Anda di halaman 1dari 14

Makalah Mata Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan

PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN

Disusun Oleh :
LEA VANESA GERUNGAN
FREDERICKA SORONGAN
DAUD MAABUAT
INTAN PAPENTA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN KRISTEN


INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI MANADO
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai bentuk tanggung jawab
dan pemenuhan kewajiban dalam melaksanakan tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan ini.

Makalah dengan judul "Penegakan hukum yang berkeadilan”, diharapkan dapat


memberikan pengetahuan tentang bagaimana Keadilan Hukum yang ada di indonesia.

Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya namun apabila terdapat kekurangan
mengenai makalah ini mohon dimaafkan.

24 NOV 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................................
Daftar Isi....................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
A. Pengertian penegakan Hukum.............................................................................
B. Penegakan hukum yang berkeadilan........................................................................
C. Penggolongan hukum di Indonesia……………………………………………
D. Lembaga penegak hukum Di Indonesia …………....……………………….
E. Realita penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia?
F. Masalah dalam penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia?
G. Solusi untuk mengatasi permasalahan penegakan hukum yang berkeadilan
tersebut ?
BAB III PENUTUP............................................................................................................
A. Kesimpulan..........................................................................................................
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia diidealkan dan dicita-citakan sebagai suatu Negara hukum Pancasila. Hal ini
menunjukkan bahwa : Negara Indonesia adalah Negara hukum. Namun bagaimana ide Negara
hukum itu, selama ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif. Yang ada hanya
pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral (Jimly Asshiddiqie, 2009:3). Untuk
dapatnya hukum berfungsi sebagai sarana penggerak, maka hukum harus dapat ditegakkan dan
untuk itu hukum harus diterima sebagai salah bagian dari sistem nilai kemasyarakatan yang
bermanfaat bagi masyarakat. Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai
atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan
usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran
hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif. Tugas utama penegakan
hukum, adalah untuk mewujudkan keadilan, karenanya dengan penegakan hukum itulah
hukum menjadi kenyataan (Liliana,2003:66. Karena itu agar hukum dapat ditegakkan maka
perlu pencerahan pemahaman hukum bahwa sesungguhnya hukum itu tidak lain adalah sebuah
pilihan keputusan, sehingga apabila salah memilih keputusan dalam sikap dan prilaku nyata,
maka berpengaruh buruk terhadap penampakan hukum diIndonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah penegakan hukum itu?
2. Bagaimana konsep penegakan hukum yang berkeadilan?
3. Bagaimana penggolongan hukum di Indonesia ?
4. Siapa saja lembaga penegak hukum di Indonesia ?
5. Bagaimana realita penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia?
6. Apa saja masalah dalam penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia?\
7. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu hukum.
2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum yang berkeadilan.
3. Untuk mengetahui bagaimana penggolongan hukum di Indonesia.
4. Untuk mengetahui siapa saja lembaga penegak hukum di Indonesia.
5. Untuk mengetahui bagaimana realita penegakan hukum yang berkeadilan di
Indonesia.
6. Untuk mengetahui apa saja masalah dalam penegakan hukum yang berkeadilan di
Indonesia.
7. Untuk mengetahui bagaimana solusi untuk mengatasi permaslah tersebut diatas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penegakan Hukum

Menurut Kelsen (1995), hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Secara formal
dapat difenisikan sebagai sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas
dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang
terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua
subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif
atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma
aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam
arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya
aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan
hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
B. Penegakan hukum yang berkeadilan
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia
terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,
damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah
dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan.
Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu : kepastian
hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit).
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat
ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit. Bagaimana hukumnya itulah
yang harus berlaku; pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang : fiat justitia et pereat mundus
(meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian
hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-
wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam
keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya
kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum
karena bertujuan ketertiban masyarakat.
Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum.
Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus
memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya
dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.
Unsur yang ke tiga adalah keadilan. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam
pelaksanaan atau penegakan hukum keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan
hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat
setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barangsiapa mencuri harus dihukum : setiap orang
yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Sebaliknya
keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyama-ratakan, adil bagi Si Doni belum
tentu dirasakan adil bagi si Dani.
Kalau dalam menegakkan hukum hanya diperhatikan kepastian hukum saja. maka unsur-
unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan,
maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu selanjutnya.
Dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga
unsur itu harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tanpa kepastian hukum
orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu
menitikberatkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku
dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan
harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan
secara ketat : lex dura, sed tamen scripta (undang-undang itu kejam, tetapi memang
demikianlah bunyinya). tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan kompromi
secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut.
Menurut tatanan UUD'45, untuk menjamin penegakan hukum yang berkeadilan, terdapat
berbagai sendi konstitusional, yaitu:
 Sendi negara berdasarkan konstitusi (sistem konstitusional) dan negara berdasarkan
atas hukum (de rechtsstaat).
 Sendi Kerakyatan atau Demokrasi
 Sendi kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
 Sendi penyelenggaraan pemerintahan menurut alas-asas penyelenggaraan pemerintah
yang baik.

C. Penggolongan Hukum di Indonesia


Adapun penggolongan hukum didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut :
1. Hukum menurut wujud dan bentuk
 Hukum tertulis adalah hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan
dicantumkan dalam berbagai peraturan negara.Contoh hukum tertulis di Indonesia
adalah UUD 1945, Undang-Undang (UU), KUHP, KUHD, KUHAP dan lain-lain.
 Hukum tidak tertulis adalah hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan
masyarakat tertentu (hukum adat). Dalam praktik kenegaraan dsebut konvensi,
misalnya pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus.
2. Hukum menurut wilayah berlakunya
a. Hukum lokal
Hukum lokal adalah hukum yang hanya berlaku diwilayah atau daerah tertentu
dalam suatu wilayah negara. Hukum local adalah hukum yang hanya berlaku di
suatu daerah tertentu, misalnya hukum adat.
b. Hukum nasional yaitu hukum yang berlaku di suatu negara tertentu.
c. Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau
lebih misal hukum perang.
3. Hukum menurut waktu
a. Hukum yang berlaku sekarang ini atau yang telah di tetapkan (ius constitutum)
b. Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang( ius constituendum)
c. Hukum antar waktu yaitu hukum yang mengatur suatu peristiwa yang menyangkut
hukum yang berlaku saat ini dan hukum berlaku pada masa lalu.
4. Hukum menurut isi
a. Hukum publik
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara warga negara
dengan negara dalam hal yang berkenaan dengan kepentingan umum. Hukum
publik sendiri meliputi :
1) Hukum tata negara
2) Hukum tata usaha negara
3) Hukum antar negara
4) Hukum pidana
5) Hukum acara pidana
6) Hukum acara perdata
7) Hukum pengadilan tata usaha negara
b. Hukum privat
Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau
lebih sebagai individu. Terdapat penggolongan hukum privat sebagai berikut :
1) Hukum perdata
2) Hukum dagang
3) Hukum privat internasional
5. Hukum menurut fungsi
a. Hukum materiil
Hukum materiil adalah hukum yang berfungsi pengaturan tentang hal-hal yang
boleh dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan. Hukum materiil berisi tentang
perintah atau larangan. Hukum materiil dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) atau dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP
Perdata).
b. Hukum formal
Hukum formal adalah hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan dan
mempertahankan atau menegakkan hukum materiil. Contohnya adalah hukum acara
pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) dan hukum Acara
Perdata.
6. Hukum menurut sifat
a. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang memiliki sifat yang harus ditaati dan
dilaksanakan oleh semua pihak.
b. Hukum yang mengatur atau melengkapi, yaitu hukum yang dlam keadaan konkrit
dapat dikesampingkan atau tidak dijalankan. Misalnya dalam hal hukum acara perdata.
Hukum ini sifatnya hanya melengkapi saja.[2]
D. Lembaga Penegak Hukum
Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk lembaga penegakan
hukum , antara lain kepolisian, yang berfungsi utama sebagai lembaga penyidik; kejaksaan
yang berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; kehakiman, yang berfungsi sebagai lembaga
pemutus/pengadilan, dan lembaga penasihat atau bantuan hukum.
1. Kepolisian
Kepolisian negara adalah alat penegak hukum yang terutama bertugas memelihara
keamanan di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum, khususnya hukum acara pidana,
kepolisian negara bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut pasal 4 UU Nomor 8
Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyelidik adalah setiap
pejabat polisi negara RI.Penyelidik mempunyai wewenang:
 Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana.
 Mencari keterangan dan barang bukti
 Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
 Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab atas
perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
 Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.
 Pemeriksaan dan penyitaan surat.
 Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
 Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik
Selain penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut pasal 6 UU
No. 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik yaitu:
1) Pejabat polisi negara Republik Indonesia
2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
2. Kejaksaan
Setelah kepolisian melakukan penyidikan terhadap tindak pelanggaran hukum, maka
kepolisian memberikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada kejaksaan.Lembaga
kejaksaan pada hakikatnya merupakan lembaga formal yang bertugas sebagai penuntut umum,
yaitu pihak yang melakukan penuntutan terhadap mereka-mereka yang melakukan pelanggaran
hukum berdasarkan tertib hukum yang berlaku.Pekerjaan lembaga kejaksaan merupakan tindak lanjut
dari lembaga kepolisian yang menangkap dan menyidik pelaku-pelaku pelanggaran
untuk dituntut dipengadilan berupa bentuk pelanggarannya yang bertujuan untuk
menciptakan keadilan di dalam masyarakat.
Berdasarkan pasal 3 UU No. 5 Tahun 1991 tentang “Kejaksaan Republik Indonesia”
pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan tersebut diselenggarakan oleh:
a. Kejaksaan negeri yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten atau di kotamadya
atau di kota administratif dan daerah hukumnya yang meliputi wilayah kabupaten atau
kotamadya atau kota administratif.
b. Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya
meliputi wilayah provinsi.
c. Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibu kota negara RI dan daerah hukumnya
meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
3. Kehakiman
Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili.
Sedangkan hakim adalah pejabat peradilan yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili. Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Artinya, hakim tidak boleh
dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara.
Dalam pasal 10 ayat 1 Undang-undang No 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan
dalam 4 lingkungan, yaitu:
a. Peradilan umum
b. Peradilan agama
c. Peradilan Militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara

E. Realita Penegakan Hukum di Indonesia


Gustav Radbruch mengatakan bahwa hukum yang baik adalah ketika hukum tersebut
memuat nilai keadilan, kepastian hukum dan kegunaan. Sekalipun ketiganya merupakan nilai
dasar hukum, namun masing-masing nilai mempunyai tuntutan yang berbeda satu dengan yang
lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan dan menyebabkan
adanya ketegangan antara ketiga nilai tersebut (Spannungsverhaltnis).
Hukum sebagai pengemban nilai keadilan menurut Radbruch menjadi ukuran bagi adil
tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum
sebagai hukum. Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi
hukum. Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum
positif. Kepada keadilan-lah hukum positif berpangkal. Sedangkan konstitutif, karena keadilan
harus menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan, sebuah aturan tidak
pantas menjadi hukum.
Apabila, dalam penegakan hukum cenderung pada nilai kepastian hukum atau dari
sudut peraturannya, maka sebagai nilai ia telah menggeser nilai keadilan dan kegunaan. Hal ini
dikarenakan, di dalam kepastian hukum yang terpenting adalah peraturan itu sendiri sesuai
dengan apa yang dirumuskan. Begitu juga ketika nilai kegunaan lebih diutamakan, maka nilai
kegunaan akan menggeser nilai kepastian hukum maupun nilai keadilan karena yang penting
bagi nilai kegunaan adalah kenyataan apakah hukum tersebut berguna bagi masyarakat.
Demikian juga, ketika yang diperhatikan hanya nilai keadilan, maka akan menggeser nilai
kepastian hukum dan kegunaan. Sehingga, dalam penegakan hukum harus ada keseimbangan
antara ketiga nilai tersebut.
Berdasarkan pendapat Radbruch, dapat dikatakan bahwa seorang hakim dapat
mengabaikan hukum tertulis (statutarylaw/ state law) apabila hukum tertulis tersebut ternyata
dalam praktiknya tidak memenuhi rasa keadilan sebagaimana diharapkan oleh masyarakat
pencari keadilan. Penegakan hukum yang berkeadilan seharusnya sarat dengan etis dan moral.
Penegakan hukum seharusnya dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi
masyarakat. Namun disamping itu, masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum
untuk mencapai keadilan. Kendatipun demikian, terkadang apa yang dianggap berguna belum
tentu adil, begitu juga sebaliknya, apa yang dirasakan adil, belum tentu berguna bagi
masyarakat. Namun perlu diperhatikan bahwa di dalam menegakan hukum akan lebih baik
diutamakan nilai keadilan. Hal ini sesuai dengan penegakan hukum progresif menurut Satjipto
Rahardjo.
Satjipto Rahardjo mengatakan penegakan hukum merupakan satu usaha untuk
mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Penegakan hukum adalah suatu
proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-
keinginan hukum adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan
dalam peraturan-peraturan hukum.
Oleh karena itu, tujuan penegakan hukum yang paling utama adalah untuk menjamin
adanya keadilan tanpa mengabaikan aspek kemanfaatan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Gustav Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum sebagai tiang
penyanggah penegakan hukum. Ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian dan
implementasi hukum yang memadai. Khusus tujuan keadilan atau finalitas yaitu menekankan
dan menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
Namun Satjipto Rahardjo mengingatkan bahwa masalah kepastian hukum bukan
urusan undang-undang semata, melainkan lebih merupakan urusan perilaku manusia.
