hanya
menilai dari segi kemampuan yang celakanya keberhasilan yang dimaksud ditempuh
melalui system spekulatif untung-untungan.
Praktek kecuranganpun mengenai plaksanaan ujian nasional semakin banyak
terdengar, seolah hal ini menjadi pembenaran dikala konteks pendidikan seharusnya
menjadi didikan kejujuran. Sebab UN diduga telah melahirkan orang-orang yang
tidak jujur di negeri ini. Melahirkan orang-orang cerdas tapi tak berbudi pekerti yang
luhur. Apakah kita harus menyalahkan para pelaksana prkatek kecurangan ini? Atau
kita akan menyalahkan pemerintah yang mengemabil kebijakan ujian nasional
sebagai syarat standar keluluan siswa?.Tentunya hal ini perlu dicermati dan
dievaluasi lebih lanjut.
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses menemukan identitas seseorang.
Proses pendidikan yang benar adalah yang membebaskan seseorang dari berbagai
kungkungan, atau penyadaran akan kemampuan seseorang. Menyikapi hal ini penulis
berpendapat bahwa ujian nasional masih banyak ketimpangan-ketimpangan baik dari
segi padegogis,yuridis, sosial dan psikologis, Namun menghilangkan ujian nasional
(UN) bukanlah jalan yang tepat untuk diambil sebgai keputusan tetap. Perlunya
evaluasi mengenai kebijakan UN ini dirasakan penting bagi keberlanjutan system
pendidikan yang baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai