TRIBUNNEWS.COM, 8 Mei 2014, TABANAN - Leony Alvionita
(14), siswi kelas III SMP Negeri 1 Tabanan, Bali, gantung diri seusai pulang dari mengikuti Ujian Nasional (UN),.Kepolisian Resor Tabanan menduga, siswi tersebut frustrasi karena merasa gagal mengerjakan soal ujian Matematika.
Berbicara mengenai makna tujuan sebuah pendidikan yang digadang-gadang
sebagai pacuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun hal ini tidak begitu tampak jika kita lihat dari kejadian siswi SMP yang dengan keputusasaannya mengakhiri hidup dengan cara yang jauh dari makna sebuah tujuan pendidikan. Mengetahui kejadian ini Sungguh disesalkan memang, dilain hal UU Nomor 20 tahun 2003 berbicara Tujuan system Pendidikan Nasional dengan sangat baiknya merumuskan,bahwa berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu, cakap,kreatif,mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggug jawab. Media Ramai-ramai membicarakan mengenai Ujian Nasional (UN), seolah menjadi momok tahunan yang menakutkan bagi siswa,orang tua,guru sekolah dan hal ini kian menarik untuk dibahas dan dikeritisi. Kita ketahui UN merupakan produk peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 45 tahun 2006, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Berkaitan dengan hal ini, Ujian Nasional (UN) menjadi sebuah momentum Tahunan Evaluai siswa, mau tidak mau akan ditemui disetiap periode jenjang pendidikan formal. Pro dan Kontra menjadi hiasan yang kian berdampingan. Dengan kata lain,pandangan mengenai pelaksanaan peraturan pendidikan Ujian Nasional tersebut membuat ketidak seragaman, Baik itu dari Siswa,Orang tua,Guru,Masyarakat dan Pemerintah. Kegiatan ujian atau evaluasi pendidikan ini sebenarnya terdapat pada UUD Sisdiknas No.20 Tahun 2003 pasal 35, pasal 57, pasal 58, dan pasal 59. Para pendukung dilaksanakannya UN ini berpendapat, bahwa adanya UN dapat meningkatkan motivasi peserta didik dan penyelenggara pendidikan itu sendiri serta untuk meningkatkan mutu dan memberikan informasi penting mengenai prestasi belajar siswa baik itu dalam lingkup sekolah itu sendiri mauapun anatar sekolah. Para kontra UN tentunya mempunyai pendapat lain atau landasan yang menjadi acuan sehingga tidak mendukung dilaksanakannya UN tersebut. Kita ketahui bahwa dalam ilmu pendidikan aspek kognitif,efektif dan psikomotorik tidak boleh tinggal atau hanya salah satunya saja menjadi acuan penentu tingkat keberhasilan seorang pengajar dan siswa, namun ketiganya mempunyai peran penting yang wajib diikutsertakan secara utuh. Pelaksaan UN dinilai hanya mencakup aspek intelektual, belum mampu mengukur seluruh aspek pendidikan secara utuh. Dari Segi aspek yuridis UN hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik. Dari aspek sosial dan psikologis dimana Mekanisme UN pemerintah telah menetapkan standar kelulusan yang dari tahun ketahun cendrung meningkat dan ini membuat siswa dan orang tua merasa khawatir. Mau tidak mau siswa dituntut untuk belajar lebih,kegiatan belajar diluar waktu sekolah (bimbel) menjadi pilihan orang tua untuk mengikutsertakan anaknya. Hal ini seolah menjadi beban fikiran bagi siswa dan orangtua dalm hal mengejar waktu pelaksanaan ujian nasional yang kian dekat. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Apakah UN sudah mengikuti standar nasioanal pendidikan ?. Para kontra UN berpendapat bahwa UN hanya berdiri disebuah titik Kompetsi lulusan saja,Sedangkan yang lain? Seolah Depdiknas tidak mengetahui akan keseragaman standar nasional pendidikan. Salah satu bagian Landasan Yuridis Pendidikan tertuang dalam Konsep Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia UU No. 14 Tahun 2004 ayat 1,Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. UU ini menegaskan bahwa nilai dasar seorang guru yang di sebut-sebut sebagai orang tua kedua seorang siswa dikesampingkan,karena nyatanya tingkat kelulusan siswa hanya ditentukan oleh UN saja. Disinilah para kontra UN menyikapi ketidakbijakan program,penolakan, dengan kata lain belum baiknya Ujian Nasional (UN) dijadiakan sebagai standar kelulusan bagi peserta didik. Senada dengan hal tersebut, Dosen FKIF Universitas Muhammadiyah Metro Dr. Achyani Subadi (Lampung post , 28 April 2009) mengemukakan bahwa dilihat dari bingkai pendidikan holistik, dimana ujian nasional hanya akan menghasilkan keberhasilan semu karena keluar dari konteks pembelajaran yang benar. Yaitu hanya menilai dari segi kemampuan yang celakanya keberhasilan yang dimaksud ditempuh melalui system spekulatif untung-untungan. Praktek kecuranganpun mengenai plaksanaan ujian nasional semakin banyak terdengar, seolah hal ini menjadi pembenaran dikala konteks pendidikan seharusnya menjadi didikan kejujuran. Sebab UN diduga telah melahirkan orang-orang yang tidak jujur di negeri ini. Melahirkan orang-orang cerdas tapi tak berbudi pekerti yang luhur. Apakah kita harus menyalahkan para pelaksana prkatek kecurangan ini? Atau kita akan menyalahkan pemerintah yang mengemabil kebijakan ujian nasional sebagai syarat standar keluluan siswa?.Tentunya hal ini perlu dicermati dan dievaluasi lebih lanjut. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses menemukan identitas seseorang. Proses pendidikan yang benar adalah yang membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan, atau penyadaran akan kemampuan seseorang. Menyikapi hal ini penulis berpendapat bahwa ujian nasional masih banyak ketimpangan-ketimpangan baik dari segi padegogis,yuridis, sosial dan psikologis, Namun menghilangkan ujian nasional (UN) bukanlah jalan yang tepat untuk diambil sebgai keputusan tetap. Perlunya evaluasi mengenai kebijakan UN ini dirasakan penting bagi keberlanjutan system pendidikan yang baik dan benar.
Pengambilan keputusan dalam 4 langkah: Strategi dan langkah operasional untuk pengambilan keputusan dan pilihan yang efektif dalam konteks yang tidak pasti