Kepastian hukum itu menjadi masalah besar sejak hukum itu dituliskan. Sebelum itu, selama
ribuan tahun, apabila kita berbicara mengenai hukum, maka kita lebih banyak berbicara
mengenai keadilan.
Menurut Satjipto Rahardjo, pemikiran hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya
yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofi tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik
orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu,
hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan manusia.
Hukum yang progresif berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia,
bukan sebaliknya. Hukum bukan sebagai institusi yang bersifat mutlak dan final, melainkan
sebagai institusi bermoral, bernurani dan karena itu sangat ditentukan oleh kemampuannya
untuk mengabdi kepada manusia. Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan untuk
mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia.
Kemanusiaan dan keadilan menjadi tujuan dari segalanya dalam kita berkehidupan hukum.
Maka kalimat “hukum untuk manusia” bermakna juga “hukum untuk keadilan”. Ini berarti,
bahwa kemanusiaan dan keadilan ada di atas hukum. Intinya adalah penekanan pada penegakan
hukum berkeadilan yang di Indonesia yaitu terciptanya kesejahteraan masyarakat atau yang
sering disebut dengan “masyarakat yang adil dan makmur”. Oleh karena itu, pemerintah yang
mengemban tugas negara dalam membuat undang-undang harus sungguh-sungguh
memperhatikan 2 (dua) hal yang telah dijelaskan di atas yaitu hukum hendaknya membuat
sejahtera dan bahagia masyarakat serta hukum yang diciptakan harus berpihak kepada
masyarakat dan itulah yang disebut “hukum untuk manusia”.
Jika kita amati, potret penegakan hukum di Indonesia saat ini belumlah berjalan dengan
baik, bahkan bisa dikatakan buruk. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia saat ini dapat
tercermin dari berbagai penyelesaian kasus besar yang belum tuntas, salah satunya adalah
praktek korupsi yang menggurita, namun ironisnya para pelakunya sangat sedikit yang terjerat
oleh hukum. Kenyataan tersebut justru berbanding terbalik dengan beberapa kasus yang
melibatkan rakyat kecil, dalam hal ini aparat penegak hukum menjadi cepat tanggap.
Sebagaimana kita ketahui, banyak dari oknum pelaku korupsi merupakan kalangan berdasi
alias para pejabat dan orang-orang berduit yang memiliki kekuatan (power) untuk
mengintervensi efektifitas dari penegakan hukum itu sendiri.
Realita penegakan hukum yang demikian sudah pasti akan menciderai hati rakyat kecil
yang akan berujung pada ketidakpercayaan masyarakat pada hukum, khususnya pada aparat
penegak hukum itu sendiri. Aparat penagak hukum rentan akan praktik suap, membuat kinerja
mereka diragukan. Hukum di negeri ini bisa diperjualbelikan. Seperti vonis yang bisa “diatur”
misalnya, dimana semua rangkaian itu berasal dari praktik suap aparat penegak hukum sendiri.
Penegak hukum lebih banyak bertindak atas pesanan yang memang ada imbalannya. Kalau
tidak ada imbalan, maka pencari keadilan akan terlantar. Para pencari keadilan yang notabene
adalah masyarakat kecil sering dibuat frustasi oleh para penegak hukum yang nyatanya lebih
memihak pada golongan berduit. Sehingga orang sering menggambarkan kalau hukum di
Indonesia seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menangkap hewan-hewan kecil, namun
tidak mampu menahan hewan besar tetapi hewan besar tersebutlah yang mungkin justru
menghancurkan seluruh jaring laba-laba itu. Atau dengan istilah lain bahwa hukum menjadi
tajam kebawah dan tumpul keatas.

F. Masalah penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia.


Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum di Indonesia sangat
memprihatinkan. Permasalahan penegakan hukum (Law Enforcement) senantiasa menjadi
persoalan menarik bagi banyak pihak, terutama karena adanya ketimpangan interaksi dinamis
antara aspek hukum dalam harapan atau Das Sollen, dengan aspek penerapan hukum dalam
kenyataan atau Das Sein. Yang lebih memprihatinkan saat ini adalah kepatuhan masyarakat
terhadap hukum. Masyarakat kita menjadi sangat terlatih menghindar dari jeratan hukum.
Mereka tidak lagi takut atas ancaman hukuman yang ada, sepanjang masih ada backing yang
kuat dari aparat penegak hukum. Kenyataan ini merupakan salah satu indikator buruknya law
enforcement di negeri ini.
Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dalam penegakan hukum (law enforcement).
Fenomena tersebut dapat dilihat ketika dalam penegakan hukum, kepastian hukum lebih
diutamakan daripada keadilan atau kemanfaatan hukum itu sendiri.
Menurut Suteki, Masalah yang seringkali muncul adalah tidak dipenuhinya nilai keadilan,
terutama rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim tidak dengan sungguh-sungguh
menggali nilai-nilai yang hidup di masyarakat (the living law) seperti yang telah diamanatkan
oleh UU Kekuasaan Kehakiman dengan alasan terkait dengan aturan hukum formal yang
sebenarnya kaku dan seringkali melenceng dari rasa keadilan masyarakat. Di sini penegakan
hukum telah mengalami kebuntuan legalitas formalnya untuk menghadirkan keadilan substantif.
Masalah penegakan hukum merupakan persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat
di dalam mengatasi konflik. Walaupun setiap masyarakat memiliki corak dengan karakteristik
yang berbeda-beda, tetapi masyarakat mempunyai aturan tersendiri dalam penegakan
hukumnya demi mencapai tujuan yang sama yaitu terciptanya kedamaian, ketertiban dan
kesejahteraan masyarakatnya. Demi tercapainya ketertiban dan kedamaian hukum, maka
hukum berfungsi memberikan jaminan kepada seseorang agar kepentingannya diperhatikan
oleh orang lain. Ketika kepentingan tersebut maka akan timbul suatu konflik. Dalam
Negara hukum, konflik baik secara individual maupun sosial harus diselesaikan melalui jalan
hukum. Hukum harus bisa melindungi setiap kepentingan yang dilanggar, sehingga hukum
berarti aturan main yang tidak hanya bersifat formal, tetapi lebih dari itu mengandung nilai-
nilai keadilan. Hukum adalah kontrol sosial dari pemerintah (law is government social control),
sebagai aturan dan proses sosial yang mencoba mendorong perilaku baik yang berguna atau
mencegah perilaku buruk. Oleh karenanya hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakan tanpa
membeda-bedakan atau memberlakukan hukum tidak secara diskriminatif. Pada dasarnya
hukum itu tidak berlaku secara diskriminatif kecuali oknum aparat atau penegak hukum dalam
kenyataan sosial telah memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Akhirnya penegakan
hukum tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.
Penegakan hukum seharusnya akuntabel, tidak memihak dan tidak mudah diintervensi
sehingga hasilnya dapat dipertanggungjwabkan di hadapan publik. Rakyat butuh kepastian
hukum atas sistem hukum yang berlaku di negara ini, karena penegakan hukum tak dapat
berdiri sendiri tanpa adanya sistem hukum itu sendiri. Tujuan akhir hukum adalah keadilan.
Oleh karena itu, segala usaha yang terkait dengan hukum mutlak harus diarahkan untuk
menemukan sebuah sistem hukum yang paling cocok dan sesuai dengan prinsip keadilan.
Hukum harus terjalin erat dengan keadilan, hukum adalah undang-undang yang adil. Bila suatu
hukum konkrit, yakni undang-undang bertentangan dengan pinsip-prinsip keadilan, maka
hukum itu tidak bersifat normatif lagi dan tidak dapat dikatakan sebagai hukum lagi. Undang-
undang hanya menjadi hukum bila memenuhi prinsip-prinsip keadilan. Dengan kata lain, adil
merupakan unsur konstitutif segala pengertian tentang hukum.

G. Solusi dari masalah penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia


Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah penyimpangan hukum di
Indonesia adalah dengan menerapkan penegakan hukum yang akuntabel. Penegakan hukum
yang akuntabel (bertanggung jawab) dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan
penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, bangsa dan negara yang
berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, juga berkaitan
dengan kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum memang
tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedang sistem hukum dapat diartikan
merupakan bagian-bagian proses/tahapan yang saling bergantung yang harus dijalankan serta
dipatuhi oleh penegak hukum dan masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum.
Untuk membentuk dan membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel perlu
melibatkan seluruh stakeholder dan yang terpenting adalah dukungan pemerintahan yang
bersih (clean government). Dukungan pemerintahan yang bersih dalam membangun penegakan
hukum yang akuntabel harus total, karena penegakan hukum adalah bagian dari sistem hukum
pemerintahan. Pemerintah harus berada di garda terdepan dalam penegakan hukum untuk
memberikan harapan kepada masyarakat atas kepastian hukum. Sebagai penyelenggara negara,
Presiden harus dapat menjamin kemandirian dan independensi para penegak hukum dalam
melaksanakan tugasnya.
Reformasi hukum dalam konteks ini menjadi salah satu bagian penting dari agenda
penataan dan perombakan negeri ini. Reformasi hukum merupakan jawaban terhadap
bagaimana hukum di Indonesia diselenggarakan dalam kerangka pembentukan negara hukum
yang dicita-citakan. Hukum mengemban fungsi ekspresif yaitu mengungkapkan pandangan
hidup, nilai-nilai budaya dan nilai keadilan. Selain itu hukum mengemban fungsi instrumental
yaitu sebagai sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan
prediktabilitas, sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana
pendidikan serta pengadaban dan pembaharuan masyarakat. Dalam sistem politik yang
demokratis, hukum harus memberi kerangka struktur organisasi formal bagi bekerjanya
lembaga-lembaga negara, menumbuhkan akuntabilitas normatif dan akuntabilitas publik dalam
proses pengambilan keputusan politik, serta dapat meningkatkan kapasitasnya sebagai sarana
penyelesaian konflik politik.
Pada hakekatnya tujuan penegakan hukum adalah untuk mewujudkan apa yang
hendak dicapai oleh hukum. Teguh Prasetyo, mengatakan bahwa tujuan hukum itu adalah
mencapai keseimbangan agar hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan masyarakat
tidak terjadi kekacauan. Selanjutnya menurut beliau bahwa tujuan hukum secara umum
adalah untuk mencapai keadilan. Hal demikian dikatakan oleh Gustav Radbrugh
sebagaimana dikutip Teguh Prasetyo, bahwa tujuan hukum mencapai tiga hal yakni,
kepastian hukum, keadilan dan daya guna. Jika dilihat, sebenarnya esensi dari tujuan hukum
tersebut adalah terletak pada keadilan. Yang menjadi persoalan dalam penegakan hukum
adalah seringkali perihal adil menjadi sangat relatif. Dengan kata lain adil menurut
seseorang, belum tentu adil menurut orang lain. Sehingga disinilah hukum memainkan
peranannya. Atau bisa dikatakan bahwa penafsiran hukum sangat diperlukan dalam melihat
suatu kasus hukum, agar tujuan hukum yakni kepastian, keadilan dan daya guna dapat
tercapai tanpa diskriminasi.
Melihat perkembangan penegakan hukum di Indonesia, sebagian besar proses
pelaksanaannya masih bersifat kaku. Dalam pengertian bahwa penegakan hukum masih
diartikan sebagai penegakan undang-undang semata. Sehingga demi mencapai target,
keadilan prosedural dijadikan sebagai senjata utama dalam proses penegakan hukum.
Berkaitan dengan hal ini, Philippe Nonet dan Philip Zelsnick menawarkan konsep hukum
responsif dimana hukum adalah untuk masyarakat, peka terhadap perubahan sosial, dan
mengedepankan keadilan substansial walaupun masih terdapat beberapa kelemahan juga.
Menurut Philippe Nonet dan Philipe Zelsnick, bahwa hukum yang baik seharusnya
menawarkan sesuatu yang lebih daripada sekedar keadilan prosedural. Selanjutnya
dikatakan bahwa hukum yang baik harus berkompeten dan juga adil. Hukum semacam itu
seharusnya mampu mengenali keinginan publik dan punya komitmen bagi tercapainya
keadilan substantif. Sejalan dengan hal ini pula, Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum
itu berevolusi mulai dari hukum otoriter dan berpuncak pada hukum progresif. Dengan
demikian penegak hukum dalam upaya penegakan hukum seharusnya lebih cermat dalam
memahami hukum secara luas dan mendalam demi mencapai keadilan.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut Kelsen (1995), hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Secara formal
dapat difenisikan sebagai sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Tata hukum Indonesia berdasarkan kepada UUD 1945. Operasionalisasi dari konsep
Negara hukum Indonesia dituangkan dalam konstitutsi Negara, yaitu UUD 1945. UUD 1945
merupakan hukum dasar Negara yang menempati posisi sebagai hukum Negara tertinggi dalam
tertib hukum (legal order) Indonesia
Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk lembaga penegakan
hukum , antara lain kepolisian, yang berfungsi utama sebagai lembaga penyidik; kejaksaan
yang berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; kehakiman, yang berfungsi sebagai lembaga
pemutus/pengadilan, dan lembaga penasihat atau bantuan hukum.
Permasalahan penegakan hukum menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan
terutama karena terdapat ketimpangan antara aspek hukum dalam harapan dan aspek penerapan
hukum dalam kenyataan. Ironisnya kepatuhan masyarakat terhadap hukum sangat
memprihatinkan. Hal ini dipicu oleh lemahnya penegakan hukum. Bisa dikatakan bahwa
hukum di negara ini tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Penegakan hukum seharusnya
akuntabel (bertanggung jawab), tidak memihak dan tidak mudah diintervensi sehingga hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan dihadapan publik. Rakyat butuh kepastian hukum atas sistem
hukum yang berlaku di negara ini, karena penegakan hukum tak dapat berdiri sendiri tanpa
adanya system hukum itu sendiri. Untuk membentuk dan membangun system penegakan
hukum yang akuntabel perlu melibatkan seluruh stakeholder dan yang terpenting adalah
dukungan pemerintahan yang bersih. Pemerintah harus berada di garda terdepan dalam
penegakan hukum untuk memberikan harapan kepada masyarakat
atas kepastian hukum.

DAFTAR PUSTAKA
 Blog smart colsultan “PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN” di akses dari
http://blog.konsultasi-skripsi.org/2014/11/penegakan-hukum-yang-berkeadilan.html
 Tik PKGMI L “KONSEP PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA” POSTED ON 07.04 BY MUTHI '
UL UMMAH di akses dari http://tikpgmi.blogspot.co.id/2015/05/konsep-penegakan-hukum-di-
indonesia.html
 “MAKALAH PENEGAKAN HUKUM” di akses dari
yenisaputri080893.blogspot.co.id/2013/08/makalah-penegakan-hukum.html?m=1
 Alkotsar, Artidjo, Negara Tanpa Hukum (Yogyakarta: UII, 2000) Hujibers, Theo, Filsafat
Hukum dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1995)
 Husni, M. Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum, Jurnal Equality Vol.
11, (2006)

Anda mungkin juga menyukai